Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sandra Monica
Abstrak :
ABSTRACT
Kebutuhan akan furfural meningkat setiap tahunnya, namun masih sedikit pabrik yang memproduksi furfural. Produksi furfural dapat ditingkatkan salah satunya dengan mengoptimasi waktu retensinya. Waktu retensi dipengaruhi oleh laju reaksi pembentukan, yang dalam penelitian ini akan diteliti lebih lanjut mengenai konstanta laju reaksi pembentukan furfural berbasis TKKS. Di penelitian ini, TKKS dihidrolisis dengan menggunakan katalis H2SO4 dan diberi variasi suhu 170oC, 180oC, 190oC serta diberi variasi waktu, yaitu 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, 30 menit, 35 menit, 40 menit, dan 45 menit. Kondisi optimum pada penelitian dicapai pada suhu 170oC pada waktu 35 menit. Konstanta laju reaksi yang didapatkan pada suhu 170oC, 180oC dan 190oC untuk pembentukan furfural berturut-turut adalah 0,034 s-1; 0,042 s-1 dan 0,02 s-1. Konstanta laju reaksi untuk pembentukan decomposition product adalah 0,009 s-1; 0,067 s-1 dan 0,039 s-1. Pada penelitian ini energi aktivasi yang ditentukan untuk pembentukan furfural dan pembentukan decomposition product berturut-turut adalah -44.629,6 J/mol dan 126.606 J/mol.
ABSTRACT
The need for furfural increases every year, but still a little factory producing furfural. Furfural production can be increased either by optimizing the retention time which in this study done by determining the reaction rate constant of furfural formation from TKKS. In this study, TKKS hydrolysed using H2SO4 catalyst and by variations in temperature of 170oC, 180oC, 190oC and given the variation of time, which are 5 min, 10 min, 15 min, 20 min, 25 min, 30 min, 35 min, 40 min, and 45 minute. The optimum conditions in the study achieved at a temperature of 170oC in 35 minutes. Reaction rate constants for furfural formation obtained at a temperature of 170oC, 180oC and 190oC respectively 0,034 s-1; 0,042 s-1 dan 0,02 s-1. Meanwhile, the reaction rate constants for decomposition product formation at a temperature of 170oC, 180oC and 190oC respectively 0,009 s-1; 0,067 s-1 dan 0,039 s-1. In this study, the activation energy used for furfural formation and decomposition product respectively are -44.629,6 J/mol and 126.606 J/mol.
2016
S63730
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Widyharto Ajiwibowo
Abstrak :
Hydrothermal treatment (HTT) is recognized as one of the promising thermochemical pre-treatments for biomass energy. It provides a low energy requirement and an elimination of pre-drying. Furthermore, water washing method for the treated biomass is also employed. One of the most promising biomass candidate, is the empty fruit bunch (EFB), due to the large yearly production in Indonesia. In this paper, the quality of hydrochars derived from EFB is assessed of its quality as solid fuel. Raw EFB is thermo-chemically treated by employing hydrothermal treatment. Moreover, its characteristics in regards to grindability is also studied. The study suggests that the commercial scale HTT produces a solid fuel with a high heating value (HHV) of similar value to Indonesian coal. In addition, it has lower ash content than the parent biomass, which reduces the probability of slagging and fouling in boilers. Furthermore the particle size distribution profile also suggested better characteristics than the parent biomass and also some types of coal.
Hydrothermal Treatment(HTT) diakui sebagai salah satu dari perlakuan termo-kimia yang menjanjikan untuk energi biomassa. Teknologi ini memiliki kebutuhan energi yang rendah dan menghilangkan proses pengeringan. Selanjutnya, metode water washing untuk biomassa yang diolah juga digunakan. Salah satu kandidat biomassa yang paling menjanjikan, adalah tandan kosong kelapa sawit (EFB), karena volume produksi besar tahunan di Indonesia. Dalam tulisan ini, kualitas hidrokarbon yang berasal dari EFB dinilai kualitasnya sebagai bahan bakar padat. Bahan baku EFB diberlakukan termo-kimia yang dilakukan dengan menggunakan perawatan hidrotermal. Selain itu, karakteristik dalam hal grindability juga dipelajari. Studi ini menunjukkan bahwa dalam skala komersial, HTT menghasilkan bahan bakar padat dengan nilai kalor tinggi (HHV) dari nilai yang sama dengan batubara Indonesia. Selain itu, ia memiliki kandungan abu yang lebih rendah daripada biomassa awalnya, yang mengurangi kemungkinan slagging dan fouling dalam furnace. Selanjutnya profil distribusi ukuran partikel juga menyarankan karakteristik yang lebih baik daripada biomassa induk dan juga beberapa jenis batubara.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelliza Putri
Abstrak :
Biaya logistik secara signifikan dapat mempengaruhi harga TKKS sebagai bahan baku bioethanol generasi kedua, dimana bahan baku itu sendiri merupakan bagian terbesar komponen biaya operasional. Untuk itu diperlukan studi yang secara spesifik merancang rantai pasok biomassa serta mengkuantifikasi biaya transportasi. Pada penelitian ini, telah dikembangkan rancangan logistik untuk beberapa cluster yang masing-masing terdiri dari beberapa PKS (Pabrik Kelapa Sawit) untuk mensuplai pabrik bioethanol berkapasitas 50 kta di Provinsi Riau. Selanjutnya juga dilakukan kuantifikasi biaya logistik dengan mempertimbangkan jarak, jenis kendaraan, kondisi jalan, dan kondisi sumber TKKS. Biaya logistik terdiri dari harga TKKS (dari sumber), biaya transportasi dan biaya pra-perlakuan. Hasil penelitian ini, diharapkan mampu memberikan skema supply network yang optimal dan biaya yang layak dalam mendukung pengembangan bisnis bioethanol generasi kedua berbasis TKKS yang layak secara komersial. Skema tersebut adalah lokasi pabrik bioethanol harus berdekatan dengan pasokan bahan baku terbesar. Didapatkan 3 calon lokasi pabrik bioethanol berkapasitas 50kta di provinsi riau yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri hilir. Lokasi tersebut menghasilkan biaya transportasi terendah calon lokasi pabrik 2 sebesar Rp 156.000 dengan jarak ke terminal BBM sejauh 282 km dan yang termahal terletak di calon lokasi pabrik 1 yaitu dengan biaya transportasi sebesar Rp189.000 dengan jarak ke TBBM sebesar 120 km. ......Logistics costs can significantly affect the price of OPEFB as a second generation bioethanol raw material, where the raw material itself is the largest component of the operational costs. For this reason, studies are needed that specifically design biomass supply network and quantify transportation costs. In this study, we developed a design supply network for several clusters, each consisting of 15 PKS to supply a 50kta bioethanol plant in Riau Province. Furthermore, logistics cost quantification is also carried out by considering the distance, type of vehicle, road conditions, and conditions of the OPEFB source. Logistics costs consist of the OPEFB price (from source), transportation costs and pre-treatment costs. The results of this study are expected to be able to provide an optimal supply network scheme and a reasonable cost to support the development of a commercially viable second-generation bioethanol business based on EFB. The scheme is that the location of the bioethanol plant must be close to the largest supply of raw materials. There were 3 candidate locations for bioethanol factories with a capacity of 50kta in Riau province, which are located in Pelalawan and Indragiri downstream districts. This location generates the lowest transportation costs for prospective factory location 2 of Rp. 156,000 with a distance to the BBM terminal as far as 282 km and the most expensive is located in the prospective factory location 1, with a transportation cost of Rp.189,000 with a distance to TBBM of 120 km.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoana Emilio
Abstrak :
Jamur pelapuk putih (JPP) digunakan sebagai biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan karena kemampuannya menghasilkan enzim ligninolitik yang dapat mendegradasi lignin pada tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Limbah padat TkKS jumlahnya melimpah, dan sampai saat ini belum dimanfaatkan ,secara optimal sehingga mengganggu lingkungan dan menjadi sumber penyebaran hama dan penyakit diperkebunan kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan memperoleh jenis isolat JPP unggul serta kondisi optimal pengomposan TKKS sehingga diperoleh hasil kompos dengan waktu yang lebih singkat serta memenuhi standar. TKKS steril kadar air ± 60% tanpa atau dengan penambahan dedak 15% (b/b), kotoran ayam 25% (b/b) atau disiram setiap hari dengan limbah cair kelapa sawit (LCKS) 0,01% (v/b). Setelah diinokulasi dengan JPP, media TKKS diinkubasikan pada temperatur kamar selama 6 minggu dan secara periodik diamati pertumbuhan miselium secara visual serta pH media, kadar air, lignin, selulosa, dan rasio C/N. Enam jenis isolat JPP yang diuji yaitu Pholiota sp., lmplery sp., dan Agray/ie sp, Ganoderma boninense, isolat K-14 dan A-1 serta dibandingkan dengan I I biodekomposer komersial (Orgadec). Pada seluruh perlakuan baikiyang tanpa atau dengan penambahan dedak atau kotoran ayam terjadi penurunan rasio C/N. Rendahnya rasio C/N pada pengomposan dengan penambahan kotoran ayam lebih disebabkan karena r:neningkatnya konsentrasi N yang .. berasal dari bahan organik kotoran ayam. Pengomposan TKKS dengan penyiraman LCKS setiap hari menghambat pertumbuhan miselium JPP isolat .. Pho/iota sp dan menginduksi terbentuknya badan buah. Pengomposan TKKS dengan JPP tanpa penambahan nutrisi memberikan hasil yang cukup baik bahkan pada beberapa isolat lebih baik dibanding pengomposan dengan Orgadec. Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan miselium, penurunan I I kadar ligilin dan rasio C/N, isolat JPP te~baik untuk pengomposan TKKS . \ adalah Pho/iota sp., lmplery sp., dan A-1. '.Dekomposisi TKKS dengan isolat \ Pho/iota sp dan lmplery sp pad a minggu ke-4 menghasilkan C/N rasio sebesar 18,7 - 22,8%, sedangkan isolat A-1 mempunyai C/N rasio pad a minggu ke-2 sebesar 15,2% yang menunjukkan bahwa kompos cukup matang dan sesuai baku kompos menurut SNI
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
Abstrak :
Jumlah limbah biomassa yang melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal menjadi alasan utama untuk dilakukan pirolisis menghasilkan senyawa furfural yang bernilai tinggi. Jerami padi dan tandan kosong kelapa sawit memiliki potensi yang besar dari segi jumlah dan komposisi, dimana kedua limbah ini mengandung >50% kandungan selulosa dan hemiselulosa. Pada penelitian ini, pirolisis campuran jerami padi dan tandan kosong kelapa sawit dilakukan untuk meneliti efek campuran terhadap produksi furfural. Hal ini dilakukan untuk mencapai suatu teknik pengolahan limbah yang lebih efisien, dimana tidak diperlukan adanya pemisahan jenis biomassa terlebih dahulu sebelum dipirolisis. Penelitian ini melakukan analisis produk senyawa furfural dengan kondisi operasi laju alir gas inert 85-90 mL/menit, variasi suhu 450-550°C, variasi rasio biomassa bermassa total 2,5 gram. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pirolisis campuran menghasilkan konversi, jumlah produk, serta energi aktivasi yang tidak berbeda secara signifikan (<15%) jika dibandingkan dengan pirolisis biomassa murni. Selain itu, didapatkan pula bahwa pirolisis biomassa selesai pada menit ke-35. Pirolisis yang menghasilkan produk tertinggi didapatkan pada suhu 500°C.
High availability of biomass waste that is not yet utilized can be pyrolyzed into the valuable furfural. Rice straw and oil palm empty fruit bunch have huge potential due to their amount and composition, in which both biomasses contain more than 50% of cellulose and hemicellulose. This work aims to investigate the effects of pyrolizing biomasses mixture to produce furfural, therefore creating a more flexible process of waste treatment using pyrolysis without waste segregation. This research is done to analyse the furfural produced by pyrolysis with inert gas flowrate between 85-90 mL/minute, variation of biomasses mass rasio up to a total of 2.5 gram, and variation of operating temperature from 450-550°C. The results show that co-pyrolysis of biomass mixture does not affect the conversion, furfural mass, and activation energy significantly (<15%), compared to individual biomass pyrolysis. Furthermore, the research shows that pyrolysis does not undergo significant mass reduction after 35 minutes. The optimum temperature for the production of furfural is 500°C.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Putra Syahrudin
Abstrak :
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) mengandung serat selulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyusun komposit. Penambahan carbon nanotube pada komposit diketahui melalui banyak penelitian dapat meningkatkan sifat mekanik. Pada penelitian ini dilakukan penambahan carbon nanotube pada komposit serat TKKS dengan matriks epoksi. Bentuk serat divariasikan menjadi chopped strand, chopped strand mat, dan woven rovings. Untuk meningkatkan kompabilitas, fungsionalisasi dan perlakuan carbon nanotube dilakukan dengan metode mild acid oxidation dengan menggunakan asam nitrat yang dilanjutkan dengan hidrogen peroksida. Silane coupling agent digunakan untuk meningkatkan ikatan antar komponen dalam material komposit. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah peningkatan modulus Young material komposit sesuai dengan penambahan 0,5% (%massa) CNT dan modifikasi serat strand, fiber mat, woven rovings sebesar 10,98%, 38,90%, dan 62,29% relatif terhadap komposit tanpa penambahan CNT. Komposit 0,5% CNT dan 40% serat TKKS woven rovings yang dihasilkan memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi bumper mobil dengan nilai modulus Young sebesar 6,80 GPa. ...... Empty palm oil fruit bunch is the side product of palm oil cultivation which contains cellulose fiber. Cellulose fiber is usually used as the composite reinforcement. The addition of carbon nanotube in composite has been known that increase mechanical properties from many researches. In this research, carbon nanotube is added to the composite material which has epoxy as its resin and empty palm oil fruit bunch fiber as the reinforcement. The fiber form is variated to chopped strand, chopped strand mat, and woven rovings. To increase the compability, a functionalization of carbon nanotube in mild acid oxidation method with nitric acid and continued by hydrogen peroxide is performed. Silane coupling agent is used to strengthen the bond of composite components. The result obtained from this research is the increasing of composite materials? Young modulus as the addition of 0.5% (%mass) CNT and woven rovings fiber modification which equals 10.98%, 38.90%, 62.29% relative to the composite without CNT addition. The composite with 0.5% CNT and 40% woven rovings fibber has a chance to be developed into car bumper with 6,80 GPa Young modulus.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqil Arrosid
Abstrak :
Penggunaan material berbasis ramah lingkungan semakin mengalami perkembangan pada dekade ini, salah satunya adalah penggunaan serat alam. Hal ini dikarenakan sifat serat alam yang mudah terurai di alam dalam waktu singkat, sifat kekuatan mekanisnya, dan ketersediaannya yang melimpah dialam. Salah satu sumber yang potensial untuk diolah adalah serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk dijadikan penguat pada komposit. Untuk mengimbangi sifat penguat sintetis, serat TKKS harus dihilangkan komponen amorphousnya seperti lignin dan hemiselulosa sehingga serat memiliki kristalinitas yang tinggi dan kompatibilitas yang baik dengan matriks. Perlakuan secara kimia diperlukan untuk menghasilkan serat selulosa berukuran mikro atau microfibrilated cellulose dengan kristalinitas tinggi dan kompatibilitas yang baik. Perlakuan kimia ini meliputi tiga tahapan perlakuan kimia berbeda yaitu dengan kombinasi penggunaan NaOH, H2O2, dan CH3COOH. Hasil serat yang paling baik adalah melalui perlakuan perendaman asam peroksida (H2O2) dengan konsentrasi 20% dan dilanjutkan dengan perendaman menggunakan asam parasetat (C2H4O3) yang sebelumnnya melewati proses alkalinasi, yaitu menunjukan defibrilasi serat menjadi ukuran dimater sebesar 9 μm, dan menunjukan adanya pengurangan kandungan lignin dan hemiselulosa paling besar diantara tahapan perlakuan lain ditunjukan dengan indeks kristalinitas sebesar 88,7 %, serta mengalami peningkatan hidrofobisitas dibanding tahapan perlakuan lain yaitu dengan sudut kontak sebesar 37,472º. ......The use of environmentally friendly materials has increasingly experienced developments in this decade, one of which is the use of natural fibers. This is due to the nature of natural fibers that are easily decomposed in nature in a short time, their mechanical strength, and also abundance in nature. One of the potential sources for processing is oil palm empty fruit bunches (OPEFB) to be used as reinforcement agent in composites. To compensate for the synthetic reinforcing properties, OPEFB fibers must have their amorphous components removed such as lignin and hemicellulose so that they have high crystallinity and good compatibility with the matrix. Chemical treatment is required to produce microfibrilated cellulose fibers with high crystallinity and good compatibility. This chemical treatment includes three different chemical treatment stages, namely the combination of using NaOH, H2O2, and CH3COOH. The best fiber yield is through the treatment of peroxide acid (H2O2) immersion with a concentration of 20% and followed by soaking using paracetic acid (C2H4O3) which previously passed through the alkalination process, which shows defibrillation of the fiber to a dimater size of 9 μm, and shows a largest reduction in content of lignin and hemicellulose among other treatment stages were indicated by a crystallinity index of 88.7%, and increased hydrophobicity compared to other treatment stages, indicated with a contact angle of 37,472º.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Varianto
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi hidrogen melalui proses steam reforming bio-oil dari tandan kosong kelapa sawit dengan katalis Ni-Ce/La2O3-γAl2O3. Penelitian ini menggunakan variasi rasio cerium terhadap nikel (Ce/Ni) pada katalis, yaitu sebesar 0,25; 0,5; 0,75; dan 1,00. Steam reforming dilakukan dengan fixed bed reactor pada suhu 700oC dengan tekanan atmosferik. Bio-oil yang digunakan merupakan bio-oil aqueous fraction dengan rumus empirik CH1,47O0,27. Senyawa yang paling banyak dikandung dalam bio-oil yang digunakan adalah asam asetat dan fenol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa katalis Ni-0,25Ce mampu menghasilkan yield hidrogen tertinggi dan karbon terdeposisi terendah. Yield hidrogen tertinggi yang dicapai katalis Ni-0,25Ce adalah 18,53% pada menit ke-10 sedangkan karbon terdeposisi yang dicapai katalis Ni-0,25Ce adalah sebesar 0,0959 gram. Semakin banyak loading cerium dari suatu katalis akan mengurangi yield hidrogen karena luas permukaan inti aktif semakin berkurang karena dispersi nikel yang rendah. ...... This research has a purpose to produce hydrogen by steam reforming of bio-oil from empty fruit bunch with Ni-Ce/La2O3- γAl2O3 catalyst. Variation used in this research is cerium to nickel ratio (Ce/Ni) = 0,25; 0,5; 0,75; dan 1,00. Steam reforming is operated in a fixed bed reactor with 700oC temperature and atmospheric condition. Bio-oil used is bio-oil aqueous fraction with CH1,47O0,27 as its empirical formula. Major components contained inside bio-oil aqueous fraction are acetic acid and phenol. The results of this research shows that Ni-0,25Ce catalyst can produce hidghest hydrogen yield until 18.53% in minute 10. Moreover, deposited carbon resulted by Ni-0,25Ce is 0.0959 gram. The more cerium contained in a catalyst can lead to the decreasing of hydrogen production due to the decreasing of specific surface area because of low disperse of nickel.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Ferry Indra Sakti H.
Abstrak :
ABSTRAK
Pengolahan tandan buah segar kelapa sawit menjadi minyak sawit menghasilkan produk sampingan limbah yang belum dikelola dengan baik di pabrik kelapa sawit, salah satunya adalah tandan kosong kelapa sawit TKKS . TKKS mengandung jumlah lignoselulosa yang tinggi dan menyerupai kandungan yang terdapat dalam kategori kayu lunak Trembling aspen , sehingga mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan baku papan partikel pengganti kayu. Umumnya papan partikel dibuat menggunakan material sintesis sebagai perekatnya yang menyebabkan terjadinya polusi lingkungan karena perekat tersebut mengandung material yang berbahaya. Akhir-akhir ini, para Peneliti menemukan bahwa asam sitrat sebagai perekat papan partikel yang ramah lingkungan yang digunakan sebagai pengganti perekat perekat sintesis. Namun, belum ada pembuktilan bahwa kualitas papan partikel yang terbuat dari TKKS mampu memenuhi standar industri SNI 03-2105-2006 dan apakah mungkin untuk diproduks secara massal.Dalam penelitian ini, papan partikel dibuat menggunakan serat TKKS dan asam sitrat sebagai perekat. Komposisi papan partikel adalah sebagai berikut: 20, 25, 30 wt. dan suhu kempa pada 180, 200 C. Beberapa pengujian dilakukan pada masing-masing komposisi papan partikel termasuk sifat fisis dan sifat mekanis papan partikel. Suhu tekanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembuatan papan partikel. Seluruh papan partikel dengna suhu kempa 180 C dan papan partikel 20wt. gagal memenuhi standar SNI. Papan partikel dengan komposisi perekat 20 wt. dengan suhu kempa 200 C mampu memenuhi standar SNI.Berdasarkan paradigma Konservasi Nilai Material, TKKS dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel dan memenuhi standar industri dan diestimasikan dapat diproduksi secara massal. Kata Kunci : asam sitrat, Konservasi Nilai Material, papan partikel, tandan kosong kelapa sawit
ABSTRACT
Processing the oil palm fresh fruits into palm oil produced by products waste that had not been well handled in palm oil mills, one of this by products was empty fruit bunches EFB . EFB contains high quantity of lignocellulosic almost similar to soft wood Trembling aspen , thus it was possible to be used as wood subtitute on particleboard. Mostly particleboad production using synthetic materials as adhesive that contribute on environment pollution because it contains hazardous materials. Recently, researchers invented citric acid as natural adhesive as subtitute for the synthetic adhesive that eco friendly. However, there is still no evidence that the quality of the EFB particleboad using citric acid as adhesive fulfill industry standard SNI 03 2105 2006 and it was possible to be mass production.In this research, particleboard produced using EFB fiber and citric acid as adhesive. Composition of the adhesive that used as follows 20, 25, 30 wt. , and pressing temperature on 180, 200 C. Several tests performed on each particleboard rsquo s composition including physical and mechanical properties. Pressin temperature had a significant effect on particleboard production. All the particleboard with pressing temperature 180 C and particleboard 20 wt. with pressing temperature 200 C were failed to fulfill the SNI standard. Particleboard 25, 30 wt. with pressing temperature 200 C fulfill the SNI requirement.Based on Material Value Conservation paradigm, EFB waste was usable to be the main material on particleboad filling and fulfill industry standard requirement and also estimated can be mass produced.
2018
T51156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Illyin Abdi Budianta
Abstrak :
Seiring meningkatnya produksi kelapa sawit Indonesia, produksi limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) nasional diperkirakan mencapai 42 juta ton per tahun pada tahun 2022. TKKS yang mengandung hemiselulosa dapat dikonversi menjadi furfural melalui reaksi degradasi dan dehidrasi dengan katalis asam mineral dan reaksi hidrolisis langsung dengan katalis metal klorida. Penelitian yang menggunaan biphasic system pada produksi furfural dari biomassa telah banyak dilakukan dengan menggunakan campuran deep eutectic solvent (DES) dan pelarut nonpolar, seperti MIBK. AlCl3, katalis yang paling efektif dalam hidrolisis hemiselulosa menjadi furfural, dapat dimanfaatkan menjadi DES [ChCl][AlCl3.6H2O] yang bersifat homogen dengan reaktan. Penambahan air juga dapat meningkatkan yield proses hidrolisis. Penelitian ini menerapkan palarut DES [ChCl][AlCl3.6H2O], dan pelarut nonpolar MIBK yang dapat meningkatkan yield furfural. Konversi furfural dari xylan (hemiselulosa) dilakukan untuk memperoleh kondisi optimum, yaitu suhu (100-200oC), waktu (20-40 menit), rasio biphasic (0,1 – 0,3 v(DES)/v(MIBK), dan rasio pengenceran (1-2 v(air)/v(DES)). Kondisi operasi optimum yang diperoleh adalah suhu 113oC, waktu reaksi 25 menit, rasio biphasic 0,21 (vDESSol/vMIBK) dan rasio pengenceran 1.45 (vAir/vDES) dengan yield 45,25%mol (28,99 %massa). Perolehan yield furfural dari TKKS yang diberikan praperlakuan pada kondisi optimum adalah 34,27 %mol (7,05 %massa). Penelitian ini menghasilkan kondisi proses yang relatif rendah dengan yield yang tinggi sehingga dapat diterapkan pada skala industri. ......Increasing of Indonesian palm oil production, the national production of palm oil empty fruit bunch (POEFB) waste is estimated to reach 42 million tons per year in 2022. POEFB containing hemicellulose can be converted to furfural through degradation and dehydration reactions with mineral acid catalysts and direct hydrolysis reactions with metal chloride catalysts. Many studies using a biphasic system in the production of furfural from biomass have been carried out using a mixture of deep eutectic solvents (DES) and nonpolar solvents, such as MIBK. AlCl3, the most effective catalyst in hydrolysis of hemicellulose to furfural, can be utilized to produce DES [ChCl][AlCl3.6H2O] which is homogeneous with the reactants. The water addition can also increase the yield of the hydrolysis process. This study applied the solvent DES [ChCl][AlCl3.6H2O], and nonpolar solvent MIBK which can increase furfural yield. Furfural conversion from xylan (hemicellulose) was carried out to find the optimum conditions, such as temperature (100-200 oC), duration (20-40 minutes), mixture ratio (0,2-0,3 v(DES)/v(MIBK), and dilution ratio (1-2 v(water)/v(DES)). Respond surface methodology applied in this study to get optimum process condition. Optimum operating condition from this study are temperature 113 oC, reaction time 25 min, biphasic ratio 0,21 (vDESSol/vMIBK) and dilution ratio 1,45 (vWater/vDES) with yield 45,25%mol (28,99 %mass). Yield furfural from pretreated POEFB at optimum condition is 34,27 %mol (7,05 %mass). This research resulted mild operating conditions for furfural production from POEFB with high yields and so that it can be applied on an industrial scale.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>