Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yohanes Wolter Hendrik George
"Kelebihan beban cairan pascaresusitasi dihubungkan dengan luaran buruk sehingga diperlukan deresusitasi. Tekanan vena sentral (TVS) rendah penting untuk menjamin aliran balik darah, meningkatkan curah jantung dan memperbaiki perfusi jaringan. Penelitian ini bertujuan menilai efektivitas deresusitasi dengan target TVS 0–4 mmHg pada pasien pascaresusitasi renjatan sepsis di ICU. Penelitian menggunakan desain randomized controlled trial dan dilakukan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan September 2019–Oktober 2020. Subjek berusia 18–60 tahun dengan renjatan sepsis pascaresusitasi. Kriteria eksklusi adalah gangguan jantung primer, gagal jantung kanan, penyakit jantung bawaan, penyakit paru obstruksi menahun berat, efusi pleura berat, batu atau tumor ginjal dan gagal ginjal kronik. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok dengan target TVS 0–4 mmHg dan 8–10 mmHg dan dilakukan dideresusitasi. Target TVS dicapai dengan furosemid drip dan loading kristaloid. Parameter luaran adalah perbedaan hasil PVD, stadium AKI, indeks curah jantung, lama penggunaan ventilator, dan lama hari perawatan di ICU. Data dianalisis program SPSS versi 20.0 meliputi analisis deskriptif dan inferensial memakai uji yang sesuai. Dari 44 subjek, 1 subjek dikeluarkan karena menjalani hemodialisis karena gagal ginjal kronik pada kelompok dengan target TVS 8–10 mmHg. Karakteristik dasar pasien berupa stadium AKI, ureum, kreatinin dan nilai TVS inisial berbeda bermakna pada kedua kelompok. Deresusitasi dengan target TVS 0–4 mmHg tidak berbeda bermakna pada nilai PVD, perbaikan AKI, CI, lama penggunaan ventilator, dan perawatan ICU (p>0,05). Tiga subjek meninggal sebelum selesai follow up pada kelompok dengan target TVS 0–4 mmHg dan 6 subjek meninggal sebelum selesai follow up, pada kelompok dengan target TVS 8–10 mmHg. Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan efektivitas antara target deresusitasi TVS 0‒4 mmHg dengan target TVS 8‒10 mmHg terhadap nilai PVD sublingual, perubahan stadium AKI KDIGO, indeks curah jantung, lama penggunaan ventilator, lama perawatan ICU

Post-resuscitation fluid overload is associated with a poor outcome in critically patient and thus requires deresuscitation (aggressive fluid removal). Low central venous pressure (CVP) is important to ensure the venous return, increase cardiac output and improve tissue perfusion. This study aims to assess the effectiveness of deresuscitation with a CVP target of 0–4 mmHg in post-septic shock resuscitation patients in the emergency department and ICU. This study used a randomized controlled trial design at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in September 2019–October 2020. The study sample was patients 18–60 years old with septic shock in the post-resuscitation ICU. Exclusion criteria were patients with primary heart failure, right heart failure, congenital heart disease, severe chronic obstructive pulmonary disease, severe pleural effusion, kidney stones or tumors, and chronic renal failure. The study subjects were deresuscited and divided into two CVP target groups (0–4 mmHg and 8–10 mmHg). Furosemide drip and cristaloid were given to reach target of CVP. Outcome parameters were differences in PVD, AKI stage, cardiac index (CI), ventilator duration, and length of stay in ICU. Statistical analysis includes descriptive and inferential analysis testing the appropriate test. Data analysis was performed using the SPSS version 20.0 statistical program. Results: There were 44 subjects, 1 subject were excluded due to hemodialysis in CVP target of 8–10 mmHg. Baseline characteristics have significant difference in ureum, creatinine, AKI stage and initial CVP value between two groups. Deresuscitation with a CVP target of 0–4 mmHg did not have a significant difference in the value of PVD, improvement in AKI, CI, ventilator duration, and length of ICU stay (p > 0.05). Three subjects died before 7 days of follow up in CVP target of 0–4 mmHg and 3 subjects died before 7 days of follow up in CVP target of 8–10 mmHg."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Susanti
"Latar Belakang: Pasien pascabedah abdomen mayor seringkali berhubungan dengan terjadinya general increase permeability sindrom akibat kelebihan cairan selama selama durante operasi dan pada saat perawatan pascabedah. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin membuktikan apakah keseimbangan cairan kumulatif, tekanan vena sentral dan rasio albumin-kreatinin urin dapat digunakan sebagai prediktor kebocoran kapiler.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif dengan subjek penelitian adalah pasien dewasa yang menjalani tindakan bedah abdomen mayor. Dilakukan pemeriksaan keseimbangan cairan kumulatif, tekanan vena sentral, rasio albumin-kreatinin urin dan indeks kebocoran kapiler, pada saat sebelum induksi anestesi, 48 jam dan 72 jam pasca bedah.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan nilai titik potong dari indeks kebocoran kapiler 155 (AUC 0,013, sensitifitas 100% dan spesifisitas 74,50%. Analisis dengan Generalized Estimating Equations didapatkan tekanan vena sentral menujukan hubungan tidak bermakna dengan indeks kebocoran kapiler (OR 1,62 ; CI 95% = 0,92 – 2,83), sedangkan keseimbangan cairan kumulatif dan rasio albumin kreatinin urin menunjukkan hubungan yang bermakna dengan indeks kebocoran kapiler (OR = 2,561 ; CI 95% = 1,352-4,850 dan OR = 2,017 ; CI 95% = 1,086-3,749). Faktor skor SOFA terkategori sepsis juga mempunyai hubungan dengan indeks kebocoran kapiler (OR = 2,764 ; CI 95% = 1,244-6,140).
Kesimpulan: Kelebihan cairan kumulatif, rasio albumin kreatinin urin dan skor SOFA terbukti dapat digunakan untuk memprediksi kebocoran kapiler.

Background: Patients after major abdominal surgery are often associated with the occurrence of general increase in permeability syndrome due to excess fluid during surgery and during postoperative care. The purpose of this study was to prove whether cumulative fluid balance, central venous pressure and urine albumin-creatinine ratio of urine can be used as predictors of capillary leakage.
Method: This study is a prospective cohort study with research subjects as adult patients undergoing major abdominal surgery. Cumulative fluid balance, central venous pressure, urine albumin-creatinine ratio and capillary leak index were examined, before anesthesia induction, 48 hours and 72 hours postoperatively.
Result: In this study, a cut-off point from the capillary leak index ≥155 (AUC 0.013, sensitivity 100% and specificity 74.50%) was obtained. Generalized Estimating Equations analysis showed that the central venous pressure showed no significant relationship with the capillary leak index (OR 1.62; 95% CI = 0.92 - 2.83), while cumulative fluid balance and urine albumin : creatinin ratio showed a significant association with capillary leak index (OR = 2.561; 95% CI = 1.352-4.850 and OR = 2.017; 95% CI = 1,086-3,749) Sepsis categorized SOFA score factors also have a relationship with capillary leak index (OR = 2.764; 95% CI = 1,244-6,140).
Conclusion: Cumulative fluid overload, urine creatinine albumin ratio and SOFA score have been shown to predict capillary leakage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luki Sumaratih
"Latar Belakang. Selama ini pemberian oksigen dengan nasal kanul, sungkup hidung dan wajah merupakan tatalaksana pertama untuk gagal nafas hipoksemia. Alat high flow nasal cannula (HFNC) merupakan alternatif terapi oksigen yang lebih baik dari nasal kanul, karena dapat mengalirkan oksigen hingga 60 L/menit, FiO2 21% hingga 100% yang dilengkapi penghangat serta pelembab udara. Alat tersebut dapat menurunkan kerja otot- otot pernafasan dengan mekanisme menurunkan tekanan jalan nafas positif dan tahanan jalan nafas, meningkatkan oksigenasi, serta menghilangkan ruang rugi nasofaring. Penelitian ini bertujuan membandingkan HFNC dengan terapi oksigen konvensional (TOK) terhadap profil hemodinamik dan mikrosirkulasi pada pasien pascabedah.
Metodologi. Penelitian ini merupakan uji acak terkendali yang dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo bulan Februari hingga Juli 2019. Sebanyak 40 subjek terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok HFNC (n=20) dan kelompok terapi oksigen konvensional (TOK) (n=20). Pengambilan data dilakukan pada menit ke-0, 30, 60, jam ke-3 dan ke-24 setelah prosedur ekstubasi. Pengambilan data dilakukan menggunakan kateter vena sentral yang tertera di monitor, pengambilan darah dari kateter vena sentral, serta pengukuran hemodinamik dengan ICON® dari Ospyka. Uji kemaknaan dilakukan dengan uji-t tidak berpasangan dan generalize estimating equation (GEE) dengan SPSS versi 23.
Hasil. Hasil uji kemaknaan menunjukkan tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok HFNC dengan kelompok TOK untuk seluruh luaran hemodinamik (p>0,05). Terdapat perbedaan bermakna untuk luaran kadar laktat pada uji GEE dengan perbedaan rerata sekitar 0,78 mmol/L (nilai p=0,049), namun secara klinis tidak berbeda bermakna. Hal ini disebabkan tidak ada subyek kami yang mengalami hipoksemia maupun gangguan hemodinamik perioperatif.
Kesimpulan. Penggunaan alat HFNC tidak lebih baik dibandingkan nasal kanul pada pasien pascabedah laparotomi abdomen atas di ICU.

Background. Conventional oxygen therapy (COT) with nasal cannula, simple mask or face mask remains as the first line therapy for hypoxemic respiratory failure. High flow nasal cannula (HFNC) serves as an alternative oxygen therapy which can deliver oxygen at the flow up to 60 L/min and FiO2 ranging from 21% to 100% via warm and humid air based on human's physiology. This device can decrease the workload of respiratory muscles by reducing positive airway pressure and airway resistances, improving oxygenation and washing out airways' dead space. This research was conducted to study the comparison between HFNC and COT on hemodynamic profile and microcirculation in post-upper abdominal patients.
Methods. This was an open label randomized controlled trial (RCT) at National Cipto Mangunkusumo between February to July 2019. Forty patients were recruited and divided into HFNC group (n=20) and COT group (n=20). Hemodynamic parameters were recorded using the bedside monitor (heart rate, respiratory rate, and mean arterial pressure) as well as the electrical cardiometry using ICON® measurements (stroke volume index, cardiac index and systemic vascular resistance index); laboratory parameters were ScvO2 and lactate serum collected via central venous catheter. Data were collected at 0, 30 minutes, 60 minutes, 3 hours and 24 hours after extubation. Statistic analysis were conducted using independent sample T-test and generating estimating equations (GEE) with SPSS 23.
Results. All analysis showed no statistically significant difference between HFNC and COT group for all hemodynamic parameters (p>0.05). There was a significant mean difference for 0.78 mmol/L of serum lactate level according to GEE analysis in HFNC group (p=0.049), whereas this difference is not clinically significant. This results are caused by relatively stable subjects condition without the occurrence of perioperative hypoxemia or hemodynamic disturbances.
Conclusion. In post-upper abdominal surgery patients, HFNC is not superior compared to COT on improving hemodynamic and microcirculation outcomes.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library