Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Liesda Dachlan
Abstrak :
ABSTRAK
Studi tentang dominasi ruang sosial perkotaan di 2 dua Kecamatan dalam kota Makassar bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana proses pembentukan dan dominasi ruang sosial di Makassar. Seperti apakah pola dominasi ruang sosial yang terjadi, serta apa penyebab dominasi ruang sosial di Makassar. Untuk bisa mendapatkan informasi yang mendalam dan lebih luas yang dianggap bisa menjelaskan masalah penelitian ini, metode penelitian kualitatif, etnografi, dipilih secara purporsive. Studi ini menemukan bahwa proses pembentukan dan dominasi ruang sosial di Makassar cukup dipengaruhi oleh kebijakan para pemimpin, baik Raja, pemerintah Kolonial maupun para Walikota di era kemerdekaan. Kebijakan penataan ruang sosial di 3 tiga era ini berbeda-beda sehingga menghasilkan pola pembentukan dan dominasi ruang sosial yang juga berbeda. Dari bentuk egaliter berubah jadi sangat hierarkhis atau dari bentuk kontinuitas, era kerajaan ke era kolonial, menjadi diskontinuitas di era reformasi. Dominasi ruang sosial perkotaan di 2 dua lokasi penelitian secara etnis, terutama di 2 dua walikota terakhir, sangat tinggi. Dari 85,39 persen dan 74,06 persen di tahun 2006 berubah menjadi 74,22 persen dan 81,04 persen di tahun 2016, oleh etnis tertentu yang kuat secara ekonomi.
ABSTRACT
The domination study on the urban social space in Makassar tries to find out and describe how the construction and the domination process on the social space in Makassar in 3 three era were. What rsquo s kind of the domination pattern on the social space and the cause of domination in Makassar. The research method which is appropriately regarded, to this study, is qualitative one. This study found that the process of construction and domination on the social space in Makassar was quite influenced by the leaders policy, the King, the Colonial government and the Majors in the era of independence. The spatial structuring policies in these 3 three era were different that result a different domination type as well. An egalitarian type and a very hierarchy one are the output of their policies, from continuity form becomes discontinuity one. The egalitarian type was applied in the kingdom and colonialism periodes, then becomes a very hierarchy in the reformation era. The domination on the strategic urban social space in 2 two research locarions, especially in the last 2 two mayors, is very high. It is 85.39 percent and 74.06 percent in 2006. Then, it becomes 74.22 percent and 81.04 percent in 2016 by certain ethnic who are economically strong.
2017
D2425
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Kumar
Abstrak :
Bertambahnya luasan fisik kota membawa konsekuensi berkurangnya luasan RTH. Sementara itu, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi pada gilirannya akan memacu perubahan penggunaan lahan di berbagai bagian wilayah kota. Bekerjanya mekanisme pasar akan menyebabkan sebidang lahan yang memiliki kualitas bagus atau jarak relatif dekat dengan pusat pertumbuhan akan dapat berubah penggunaannya sesuai dengan nilai sewa lahan yang lebih tinggi. Pergeseran penggunaan lahan dapat terjadi pada hamparan lahan yang relatif datar maupun yang memiliki kelerengan curam. Selama kurun waktu lima tahun (1996-2000) di kota Depok luas penggunaan lahan untuk permukiman, jasa, perusahan, dan industri masing-masing telah bertambah 1324 hektar, 38 hektar, 97 hektar, dan 154 hektar. Di sisi lain, pada kurun waktu yang sama, luas penggunaan lahan yang memiliki fungsi RTH seperti tegal/kebun, dan hutan masing-masing telah berkurang seluas 79 hektar, dan 8 hektar (BPS 1996-2000; Dinas Pertanian dan Perkebunan 1996-2000; serta BPN 1996-2000). Suatu contoh dengan terjadinya perkembangan jumlah kendaraan bermotor. Pada tahun 2001 jumlah pemilikan kendaraan bermotor di Kota Depok mencapai 104.473 unit, sedangkan pada tahun 1999 jumlah pemilikan kendaraan bermotor adalah 94.294 unit, sehingga pada kurun waktu tiga tahun di Kota Depok pemilikan kendaraan bermotor meningkat sebanyak 10.129 unit atau sebesar 10,74 % (BPS 1999-2001). Pertambahan pemilikan kendaaan bermotor membawa konsekuensi dibutuhkannya areal bervegetasi (RTH) yang lebih luas untuk meredam kebisingan, debu, meningkatnya suhu, dan polusi logam berat. Perkembangan kota ternyata telah banyak mengorbankan ruang terbuka hijau (RTH), dan hal ini merupakan masalah serius karena kecenderungan pembangunan kota pada masa kini yang berkonotasi meminimalkan RTH dan menghilangkan wajah alam. RTH adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis. Penelitian penataan ruang sebagai dasar pengelolaan lingkungan ini melihat arah konversi lahan yang terjadi di kota Depok dalam kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 1996 sampai dengan 2000. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari dan mencari penjelasan kondisi RTH di Kota Depok: yaitu dengan cara mempelajari perkembangan realisasi arahan alokasi RTH di Kota Depok berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dan menghitung kondisi keberadaan RTH yang ada. Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut, di bawah ini: 1. Arahan lokasi RTH di Kota Depok diduga telah mengalami peyimpangan sehingga sulit untuk direalisasikan. 2. Selama selang waktu lima tahun yaitu dari awal tahun 1996 - 2000 pertumbuhan kota diduga telah mengorbankan keberadaan RTH dengan pola konversi yang tidak menguntungkan pelestarian RTH Kota. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dan deskriptif, dengan menggunakan data sekunder. Pendekatan analisis yang dilakukan untuk pemecahan masalah yang digunakan dua pendekatan yaitu secara analisis normatif dan analisis kuantitatif. Analisis normatif dilakukan dengan melihat perkembangan alokasi dan kondisi keberadaan RTH dengan peraturan perundangan Inmendagri No.14 Tahun 1988 dan Kepmen PU No. 378/Kpts/1987. Untuk analisis kuantitatif dilakukan dengan pendekatan analisis Shift and Share. Pendekatan analisis ini dilakukan untuk melihat kecenderungan konversi lahan dari data sekunder yang telah dikumpulkan dari berbagai instansi. Analisis ini mempertimbangkan penggunaan lahan dalam dua titik waktu, dan mempunyai unit analisis wilayah administratif kecamatan yang selanjutnya akan dibandingkan dengan kota. Berdasarkan hasil dan pembahasan data yang diperoleh dari penelitian ini, maka kesimpulan yang diperoleh adalah: 1. Pengelolaan RTH kota secara berkelanjutan membutuhkan dukungan instrumen produk rencana tata ruang, peraturan perundangan, dan praktik pengelolaan yang baik dan konsisten. Perbaikan ke-tiga instrumen dilakukan dengan menjadikan pokok-pokok pikiran dan skala prioritas pengelolaan RTH hasil penelitian sebagai bahan penyempurnaan. Alokasi RTH kota yang relatif luas, ternyata telah mengalami penyimpangan yang relatif serius di beberapa kawasan kota. Penyimpangan terhadap alokasi RTH pada kawasan konservasi sangat mengkhawatirkan, khususnya di kawasan sempadan sungai; hutan cagar alam dan hutan lindung. Risiko berkurangnya kawasan konservasi lebih lanjut perlu segera dihindari, karena akan dapat merusak fungsi lindungnya. Seperti Taman Hutan Raya Pancoran Mas keberadaan hutan raya ini harus dipertahankan keberadaannya. Konversi RTH di seluruh kecamatan sebagian besar menjadi kawasan hunian warga kota. Konversi RTH pada kecamatan yang berlokasi dekat dengan pusat pertumbuhan tidak lagi bersifat dominan. Penyebab terjadinya pola tersebut karena kecamatan yang berlokasi dekat pusat pertumbuhan sudah minim RTH, harga lahan di pusat pertumbuhan sangat mahal, dan lokasi hunian baru memiliki waktu tempuh relatif singkat ke pusat kota. Kecamatan Sawangan, dan Sukmajaya menjadi tujuan utama warga kota untuk bertempat tinggal. Pilihan hunian warga kota di Kecamatan Pancoran Mas, Beji, dan Cimanggis perlu diimbangi dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang ketat untuk mempertahankan keberadaan RTH. 2. Pertumbuhan kota telah mengorbankan keberadaan RTH secara nyata, Sehingga dalam jangka panjang risiko tidak berlanjutnya keberadaan RTH dapat terjadi. Pola konversi RTH yang terjadi bersifat ekspansif dengan mengorbankan kawasan konservasi dan kawasan pengembangan terbatas. Fenomena tersebut memperkuat kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya. Konversi RTH di Kecamatan Pancoran Mas, Beji, dan Cimanggis perlu segera dikendalikan secara ketat, mengingat di ketiga kecamatan terkonsentrasi kawasan konservasi dan kawasan pengembangan terbatas. Mengingat sifat penelitian ini hanya bersifat deskriptif dan eksploratif, masih banyak hal-hal yang lain yang penting belum terungkap yang belum diteliti, dan mengingat pentingnya RTH dalam penataan ruang yang berkaitan dengan masalah lingkungan di perkotaan.
Space Structuring in Support of Environmental Management (The Study of Green Open Space of Depok City)The increasing of city physic enlargement brings the consequence of decreasing green open space enlargement. Of the same time population growth and economy activity will push the alteration of land utilization in several city areas. Functioning of the market mechanism will change the utilization of land that has good quality or has near distance with growth center can according to suitable higher land rent value. The alteration of land utilization can occur to spread out area which is relatively flat and has steep slope. During five years period (1996 - 2000) the land utilization in Depok for settlement, services, destruction and industry have been increased with 1324 ha, 38 ha, 97 ha, and 154 ha respectively. On the other hand, for the same period, the width of land utilization that has open space function such as garden, and forest has also decreased its amount to 79 ha, and 8 ha respectively (BPS 1996 -- 2000; Agriculture and Farming Agency 1996 -- 2000; and BPN 1996 - 2000). In the year of 2001 the total amount of vehicles in Depok city reach 104.473 units, and in the year of 1999 total amount of vehicle is 94.294 units, during 3 years period in Depok city the ownership of vehicle in Depok city are increasing 10.129 units or 10,74% (BPS 1999- 2001). The increasing of vehicle ownership brings the consequence of wider green open space requirement, which can reduce noise, dust, and temperature increase, and heavy metal pollution. The city development has brought much sacrifice for green open space, and they become serious problem because the tendency of city development for current condition can minimize green open space and eliminate nature visage. The green open space as vegetation community consist of tree and its association which grow in the city land and city surrounding, they have forms of stripe, spread or cluster (pile up) with the structure that imitate nature forest, and shape habitat which is possible to produce healthy, comfort and aesthetic environment. The research of space structuring as base of the environment management explain land conversion direction that occurs in Depok city during 5 years period 1996 - 2000. The objective of research is looking and learning the green open space condition in Depok city as follows: To learn development of realization for green open space allocation direction in Depok city based on regulation and to calculate the condition of green open space condition. The hypothesis of the research is: 1. The direction of green open space location in Depok city which is relatively wide has undergone deviation, so it is difficult to be realized; 2. During 5 years period 1996 - 2000 the city development has sacrifice rapid green open space existence and unprofitable conversion pattern has not given benefit to city green open space conservation. This is an explorative and descriptive research by using secondary data. The analysis approach to overcome problem uses approach such as normative and quantitative analysis. Normative analysis is implemented through watching allocation development and green open space existence condition base on regulation Ministry of Home Affairs Decree No. 14 year of 1988 and Ministry of Public Works Decree No. 378/Kpts/1987. Quantitative analysis uses the approach of shift and share analysis. This analysis approach is implemented to watch land conversion tendency based on secondary data which has been collected from several institutions. This analysis considers that land utilization at two time point, and has sub-district administrative area analysis unit which will be compared to the city.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 11048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subowo
Abstrak :
Tanah adalah permukaan bumi yang bersifat multi dimensional yaitu dimensi fisik, sosial budaya, ekonomi, politik dan magis-religius, masing-masing berpotensi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. Itulah sebabnya kebijakan pertanahan sangat penting dalam kaitannya dengan lahan/tanah untuk berbagai keperluan yang mendukung kebutuhan bagi program pembangunan. Namun dalam penerapannya dihadapkan pada persoalan mulai dari penyediaan tanah, untuk memenuhi kebutuhan penggunaan yang makin beragan, seperti untuk permukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan, industri dan jasa, prasarana serta fasilitas umum lainnya Disamping kepentingan pemilik awal yang harus diperhatikan masa depannya dan penghormatan terhadap hak kaum adat maupun kelembagaan sosial masyarakat yang ada. Penelitian ini diarahkan pada kebijakan pertanahan untuk perluasan kota di Kota Bekasi dengan meneliti sejauh mana kebijakan pertanahan dalam meningkatkan ketahanan daerah di lihat dari pengaruh ketahanan keluarga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang dilengkapi dengan data-data dalam bentuk tabel yang menggunakan prosentase. Pemanfaatan tanah dan Tata Ruang bagi kemakmuran rakyat belum sepenuhnya tercapai.. Hal i ni antara lain di abaikannya kepentingan rakyat kecil dan kurangnya perilndungan hukum terhadap hak rakyat kecil, serta adanya lahan tidur yang dikuasai pengembang belum digunakan sesuai tata ruang. Pandangan sebagian masyarakat terhadap tanah, di satu sisi masih memandang tatah sebagai tali pengikat batin keluarga dan disisi lain memandang tanah sebaga komoditi, yaitu memandang tanah sebagai faktor ekonomi, dan lainnya memandang tanah sebagai sesuatu yang benilai sakral, yang mempunya fungsi integratif dan lambang status sosial bagi warga diatasnya baik sebagai keluarga atau komunitas yang harus dihormati dan dipertahankan sebagai milik yang paling berharga.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Setyono
Abstrak :
Ditetapkannya kebijakan pelaksanaan program reformasi birokrasi berupa grand design reformasi birokrasi 2010-2025 melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010, mengamanatkan penataan organisasi pemerintah yang tepat ukuran dan tepat fungsi. Selain aturan kebijakan terdapat faktor yang melatarbelakangi perlunya penataan organisasi di Kementerian Kesehatan, diantaranya adalah organisasi yang besar, pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi yang tumpang tindih, tidak selarasnya penyusunan rencana strategis dengan organisasi. Berdasarkan latarbelakang tersebut maka terdapat 3 rumusan masalah yang akan dibahas: 1) Bagaimanakah grand design reformasi birokrasi yang dilakukan Pemerintah dalam rangka penataan organisasi kementerian, 2) Bagaimanakah proses pelaksanaan penataan organisasi pada Kementerian Kesehatan dalam rangka reformasi birokrasi, 3) Bagaimanakah kinerja organisasi setelah dilakukan penataan organisasi di Kementerian Kesehatan. Penelitian ini mengunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif yang datanya bersumber dari data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Analisis datanya kualitatif dan hasil penelitian preskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan penataan organisasi yang ditandai masih rendahnya nilai reformasi birokrasi program penataan organisasi. Dikaji berdasarkan peraturan masih ditemukan ketidaksesuaian dalam penataan organisasi Kementerian Kesehatan. Hasil kinerja organisasi setelah dilakukannya penataan organisasi menunjukkan dari 36 indikator kinerja dalam rencana strategis, terdapat 6 indikator kinerja yang belum tercapai ditahun 2019. Diharapkan dalam penataan organisasi Kementerian Kesehatan selanjutnya dapat memperhatikan aturan kebijakan serta keselarasan dengan penyusunan rencana strategis, sehingga diperoleh hasil penataan organisasi yang lebih baik dan menambah penilaian reformasi birokrasi.
The stipulation of the policy on the implementation of the bureaucratic reform program became the grand design 2010-2025 bureaucratic reform through Presidential Regulation Number 81 of 2010, mandating the proper arrangement of government organizations according to their functions. In addition to the rules that lay behind the need for organizational restructuring at the Ministry of Health, approval of large organizations, implementation of overlapping organizational functions and functions, the alignment of strategic plans with the organization was not aligned. Based on this background, there are 3 formulations of the problem to be discussed: 1) Reviewing the grand design of bureaucratic reform carried out by the Government in the framework of structuring the ministry's organization 2) Inviting the process of implementing organizational structuring in the Ministry of Health 3) Requesting organizational assistance is then carried out organizational structuring. This study uses a form of normative legal research consisting of secondary data consisting of primary and secondary legal materials. Analysis of qualitative data and forms of prescriptive research results. The results showed that there were still deficiencies in the implementation of organizational structuring which were marked by the low value of the bureaucratic reform of the organizational structuring program. Based on regulations, there are still discrepancies found in the organizational arrangement of the Ministry of Health. Expected results from research in 2019. It is expected that in the organizational arrangement can further discuss policy planning and alignment with strategic plans, expected results from research results that govern better organizations and increase reform bureaucracy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risya Amarilia
Abstrak :
ABSTRAK

Structuring merupakan salah satu domain dalam interaksi ibu-anak. Structuring merupakan kemampuan orangtua untuk memegang kendali, mengatur batasan, menyediakan lingkungan yang aman, teratur, dan dapat dipahami oleh anak (Lindaman, Booth & Chambers, 2000). Tujuan penelitian adalah untuk melihat perbedaan perilaku structuring pada anak usia toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan dan kehamilan terencana. Enam puluh partisipan dipilih dan diukur dengan menggunakan alat ukur MIMRS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perilaku structuring dalam kedua kelompok. Faktor usia dan pendidikan terakhir ibu ditemukan menjadi faktor yang lebih menentukan dalam perilaku structuring ibu.


ABSTRACT

Structuring is one of the domains in mother-child interaction. Structuring is parent’s ability to take charge, setting the limits, provide safe, comfortable, and understandable environment for children (Lindaman, Booth & Chambers, 2000). The aim of this study is to see the differences of structuring behaviour between premarital pregnancy adolescent mother and planned pregnancy adolescent mother with toodler. Sixty participants were selected and measured by MIMRS. The result shows that there is no significant differences of structuring behaviour between both groups. Maternal age and maternal education attainment has become the most important factors of structuring behaviour.

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library