Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 364 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1992
571.2 FIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fitter, A.H.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1992
571.2 FIT et
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Rochdjatun Sasrahidayat
Surabaya: Fakuktas Pertanian Unibraw,, 1992
571.92 IKA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agrios, George N.
San Diego : Academic Press, 1988
571.92 AGR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Beevers, Harry
New York: Harper & Row, 1961
581.12 BEE r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gardner, Franklin P.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2008
571.2 GAR f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhsan
Abstrak :
Indonesia merupakan negara yang mendominasi bahan baku rotan dunia, untuk itu perlu meningkatkan upaya yang dapat melestarikan sumberdaya rotan sehingga tetap dapat diambil manfaatnya bagi masyarakat dan bagi devisa negara. Masalah yang timbul adalah semakin Iangkanya sumberdaya rotan di hutan alam dan bagaimana mengusahakan pengembangannya melalui budidaya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) seberapa besar potensi rotan yang terdapat di hutan alam; (2) jenis bahan baku apa yang diperlukan dan berapa besar drbutuhkan oleh industri rotan; serta (3) mengetahui kelayakan budidaya rotan dilihat dari segi teknis, lingkungan dan sosial ekonomi. Sehubungan dengan itu untuk kawasan hutan KPH Sukabumi diajukan dua hipotesis yaitu (1) potensi rotan alat dapat memenuhi kebutuhan industri rotan Tegalwangi; dan (2) kawasan hutan layak untuk dijadikan kawasan budidaya rotan. Desain penelitian berupa survai analitis, di mana data potensi rotan alam diambil dengan menggunakan sistematik sampling dengan unit contoh berupa jalur dengan intensitas 0,05%, sedangkan data lain diambil melalui pengamatan lapangan, wawancara bebas dengan buruh kerja, data dari sentra industri rotan Tegalwangi serta pustaka.

Pengolahan data potensi rotan dilakukan dengan metoda Ratio estimate in stratified sampling (dengan stratum pertama berupa hutan produksi dan stratum kedua berupa hutan lindung). Anallsis finansial diolah dengan menggunakan metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit-Cost (B/C) ratio dan metode Pay Back Period (PBP).

Dari data diperoleh hutan alam KPH Sukabumi terdapat rotan lokal batangan masak tebang sebanyak 11.278.671 batang terdiri dari 8.526-181 batang terdapat di hutan produksi dan 4.750.491 batang terdapat di hutan lindung dengan jenis-jenis sebagai berikut Balukbuk (Plectocomia griffithii), Teretes (Calamus heteroides), Seuti (C. scipionum), Seel (Daemonorops hystrix), Sampay (Korthalsia junghunif), Pelah (C. perokensis), dan Mencek (D. langipes). Sedangkan jenis-jenis yang digunakan industri rotan Tegalwangi pada tahun 1991 yang berjumlah 6.404.010 batang berasal dari jenis Manau (C. manan), Seuti, Mandola, Seel, Tohiti (C. irops), Balukbuk, Teretes dan Semambu (C. scorpionum) dengan laju peningkatan penggunaan rotan batangan 30,07% per tahun. Sedangkan rotan jari masak tebang terdapat sebesar 91.501,74 kg di mana 36.169,46 kg terdapat di hutan produksi dan 58.521,40 kg terdapat di hutan lindung, dengan jenis-jenis berupa Peuteuy (C. ciliaris), Omas (C. oxleiyamus), Leules (C. asperrimus), Kidang (D. grandis) dan Cacing (C. javensis). Adapun bahan baku yang digunakan oleh industri Tegalwangi pada tahun 1991 berjumlah 3.310.000 kg dengan jenis yang dibutuhkan berupa rotan Sega (C. caesius), Irit (C. trachycoleus) dan Pulut, dengan laju peningkatan penggunaan rata-rata sebesar 23,74% per tahun.

Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis pertama ditolak karena rotan alam lokal KPH Sukabumi tidak dapat memenuhi akan jenis yang diminta maupun dari ketersediaan potensi rotan yang terdapat di alum secara terus menerus.

Dengan mempertimbangkan permintaan pasar, kesesuaian tempat tumbuh, kemudahan penyediaan benih, teknik silvikultur, peluang teknologi dan kualitas hasil yang diharapkan maka jenis yang dipilih untuk dibudidayakan adalah rotan Manau, Seel, Seuti, Balukbuk, Pelah dan Teretes.

Dengan analisis finansial pada discounted rate 16% layak dibudidayakan rotan dalam bentuk tanaman pengisi dari jenis rotan lokal maupun rotan Manau. Sedangkan dengan mempertimbangkan permintaan pasar dan kondisi resistensi lingkungan maka sebaiknya dilaksanakan budidaya dalam bentuk tanaman pengisi roman campuran. Kondisi ini juga didukung oleh kondisi sosial masyarakat yang memerlukan penyediaan lapangan kerja, dalam hal mana budidaya rotan dengan sistem ini dapat menyerap 641 orang tenaga kerja, sehingga hipotesis kedua dapat diterima.
Abstract
Indonesia is a country that dominates rattan supply for the worldwide. As of this, Indonesia must make efforts to conserve the resources while at the same takes advantages of its resources and the foreign exchange. The problems here were (1) the concern was that the rattan resource in the natural forest was declining too much that it would soon be endangered; (2) the effort to improve this condition can be made-through planting (cultivation).

These research objectives were to assess the potency of rattan in the natural forest, and to assess the feasibility of each variety of rattan planting that would considering the technical, environmental and social economical aspects. The hypotheses were (1) the potency of natural rattan which should fulfill the demand of Tegalwangi rattan industry; (2) the forest area should be feasible for the rattan planting area. The research design was analytical survey. The sampling technique for the rattan potency data was systematic sampling, with lines sampling units and its intensity was 0,05%. Observation, interview and secondary sources have collected the other data.

The rattan potency data were processed by the ratio estimated in stratified technical sampling method, where the first stratum was production forest and the second stratum was protection forest. Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit-Cost (BC) Ratio and Pay Back Period processed the financial analyses.

In the natural forest of KPH Sukabumi that has been found 13,278,671 pieces mature trees of local rattan which consist of 8,526,181 pieces ?riom production forest and 4,750,491 pieces from protection forest. Those rattan species were Balukbuk (Plectocomia griffithii), Teretes (Calamus heteroides), Seuti (C. scipionum), Seel (Daemonorops hystrix), Sampay (Korthalsia junghunii), Pelah (C. perokensis), and Mencek (D. Iangipes). In 1991 Tegalwangi rattan industry used 6,404,010 pieces rattan, its species were Manau (C. manan), Seuti, Mandela, Seel, Tohiti (C. irops), Balukbuk, Teretes and Semambu (C. scorpionum), with a rattan using growth rate of 30.07% per annum.

The mature finger rattans that have been found were as follows 91,501.74 kg where 36,169.46 kg was in the production forest and 58,521.40 kg was in the protection forest. Those rattan species were Peuteuy (C. ciliaris), Omas (C. oxleiyamus), Leules (C. asperrimus), Kidang (D. grandis) and Cacing (C. javensis). In 1991 Tegalwangi rattan industry used 3,310,000 kg which its species were Sega (C. caesius), Irit (C. trachycoleus) and Pulut, with a rattan using growth rate of 23.74% per annum.

Based on those data, the first hypothesis was rejected, because the local natural rattan from KPH Sukabumi could not fulfill the demand of the species and supply continually.

The selected species for planting were Manau, Seel, Seuti, Balukbuk, Pelah and Teretes. The considering was based on the market demand, habitat suitability, ease of seed supply, silviculture technic, technology and crop quality.

Based on the financial analysis on 16% discounted rate, the rattan should be feasible for planting in inter-planting form, from both local rattan and Mauna rattan. Considering on the market demand and the environment resistance condition, the planting should be done in mixed rattan inter- planting form. This condition should be supported by a societal condition that needs working opportunities. The rattan planting by this system needs 641 workers; thus the second hypothesis was accepted.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T3101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nonon Saribanon Rubyawan
Abstrak :
ABSTRAK
Pelaksanaan program intensifikasi di bidang pertanian sejalan dengan peningkatan permintaan produk pertanian berdampak pada tingginya pemakaian pupuk dan pestisida, khususnya pada tanaman hortikultura. Tanaman sayuran yang merupakan salah satu tanaman hortikultura penting, umumnya memerlukan pemeliharaan intensif, dan adanya tuntutan konsumen terhadap kualitas produk sehingga penggunaan pupuk dan pestisida pun sangat intensif. Dengan kata lain, konsumen sayuran umumnya menginginkan produk yang kualitasnya baik dan bebas dari serangan atau bekas serangan hama dan penyakit.

PRT merupakan suatu konsep yang berusaha untuk mendorong dan memadukan beberapa faktor pengendalian untuk menekan populasi hama serta memperkecil kerusakan tanaman dan hasil tanaman. Pada prinsipnya konsep PHT berbeda dengan konsep pengendalian hama pada sistem Konvensional yang sangat tergantung pada penggunaan pestisida. Walaupun demikian, PHT bukanlah suatu konsep yang anti penggunaan pestisida (Reddy dalam Sastrosiswojo, 1994:5). Pada sistem PHT, pestisida yang digunakan adalah pestisida yang selektif dan aman, serta digunakan apabila benar-benar diperlukan dan sepanjang tidak mengganggu faktor pengendalian lainnya atau interaksinya (Untung dalam Sastrosiswojo, 1994:5).

Penggunaan pestisida yang tidak selektif dapat mengakibatkan penurunan populasi musuh alami hama serta serangga berguna dan makhluk bukan sasaran (Oka, 1993:6). Hal ini dapat mengakibatkan penurunan keragaman jenis (diversitas spesies) dalam ekosistem pertanian tersebut yang mempengaruhi kestabilan ekosistem dan berarti pula telah terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

Penurunan atau babkan punahnya musuh alami hama akibat penggunaan pestisida yang tidak selektif, dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara populasi hama dengan musuh alaminya sehingga apabila keadaan lingkungan mendukung, dapat terjadi ledakan populasi hama (outbreak) yang disebut resurgensi hama.
Residu pestisida di lingkungan merupakan akibat penggunaan pestisida yang ditujukan pada sasaran tertentu seperti tanaman dan tanah. Selain itu, pestisida dapat terbawa oleh gerakan air dan udara sehingga residu pestisida dapat berada di berbagai unsur lingkungan di permukaan bumi (Untung, 1993:229).

Kubis merupakan salah satu tanaman sayuran dataran tinggi yang penting di Indonesia. Pemakaian pestisida pada tanaman kubis sangat intensif, demikian pula penggunaan lahan oleh petani. Hal ini menimbulkan kekhawatiran adanya dampak negatif dari penggunaan pestisida terhadap unsur-unsur lingkungan yang ada pada ekosistem pertanian tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode percobaan berpasangan (Paired Treatment comparison) antara penerapan sistem PBT (P) dengan sistem Konvensional (K), tanpa ulangan sebab luas lahan yang diamati yaitu 500 m2 untuk setiap perlakuan dianggap cukup memadai sebagai suatu model ekosistem pertanaman kubis di lapangan.

Basil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem PHT lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan sistem Konvensional. Hal ini terlihat dari keragaman jenis (diversitas spesies} fauna di atas tanah pada ekosistem kubis dengan penerapan sistem PHT yang berkisar antara 1,664 sampai 2,021 lebih besar dibandingkan dengan sistem Konvensional yang berkisar antara 1,606 sampai2,000.

Dari penelitian ini juga terlihat adanya keseimbangan populasi hama dan musuh alami yang lebih baik pada penerapan sistem PBT dibandingkan dengan sistem Konvensional. Hal ini antara lain terlihat dari tingginya tingkat parasitasi larva P. Xylostella oleh D. semi-clausum dan besar populasi imago parasitoid D. Semiclausum dan inareolata sp.

Selain itu, koloni cendawan antagonis patogen tanaman Trichoderma spp. pada tanah dengan penerapan sistem PHT jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan sistem Konvensional. Dari beberapa jenis insektisida yang digunakan dan dianalisis kadar residunya, hanya insektisida Asefat yang terdeteksi pada seluruh unsur lingkungan yang diteliti.

Kadar residu insektisida Asefat pada tanah dan air larian pada penerapan sistem PBT lebih rendah dibandingkan dengan sistem Konvensional, tetapi tidak terdapat perbedaan residu insektisida Asefat pada krop kubis.

Hasil penelitian juga menunjukkan adanya Bacillus tburingiensis Berliner pada tanah labnya lebih besar pada penerapan sistem populasi yang jumPHT akibat penggunaan insektisida mikroba B. tburingiensis jika dibandingkan dengan sistem Konvensional. E. Daftar Kepustakaan 44 (1971 - 1995)
ABSTRACT
Agriculture production should be increased due to the increasing of market demand. Beside quantity, the quality products is important, especially for vegetable crops. To meet this market demand, farmers usually use fertilizers and pesticides intensively.

One of the important objectives of Integrated Pest Management (IPM) implementation is to reduce the amount of pesticide usage. In line with this objective, the use of natural enemies and selective pesticides is very important.

The impact of IPM implementation on cabbage against the environmental aspects such as species diversity of fauna, insecticide residues on soil and water, insecticide residues on cabbage crop was studied.

The experiment used paired treatment comparison to compare IPM system with Conventional system and conducted at Lembang Experimental Garden of Lembang Horticultural Institute from August 1994 to December 1994. Some important results of this study are as follows: 1. Species diversity of fauna in the air (upper soil) at IPM plot (1. 66-2.02) was higher than Conventional plot (1.61 - 2.00). 2. The level of parasitism o f Plutella xylostella (L.) larvae by Diadegma semi clausum Hellen was higher in IPM system than in Conventional system. 3. The colonies of mycoparasite T.ricooderma spp. in the soil was higher in IPM system compared with 4.Conventional system. Insecticide residues run off showed (Acephate) in soil and lower in IPM system water than Conventional system. However, no difference of insecticide residue on cabbage crop was found in IPM system and Conventional system. 5. The colonies of Bacillus tburingiensis Berliner in the soil was higher in IPM system compared with Conventional system.

E. Number references : 44 (1971 - 1995).
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agretha Imelda Royani
Abstrak :
Telah dilakukan studi pendahuluan efek filtrat tanaman seledri {A. graveolens L.) terhadap jumlah total, persentase motilitas, viabiiitas, dan abnormalitas spermatozoa mencit (M. musculus L.) gaiur Swiss. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pencekokan filtrat tanaman seledri tertiadap kualitas spermatozoa dengan hipotesis penelitian pencekokan filtrat tanaman seledri akan meningkatkan kualitas spermatozoa mencit. Pencekokan dilakukan selama 36 hari, terhadap mencit yang diberi perlakuan dengan filtrat seledri tanpa pengenceran (mumi) 1:0 (10 ml/Kg BB/hari); pengenceran 1:1 (5 ml/Kg BB/hari); 1:2 (3,33 ml/Kg BB/hari); dan 1:3 (2,5 ml/Kg BB/hari). Kelompok kontrol terdiri atas kelompok mencit yang diberi perlakuan dengan akuabides (10 ml/Kg BB/hari) dan kelompok tanpa perlakuan. Uji nonparametrik Kruskal Wallis menunjukkan bahwa filtrat tanaman A. graveolens L. pada pengenceran 1:1 (6,17 + 3,53 juta/ml) dan 1:2 (7,97 ±4,17 juta/ml); meningkatkan jumlah total spermatozoa secara sangat nyata (a = 0,01); dan pada pengenceran 1:1 (11,5 + 2,09 %); 1:2 (28,25 + 6,63 %); dan 1:3 (26,42 + 2,48 %) meningkatkan persentase viabiiitas spermatozoa secara sangat nyata (a = 0,01). Tetapi, pada pengenceran'1:0, 1:1, 1:2, dan 1:3 tidak memberikan pengaruh yang sangat nyata (a = 0,01)'terhadap persentase motilitas dan abnormalitas spermatozoa.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Makna Anggara Judsinarko
Abstrak :
Tanaman bambu selain memiliki nilai ekonomi juga memiliki nhlai ekologi. Nilai ekonomi yang diperoleh dari bambu adalah sebagal bahan baku industri kerajinan bambu, sedangkan nilai ekologinya adalah digunakan sebagai tanaman hias clan dapat mencegah erosi bila ditanam di tepi jurang, tebing clan sungai. Tanaman bambu merupakan salah satu sumber daya alam yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat, khususnya di pedesaan.Menurut laporan FAQ tahun 1961 Indonesia khususnya di Pulau Jawa 80% penggunaan bambu adalah untuk bahan bangunan dan sisanya 20% untuk keperluan Iainnya seperti industri kerajinan dli. Besarnya konsumsi bambu di Kabupaten Klaten adalah 500.000 per tahun.Tanaman bambu tumbuh dan tersebar di seluruh kecamatan-kecamatan Kabupaten Klaten. Kecamatan Kemalang dan Kecamatan Manisrenggo adalah dua kecamatan di Kabupaten Kiaten yang banyak terdapat tumbuh clan tersebar jenis tanaman bambu. Di wiiayah kedua kecamatan mi tanaman bambu digunakan untuk bahan baku bangunnan clan kerajinan. Bambu yang paling banyak digunakan adaiah jenis bambu apus. Bambu apus yang bermutu baik clan kurang balk untuk bangunnan dihubungkan dengan ukuran besar clan kecilnya diameter buluh bambu. Wilayah kedua kecamatan mi memiliki luas 7862 ha clan ketinggian yang bervariasi dan 200 m di atas permukaan laut di bagian selatannya sampai ketinggiari 2911 m di atas permukaan laut di bagian utaranya yaitu wilayah Gunung Merapi.Wilayah mi di sebeiah baratnya berbatasan dengan Propinsi DI Yogyakarta. Atas dasar pemikiran tersebut, maka tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah mengetahui persebaran jenis bambu, persebaran mutu bambu apus hubungannya dengan ketinggian.Sehubungan dengan tujuan tersebut maka permasalahan yang akan diajukan adalah: 1.13agaimana persebaran jenis bambu hubungannya dengan ketinggian? dan 2.13agaimana persebaran mutu bambu apus hubungannya dengan ketinggian? Wilayah Rebuplik Indonesia dengan iklim tropisnya kaya akan jenis-jenis tanaman yang dapat tumbuh subur dan dapat diusahakan.Tetapi tanaman tersebut tidak selamanya dapat memberikan hasil yang maksimal pada setiap ketinggian clan juga memiliki jenisjenis tanaman yang berbeda-beda pada setiap ketinggian. Semakin tinggi tempat, semakin jarang dijumpai tumbuhan tropik.Kalaupun ada, pengusahanya tidak lagi ekonomis, balk karena mutu ataupun karena waktu tumbuh Metode analisis yang digunakan adalah overlay peta yaitu untuk mengetahui hubungan persebaran jenis bambu dan persebaran mutu bambu apus dengan ketinggian.Adapun overlay peta yang dilakukan adalah antara peta persebaran jenis bambu dengan peta ketinggian dan peta persebaran mutu bambu apus dengan peta ketinggian. HasH pengolahan data menunjukan bahwa di wilayah penelitian ditemukan delapan jenis tanaman bambu yaitu: bambu ater, bambu betung, bambu apus, bambu andong, bambu hitam, bambu kuning, bambu pagar dan bambu jalur.Bambu apus yang di- temukan di wilayah penelitian memiliki ukuran buluh yang bervariasi dan digunakan untuk bahan baku bangunnan yang diukur dari besar dan kecilnya diameter buluh bambu. Secara keseluruhan hasH akhir dari overlay peta menunjukan bahwa semakin tinggi tempatnya, jenis bambu yang ada berkurang jenisnya dan semakin tinggi tempatnya, u.kuran diameter buluh bambu apus berkurang sehingga bambu apus yang digunakan untuk bahan baku bangunnan berkurang mutunya
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>