Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Galih Wening
Abstrak :
Sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian SDGT merupakan elemen peting untuk pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Oleh karena itu maka negara-negara sepakat untuk membuat perjanjian mengenai pengelolaan SDGT, yaitu International Treaty Plant Genetic Resources for Food and Agriculture ITPGRFA. ITPGRFA merupakan pengaturan utama bagi pengelolaan SDGT. Salah satu hal penting yang diatur terdapat dalam pasal 9 mengenai Hak Petani. Ada 4 poin terkait dengan hak petani, yaitu perlindungan pengetahuan tradisional terkait dengan SDGT, hak petani di dalam pembagian keuntungan yang adil terhadap pengelolaan SDGT, hak petani untuk ikut berpatisipasi di dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional yang terkait dengan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dan hak petani untuk menyimpan, menggunakan, menukar dan menjual bibit. Dalam banyak kasus seperti dalam kasus Beras Basmati, Jagung Kediri, Talas Hawai rsquo;i dan Industrialisasi Gandum di India, petani sangat dirugikan berkaitan dengan haknya untuk menggunakan kembali bibit karena terkendala dengan paten dan sertifikasi. Indonesia sudah seharusnya Indonesia mengiplementasikan hak petani di dalam hukum nasional karena telah melakukan ratifikasi ITPGFRA. Skripsi ini menganalisis mengenai kesenjangan yang terjadi antara pengaturan internasional dan pengaturan nasional Indonesia mengenai hak petani terkait dengan SDGT dan melihat apa yang dapat dilakukan untuk melindungi Hak petani. Analisis akan dilakukan dengan studi kepustakaan, membandingkan Instrumen Internasional dengan peraturan nasional terkait SDGT, serta wawancara. Hasil dari penelitian adalah bahwa Indonesia belum mengakomodir Hak Petani terkait SDGT. ...... Plant genetic resources for food and agriculture PGRFA is an important element for the fulfillment of human food needs. Therefore, many countries have agreed to endorse and enforce the agreement about PGRFAs management. The agreement is International Treaty Plant Genetic Resources for Food and Agriculture ITPGRFA. ITPGRFA is the main regulation for PGRFA, with one particular specified regulation is set forth in article 9 about Farmers'Rights. There are 4 points related to Farmers Right protecting relevant traditional knowledge, making provision for farmers to participate in benefits sharing derived from their use, ensuring the right of farmers to participate in national decision making processes related to the conservation and use of plant genetic resources, and rights of farmers to save, use, exchange and sell farm saved seeds and propagating materials. In many cases such as the cases of Basmati Rice, Kediri corn, Hawai'ian Taro, and industrialization of wheat in India, all of which were very disadvantageous for many farmers because of patents. Indonesia has ratified ITPGRFA, and therefore Indonesia should have already been implementing the Farmers Right in national law. This thesis discusses the gap of international's instrument and Indonesia national law related to Farmers Right for PGRFA, and suggests what can be done to protect Farmers Right, and written through literature studies, comparative study approach between international instrument and national law, and interviews. The result of the research, that Indonesia has not accommodated Farmers Right related to PGRFA.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Eka Sari
Abstrak :
Indonesia dikenal sebagai negara mega biodiversity memiliki kekayaan spesies tanaman obat sehingga Indonesia menarik bagi peneliti asing yang ingin melakukan penelitian baik untuk kepentingan komersial maupun non-komersial. Sumber Daya Genetik Tanaman Obat Indonesia yang bernilai di pasaran Internasional, membuat Biopiracy berpotensi terjadi apabila perlindungan pelaksanaan akses dan pembagian keuntungan belum optimal sebagaimana amanah tujuan Protokol Nagoya mengenai pembagian yang adil dan seimbang dari setiap keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatan Sumber Daya Genetik. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai kendala, diantaranya: (i) perbedaaan konsep pandangan masyarakat lokal yang komunal berlawanan dengan konsep paten dalam rezim hak kekayaan intelektual yang bersifat individual; (ii) database tanaman obat dan pengetahuan tradisional yang belum terintegrasi dengan baik sebagai amanah Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan untuk diintegrasikan dalam Pendataan Kebudayaan Terpadu; (iii) mekanisme perizinan yang rumit; (iv) pembagian keuntungan yang belum maksimal karena terkendala rendahnya Bargaining Position peneliti Indonesia dalam kerjasama; (v) belum adanya standarisasi Material Transfer Agreement (MTA), Mutually agreed Terms (MAT), Prior Informed Consent (PIC); dan (vi) belum disahkannya beberapa aturan hukum yang mengatur mekanisme pendukung akses dan pembagian keuntungan sumber daya genetik yang hingga saat ini masih dalam proses harmonisasi juga membuat pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten belum dapat dilaksanakan secara maksimal.
Indonesia, known as a mega biodiversity country has rich species of medicinal plants. This makes Indonesia attractive to foreign researchers who want to conduct research for both commercial and non-commercial purposes. The commercial value of Indonesian medicinal genetic resources makes biopiracy potentially occur if the regulation of granting access and profit sharing is not optimal in carrying out safeguards as mandated of the Nagoya Protocol. This is caused by various obstacles, among others: (i) related to the differences in the concept of communal local community views, of course contrary to the Patent concept in the regime of individual Intellectual Property Rights; (ii) database related to medicinal plants and traditional knowledge that has not been well integrated as one of the mandates of law Promoting Culture; (iii) licensing mechanism to obtain complicated access; (iv) profit sharing that has not been maximized due to constrained low Indonesian Bargaining Position; (v) absence of Material Transfer Agreement standard, Mutually Agreed Terms, Prior Informed Consent; and (vi) several legal rules that regulate supporting mechanisms for Genetic Resources Access and Profit Sharing that are still in the process of harmonization also make the implementation of Article 26 Paragraph (3) of Law Number 13 of 2016 concerning Patents has not been fully implemented.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library