Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra
Abstrak :
ABSTRAK
Baja paduan rendah berkekuatan tinggi dapat diperoleh dengan perlakuan panas (normalisasi, quench--temper) dan penambahan unsur paduan penghalus butir. Kekuatan tinggi tersebut dapat dicapai tetapi ketangguhan akan berkurang dan rentan terhadap korosi retak tegang. Banyak kegagalan telah terjadi dalam penggunaan baja tersebut dan pada daerah sambungan las diperkirakan sebagai bagian kritikal terjadinya pertumbuhan retak. Menurut beberapa referensi, penggunaan baja dengan kekuatan luluh dibawah 135 KPsi secara umum imun terhadap lingkungan yang merusak seperti terjadinya korosi retak tegang. Kepekaan material getas maupun tangguh terhadap korosi retak tegang tergantung pada penerapan tegangan dan lingkungan yang dilayaninya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan penggunaan pipa baja berkekuatan tinggi terhadap lingkungan H2S/CO2 dari ikutan senyawa kondensat (sour corrosion) dan mekanisme terjadinya kegagalan korosi retak tegang.

'Metode yang digunakan adalah dengan melakukan pemeriksaan visual (pengukuran dimensi), uji NDT, uji sifat mekanis, uji metallografi dan uji korosi pada setiap specimen serta daerah yang mengalami kegagalan.

Hasil observasi menunjukkan bahwa telah terjadi retak patah getas prematur pada pipa yang berorientasi tegangan, diperkirakan hoop stressnya 85% SMYS (specified minimal yield strength) atau masih dibawah desain Hoop stress 90% SMYS dan tidak dijumpai adanya retak pada bagian yang mengalami kompressi. Material pipa tersebut sebenarnya masih layak untuk dioperasikan dengan keberadaan kekuatan pipa sisa (perbandingan antara tebal pipa dengan kedalaman korosi sumuran) sekitar 3,83% atau masih dibawah 10% dari yang diizinkan. Menurut beberapa sumber acuan umumnya material yang mempunyai tingkat kekerasan 200 HB (248 HV) rentan untuk terjadinya korosi retak tegang. Hasil pengujian kekerasan pada logam induk A 182 HV, HAZ A 181 HV, las A 171 HV. Selanjutnya pada logam induk B dan C (279 HV dan 256 HV), daerah HAZ B dan C (234 HV dan 219 HV), las B dan C (227 HV dan 213 HV). Berarti material pipa daerah upstream (B) dan downstream (C) rentan untuk terserang korosi retak tegang. Sedangkan hasil pengamatan metalografi mengindikasikan bahwa penjalaran retak diawali dari batas butir.

Lingkungan H2S mudah melepaskan H+ terhadap material tersebut sehingga dapat menyebabkan penggetasan hydrogen (hydrogen emrittlement,).
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Badaruddin
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh prestrain terhadap perilaku korosi retak tegang stainless steel AISI 304 dalam larutan H2SO4 konsentrasi 10% dengan pembebanan kantilever statis (ASTM E-1681). Prestrain dilakukan dengan meregangkan spesimen hingga mencapai regangan merata 5% dan 10% diatas tegangan luluh bahan, menggunakan servopulser UTM 9506 dengan kontrol kecepatan 0,3 mm/sec. Hasil pengujian menunjukan bahwa spesimen dengan 5% prestrain lebih cepat mengalami kegagalan daripada spesimen 10% prestrain dan tanpa prestrain. Hal ini disebabkan menurunnya keuletan dan periode inkubasi yang singkat. Perubahan defleksi hanya dapat diamati pada pembebanan 20% tegangan luluh bahan. Retak intergranular ditemukan pada spesimen 10% prestrain pada pembebanan statis 616 MPa. Sedangkan pada specimen 10% prestrain ditemukan retak transgranular pada pembebanan statis 554,4 MPa. Retak kombinasi ditemukan pada specimen 5% prestrain pada pembebanan statis 369,6 MPa. Semakin tinggi densitas dislokasi pada lapisan permukaan akibat deformasi plastis, semakin sulit difusi hidrogen pada ujung retak. Konsekuensinya, periode inkubasi dapat diperlama.
Stress Corrosion Cracking Behavior of Stainless Steel 304 in the Sulfuric Acid Environment Due to Prestrain. The aim of research is to investigate the effect of prestrain on the stress corossion cracking behavior of AISI 304 stainless steel in the sulfuric acid of 10% concentration under the static cantilever loading according to ASTM E-1681 standart. The specimen of 304 Stainless steel was strain up over the yield strength until reaching the uniform strain of 5% and 10% using servopulser UTM 9506 under the displacement control of 0,3 mm/sec. The results of test show that the prestrain of 5% specimen is faster failure than both of the prestrain of 10% and unprestrain specimen. It was caused by both of the decrease of ductility and the short incubation period. The change of deflection could be only recorded under the loading 20% of yield strength. Intergranular crack was the prestrain of 10% specimen under the static loading of 616 MPa. Whereas, for the prestrain of 10% specimen transgranular crack was found under the static loading of 554,4 MPa. The prestrain of 5% specimen was mixed crack under the static loading of 369.6 MPa. Higher dislocation density on the layer surface due to plastic deformation with increasing the percentage of pre-strain, so more difficult hydrogen diffused into the crack tip. Consequently, The incubation period can be prolonged.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Indrafusa
Abstrak :
ABSTRAK
Kerentanan dan perilaku korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah dengan pengaruh tegangan aplikasi diinvestigasi dengan menggunakan pengujian bent beam korosi retak tegang. Selain itu, pada pengujian ini akan dicari tahu mekanisme korosi retak tegang yang terjadi pada baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah. Kerentanan korosi retak tegang ditentukan dengan menghitung densitas pit yang dihasilkan pada permukaan baja SAE 1086. Kehadiran pit pada permukaan baja SAE 1086 dapat bertindak sebagai tempat inisiasi retak. Sedangkan mekanisme korosi retak tegang diamati dengan polarisasi linear, polarisasi potensiodinamik (linear sweep voltammetry), dan perubahan sifat mekanis. Peningkatan tegangan aplikasi akan menghasilkan jumlah pit yang semakin banyak, dimana untuk tegangan aplikasi 55 % YS dihasilkan 40 pit/mm2, 60 % YS dihasilkan 179 pit/mm2, dan 65 % YS dihasilkan 413 pit/mm2. Jadi kerentanan korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah akan meningkat seiring dengan semakin besar tegangan yang diaplikasikan. Baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah akan mengalami korosi retak tegang dengan mekanisme pelarutan anodik.
Abstract
The stress corrosion cracking susceptibility and behavior of SAE 1086 steel in simulated soil solution under the effect of applied stress was investigated by bent beam stress corrosion test. Furthermore, in this paper would be found out the mechanism of stress corrosion cracking SAE 1086 steel in simulated soil solution. Stress corrosion cracking susceptibility was determined by calculate the density of pits on the surface of SAE 1086 steel. The presence of pits on the surface of SAE 1086 steel can act as crack initiation sites. While the mechanism of stress corrosion cracking was observed by linear polarization, potentiodynamic polarization (linear sweep voltammetry), and changes in mechanical properties. Increasing applied stress will increase amount of pit produced, where at applied stress 55 %, 60 %, and 65 % referred to YS (yield strength) would be produced 40 pits/mm2, 179 pits/mm2, and 413 pits/mm2 sequentially. So, the stress corrosion cracking susceptibility of SAE 1086 steel in simulated soil solution will increase with greater applied stress. In simulated soil solution, SAE 1086 steel will encountered stress corrosion cracking by anodic dissolution mechanism.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rendi Fajar Binuwara
Abstrak :
ABSTRAK
Aluminium Alclad 2014 memberikan kekuatan tinggi dan ketahanan korosi yang baik pada lingkungan yang korosif untuk diaplikasikan pada industri pesawat terbang. Pengaruh proses penuaan terhadap ketahanan korosi retak tegang dengan parameter waktu (5 jam, 8 jam, dan 10 jam) ditinjau dengan standar Bent-Beam ASTM G39 dalam lingkungan salt spray NaCl 5% sesuai dengan ASTM B117 selama 10 hari. Perilaku korosi sampel dengan menggunakan salt spray menujukkan tidak adanya korosi retak tegang pada semua kondisi, tetapi korosi lubang yang cukup parah pada kondisi penuaan alami (T4). Ketahanan korosi yang lebih baik dalam lingkungan Cl- diperoleh pada semua kondisi penuaan. Dalam aluminium paduan Al-Mg-Si (seri 6xxx), yang berfungsi sebagai lapisan clad dari aluminium 2014, endapan MgSi2 menjadi tempat terserangnya korosi karena endapan ini bersifat anodik dibandingkan matriks Al. Ketahanan tertinggi hingga paling rendah terhadap korosi lubang dan korosi retak tegang dari aluminium Alclad 2014 berturut-turut adalah kondisi penuaan 8 jam, 5 jam, 10 jam, dan T4 akibat distribusi fasa intermetalik.
ABSTRACT
Aluminum Alclad 2014 is used when high strength with good resistance to corrosion are required, include in aircraft industry. Effect of artificial aging time parameters ( 5 hour, 8 hour, and 10 hour) on improvement stress corrosion cracking was investigated using Bent-Beam Test Method with ASTM G39 in salt spray contain 5% NaCl according to ASTM B117 within 10 days. Corrosion behavior of specimen using salt spray showed no stress corrosion cracking occurred, but severe pitting corrosion was introduced in natural aging (T4) condition. Greater corrosion resistance in Cl- containing environment achieved in artificial aging process. In Al-Mg-Si alloy (6xxx series) as cladding of aluminum 2014, MgSi2 precipitate are reported to activate corrosion process in which MgSi2 acts as anode and dissolve preferentially than matrix Al cathode. Sequence of pitting and stress corrosion resistance with anodic dissolution for the specimen is 8 hour, 5 hour, 10 hour, and T4 due to distribution of intermetallic phase.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42180
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiles
Abstrak :
ABSTRAK
SS 304 adalah material yang saat ini banyak digunakan sebagai pipeline dan juga material coloumm vessel. Namun, pada pengaplikasiannya material ini banyak mengalami kegagalan SCC dalam lingkungan NaCl.Pengaruh tegangan terhadap kerentanan korosi retak tegang SS 304 dalam Lingkungan NaCl dilakukan dengan metode bent beam dengan variasi tegangan 30%, 40%, dan 50% dari tegangan luluh ( yield stress ). Pengujian dilakukan dengan salt spray selama 4 minggu dan dilakukan dye penetrant test untuk melihat keberadaan retak. Pengamatan mikrostruktur dilakukan untuk verifikasi hasil pengujian dye penetrant test. Perilaku korosi diamati melalui polarisasi linear dan metode weight loss. Retak tidak terjadi pada setiap aplikasi tegangan. Namun, kerentanan terhadap korosi retak tegang ditentukan dengan densitas pitting pada setiap tegangan aplikasi. Semakin besar tegangan aplikasi maka densitas pitting akan semakin meningkat dan kerentanan terhadap korosi retak tegang juga semakin meningkat. Korosi yang terjadi pada SS 304 adalah pitting corrosion yang ditandai dengan hasil polarisasi linear dan weight loss yang laju korosinya sangat kecil.Pengamatan struktur mikro menunjukkan terdapatnya pitting pada setiap tegangan aplikasi.
ABSTRACT
SS 304 is material that mostly used as pipeline and coloumn vessel. This material mostly failed because SCC when it is aplicated in NaCl environment. Effect of applied stress on stress corrosion cracking susceptibility can be examined with two point loaded bent beam method with variation of applied stress are 30%, 40%, and 50% of yield stress. Sample is examined in salt spray for 4 weeks and dye penetrant test is done to see existance of retak. Beside that, microstructure examination is done to verificate the result of dye penetrant test. Corrosion behavior can be observed with linear polarisation and weight loss method.Based on examination result, crack is absence in each applied stress. Susceptibility of stress corrosion cracking can be determined with density of pitting. Pit morfology show high density when SS 304 subject to high applied stress. Type of corrosion in SS 304 is pitting corrosion. Linear polarisation and weight loss show low corrosion rate. Microstructure observation show existence of pitting in each applied stress.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42185
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfy Faluthi Firdaus
Abstrak :
ABSTRAK
Peralatan penukar panas tipe shell and tube merupakan peralatan yang berfungsi untuk mentransfer panas di antara dua atau lebih fluida. Di industri pengolahan minyak, peran peralatan ini sangatlah penting. Kegagalan pada alat penukar panas akan berdampak terhadap keandalan, ketersediaan, dan keamanan peralatan secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerugian finansial. Oleh karena itu, penyelidikan perlu dilakukan untuk mengetahui akar penyebab kegagalan tabung penukar panas, sehingga kegagalan yang serupa tidak terulang kembali di kemudian hari. Penyelidikan dilakukan pada bagian shell dan tube yang meliputi pengamatan lapangan, pengukuran dimensi, pengamatan visual, serta melakukan pengujian tidak merusak menggunakan die penetran.

Dari pengamatan pada bagian shell, tidak tampak ada tanda kerusakan pada bagian luar maupun dalam, sedangkan pengamatan pada bagian tube tampak tanda kerusakan sehingga dilakukan pengujian metalografi dengan mikroskop optik dan pemindaian mikroskop elektron, dan analisis komposisi kimia.

Hasil analisis menyimpulkan bahwa akar penyebab kegagalan pada tube adalah karena retak korosi retak tegang (stress corrosion cracking), yang disebabkan oleh kombinasi dari lingkungan kerja asam dan tegangan tarik.
ABSTRACT
Shell and tube type heat exchanger is the equipment that functioned to transfer heat between two or more fluids. In the oil processing industry, the role of this equipment is very important. Failure of the heat exchanger will have an impact on the overall reliability, availability and safety of the equipment, which in turn can cause financial losses. Therefore, an investigation needs to be carried out to find out the root cause of the failure of the heat exchanger tube, so that similar failures do not recur in the future. Investigations were carried out on the shell and tube sections which included field observations, dimensional measurements, visual observations, as well as non-destructive testing using die penetrants.

From observations on the shell, there were no visible signs of damage either on the outside or inside, while observations on the tube showed signs of damage so metallographic testing with optical microscop and scanning electron microscop, and chemical composition analysis were carried out.

The results of the analysis concluded that the root cause of failure in the tube is due to stress corrosion cracking, which is caused by a combination of acid working environment and tensile stress.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmana Putra Leuvinadrie
Abstrak :
Lapangan-X merupakan salah satu penyumbang gas terbesar di Jawa Barat, dimana pelanggan gasnya merupakan perusahaan-perusahaan yang memberikan konstribusi terhadap keberlangsungan perekonomian di pulau Jawa. Gas alam lapangan-X memiliki kandungan CO2 dengan konsentrasi tinggi sebesar 23%, pengoperasian pemisahan CO2 removal dimaksudkan untuk mengurangi kandungan CO2 sehingga memiliki heating value yang tinggi. Hal ini karena CO2 dengan kadar > 5% dapat mempengaruhi heating value gas, toxicity dan sangat korosif khususnya pada pelanggan untuk memproses lebih lanjut produknya. Pada proses pemurnian gas di lapangan-X, bejana tekan Absorber, LP Flash Column dan Rich Solution heater memiliki peranan utama dalam proses absorbsi CO2. Hasil analisa menunjukkan mekanisme kerusakan aktual bejana tekan dengan standard amine treating pada API RP 571 memiliki perbedaan, khususnya mekanisme kerusakan amine corrosion pada ketiga bejana tekan dan chloride stress corrsion cracking pada LP Flash Column. Nilai corrosion rate tertinggi sebesar 0,604 mm/year pada tahun 2020 karena adanya peningkatan jumlah HCO3- dalam bentuk kondensasi asam (HSAS) yang dapat bereaksi dengan Fe akibat perubahan temperatur proses melalui model corrosion rate Y = -0,0556x + 4,6359 (head) dan Y = -0,0161x + 1,3682 (shell) pada bejana tekan. Dari matriks kekritisan didapatkan 2 bejana tekan pada peringkat resiko medium dan 1 bejana tekan medium high, sehingga respon inpeksi/maintenance yang perlu dilakukan adalah bersifat corrective maintenance dengan interval setiap 6 tahun sekali dan ruang lingkup inspeksi pada kategori medium. Model polynomial Y = 0,0007X2 – 0,0099X + 3,7452 (head) dan Y = 0,0005X2 – 0,0842X + 3,3876 (shell) sebagai model prediksi amine corrosion rate pada temperatur rentang 40 s/d 1300C menunjukkan perbedaan grafik antara aktual dan standard API RP 581, hal ini disebabkan karena pada standard prediksi corrosion rate digunakan untuk amine treating pada sistem H2S dan CO2 sedangkan pada grafik polynomial aktual digunakan untuk prediksi corrosion rate untuk amine treating pada sistem CO2 tanpa adanya H2S. ......Field-X is one of the largest gas contributors in West Java, where gas customers are companies that contribute to the sustainability of the economy in Java. X-field natural gas has a high CO2 content of 23%, the CO2 removal operation is intended to reduce the CO2 content so that it has a high heating value. This is because CO2 with levels> 5% can affect the heating value gas, toxicity and is very corrosive, especially for customers to further process the product. In the gas purification process in field-X, the Absorber pressure vessel, LP Flash Column and Rich Solution heater have a major role in the CO2 absorption process. The analysis results show that the actual damage mechanism of the pressure vessel with the standard amine treating on API RP 571 has a difference, especially the damage mechanism of amine corrosion in the three pressure vessels and chloride stress corrosion cracking on the LP Flash Column. The highest corrosion rate value is 0.604 mm / year in 2020 due to an increase in the amount of HCO3- in the form of acid condensation (HSAS) which can react with Fe due to changes in process temperature through the corrosion rate model Y = -0.0556x + 4,6359 (head) and Y = -0.0161x + 1.3682 (shell) in the pressure vessel. From the criticality matrix, there are 2 pressure vessels at the risk rating for medium and 1 pressure vessel for high medium, so that the inspection / maintenance response that needs to be done is corrective maintenance at intervals every 6 years and the scope of the inspection is in the medium category. Polynomial model Y = 0.0007X2 - 0.0099X + 3,7452 (head) and Y = 0.0005X2 - 0.0842X + 3,3876 (shell) as a prediction model for amine corrosion rate at temperatures ranging from 40 to 1300C shows the difference in the graph between the actual and the API RP 581 standard is because the prediction standard of corrosion rate is used for amine treating in H2S and CO2 systems while the actual polynomial graph is used for prediction of corrosion rate for amine treating in CO2 system without H2S.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Setiawan
Abstrak :
Korosi retak tegang merupakan proses korosi yang dihasilkan dari kombinasi sinergis antara tegangan, lingkungan yang korosif serta karakteristik dari material. Pengujian ini mengamati fenomena korosi pada material baja sponge rotary kiln X dan Y yang memiliki komposisi yang berbeda, dimana material X memiliki kandungan nikel dan kromium yang lebih tinggi dibandingkan Y. Metode bentbeam spesimen digunakan untuk melihat ketahanan korosi kedua material pada tegangan aplikasi dan lingkungan yang berbeda dimana lingkungan yang digunakan mengandung ion klorida. Hasil penelitian menunjukkan terbentuknya lubang pada permukaan material. Pengamatan terhadap fenomena korosi material dilakukan dengan menghitung diameter dan kedalaman lubang yang terbentuk dan perubahan berat yang terjadi setelah pengujian. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan peningkatan tegangan dan kadar NaCl, diameter dan kedalaman lubang yang terbentuk semakin bertambah. Selain itu pengurangan berat dan laju korosi juga semakin meningkat. Hasil secara umum menunjukkan bahwa material X memiliki ketahanan korosi yang lebih baik daripada Y.
Stress corrosion cracking is a corrosion process caused by a synergy combination between stress, corrosive environment and material characteristic. This experiment observed corrosion phenomena of sponge rotary kiln steel X and Y whose different compositions, which X has higher nickel and chromium contents than Y do. Bent-beam specimen method used here to observe those two material corrosion resistances in different application stresses and chloride ions-containing environments. The experimental results showed pits in material surface. Observations of material corrosion phenomena were done by measuring pit diameter and depth and weight loss of the material after exposure. The results showed that pit diameter and depth increased as stress and sodium chloride concentration increased. Besides that, weight loss and corrosion rate of material increased. The common results showed that X has better corrosion resistance than Y.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41724
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library