Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
Jakarta: Panitia Nasional Peringatan Hari Sumpah Pemuda / Hari Pemuda ke-61 1989,
959.8 PED
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Jakarta: Balai Pustaka, 1986
320.959 8 BUN
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Jakarta: Yayasan Gedung-gedung Bersejarah, 1974.
992.05 EMP
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Oemar Bakry
Jakarta : Mutiara, 1981
499.208 OEM b
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Swasti Kartikaningtyas
"Sumpah palsu adalah delik yang terjadi apabila seorang saksi yang berada di bawah sumpah menyatakan keadaan lain daripada keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki dengan sengaja. Pengaturan mengenai delik sumpah palsu terdapat dalam KUHP pasal 242 ayat (2). Dalam peraturan perundang-undangan mengenai peradilan pidana di Indonesia, proses penyelesaian perkara pidana sumpah palsu belum diatur secara jelas dan terperinci. Prosedur penyelesaiannya sebagaimana yang diatur dalam pasal 174 KUHAP, hanya menyebutkan untuk diserahkan kepada penuntut umum untuk selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan dalm undang-undang ini. Hingga pada akhirnya dalam praktek pelaksanaannya diserahkan kepada pengertian oleh aparat penegak hukum di setiap lembaga peradilan. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakjelasan dalam proses penyelesaian perkara pidana sumpah palsu, diantaranya mengenai tahapan-tahapan yang harus ditempuh, serta wewenang dan tanggung jawab masing-masing lembaga peradilan dalam proses penyelesaian perkara pidana sumpah palsu tersebut. Ketidakjelasan dalam penyelesaian perkara sumpah palsu terutama terletak pada harus atau tidaknya penyelesaian tersebut melalui penyidikan biasa oleh Polisi Republik Indonesia selaku penyidik tindak pidana umum. Sedangkan apabila tidak melalui penyidikan biasa, dipertanyakan apakah Jaksa Penuntut Umum juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam melengkapi berkas perkara. Seyogyanya Penuntut Umum setelah menerima salinan Berita Acara Sidang dari Panitera dapat langsung melaporkan saksi yang telah diduga melakukan delik sumpah palsu tersebut kepada penyidik Polri, untuk kemudian dilakukan penyidikan dan dilanjutkan dengan penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum dalam setiap lembaga peradilan memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam proses penyelesaian perkara sumpah palsu. Selain itu, implikasi dari wewenang dan tanggung jawab aparat penegak hukum di setiap lembaga peradilan tersebut terkait dengan keberadaan lembaga praperadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jakarta: Balai Pustaka, 1978
320.959 8 BUN
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1961
959.8 IND s
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Sudiyo
Jakarta: Bina Aksara, 1989
959.802 2 SUD p
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Jakarta: Direktorat Jendral PPG , 1985
394.26 PEM
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Hendrik Gozali
"Skripsi ini membahas mengenai konsep dan pelaksanaan alat bukti tambahan berupa sumpah pelengkap (Suppletoir) yang digunakan dalam proses pembuktian di Pengadilan Agama. Penulisan ini dilatar belakangi oleh penemuan penulis dalam beberapa putusan yang memperlihatkan kesulitan bagi para pihak dalam mengajukan alat bukti selama proses pembuktian terutama dalam perkara perceraian. Penulisan ini mengkaji dua putusan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan sifat penulisan deskriptif analisis. Berdasarkan hasil kajian, penulis menemukan adanya pemahaman keliru oleh Majelis Hakim mengenai konsep dan pelaksanaan sumpah tambahan tersebut di Pengadilan Agama. Perbedaan konsep dan pelaksanaan sumpah tambahan / suppletoir dengan sumpah pemutus haruslah dipahami baik oleh hakim agar dapat menghasilkan putusan yang tidak menimbulkan tendensi kerugian bagi para pihak.
This thesis discusses the concept and implementation of additional evidence, specifically additional oath (Suppletoir), which is used in the verification or evidence process in the Religious Court.The writing is motivated by the discovery of the author in several court verdicts that show the difficulties for the parties to submit evidence during the verification process, especially in divorce cases.This writing examines two court decisions by using normative juridical approach and descriptive analysis method. Based on the results of the study, the author found an erroneous understanding by the judges of the concept and implementation of the additional oath in the Religious Court. The difference concept and implementation of supplemental oath / suppletoir should be understood well by the judges in order to decide a decision which is not cause a loss tendency for the parties."
2014
S53655
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library