Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Machrumnizar
Abstrak :
ABSTRAK Cryptococcus neoformans adalah khamir berkapsul penyebab kriptokokosis, predileksi di SSP terutama pada individu imunokompromi. Cryptococcus hidup bersama mikobiom di alam. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan kriptokokosis meningeal pada pasien HIV dengan keberadaan Cryptococcus di alam. Sampel yang diteliti adalah material pepohonan di lubang pohon dan tanah, debu rumah, kotoran burung, dan air dari 22 rumah pasien HIV dengan kriptokokosis (kelompok kasus) dan tanpa kriptokokosis (kelompok kontrol). Identifikasi Cryptococcus dilakukan berdasarkan karakter morfologi dan fisiologi-biokimia. Total 297 isolat jamur ditemukan Cryptococcus, Candida, Saccharomyces, Rhodotorula, Aspergillus, Neurosporium dan Penicillium. Tujuh isolat Cryptococcus neoformans ditemukan dari 120 khamir yang diperiksa berasal dari debu rumah, kotoran burung kenari, lubang pohon mangga, lapukan daun rambutan. Berdasarkan statistik terdapat korelasi positif signifikan antara keberadaan Cryptococcus neoformans di lingkungan dengan kriptokokosis pada pasien HIV (p=0,013; r=0,47) namun tidak ada korelasi positif dengan musim (r=-0,069). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Cryptococcus neoformans di lingkungan rumah pasien HIV dengan kriptokokosis meningeal. Di alam Cryptococcus neoformans ditemukan bersama Cryptococcus albidus dan Aspergillus niger.
ABSTRACT Cryptococcus neoformans is an encapsulated yeast cause cryptococcosis with a predilection for the CNS, especially individual with immunocompromise. The fungus lives with other fungi in nature. This study investigates the relationship between meningeal cryptococcosis in HIV patients with the presence of Cryptococcus in nature. The samples studied are decaying wood and leaves, tree hollows, dust, bird droppings, and water from 22 of HIV-infected patients haouse with cryptococcosis (case group) and without cryptococcosis (control Group). Identification of Cryptococcus was based on morphological and fisiologi-biochemistry characters. From total 297 fungal isolates we found Cryptococcus, Candida, Saccharomyces, Rhodotorula, Aspergillus, Neurosporium and Penicillium. From 120 yeast isolates we found seven Cryptococcus neoformans from dust, canary dropping, mango tree hollow, decaying rambutan leaves on the ground. The statistical analysis showed a significant association among cryptococcosis in HIV-infected patients with the environment (p=0.013). Based on statistic there is a significant positive correlation between the presence of Cryptococcus neoformans in the environment with cryptococcosis in HIV-infected patients (r=0.47), but no positive correlation with the season (r=-0.069 ). These results indicate that there is a relationship between Cryptococcus neoformans in the environment of HIV-infected patients house with meningeal cryptococcosis. In nature Cryptococcus neoformans is found along Cryptococcus albidus and Aspergillus niger.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Kristi Levania
Abstrak :
Infeksi HIV merupakan masalah kesehatan di dunia yang terus meningkat kejadiannya di Indonesia. Semenjak adanya terapi antiretroviral, usia harapan hidup anak terinfeksi HIV meningkat sehingga fokus pengobatan berubah menjadi kualitas hidup anak. Salah satu tahapan yang harus dilakukan pada anak adalah pembukaan status HIV disclosure . Disclosure dapat meningkatkan kepatuhan anak terhadap terapi HIV. Pada negara maju, kurangnya pedoman yang tepat menyebabkan variasi angka pelaksanaan disclosure antara 18-77 . DI negara berkembang seperti Indonesia, disclosure hanya dilakukan pada 9 anak terinfeksi HIV. Hal ini belum mendapat perhatian dari pemerintah, terutama mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan disclosure. Studi cross-sectional dilakukan terhadap 101 pasien anak terinfeksi HIV di RSCM, Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2016 dengan menggunakan kuesioner yang ditanyakan kepada pengasuh pasien anak terinfeksi HIV. Dari 101 anak terinfeksi HIV, hanya sebanyak 31 30,7 pasien sudah mengetahui status HIV-nya. Pada penelitian ini didapatkan hanya keikutsertaan ke dalam kelompok dukungan sebaya KDS yang berhubungan dengan waktu pembukaan status HIV p=0,002 . Sedangkan latar belakang pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan tentang disclosure tidak berhubungan bermakna dengan waktu pembukaan status p=0,733; p=0,283; p=0,745 . Sebanyak 30,7 anak terinfeksi HIV pada penelitian ini telah mengetahui status HIV. Dari seluruh latar belakang pengasuh yang diteliti, hanya keikutsertaan ke dalam KDS yang mempunyai hubungan bermakna dengan waktu pembukaan status. Kata kunci: latar belakang, pengasuh, pembukaan status, anak terinfeksi HIV, Jakarta.
HIV infection is a global health issue with increasing prevalence in Indonesia. Since the era of antiretroviral therapy, life expectancy of children with HIV has increased and the focus of therapy shifts into the children s life qualities. One of the crucial process is HIV disclosure. Disclosure is considered beneficial in increasing children s adherence to HIV therapy. A cross sectional study was counducted on 101 HIV patients in RSCM, Jakarta. This research was conducted on February 2015 using questionnaire answered by caregivers of children with HIV. In developed countries, the lack of accurate guideline causes the variation of HIV disclosure between 18 77 . In developing countries such as Indonesia, disclosure was only performed in 9 children with HIV. The government has not paid attention on this, especially on factors contributed to HIV disclosure. From the 101 patients who participated in this research, only 31 30,7 have been disclosed. In this research, only caregivers participation in peer support group is statistically significant to time of HIV disclosure p 0.002 . Meanwhile, caregiver s education, income, knowledge of disclosure and relation to child are not significant to time of HIV disclosure p 0,733 p 0,283 p 0,745 . In children with HIV, 30,7 have known their HIV status. From all caregivers background that have been studied, only participation in peer support group is found significant to time of HIV disclosure.. Keywords background, caregiver, disclosure, HIV infected pediatric.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klarisa
Abstrak :
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) masih menjadi perhatian bagi masyarakat luas karena tidak dapat disembuhkan secara sempurna. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa virus HIV masih dapat ditemukan di jenazah sampai beberapa waktu setelah kematian, tanpa diketahui apakah masih mampu bereplikasi dan menginfeksi orang. Karena itu, penelitian ini ingin mengetahui kemampuan replikasi virus HIV di dalam sel darah putih secara in vitro dengan meniru kondisi seperti yang terjadi pada proses setelah kematian yaitu tidak terpapar oksigen. Penelitian menggunakan disain eksperimental dengan menggunakan darah 'Orang dengan HIV-AIDS' (ODHA) yang masih hidup untuk menggantikan darah jenazah ODHA terinfeksi HIV. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan sampel darah yang dapat diteliti hingga rentang waktu 48 jam dengan suhu 26-32°C seperti suhu yang lazim terjadi pada umumnya jenazah di Indonesia. Darah terinfeksi HIV tersebut diperiksa 'viral load' dan diambil sel darah putihnya. Sel darah putih tersebut dicampur kembali dengan plasma darahnya, dan ditutup minyak goreng yang sudah dipanaskan agar tidak terjadi paparan oksigen untuk mendekati kondisi postmortem. Suspensi dikultur dan supernatannya diperiksa dengan 'Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction' (RT PCR) untuk melihat hasil replikasi virus HIV. Hasil penelitian ini menunjukkan, virus HIV masih bereplikasi sampai waktu 48 jam setelah paparan oksigen dihentikan. Selain itu terdapat perubahan morfologi sel darah putih yaitu efek 'cytopathic effect' (CPE) pada sel di dalam kultur yang menunjukkan adanya infeksi antar sel. ...... HIV infection is still a community problem that cannot be solved perfectly. Recent studies show HIV virus can still be found in dead bodies, altough there were no evidence that indicate HIV infection from dead bodies. This research aims to elaborate HIV virus replication in leucocyte in vitro imitating dead bodies physiologic condition of oxygen deprivation. Research is conducted using experimental design using blood samples taken from living HIV-infected persons to substitute for HIV-infected dead bodies. This subtitution held because of the difficulty to obtain blood sample from dead bodies, and studied until 48 hours postmortem on 26-32°C. HIV-infected blood was examined for viral load. The leucocyte were separated from the blood and mixed with blood plasma. This suspension stored in the tube and the upper surface added with heated cooking oil to prevent oxygen exposure. The suspension was centrifuged, the leucocyte were cultured. After cultured, the supernatan was scanned with Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR) to detect replication of HIV. The replication of HIV virus were detected up to 48 hours. The study also found morphologic changes of leucocyte due to cytopathic effect which showed cell-to-cell infections.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Dachlia
Abstrak :
Saat ini jumlah penduduk Asia Selatan dan Asia Tenggara yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sudah dua kali lipat lebih banyak dibanding jumlah HIV di sejumlah negara maju. Prevalensi dan cepatnya penularan infeksi HIV di negara kawasan Asia sangat bervariasi. Di beberapa negara seperti Korea dan Mongolia prevalensinya masib rendah. Sedangkan di beberapa negara seperti Kamboja, Myanmar, Thailand, dan India prevalensinya cukup tinggi dengan penyebaran yang berlangsung cepat. Di beberapa negara lainnya seperti Indonesia, Bangladesh, Nepal, dan Sri Lanka jumlah infeksi HIV yang dilaporkan hanya berdasarkan pemeriksaan yang amat terbatas. Di Indonesia sampai dengan 31 Mei 2000 telah dilaporkan sebanyak 1.257 kasus (HIV+AIDS) oleh Depkes, terdiri dari 934 HIV positif dan 323 kasus AIDS. Dari semua kasus HIV positif, persentase kasus infeksi pada orang Indonesia mencapai 73,7 persen. Berdasarkan faktor risiko penularan, lewat jalur heteroseksual ditemukan sebesar 69,9 persen HIV positif dan 57,9 persen kasus AIDS. Akibat kontak homo/biseksual ditemukan sebesar 4,4 persen HIV positif dan 25,4 persen kasus AIDS. Sedangkan berdasarkan sebaran usia, sebagian besar kasus HIV positif dan AIDS terjadi pada kelompok usia 15-49 tahun, dengan puncaknya pada kelompok usia 20-29 tahun untuk kasus HIV positif (lihat jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia dalam lampiran I). Walaupun jumlah kasus HIV dan AIDS berkembang cepat pada tahun-tahun terakhir, namun jumlah kasus yang dilaporkan tersebut jauh di bawah perkiraan angka prevalensi yang sebenarnya. Hal tersebut disebabkan sistem surveilans nasional untuk HIV/AIDS belum dilaksanakan secara maksimal (Iskandar et al., 1996). Beberapa orang memperkirakan bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia jauh lebih dari yang dilaporkan. Misainya Linnan (Djoerban, 1999), memperkiakan bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia tahun 2000 sekitar 2.500.000 kasus, jika tidak dilakukan intervensi sedangkan dengan intervensi terdapat sekitar 500.000 kasus. Kasen et at., (Djoerban, 1999), mengestimasi jumlah yang terinfeksi HIV tahun 2000 sekitar 750.000 kasus jika tidak ada intervensi. Estimasi lainnya memperlihatkan bahwa pada tahun 1996 diperkirakan sudah terdapat 95.000 orang atau sekitar 93 orang per 100.000 orang dewasa yang hidup dengan HIV. (Dore et al., 1998). Kasus AIDS di Indonesia yang dilaporkan masih dalam jumlah kecil dibandingkan negara Asia lainnya seperti Thailand. Rasio antara kasus AIDS yang dilaporkan dengan estimasi jumlah orang yang hidup dengan HIV di Indonesia pada tahun 1995/1997 cukup kecil yaitu hanya 0,1 persen (Dore et at., 1998). Faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap terbatasnya penyebaran HIV di Indonesia adalah karena Indonesia berupa kepulauan, tidak seperti Kamboja, Vietnam, dan Thailand, yang merupakan satu daratan yang mudah berhubungan satu sama lain (Dore et al., 1998). Faktor lainnya yang berperan adalah rendahnya kegiatan seks per penjaja seks komersial (PSK) per hari di Indonesia dibandingkan dengan Thailand dan Kamboja, yaitu sekitar 7-14 pelanggan per minggu untuk Philipina dan Indonesia dan sekitar 18-33 pelanggan per minggu untuk PSK di Thailand dan Kamboja (Chin et.al., 1998). Sebagian besar transmisi HIV di dunia saat ini melalui hubungan heteroseksual. Di Asia infeksi HIV muncul dan bergerak cepat pada kelompok umum dari kelompok yang beresiko seksual tinggi terinfeksi HIV. Kunci dari kecepatan penyebaran HIV kepada kelompok umum terjadi melalui perilaku seksual dan adanya kofaktor seperti PMS yang dapat mempercepat transmisi HIV (Way et al., 1999). Selain itu, prevalensi HIV juga ditentukan oleh faktor penting lainnya, yaitu besarnya proporsi pria dewasa yang secara teratur mengunjungi penjaja seks komersial di daerah tersebut (Dore et al., 1998).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T1408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winona Andrari Mardhitiyani
Abstrak :
Infeksi Human Immunodeficiency Virus HIV yang menyebabkan AIDS sampai saat ini masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Pengobatan infeksi HIV kemudian menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup dari penderita. Pengobatan infeksi HIV pada anak-anak khususnya sering menemui hambatan dalam hal kepatuhan, baik dari anak itu sendiri maupun dari pengasuh. Dalam penelitian ini dianalisis mengenai hubungan latar belakang pengasuh terhadap kepatuhan minum obat anak terinfeksi HIV di RSCM. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan jumlah sampel sebesar 94. Pengambilan data menggunakan kuesioner kepatuhan minum obat yang diambil dari Development of Multi-Method Tool to Measure ART Adherence in Resource-Constrained Settings: The South Africa Experience yang diterbitkan oleh Center for Pharmaceutical Management, Management Sciences for Health pada tahun 2007 yang dikembangkan di Afrika Selatan. Hasil yang ditemukan adalah tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status pengasuh, dan keterlibatan pada Kelompok Dukungan Sebaya KDS dengan kepatuhan minum obat p >0,05.
Human Immunodeficiency Virus HIV infection causes AIDS, and is still one of the most frequent cause of death in the world. HIV medication then becomes highly important to improve the patients'quality of life, and to expand their life expectancies. HIV medication in children, however, is especially problematic in terms of adherence, whether the problems are from the children themselves or from the caregivers. This research was meant to analyze the correlation between caregiver's background and HIV infected children's adherence in RSCM, a hospital in Jakarta, Indonesia. This research used cross sectional method with 94 caregivers as the sample. The data was collected using an adherence questionnaire that was adapted from Development of Multi Method Tool to Measure ART Adherence in Resource Constrained Settings The South Africa Experience which was published by Center for Pharmaceutical Management, Management Sciences for Health in 2007. This questionnaire was developed in Southern Africa. After collection, the data was analyzed statistically using chi square or Kolmogorov Smirnov if using chi square was not possible. The results reveal that there is no correlation between caregiver's background educational background, income per month, caregiver's relation with the child, and caregiver's involvement in an HIV related support groups and HIV infected children's adherence to antiretroviral therapy p 0,05.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Nur Fathur Rahman
Abstrak :
Pria pelanggan pekerja seks memiliki risiko tinggi terinfeksi HIV dikarenakan perilaku seks yang tidak aman. Pemakaian kondom yang benar dan konsisten mampu mencegah penularan HIV pada seks berisiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku tidak menggunakan kondom pada seks komersial pada pria pelanggan pekerja seks di Indonesia tahun 2011. Penelitian ini menggunakan sampel 593 pria pelanggan pekerja seks dengan pendekatan pekerjaan seperti tukang ojek, supir truk, pelaut, dan buruh pelabuhan dari Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011. Hasil penelitian menunjukkan proporsi tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks masih tinggi, 68,8%. Sebagian besar pria pelanggan pekerja seks berstatus tidak kawin, 51,2%, sedangkan sisanya berstatus kawin. Umur, kepemilikan kondom, persepsi terkait upaya pencegahan infeksi HIV, dan keterpaparan informasi memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak menggunakan kondom pada pria pelanggan pekerja seks. ......Male clients of sex workers have high risk potential of being infected by HIV due to their unsafe sex behavior. Correct and consistent condom use can prevent someone from getting HIV in risky sex. This research aims to see the determinants of not using condom in commercial sex for male clients of sex workers in Indonesia in 2011. This research takes 593 male clients of sex workers as sample related to jobs such as commercial motorcyclists, truck drivers, sailors, and workers in harbor from Integrated Biological-Behavioral Surveillance (IBBS) 2011. This result shows that the proportion of not using condom for male clients of sex workers is poor, about 68.8 %. The majority of male clients of sex workers are not married, 51.2%, whereas the rest are married. Age, ownership status of condoms, perception related to prevention of HIV infection, and exposure of information affect the behavior of not using condom for male clients of sex workers.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library