Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ilham Wahyudi Soamole
"Latar Belakang: Tatalaksana nyeri pascabedah pada pasien pascalaparoskopi nefrektomi merupakan salah satu kunci pemulihan dini pasien. Di RSUPN Cipto Mangunkusomo, hampir semua pasien donor ginjal pascabedah laparoskopi nefrektomi mendapatkan analgesia epidural kontinyu. Masih tingginya persentase pasien dengan derajat nyeri berat, serta terdapatnya efek samping retensi urin pascaanalgesia epidural kontinyu, membuka kemungkinan untuk digunakannya teknik analgesia berbasis anestesia regional lain yang lebih baik. Blok tranversus abdominis plane dapat digunakan sebagai analgesia pascabedah abdomen, aman digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi koagulasi dan tidak menyebabkan terjadinya retensi urin dibandingkan dengan teknik blok neuraksial. Metode: Penelitian ini bersifat uji klinis terkendali tidak tersamar tunggal, dengan populasi semua pasien donor ginjal yang menjalani laparoskopi nefrektomi pada bulan Mei-Oktober 2017 di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Sebanyak 25 subyek pada dua kelompok diambil dengan metode consecutive sampling. Analisa statistik dilakukan untuk mengetahui efek analgesia penambahan deksametason 8 mg pada blok TAP tiga titik, rata-rata derajat nyeri gerak dan kebutuhan morfin pascabedah pada kedua kelompok dengan menggunakan uji Mann-Whitney dan uji Friedman dan post hoc Wilcoxon.Hasil: Uji Mann-Whitney rata-rata nyeri diam tidak berbeda signifikan p 0,066-0,716 . Uji Mann-Whitney Kebutuhan PCA morfin pada 24 jam pascabedah tidak berbeda signifikan p 0,072-0,200 . Perubahan derajat nyeri pada blok TAP dengan uji Friedman dan post hoc Wilcoxon bermakna signifikan p 0,002 dan 0,020 . Kebutuhan morfin pada blok TAP dengan uji Friedman dan post hoc Wilcoxon bermakna signifikan p 0,023 . Saat pertama menggunakan tambahan morfin dan awal mobilisasi pascabedah tidak ada perbedaan pada kedua kelompok. Kekerapan retensi urin pascabedah lebih tinggi pada epidural kontinyu 58.01 .Simpulan: Penambahan deksametason 8 mg tidak memberikan efek analgesia yang lebih baik pada blok TAP tiga titik dibanding epidural kontinyu. Jumlah penggunaan morfin, saat pertama membutuhkan tambahan morfin, rata-rata derajat nyeri gerak dan awal mobilisasi pascabedah tidak berbeda signifikan pada blok TAP tiga titik dengan epidural kontinyu. Kekerapan retensi urin pascabedah lebih tinggi pada epidural kontinyu.

Abstract Background Postoperative pain management in laparoscopic nephrectomy is one key to early recovery. At RSUPN Cipto Mangunkusomo, almost all postoperative laparoscopic donor nephrectomy patients acquire continuous epidural analgesia. High percentage of patients with severe degree of pain and presence of postoperative urinary retention related to continuous epidural opens the possibility of better use of other regional anesthesia analgesia techniques. Tranversus abdominis plane block can be used as postoperative analgesia in abdominal surgery, safe in patients with impaired coagulation function and does not cause urinary retention compared with neuraxial block technique. Methods Randomized control trial in all kidney donor patients undergoing laparoscopic donor nephrectomy in RSUPN Cipto Mangunkusomo during May October 2017. Consecutive sampling and random allocation was done to put 25 patients in each TAP block and Continuous Epidural group. Statistical analysis was performed to determine the effect of adding 8 mg of dexamethasone in three point TAP block on degree of pain at rest and with movement and postoperative morphine requirements using Mann Whitney, Friedman and post hoc Wilcoxon test. Results Mann Whitney test showed no significant difference in pain at rest p 0,066 0,716 and 24 hours postoperative morphine requirements p 0,072 0,200 between two groups. Friedman and post hoc Wilcoxon test showed a significant difference in degree of pain p 0,002 and 0,020 and morphine requirement p 0,023 in TAP block group. There is no difference in time to first dose of morphine rescue and early postoperative mobilization. There is higher incidence of postoperative urinary retention in continuous epidural group 58.01 .Conclusion The addition of dexamethasone 8 mg on three point TAP block did not provide better analgesia than continuous epidural. The amount of morphine requirement, time to first dose of morphine rescue, degree of pain at rest and with movement and early postoperative mobilization did not differ significantly between two groups. The frequency of postoperative urinary retention is higher with continuous epidural."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Kurniawan
"Pendahuluan: Laparoskopi memiliki risiko intraoperatif dan pascaoperasi, termasuk instabilitas hemodinamik dan nyeri pascaoperasi. Anestesi umum sering digunakan untuk operasi ini, namun teknik ini tidak menekan peningkatan resistensi vaskular sistemik selama laparoskopi sehingga fluktuasi hemodinamik tetap terjadi. Sayatan dinding abdomen dan regangan peritoneum selama operasi juga menyebabkan nyeri somatis dan viseral yang dirasakan pascaoperasi. Penambahan blok TAP pada operasi laparoskopi belum memuaskan disamping memerlukan instrumen tambahan serta bergantung pada kemampuan operator. Anestesi spinal dapat menguntungkan karena dapat menetralkan peningkatan SVR dan menghambat nyeri selama operasi, namun penggunaannya dikaitkan dengan mobilisasi yang tertunda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kombinasi anestesi umum dan anestesi spinal lebih baik dalam menjaga perubahan hemodinamik intraoperatif, nyeri pascaoperasi, dan waktu pulih dibandingkan anestesi umum dan blok TAP.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal pada 40 pasien yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok S (spinal) dilakukan anestesi spinal menggunakan bupivacaine 10 mg + morfin 50 mcg intratekal disusul anestesi umum. Kelompok T (blok TAP) dilakukan anestesi anestesi umum disusul blok TAP dengan bupivacaine 0.25% 20 ml pada kedua sisi abdomen. Perubahan tekanan darah dan nadi, NRS pascaoperasi 3 jam dan 6 jam, waktu untuk mencapai Bromage 0, serta kejadian nyeri bahu dan mual muntah pascaoperasi dicatat. Hasil: Pada kelompok S terdapat perubahan tekanan darah sistolik yang signifikan dibandingkan dengan kelompok T setelah 15 menit insuflasi (-9,35(±19,69) vs 7,65(±16,34), p<0,05). Tidak ada perbedaan nyeri pascaoperasi dan waktu pulih pada kedua kelompok.
Kesimpulan: Kombinasi anestesi umum dan anestesi spinal lebih baik dalam menurunkan tekanan darah sistolik, namun tidak berbeda dalam nyeri pascaoperasi, dan waktu pulih dibandingkan kombinasi anestesi umum dan blok TAP.

Introduction: Laparoscopy is associated with intraoperative and postoperative risks, including hemodynamic instability and postoperative pain. Although general anesthesia is often used for this procedure, hemodynamic fluctuations still occur because this technique does not suppress the increase in systemic vascular resistance during laparoscopy. Incisions in the abdominal wall and stretching of the peritoneum during surgery can also cause somatic and visceral pain after surgery. Adding TAP block to laparoscopic surgery is not satisfactory, apart from requiring additional instruments and depending on the operator’s abilities. Spinal anesthesia may be beneficial as it can counteract the increase in SVR and suppress pain during surgery, but its use is associated with delayed mobilization. The purpose of this study is to determine whether the combination of general and spinal anesthesia is superior in maintaining intraoperative hemodynamic changes, postoperative pain, and recovery time compared to general anesthesia and TAP blockade.
Methods: This study is a single-blind, randomized clinical trial with 41 patients divided into two groups. Group S (spinal) received spinal anesthesia with 10 mg bupivacaine + 50 μg morphine administered intrathecally, followed by general anesthesia. Group T (TAP block) received general anesthesia followed by TAP block with 20 ml of 0.25% bupivacaine on each side of the abdomen. Intraoperative blood pressure and heart rate changes, NRS at 3 and 6 hours postoperatively, time to reach bromage 0, and occurrence of postoperative shoulder pain and nausea and vomiting were recorded.
Results: In group S there was a significant change in systolic blood pressure compared to group T after 15 minutes of insufflation (-9,35(±19,69) vs 7,65(±16,34), p<0,05). There was no difference in postoperative pain and recovery time in the two groups.
Conclusion: The combination of general anesthesia and spinal anesthesia is better in reducing systolic blood pressure, but does not differ in postoperative pain and recovery time compared to the combination of general anesthesia and TAP block.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library