Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Keiya Alysha Nasir
"Latar Belakang
Glioblastoma Multiforme (GBM) merupakan jenis tumor otak yang paling agresif dan salah satu jenis tumor langka di dunia. Meskipun manajemen dan pengobatan tersedia, angka kelangsungan hidup tetap tergolong rendah karena perkembangan yang cepat. Elaborasi profil pasien terkait presentasi klinis, komorbiditas dan tatalaksana diperlukan untuk pemhaman GBM.
Metode
Studi ini merupakan studi laporan kasus retrospektif deskriptif. Data diekstraksi dari rekam medis yang disediakan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pasien dengan Glioblastoma Multiforme yang melakukan perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo antara 2019-2023. Variabel yang diperoleh mencakup data demografis pasien, presentasi klinis dan intervensi pengobatan.
Hasil
Di antara 12 pasien, 66.67% merupakan laki-laki dan 33.34% perempuan, dengan median usia 45 tahun dalam rentang usia 13 hingga 68 tahun. Tumor paling umum ditemukan pada parietal (33.34%) dan lobus frontal (25%). Hemiparesis (66.67%) dan sakit kepala (58.34%) merupakan gejala paling umum yang dapat ditemukan. Sebagian pasien (41.67%) mengalami komorbiditas yang mencakup hipertensi, tuberkulosis dan sebagainya. Seluruh pasien (100%) menjalankan terapi pembedahan, 91.67% menjalankan kemoterapi, 75% menjalankan radioterapi dan 66.67% menerima kemoradiasi.
Kesimpulan
Studi ini menunjukkan berbagai presentasi klinis dan lokasi GBM pada pasien. Terapi fundamental adalah intervensi pembedahan yang diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. Keterbatasan penelitian karena riset ini terfokuskan di satu lokasi dan jumlah sampel yang terbatas menyebabkan keterbatasan generalisasi hasil. Penelitian selanjutnya disarankan dilakukan dengan kelompok yang lebih besar dan penilitian multisenter untuk eksplorasi luaran jangka panjang dan keefektifan terapi pada pasien dengan GBM.

Introduction
Glioblastoma multiforme (GBM) is the most aggressive brain tumor and one of the most common types of tumors worldwide. Although management and treatment are available, the survival rate remains low because of its rapid progression. Deeper elaboration of patient profiles, presence of clinical presentation and comorbidities, and treatments given are necessary to provide an understanding of GBM.
Method
This was a retrospective, descriptive case report. Data were extracted from the medical records provided by the Cipto Mangunkusumo Hospital. Patients with glioblastoma multiforme were treated at Cipto Mangunkusumo Hospital between 2019-2023. The variables obtained included the patients’ demographic data, tumor location, clinical presentations, comorbidities, and treatment intervention.
Results
Among the 12 patients, 66.67% were male and 33.34% were female, and the median age was 45 years (range, 13–68 years). The most common tumors were in the parietal (33.34%) and frontal lobes (25%). Hemiparesis (66.67%) and headaches (58.34%) were the most common symptoms. Several patients (41.67%) had comorbidities, including hypertension and tuberculosis. All patients (100%) underwent surgery, 91.67% received chemotherapy, 75% underwent radiotherapy, and 66.67% received chemoradiation. Conclusion
This study highlights the variety of clinical presentations and tumor locations among GBM patients with GBM. The fundamental treatment is surgical intervention, followed by chemotherapy and radiotherapy. The single-center focus and limited sample size restrict the generalizability of the results. Further research with larger, multi-center cohorts is advised for future studies to explore the long-term outcomes and effectiveness of therapy in GBM patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sydney Tjandra
"Latar Belakang
Setiap tahun, 13,8 juta kasus neurologis di dunia membutuhkan operasi; di Indonesia, kebutuhan operasi elektif bedah saraf meningkat seiring waktu, diperparah populasi lansia yang bertumbuh, beban penyakit tidak menular, dan dampak pandemi COVID-19. Walaupun optimalisasi penjadwalan operasi elektif sudah diupayakan, disparitas waktu tunggu tetap terlihat. Guna menghindari penjadwalan yang kurang proporsional atau etis, penelitian ini menginvestigasi waktu tunggu operasi elektif bedah saraf dan hubungannya dengan berbagai karakteristik sosiodemografis pasien.
Metode
Penelitian potong lintang ini menganalisis rekam medis pasien operasi bedah saraf elektif di RSCM antara bulan Juli 2021—Desember 2023 secara retrospektif. Selain penyajian data durasi waktu tunggu (keputusan hingga tanggal dilakukannya operasi) secara deskriptif, perbedaan rerata waktu tunggu antarkelompok jenis kelamin, usia, agama, status pernikahan, jarak tempat tinggal, pekerjaan, divisi operasi, dan asuransi kesehatan dianalisis dengan uji yang sesuai. Regresi linear dilakukan dengan karakteristik pasien sebagai prediktor durasi waktu tunggu.
Hasil
Dari 765 data rekam medis yang dianalisis, diperoleh median waktu tunggu selama 16 (1—1109) hari. Pasien perempuan, berusia 40—55, janda/duda, atau berasuransi BPJS menunggu lebih lama dibandingkan kelompok lainnya. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan signifikan antarkategori tempat tinggal dan pekerjaan. Regresi linear menunjukkan asuransi BPJS, jenis kelamin perempuan, dan operasi divisi trauma menjadi prediktor-prediktor signifikan bagi durasi waktu tunggu operasi elektif bedah saraf yang lebih lama di RSCM.
Kesimpulan
Jenis kelamin, usia, status pernikahan, asuransi kesehatan, dan divisi operasi berhubungan dengan waktu tunggu operasi elektif bedah saraf. Determinan sosial perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan penjadwalan.

Introduction
Each year, 13.8 million neurological cases worldwide require surgery; in Indonesia, the need for elective neurosurgery has been increasing over time, compounded by the growing elderly population, the burden of non-communicable diseases, and the COVID- 19 pandemic. Despite optimization efforts made to schedule elective surgeries, inequities in waiting times are still evident. To avoid disproportionate and unethical scheduling, this study investigates the waiting times for elective neurosurgery and their association with various sociodemographic characteristics of patients.
Method
This cross-sectional study retrospectively analyzed randomly-sampled medical records of elective neurosurgery patients at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) from July 2021 to December 2023. In addition to presenting the waiting time duration (from decision to surgery date) descriptively, mean differences in waiting times between groups based on gender, age, religion, marital status, residence distance, occupation, surgery division, and health insurance type were appropriately analyzed. Linear regression was performed with patient characteristics as predictors of waiting times.
Results
The median waiting time of 765 analyzed patients was 16 (1–1109) days. Patients who were female, aged 40–55, widowed, or publicly insured waited longer compared to their counterparts. Conversely, no significant differences were found between categories of residence distance and occupation. Linear regression showed that public insurance, female gender, and trauma division surgeries were significant predictors of longer waiting times for elective neurosurgery at RSCM.
Conclusion
Gender, age group, marital status, health insurance, and surgery division are related to the waiting times for elective neurosurgery. Social determinants should be considered in scheduling decision-making.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library