Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arti Indira
Abstrak :
Latar Belakang: Sebanyak 40 pasien kanker laring mengalami malnutrisi sebelum protokol terapi dimulai, dan meningkat menjadi 54 pasca laringektomi. Laringektomi total menyebabkan pasien bernapas melalui trakeostomi sehingga terjadi disabilitas fisik, perubahan psikis, dan juga masalah nutrisi. Radioterapi merupakan pilihan terapi pada kanker laring dan seringkali memengaruhi status gizi dan kapasitas fungsional. Metode: Pasien kanker laring stadium III dan IV ini berusia antara 50 ndash;66 tahun. Seluruh pasien telah menjalani laringektomi dengan trakeostomi dan radioterapi eksterna, dan tiga orang menjalani kombinasi dengan kemoterapi. Dua orang menggunakan nasogastric tube NGT untuk asupan nutrisi dan dua orang dengan asupan per oral. Pasien memiliki hasil skrining MST > 2. Pemantauan dilakukan meliputi keluhan subjektif, kondisi klinis, tanda vital, pemeriksaan laboratorium, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional dan analisis asupan 24 jam. Keempat pasien mendapatkan edukasi nutrisi, oral nutrition support ONS dan kapsul omega-3. Hasil: Dari hasil pemantauan diketahui bahwa pasien kanker laring yang mendapatkan terapi nutrisi dapat meningkatkan asupan makanannya, berat badan, massa otot, kekuatan genggam tangan, dan kadar hemoglobin. Karnofsky Performance Score dari keempat pasien tidak mengalami perubahan. Kesimpulan: Pemberian terapi nutrisi dapat memperbaiki status gizi, parameter laboratorium dan komposisi tubuh pada semua pasien dalam serial kasus ini.Kata Kunci: kanker laring; radioterapi; terapi medik gizi
Objective: Forty percent of laryngeal cancer patients were already malnourished before the therapy protocol began and increased to 54 post laryngectomy. Total laryngectomy causes the patient to breathe through the tracheostomy resulting physical disability, psychic changes, as well as nutritional problems. Radiotherapy is a treatment of choices for laryngeal cancer, often affects nutritional status and functional capacity. Methods: Stages III and IV of laryngeal cancer patients aged 50 66 years old with. All patients had undergone laryngectomy with tracheostomy and external radiotherapy, and three patients underwent a combination with chemotherapy. Two patients used nasogastric tube NGT for nutritional intake and two patients with oral intake. All patients had a screening score of MST 2. Monitoring included subjective complaints, clinical conditions, vital signs, laboratory tests, anthropometric measured, body composition analysis, functional capacity and 24 hour records of intake analysis. All patients received nutritional counselling, oral nutrition support ONS and omega 3 capsules. Results: From the result of monitoring, laryngeal cancer patients who get nutrition therapy could increased their food intakes, body weight, skeletal mass, handgrip strength, and hemoglobin level. The Karnofsky Performance Score of all patients was unchanged. Conclusions: Nutritional therapy may improve nutritional status, laboratory parameters and body composition in laryngeal cancer patientsKey Word larynx cancer radiotherapy nutritional therapy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Winanda
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Prevalensi obesitas di seluruh dunia telah diketahui mengalami peningkatan yang signifikan dalam tiga dekade terakhir. Tingginya prevalensi obesitas tersebut dapat memengaruhi peningkatan prevalensi pasien luka bakar dengan obesitas yang dirawat di unit luka bakar. Pasien luka bakar dengan obesitas mengalami fenomena 'second hit', yaitu peningkatan respon hipermetabolisme pasca luka bakar akibat inflamasi kronik yang sebelumnya sudah dialami. Masalah tersebut memiliki kaitan erat dengan nutrisi sehingga membutuhkan terapi medik gizi yang optimal untuk memodulasi respon hipermetabolisme yang meningkat pada pasien luka bakar dengan obesitas. Metode: Pada serial kasus ini terdapat empat pasien luka bakar berat karena api. Keempat pasien tersbeut memiliki status nutrisi obes berdasarkan kriteria indeks massa tubuh IMT menurut WHO untuk Asia Pasifik. Target kebutuhan energi dihitung menggunakan formula estimasi Xie dengan berat badan kering. Terapi medik gizi diberikan sesuai panduan terapi medik gizi pasien sakit kritis berupa nutrisi enteral dini dengan target energi awal 20-25 kcal/kg BB dengan target protein 1,5-2 gram/kg BB. Terapi medik gizi selanjutnya diberikan sesuai dengan klinis dan toleransi pasien. Mikronutrien yang diberikan berupa vitamin C, vitamin B, asam folat, dan seng.Hasil: Tiga pasien meninggal selama perawatan karena syok sepsis yang tidak teratasi, sedangkan satu pasien mengalami perbaikan luas luka bakar dari 47 menjadi 36 luas permukaan tubuh LPT serta peningkatan kapasitas fungsional. Kesimpulan: Status nutrisi obesitas pada pasien dalam serial kasus ini dapat menjadi faktor yang memperberat penyulit yang dialami. Terapi medik gizi yang adekuat dapat menunjang proses penyembuhan luka serta meningkatkan kapasitas fungsional.
ABSTRACT<>br> Background The prevalence of obese patients presenting to burn unit facilities is expected to increase over the next three decades due to global epidemic of obesity. Given that the metabolic derrangements seen in burn mirror those found in association in obesity, it is plausible that excess adipose tissue contributes to a 'second hit' phenomenon in patients affected by burn injury. Optimal and adequate medical nutrition therapy is required in order to modulate the inflammatory and metabolic response, therefore enhance burn wound healing.Methods The current case series consist of four severly flame burned patient. The nutritional status of these patients was moderately obese according to WHO criteria for Asia Pacific. Enery requirement was calculated using the Xie formula based on patient rsquo s dry weight. Medical nutrition therapy was initiated with eraly enteral nutrition started at 20-25 kcal kg day with protein target at 1,5-2 gram kg day. Micronutrient supplementation was also given to these patients. Results Three patients died during hospitalization due to septic shock. The last patient had satisfactory wound healing and improved functional capacity at discharge. Kesimpulan: Obesity in this case series may be one of the risk factor for mortality. Adequate medical nutrition therapy inline with patient's clinical condition leads to enhancement healing process and improved functional capacity.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Andrian
Abstrak :
ABSTRAK
Angka kejadian karsinoma kolorektal cukup tinggi mencapai 1,3 juta kasus dengan angka kematian sebesar 694.000 per tahun. Sekitar 30 hingga 87 pasien kanker mengalami malnutrisi sebelum menjalani terapi kanker. Terapi medik gizi bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki keadaan malnutrisi, mencegah kehilangan massa otot, mengurangi efek samping terapi kanker, meningkatkan kualitas hidup, dan mempercepat penyembuhan luka. Pasien serial kasus ini berjumlah empat orang, berusia 33 hingga 60 tahun. Tiga orang pasien memiliki diagnosis adenokarsinoma rektum dan satu orang didiagnosis dengan adenokarsinoma kolon asendens dengan stoma double barrel setinggi ileum terminal dan kolon desenden. Keempat pasien memiliki status gizi kaheksia kanker. Pemantuan dilakukan setiap hari meliputi penilaian subjektif dan objektif meliputi tanda vital, kondisi klinis, antropometri, kapasitas fungsional, analisis asupan dan laboratorium. Pada saat dipulangkan, kondisi klinis keempat pasien mengalami perbaikan yang dilihat dari produksi stoma yang semakin padat dan toleransi asupan oral baik. Keempat pasien juga mengalami perbaikan kapasitas fungsional. Pemberian kebutuhan energi pada kasus ini rata-rata sebesar 30-39 kkal/kg/hari. Pemberian nutrisi memperhatikan jenis stoma, bagian usus yang vital, kondisi klinis, dan parameter biokimia. Pemberian terapi medik gizi yang adekuat dapat mendukung proses penyembuhan luka pasca tindakan pembedahan dan kapasitas fungsional.
ABSTRACT<>br> The incidence of colorectal carcinoma is quite high, estimated at 1.3 million cases with 694,000 deaths per year. About 30 to 87 of cancer patients are malnourished before undergoing cancer therapy. Medical nutrition therapy aims to prevent or improve the state of malnutrition, prevent muscle mass loss, reduce the side effects of cancer therapy, improve quality of life, and accelerate wound healing. Patients in this case series involve four subject, aged 33 to 60 years. Three patients had a diagnosis of rectal adenocarcinoma and one person was diagnosed with ascending colon adenocarcinoma with double barrel stoma as high as the terminal ileum and descending colon. All patients had nutritional status of cancer cahexia. Daily monitoring includes subjective and objective assessments including vital signs, clinical conditions, anthropometry, functional capacity, intake analysis, and laboratory analysis. At the time of discharge, the clinical condition of all four patients got improvement from solid stoma production and tolerance of oral intake. The four patients also experienced improved functional capacity. In providing nutrition therapy, we should consider to the type of stoma, vital part of the intestine, clinical conditions, and biochemical parameters. Adequate medical nutrition therapy can support post surgical wound healing and functional capacity.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kristina Joy Herlambang
Abstrak :
ABSTRAK Penyakit ginjal kronik PGK merupakan penyakit kronik progresif yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dan bersifat irreversible. Pasien PGK stadium akhir membutuhkan terapi pengganti ginjal untuk memertahankan tubuh dari toksisitas uremia. Prosedur dialisis bersifat katabolik, sehingga pasien yang menjalani hemodialisis HD mengalami peningkatan kebutuhan energi dan protein yang penting untuk mencegah terjadinya protein-energy wasting PEW . Empat orang pasien dalam serial kasus ini mengalami PGK stadium akhir dan telah menjalani hemodialisis dengan rentang waktu yang berbeda, 2 orang dalam rawat inap dan dua orang lainnya rawat jalan. Pasien didiagnosis dengan PGK stadium 5 dengan HD, hipertensi, diabetes melitus, dan ensefalopati uremikum. Walaupun saat pemeriksaan status gizi pasien normoweight dan satu orang mengalami malnutrisi ringan, seluruh pasien memiliki riwayat asupan protein 10 dalam 6 bulan, sehingga dibutuhkan terapi medik gizi yang mencakup penentuan kebutuhan makro dan mikronutrien, nutrien spesifik, sesuai dengan toleransi dan kondisi klinis pasien. Hasil pemantauan menunjukkan pasien mengalami perbaikan klinis, toleransi asupan dan kapasitas fungsional serta kualitas hidup pasien dapat dipertahankan. Terapi medik gizi berperan penting pada semua pasien PGK yang menjalani HD dengan mencegah PEW, memperbaiki kondisi klinis, serta meningkatkan kapasitas fungsional pasien.Kata kunci: terapi medik gizi, penyakit ginjal kronik, hemodialisis, hipertensi.
ABSTRACT Chronic kidney disease is a irreversible progressive chronic process that causes worsening renal function. Patients with end stage renal disease needs renal replacement therapy to protect themselves from uremia toxicity. Patients who have to undergo dialysis are in high catabolism state and has an increased energy and protein expenditure. Adequate energy and protein for these patients are needed to prevent protein energy wasting PEW . Four cases from this serial case has ESRD and has been on hemodialysis with different time frames. Two outpatient and two inward patients who have CKD stage V with hypertension, diabetes mellitus, and uremic encephalopathy. Although only one patient I categorized as mildly malnourished, 3 of four patients experienced weigth loss 10 in 6 months. Thus, medical nutritional therapy is needed to determine energy and protein requirements in these patients. Evaluation and monitoring form these cases shows that all patients have better clinical outcome, better nutrition intake, and functional capacity were preserved. Medical nutrition therapy has an important role in all CKD patients with dialysis to prevent PEW, to improve their clinical outcome and to increasetheir functional capacity. Key words medical nutrition therapy, chronic kidney disease, hemodialysis, hipertension.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannessa Wulandari
Abstrak :
Latar Belakang: Sindroma Guillain-Barre merupakan kondisi kritis dengan kebutuhan energi meningkat sesuai dengan hiperkatabolisme sehingga meningkatkan risiko malnutrisi. Malnutrisi dapat mengurangi kemampuan otot diafragma, dan meningkatkan risiko infeksi yang akan memperberat kondisi sakit kritis. Terapi medik gizi bertujuan menyediakan substrat energi, mengurangi responss metabolik terhadap stres, memicu responss imun, serta mempertahankan massa bebas lemak. Metode: Serial kasus ini melaporkan empat pasien sakit kritis dengan sindroma Guillain-Barre berusia antara 21-58 tahun. Keempat pasien memiliki status gizi obes berdasarkan kriteria World Health Organization WHO Asia Pasifik. Terapi medik gizi diberikan sesuai pedoman pada keadaan sakit kritis dimulai dengan enteral dini dengan target 20-25 kkal/kg BB fase akut dan protein 1,2-2 g/kg BB. Pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap sesuai klinis dan toleransi saluran cerna. Mikronutrien diberikan vitamin D3, B, C, seng. Hasil: Tiga pasien pulang dengan perbaikan kekuatan motorik dengan lama perawatan intensif yang bervariasi, sedangkan satu pasien masih dalam perawatan karena membutuhkan ventilasi mekanik. Kesimpulan: Terapi medik gizi adekuat menunjang proses penyembuhan penyakit dan memperbaiki kapasitas fungsional.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kwan Francesca Gunawan
Abstrak :
ABSTRAK
Diabetes melitus DM merupakan suatu epidemik global. Obesitas merupakan faktor risiko tersering pada terjadinya DM tipe 2. Salah satu komplikasi yang sering dialami oleh penderita DM ialah kaki diabetik. Pada pasien DM dengan obesitas dan kaki diabetik, terapi medik gizi penting untuk mencapai target berat badan, menjaga kadar glikemik, serta mencegah komplikasi DM. Selain itu pemberian nutrisi yang adekuat juga penting untuk mendukung penyembuhan luka. Pasien pada serial kasus ini berusia antara 41 ndash;59 tahun dengan dengan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Keempat pasien memiliki status gizi obes dengan IMT sebesar 26-54,4 kg/m2. Awitan DM pada keempat pasien diketahui bervariasi antara 1-13 tahun. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan klinis, hasil laboratorium, dan asupan terakhir masing-masing pasien. Dari hasil pemantauan didapatkan bahwa dengan terapi nutrisi yang diberikan terjadi penurunan berat badan sebesar 3,2-4,8 kg 3,2-5,8 dan penurunan nilai HbA1c sebanyak 0,3-0,7. Selain itu juga didapatkan ukuran luka yang mengecil dan gejala neuropati berkurang. Pada pasien DM tipe 2 dengan obesitas dan kaki diabetik, terapi medik gizi yang adekuat berkaitan dengan penurunan berat badan, perbaikan kontrol glikemik, dan penyembuhan luka yang baik.
ABSTRACT<>br> Diabetes mellitus is now a global epidemic. Obesity is a common risk factor in the occurrence of type 2 diabetes. One of the complications that are often experienced by people with diabetes is diabetic foot. In diabetic patients with obesity and diabetic foot, medical nutrition therapy is important to achieve targeted body weight, maintain glycemic levels, and prevent diabetes complications. Good nutrition is also essential for wound healing. This case series consists of four patients who are between 41-59 years old and obese with BMI of 26-54.4 kg/m2. The onset of DM in all four patients is known to vary between 1-13 years. Nutritional therapy is given in accordance with the clinical, laboratory outcomes, and patients' daily intake. It was found that medical nutrition therapy can lead to weight loss of 3.2-4.8 kg (3.2-5.8%) and decreased HbA1c by 0.3-0.7%. It was also observed that the wound size and neuropathy symptoms are reduced. Adequate medical nutrition therapy in type 2 DM patients with obesity and diabetic foot is associated with weight loss, improved glycemic control, and good wound healing.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Erlangga Luftimas
Abstrak :
Meningitis tuberkulosis (MeTB) merupakan manifestasi klinis berat dari infeksi TB yang menyerang sistem saraf pusat (SSP) dan menyebabkan pasien mengalami penurunan asupan nutrisi karena menurunnya kemampuan makan dan selera makan. Asam amino rantai cabang (AARC) diketahui memiliki efek meningkatkan selera makan dan protektif terhadap massa otot. Pemenuhan kebutuhan AARC berpotensi memperbaiki kapasitas fungsional pasien sehingga menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien MeTB. Empat pasien MeTB dipantau selama perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pencatatan asupan makanan pasien dilakukan dengan metode FFQ semi kuatitatif dan 24h dietary recall. Selama masa perawatan diberikan terapi medik gizi sesuai kondisi klinis pasien, dilakukan pemantauan harian termasuk penilaian kapasitas fungsional pasien hingga pasien selesai perawatan. Semua pasien menunjukkan tanda malnutrisi berdasarkan kriteria klinis menurut American Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN). Belum ada rekomendasi terapi medik gizi khusus MeTB yang dapat digunakan, namun pada pasien dengan masalah infeksi disertai masalah neurologis rekomendasi tatalaksana TB paru dan stroke dapat menjadi acuan untuk tatalaksana pasien. Pemberian asupan kalori 35-40 kkal pada pasien dengan protein minimal 1,5 g/kgBB berpotensi meningkatkan kapasitas fungsional pasien dan mencegah perburukan penyakit. Tiga pasien mendapatkan asupan AARC diatas rekomendasi dan didapatkan peningkatan kapasitas fungsional dengan menggunakan indeks Barthel. Terapi medik gizi dengan pemberian protein dan AARC yang lebih tinggi dari rekomendasi IOM pada pasien MeTB dapat meningkatkan kapasitas fungsional pasien. ......Tuberculous Meningitis (TBM) has been the most severe manifestation of Tuberculosis infection attacking central nervous system (CNS) and causes the risk of malnutrition in patients due to decrease the ability of eating and loss appetite. Branched chain amino acid (BCAA) has been known having effects in appetite and protection of muscle mass. Fulfilling BCAA requirement is potential to improve patient functional capacity, furthermore lowering the morbidity and mortality of TBM patient. Four TBM patients has been observed during hospitality in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM). Patient’s dietary intake was collected using semiquantitative FFQ and 24h dietary recall. During hospitality, medical nutrition therapy was administered based on patient clinical condition, daily observation including patient functional capacity was done until patient was discharged. All patients showed malnutrition signs based on clinical criteria according to American Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN). Recommendation of nutrition therapy on TBM patient still not exist, however in patient with infection and neurological problem, guideline of nutrition therapy in TB infection and stroke can be used. Intake of 35-40 kcal/kgBW calories and 1,5 g/kgBW of protein can be potential to increase patient functional capacity and prevent further morbidity. Three patient can fulfill their BCAA beyond the requirement and there were increase in patient functional capacity using Barthel Index. Medical nutrition therapy using protein and BCAA administration above the IOM recomendation in TBM patient can improve functional capacity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Putri Adimukti Ningtias
Abstrak :
Sindrom koroner akut (SKA) berkaitan erat dengan aspek nutrisi. Pencegahan primer dan sekunder dimulai saat diketahui pasien memiliki risiko atau telah mengalami gejala. Permasalahan nutrisi pada SKA dapat menurunkan asupan selama perawatan intensif, terutama pada pasien usia lanjut karena terdapat berbagai komorbid yang dapat menjadi kendala pemberian nutrisi. Risiko malnutrisi selama perawatan di rumah sakit juga dapat terjadi dan akan mempengaruhi luaran klinis. Terapi medik gizi bertujuan mengurangi respons inflamasi, mempertahankan imbang energi dan nitrogen positif, mencegah katabolisme, serta mencegah komplikasi. Serial kasus ini melaporkan empat orang pasien SKA yang dirawat di ruang rawat intensif. Usia pasien antara 51–64 tahun. Status gizi pasien saat admisi berkisar dari berat badan normal hingga obes morbid. Terapi medik gizi yang diberikan menggunakan panduan pada perawatan jantung intensif, sakit kritis, dan panduan lain sesuai kondisi klinis pasien. Pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap sesuai kondisi klinis dan toleransi saluran cerna dengan target kebutuhan energi total dan protein tercapai saat persiapan pulang rawat. Mikronutrien yang diberikan adalah vitamin B kompleks dan asam folat. Seluruh pasien pulang dengan perbaikan kondisi klinis. Terapi medik gizi yang adekuat mendukung kesembuhan pasien. ......Acute Coronary Syndrome (ACS) is closely related to nutritional aspects. Primary and secondary prevention should be started when the patients are known to be at risk or have experienced the symptoms. Patients with ACS have nutritional problems that can reduce intake during intensive care, particularly in elderly patients, because of various comorbidities that can be nutritional challenges. The risk of malnutrition during hospitalized may also occur and will affect clinical outcomes. Medical therapy in nutrition aims to reduce the inflammatory response, maintain energy and positive nitrogen balance, and prevent catabolism and complications. The patients were 51–64 years old. The nutritional status of patients at admission ranges from normal weight to morbid obesity. Medical therapy in nutrition was given using the guidelines for cardiac intensive care, critical illness, and other guidelines according to the patient's clinical condition. Provision of nutrition was gradually increased according to the clinical and gastrointestinal tolerance with the goal of achieving total energy requirements during discharge planning. The micronutrients given were B-complex vitamins and folic acid. All patients discharged with improvements in clinical conditions. Adequate medical therapy in nutrition supports the patients recovery.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eleonora Mitaning Christy
Abstrak :
Ileostomi merupakan tindakan pembedahan pembuatan lubang (stoma) antara ileum dan dinding abdomen, bertujuan untuk pengalihan feses. Ileostomi umumnya dibuat pada pasien yang menjalani penanganan kanker kolorektal, neoplasma stadium lanjut dengan infiltrasi usus halus, maupun peradangan saluran cerna. Ileostomi high output (produksi stoma ileum >1500 mL/hari) dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, maupun malnutrisi pada pasien. Saat ini belum ada pedoman tata laksana nutrisi komprehensif untuk pasien ileostomi high output. Serial kasus ini bertujuan untuk mendukung terapi, mengatasi malnutrisi, menunjang perbaikan klinis, sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien ileostomi high output. Empat pasien ileostomi high output dengan rentang usia 42 hingga 50 tahun mendapatkan terapi medik gizi selama perawatan di rumah sakit. Tiga kasus merupakan kasus kronik dengan keganasan, sementara satu kasus lainnya merupakan kasus akut yaitu adhesi dan perforasi akibat hernia femoralis strangulata. Keempat kasus tersebut merupakan ileostomi high output onset awal, yaitu yang terjadi kurang dari tiga minggu pasca pembuatan stoma. Berdasarkan kriteria malnutrisi American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN), keempat pasien ini tergolong malnutrisi berat. Terapi medik gizi diberikan dengan prinsip pemberian makanan dan minuman porsi kecil namun sering, restriksi cairan hipotonik, pemberian minuman berupa larutan elektrolit-glukosa, pemberian medikasi anti motilitas, serta koreksi cairan dan elektrolit menurut kebutuhan dan kondisi klinis pasien. Target asupan energi dan protein pada keempat pasien dapat tercapai selama perawatan. Selama pemantauan, keempat pasien mengalami penurunan output ileostomi, serta perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit darah. Satu pasien mengalami perburukan klinis dan meninggal akibat sepsis pada hari perawatan ke-18. Tiga pasien pulang dengan kondisi klinis perbaikan. Satu pasien mengalami peningkatan output ileostomi saat perawatan di rumah, kemudian dirawat kembali sepuluh hari setelah pulang karena komplikasi anemia gravis dan ketidakseimbangan elektrolit, dan pada akhirnya meninggal. Terapi medik gizi dapat menurunkan produksi stoma, memperbaiki kadar elektrolit darah, serta memperbaiki keseimbangan cairan pada pasien ileostomi high output.
Ileostomy is a surgical procedure to divert the ileum onto an artificial opening in the abdominal wall, aimed for fecal diversion. Ileostomy is commonly created in patients undergoing treatment for colorectal cancer, advanced neoplasms with intestinal infiltration, or gastrointestinal inflammation. High output ileostomy (stoma output >1500 mL per day) can cause imbalance of fluid and electrolytes, and malnutrition in patients. At present, there is no comprehensive nutrition management guideline for high output ileostomy patients. This case series aimed to support therapy, prevent malnutrition, improve clinical condition, as well as to reduce the morbidity and mortality of high output ileostomy patients. Four high output ileostomy patients, with a range of age 42 to 50 years old received medical nutrition therapy during their hospital stay. Three cases were chronic cases in malignancy, while the other case was an acute case of adhesion and perforation due to strangulated femoral hernia. All four cases were early onset high output ileostomy, occurring in three weeks after stoma creation. Based on the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN) malnutrition criteria, these four patients were classified as severe malnutrition. Medical nutrition therapy was administered according to a set of principles: small frequent feeding and drinking, hypotonic fluid restriction, oral electrolyte-glucose solution administration, antimotility medication administration, as well as fluid and serum electrolyte correction, according to patients' needs and clinical conditions. The target of energy and protein intake in all patients were achieved during hospital stay. During hospital monitoring, decreased ileostomy output as well as improvement in fluid and electrolyte balance were observed in all patients. One patient clinically worsened and died due to sepsis on the 18th day of hospital stay. Three patients showed improvement in clinical condition and were discharged. One patient experienced an increase in ileostomy output at home, and then readmitted ten days after hospital discharge due to severe anemia and electrolyte imbalance and subsequently died. Medical nutrition therapy may decrease output as well as improve fluid and electrolyte balance in patients with high output ileostomy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sheena R Angelia
Abstrak :
Penyakit autoimun berisiko mengalami komplikasi yang berujung pada sakit kritis. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Tata laksana nutrisi dapat membantu mencegah malnutrisi, meningkatkan status nutrisi, dan memperbaiki status metabolik, sehingga dapat memperbaiki luaran klinis, mempersingkat fase sakit kritis, dan lama rawat rumah sakit (RS). Pasien dalam serial kasus ini mengalami komplikasi penyakit autoimun yang menyebabkan pasien mengalami sakit kritis, dan membutuhkan perawatan intensif. Keempat pasien adalah perempuan, dengan rentang usia 19−37 tahun, dengan status gizi obes 1 pada dua pasien, dan malnutrisi berat pada pasien lainnya. Dua dari empat pasien mendapatkan tata laksana nutrisi sejak awal fase sakit kritis, sedangkan sisanya setelah lebih dari tujuh hari perawatan intensif. Terapi medik gizi diberikan selama berada di ruang perawatan intensif, meliputi pemenuhan energi, makronutrien, dan mikronutrien, sesuai kondisi klinis dan toleransi pasien. Asupan energi pada keempat pasien saat perawatan intensif mencapai 25−47 kkal/kg BB/hari, dengan asupan protein tertinggi sebesar 1,4−2,7 g/kg BB/hari. Durasi pemakaian ventilator mekanik, hari perawatan intensif dan RS terpanjang, terdapat pada pasien yang mengalami malnutrisi berat. Tiga dari empat pasien dengan toleransi asupan yang baik mengalami perbaikan luaran klinis, peningkatan kapasitas fungsional, dan diizinkan untuk rawat jalan. Satu pasien pulang atas permintaan sendiri sebelum perbaikan kondisi klinis. Tingkat keparahan penyakit, komplikasi, dan status gizi pada pasien autoimun yang mengalami sakit kritis, mempengaruhi luaran klinis. Tata laksana nutrisi dapat meningkatkan status gizi, sehingga membantu memperbaiki kondisi klinis, menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien ......Autoimmune diseases pose risks for complications, leading to critical illnesses, thus increase the morbidity and mortality rate. Nutritional management can prevent malnutrition, improve metabolic and nutritional status, thereby, improve clinical outcomes, shorten critical illness phase, and reduce hospital length of stay. In these case series, all patients had autoimmune diseases with complications, leading to critically ill conditions that required intensive care. All patients were women, aged of 19−37 years. There were two patients with obesity and others with severe malnutrition. Two patients received nutritional management starting from the acute phase, while the rest were at the late period. Medical nutrition therapy was given while in the intensive care unit (ICU), including the energy fulfillment, macro- and micro-nutrients, according to the clinical condition and patient’s tolerance. The energy intake of patients during the critical ilness was 25−47 kcal/kg BW/day, with the protein intake was 1.4−2.7 g/kg BW/day. The longest duration of mechanical ventilator use, length of ICU and hospital stay, were found in patients who were severely malnourished. Three patients with good nutritional intake, had better improvement in clinical conditions, complications, and functional capacity. They were allowed to be discharged and followed up at outpatient unit, while one patient returned home on her own request, before required improvement of clinical conditions. Severity of the diseases, complications, and the nutritional status of autoimmune patients with critical illnesses affected overall clinical outcomes. Medical nutrition therapy can improve metabolic and nutritional status, thereby improve clinical conditions, reduce morbidity and mortality of the patient
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>