Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Umi Lutfiah
"Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) hingga tahun 2010
mencapai 76,4 juta jiwa mencakup masyarakat miskin dan tidak mampu,
sedangkan peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) mencapai 31,6
juta jiwa. Secara prinsip, program Jamkesda dibentuk untuk memfasilitasi
masyarakat miskin dan kurang mampu di luar kuota Jamkesmas yang dibiayai
oleh pemerintah daerah. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau
ketepatan sasaran peserta program Jamkesmas berdasarkan kriteria
miskin Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS). Sumber data yang
digunakan adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun
2012. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh rumah tangga di Indonesia
tahun 2012. Sampel penelitian adalah rumah tangga terpilih dari masingmasing
blok sensus. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat, bivariat
hingga multivariat dengan regresi logistik. Masih terdapat 12,4% penduduk
yang mendapatkan Jamkesmas, tetapi tidak miskin atau hampir
miskin. Selain itu, masih terdapat 56,4% penduduk yang hampir miskin dan
41,1% penduduk miskin yang belum terjangkau pesertaan Jamkesmas.
Layanan gratis merupakan faktor yang paling menentukan apakah penduduk
dapat menjadi peserta Jamkesmas atau tidak. Mereka yang memiliki
layanan kesehatan gratis berpeluang 5,462 kali mendapatkan layanan
Jamkesmas dibandingkan mereka yang tidak memiliki layanan gratis.
Perbaikan basis data, pengawasan, evaluasi serta sistem alokasi yang baik
sangat diperlukan untuk mengurangi ketidaktepatan sasaran. Penyesuaian
data antara Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan daerah berguna
dalam penanganan peserta yang belum terdata.
Participants of Public Health Insurance (Jamkesmas) up to 2010 reached
76.4 million including poor and disadvantaged people, meanwhile participants
of Regional Health Insurance (Jamkesda) reached 31.6 million people.
In principle, Jamkesda program is made to facilitate the poor and disadvantaged
people outside Jamkesmas quota funded by local government.
This study aimed to review the accuracy of Jamkesmas participant target
according to the poor criteria of Data Collection for Social Protection
Program. Data source used was National Socio-Economic Survey 2012.
Population of this study was all households in Indonesia within 2012.
Sample of this study was households selected from each census block.
Analysis conducted was univariate, bivariate, and multivariate with logictic
regression. There were 12.4% people receiving Jamkesmas, but they were
not poor or almost poor. Moreover, there were 56.4% the almost poor and
41.1% the poor not yet having access to Jamkesmas. Free service is the
most determining factor whether people can be Jamkesmas participants or
not. People having free health services had 5.462 times opportunity to get
Jamkesmas service compared to people who did not. Database improvement,
surveillance, evaluation as well as good allocation system are needed
to reduce the inaccuracy of target. Adjustment of data between Health
Ministry and local health agency is useful in handling uncovered participants."
Universitas Indonesia, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhian Prima Satya
"Pekerja anak dan partisipasi sekolah dapat berubah melalui pemintaan dan penawaran pekerja saat peningkatan permintaan komoditas. Peningkatan permintaan global terhadap kelapa sawit mendorong perhatian international terkait pekerja anak di sektor kelapa sawit Indonesia. Kami menggunakan estimasi difference-in-difference untuk dua periode waktu data dari SUSENAS di tahun 2002 dan 2010 pada tingkat kabupaten menggunakan peningkatan permintaan secara global dan kecocokan pengolahan lahan kelapa sawit sebagai exogenous treatment. Penelitian ini menemukan bahwa peningkatan permintaan kelapa sawit meningkatkan pekerja anak sebesar 1,44% dan mengurangi partisipasi sekolah sebanyak 1.85% di kabupten yang menghasilkan kelapa sawit di atas batas estimasi kesesuaian perhitungan kelapa sawit yang dapat diolah (suitability cultivation) dibandingkan kabupaten yang menghasilkan kelapa sawit di bawah batas tersebut. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus berkomitmen untuk mengurangi tingkat pekerja anak di kabupaten penghasil kelapa sawit dengan meningkatkan pengawasan tenaga kerja secara langsung dan meningkatkan kualitas dan kuantitas sekolah-sekolah di daerah-daerah penghasil kelapa sawit.

Child labour and schooling can be changed through the demand and labour supply of a booming commodity. The increased global demand for palm oil put another international attention on the increased child labour incidence in the Indonesia palm oil sector. We estimate difference-in-difference estimation for two period data of SUSENAS in 2002 and 2010 on district level using increasing global demand and suitability cultivation as the exogenous treatments. This paper's findings suggest that the palm oil boom increased child labour by 1.44% and reduced schooling as much as 1.85% on average in the district above the suitability of palm oil cultivation than those below the median. Therefore, the Indonesian government should commit to eradicating child labour incidence in palm oil areas by improving labour control and increasing the number and quality of schools."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faisal
"Rata-rata proporsi kejahatan yang tidak dilaporkan di indonesia pada tahun 2009 hingga 2019 adalah 80.2%. Hal tersebut menunjukan bahwa the dark number of crime di indonesia masih relatif besar. Penyebab dari hal tersebut masih belum diketahui, apakah karena sulitnya akses atau karena alasan lain, serta apakah orang miskin yang merupakan kelompok masyarakat rentan memiliki akses yang sama seperti kelompok masyarakat lain dalam hal melaporkan kejahatan atau telah terjadi ketimpangan. Studi ini bertujuan untuk menemukan bukti empirik terkait apakah orang miskin yang menjadi korban kejahatan tidak melaporkan kejahatan yang terjadi. Serta, studi ini juga mencoba mencari potensi penyebab yang membuat orang miskin tersebut tidak melaporkan kejahatan. Dengan menggunakan data survei sosial ekonomi nasional tahun 2018 dan dengan metode ordinary least square, saya menemukan bahwa orang miskin tidak melaporkan kejahatan yang terjadi. Hal tersebut berlaku untuk seluruh tipe kejahatan (pencurian, penganiayaan, perampokan, kejahatan seksual, kejahatan lainnya) serta dengan menggunakan berbagai alat ukur kemiskinan (national poverty line, international poverty line, expenditure group). Penyebabnya adalah akses yang sulit untuk melaporkan kejahatan (kepemilikan handphone, akses internet, jarak menuju kantor polisi terdekat) serta kebutuhan terhadap lawyer dan perlakuan yang berbeda oleh polisi terhadap laporan kejahatan dari korban miskin dan non- miskin. Sehingga, di Indonesia, ketimpangan kesejahteraan (pengeluaran, kepemilikan ponsel, akses internet) dapat menyebabkan ketimpangan barang publik dalam hal keamanan (akses untuk melaporkan kejahatan) dan akses keadilan (kepemilikan pengacara dan perlakuan polisi).

The average proportion of unreported crimes in Indonesia from 2009 to 2019 was 80.2%. It shows that the dark number of crimes in Indonesia is still relatively large. The cause of this is still unknown, whether it is due to the difficulty of access to reporting or for other reasons, and whether the poor that are vulnerable group have the same access as other groups to reporting crimes or there is an inequality. This study aims to find evidence whether poor people who are victims of crime don't report crimes that have occurred. In addition, this study also tries to find the potential causes that make the poor don't report crimes. Using the 2018 national socio-economic survey data and using the ordinary least square method, I found that poor people don't report crimes that have occurred. It applies to all types of crime (theft, persecution, robbery, sexual, others) and different poverty measurement tools (national poverty line, international poverty line, expenditure group). The reasons are lack of access to reporting (possession of mobile phones, internet access, and distance to the police station), the need for lawyers, and the different treatment of reports by the police for the poor and the rich. So, In Indonesia, inequality in welfare (expenditure, cell phone ownership, internet access) can lead to inequality in public goods in terms of security (access to reporting) and access to justice (lawyer ownership and police treatment)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faisal
"Rata-rata proporsi kejahatan yang tidak dilaporkan di indonesia pada tahun 2009 hingga 2019 adalah 80.2%. Hal tersebut menunjukan bahwa the dark number of crime di indonesia masih relatif besar. Penyebab dari hal tersebut masih belum diketahui, apakah karena sulitnya akses atau karena alasan lain, serta apakah orang miskin yang merupakan kelompok masyarakat rentan memiliki akses yang sama seperti kelompok masyarakat lain dalam hal melaporkan kejahatan atau telah terjadi ketimpangan. Studi ini bertujuan untuk menemukan bukti empirik terkait apakah orang miskin yang menjadi korban kejahatan tidak melaporkan kejahatan yang terjadi. Serta, studi ini juga mencoba mencari potensi penyebab yang membuat orang miskin tersebut tidak melaporkan kejahatan. Dengan menggunakan data survei sosial ekonomi nasional tahun 2018 dan dengan metode ordinary least square, saya menemukan bahwa orang miskin tidak melaporkan kejahatan yang terjadi. Hal tersebut berlaku untuk seluruh tipe kejahatan (pencurian, penganiayaan, perampokan, kejahatan seksual, kejahatan lainnya) serta dengan menggunakan berbagai alat ukur kemiskinan (national poverty line, international poverty line, expenditure group). Penyebabnya adalah akses yang sulit untuk melaporkan kejahatan (kepemilikan handphone, akses internet, jarak menuju kantor polisi terdekat) serta kebutuhan terhadap lawyer dan perlakuan yang berbeda oleh polisi terhadap laporan kejahatan dari korban miskin dan non- miskin. Sehingga, di Indonesia, ketimpangan kesejahteraan (pengeluaran, kepemilikan ponsel, akses internet) dapat menyebabkan ketimpangan barang publik dalam hal keamanan (akses untuk melaporkan kejahatan) dan akses keadilan (kepemilikan pengacara dan perlakuan polisi).

The average proportion of unreported crimes in Indonesia from 2009 to 2019 was 80.2%. It shows that the dark number of crimes in Indonesia is still relatively large. The cause of this is still unknown, whether it is due to the difficulty of access to reporting or for other reasons, and whether the poor that are vulnerable group have the same access as other groups to reporting crimes or there is an inequality. This study aims to find evidence whether poor people who are victims of crime don't report crimes that have occurred. In addition, this study also tries to find the potential causes that make the poor don't report crimes. Using the 2018 national socio-economic survey data and using the ordinary least square method, I found that poor people don't report crimes that have occurred. It applies to all types of crime (theft, persecution, robbery, sexual, others) and different poverty measurement tools (national poverty line, international poverty line, expenditure group). The reasons are lack of access to reporting (possession of mobile phones, internet access, and distance to the police station), the need for lawyers, and the different treatment of reports by the police for the poor and the rich. So, In Indonesia, inequality in welfare (expenditure, cell phone ownership, internet access) can lead to inequality in public goods in terms of security (access to reporting) and access to justice (lawyer ownership and police treatment)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library