Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Fiori Rizki Djuwita
"Kebijakan subsidi LPG 3 Kg yang sedang berjalan di Indonesia saat ini berbasis komoditas sehingga beresiko tinggi untuk menyasar target yang salah karena setiap orang dapat dengan bebas membelinya. Untuk mengatasi tingginya beban belanja subsidi pada ruang fiskal, pemerintah Indonesia berusaha untuk melakukan reformasi subsidi yang menghasilkan Rancangan Kebijakan Subsidi LPG 3 Kg Tepat Sasaran. Namun, isu peralihan kebijakan ini meresahkan kelompok usaha mikro. Penelitian ini bertujuan untuk melihat fungsi rancangan subsidi LPG 3 Kg sebagai suatu instrumen perlindungan sosial bagi kelompok usaha mikro. Penelitian ini juga berusaha untuk menggambarkan elemen-elemen pertimbangan yang diambil oleh rancangan kebijakan subsidi LPG 3 Kg tepat sasaran dalam konteks pengambilan keputusan dengan menggunakan kerangka analisis kebijakan kesejahteraan sosial oleh Gilbert dan Terrel. Wawancara mendalam dilakukan terhadap perencana kebijakan, perwakilan dan pelaku usaha mikro serta ahli perlindungan sosial. Studi dokumentasi dilakukan pada perundang-undangan terkait dan hasil uji coba pemanfaatan teknologi dalam penyaluran subsidi LPG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsidi LPG 3 Kg secara umum merupakan suatu bentuk perlindungan sosial bagi kelompok miskin dan rentan pada masyarakat melalui pengurangan biaya kegiatan yang dibebankan kepada masyarakat. Selain itu, melalui perspektif kebijakan kesejahteraan sosial, sudah memilih elemen-elemen pertimbangan terbaik pada rancangan kebijakan subsidi LPG 3 Kg tepat sasaran.
The 3 Kg LPG subsidy policy currently ongoing in Indonesia is having a form of commodity-based so there is a high risk of mistargeting as anyone can buy it freely. To overcome the high burden of subsidies spending on the fiscal space, the Indonesian government is planning to conduct subsidy reforms that resulted the Design of Targeted 3 Kg LPG Subsidy. However, the issue of the policy phased out and rationalized is raising the insecurity of the micro businesses. This study aims to see the role of the 3 Kg LPG subsidy as a social protection instrument for the micro businesses. This study also seeks to describe the elements in the dimensions of choices in social welfare policy taken by the targeted 3 Kg LPG subsidy policy design in the context of decision making using a social welfare policy analysis framework by Gilbert and Terrel. In-depth interviews were conducted with policy planners, representatives and owners of microbusinesses as well as social protection expert. The documentation study was carried out on the relevant legislation and the pilot project report of the utilization of financial technology for the distribution of LPG subsidies. The results showed that the 3 Kg LPG subsidy in general is a form of social protection for the poor and vulnerable in society through reducing the cost of activities that are supposed to be accrued by the community. In addition, as per the perspective of social welfare policies, has selected the best consideration elements in the design of targeted 3 Kg LPG subsidy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ruddy Kaharudin Gobel
"Subsidi energi dipandang sebagai instrumen kesejahteraan untuk meringankan beban pengeluaran masyarakat miskin dan rentan. Karena itu, investasi pemerintah untuk subsidi energi sangat besar. Namun demikian, subsidi ini justru lebih menguntungkan kelompok mampu, tidak tepat sasaran, bersifat regresif dan menghabiskan anggaran pemerintah yang sangat besar. Dengan menggunakan metode kualitatif dengan tambahan analisis deskriptif terhadap agregasi data statistik mikro yang bersumber dari DTKS dan Susenas, serta menggunakan kombinasi teori multidisiplin untuk analisis, penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan subsidi energi berbasis rumah tangga saat ini belum mampu menjadi instrumen kesejahteraan. Kelompok masyarakat miskin dan rentan dalam jumlah yang sangat besar tidak menikmati subsidi, bahkan tidak mendapatkan akses terhadap energi sama sekali. Kelompok tersebut termasuk perempuan kepala keluarga, penyandang disabilitas, dan lansia. Dampak negatif lainnya adalah ketergantungan terhadap energi fosil yang diimpor, menciptakan praktik kriminalitas penimbunan dan pengoplosan, serta mengurangi insentif bagi pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Perubahan paradigma kebijakan dari subsidi barang menjadi subsidi energi bersasaran langsung kepada rumah tangga diperlukan untuk memperbaiki kondisi tersebut. Perubahan ini mampu mendorong kebijakan yang lebih efektif dan inklusif, membantu mengurangi beban perempuan, mengurangi kemiskinan dan ketimpangan serta mendorong pengembangan energi terbarukan di tingkat lokal. Namun, perubahan ini harus dibarengi dengan kemampuan dalam menentukan kelompok sasaran dan dukungan elit politik pada tingkat tertinggi.
Energy subsidies are regarded as a welfare instrument aimed at alleviating the financial burden of poor and vulnerable communities. Consequently, the government's investment in energy subsidies is substantial. Nevertheless, these subsidies tend to benefit affluent groups disproportionately, miss their intended targets, display regressive characteristics, and consume a significant portion of the government budget. This research employs qualitative methods in conjunction with descriptive analysis of aggregated micro-level statistical data sourced from DTKS and Susenas. It utilizes a multidisciplinary theoretical framework for analysis. The findings of this study conclude that the current household-based energy subsidy policy falls short of an effective welfare instrument. A considerable number of the poor and vulnerable populations do not benefit from these subsidies and may lack access to energy altogether. These marginalized groups encompass female-headed households, individuals with disabilities, and the elderly. Other adverse consequences encompass a dependence on imported fossil fuels, the fostering of criminal practices such as hoarding and adulteration, and the reduction of incentives for the development of renewable energy in Indonesia. A paradigm shift in policy, transitioning from subsidizing goods to directly targeting household-based energy subsidies, is imperative to rectify this situation. Such a change can promote more effective and inclusive policies, reduce the burden on women, mitigate poverty and inequality, and stimulate the development of local-level renewable energy initiatives. However, this transition must be accompanied by the ability to identify target groups and secure political elite support at the highest level."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library