Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herry Kurniawan
"Pajak sebagai sumber terdepan dalam pendanaan pembangunan mempunyai peran yang strategis guna tercapainya stabilitas ekonomi makro sehingga periu diperhatikan aspek-aspek yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya penerimaan negara. Di sisi lain Persaingan usaha menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan atau bahkan berkembang lebih baik melalui Keunggulan biaya keseluruhan, Pembedaan (diferensiasi) dan memfokuskan diri pada salah satu segmen pasar yang terbuka. Diferensiasi Perusahaan dilakukan melalui penggunaan merek pada produk yang dihasilkannya.
Dalam persaingan usaha yang ketat, merek merupakan salah satu pembeda yang mempunyai 2 karakter elemen pokok yakni Produk atau market offering yang dipresentasikannya, dan Komunikasi tawaran dan janji merek yang bersangkutan. Merek memberikan kualitas dan kepuasan bagi konsumen yang mengkonsumsi dan segmentasi pasar dan citra perusahaan bagi Pemegang Merek yang memproduksi dan/atau mendistribusikannya. Melalui merek yang kuat, orang pribadi atau badan usaha mampu bersaing dan memposisikan diri sebagai yang terdepan untuk kualifikasi jenis dan kelas barang tertentu di Indonesia.
Penerapan perencanaan pajak yang benar sangat perlu dilaksanakan oleh manajemen perusahaan bukan saja dalam rangka penghematan beban pajak tetapi juga memenuhi kewajiban pelaporan perpajakan yang tepat pada waktunya agar Perusahaan terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan. Perencanaan pajak juga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan perusahaan setelah pajak, dan kemampuan perusahaan berkompetisi dengan pesaing dalam jenis dan produk yang sama untuk meraih kepuasan konsumen dan keberlangsungan usaha perusahaan.
Dari latar belakang tersebut, Penulis mencoba merumuskan pokok permasalahan yaitu Bagaimanakah upaya penghindaran pajak yang dilakukan oleh pemegang merek dalam rangka meminimalisasikan pejak yang terutang ? Apakah implementasi pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pemegang sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku ? Apakah langkah-langkah yang dilakukan oleh Ditjen Pajak dalam mengoptimalisasikan potensi penerimaan pajak dari penggunaan merek oleh pemegang merek di Indonesia ?
Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan upaya-upaya penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan sebagai Pemegang Merek untuk meminimalisasikan pajak yang terutang, mengetahui kesesuaian implementasi pemenuhan kewajiban perpajakan oleh perusahaan sebagai pemegang merek dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dan mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh Ditjen Pajak dalam optimalisasi potensi penerimaan pajak dari penggunaan merek oleh perusahaan sebagai pemegang merek di Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif yakni penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan suatu pemenuhan kewajiban perpajakan oleh pemegang merek di Indonesia apa adanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan suatu perencanaan pajak, Perusahaan dapat melakukan tindakan yang merupakan penghindaran pajak dan/atau penyelundupan pajak, Pelaporan pajak yang dilakukan Perusahaan dianggap benar dan telah patuh pada ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku, kecuali apabila terdapat data atau informasi dari pihak lainnya yang dapat membuktikan bahwa data dan informasi mengenai kewajiban perpajakan yang dilaporkan isinya tidak benar, dan terjadinya hambatan pada kapasitas seorang Account Representative (AR) dalam memberikan penggalian potensi perpajakan dan pengawasan terhadap wajib pajak, dapat diatasi dengan teamwork dan interaksi sesama dalam wadah forum AR.
Untuk itu diharapkan Direktorat Jenderal agar memperbaiki sistem informasi perpajakan dan meningkatkan performa mapping wajib pajak, melakukan Memorandum Of Understanding dengan Direktorat Hak Atas Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan konsisten atas kebijakan yang dilakukan dalam melakukan reformasi kebijakan dan pelayanan dalam sistem administrasi modern.

Tax as a forefront source for development funding plays a strategic role in macro-economic stability and that one should consider any influential aspects which in tum affect the ups and downs of the State revenue. Otherwise, Business competition inquires any organization to usually develop corporate strategy for its better sustainability and growth through total cost advantage, differentiation and focus on open market segment The corporate differentiation is managed by assigning brand to its products.
In stiff Business competition, the brand serves a differentiation whose 2 (two) major features, they are, product or marketing offering it represents, and offering communication and promise of the brand. Brand represents quality, customer satisfaction, market segmentation and corporate image for the Holder that creates and/or distributes the brand. Through sound brand, person or corporate body is able to compete and keep itself in the precursor position over qualifications and types of certain goods in Indonesia.
The application of sound tax planning is so necessary for the corporate management not only to cut tax duty but also meet tax report liability in time in order to avoid any tax penalty. Tax pianning is expected as well to increase corporate income after tax and its competition with competitors in the same type of products for customer satisfaction and corporate sustainability.
For the purpose of this background, the writer tries to illustrate problem statement, i.e., How to avoid tax evasion by the brand holder for reducing tax due? Does implementation of the tax payment by the brand holder match with the applicable rules of taxation? Are steps performed by the Directorate General of Taxation appropriate to optimize potential tax revenue from brand-use by any brand holders in Indonesia?
This study aims at dealing with tax evasion committed by the company as the Brand Holder for reducing tax due, recognizing adjustment of tax payment by the company as the brand holder with the applicable tax regulation and identifying steps ever taken by the Directorate General of Taxation for optimizing potential tax revenue from the brand-use by the company as the brand holder in Indonesia.
Research method applied in this writing of thesis is descriptive analysis in qualitative approach; a study for describing or illustrating common tax payment by the brand holder(s) in Indonesia.
Research results reveal that, for purpose of tax planning, the Company may have taken steps to avoid any tax evasion, report taxes effectively and efficiently according to the applicable tax regulations except otherwise data or Information is available from other parts of which they prove that data and information about tax payment is misrepresented, and current stumbling blocks in the capacity of Account Representative (AR) in providing exploitation of potential taxes and control over tax payers. This point of case could be resolved by means of teamwork and interaction inside the AR Forum.
For that purpose, the Directorate General of Taxation is anticipated to improve Tax Information System and raise performa mapping of the tax payers, enters into Memorandum of Understanding with the Directorate of Intellectual Property Rights under the Ministry of Law and Human Rights, and get consistent with any strategic plan for policy and Service reform in the modern tax administration system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25819
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S10327
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Elisabeth
"Berdasarkan sifat dari prinsip keadilan bahwa tidak ada seorangpun yang diperbolehkan untuk memperkaya diri dari pengeluaran orang lain, pemahaman ini disebut dengan doktrin unjust enrichment. Di Indonesia, konsep dari doktrin unjust enrichment ini diadopsi dalam pasal 1359 ayat (1) KUHPerdata, yaitu pasal yang menjelaskan mengenai pembayaran yang tidak diwajibkan. Akan tetapi, pemahaman unjust enrichment tidak hanya sebatas pada pembayaran yang tidak diwajibkan atau terutang saja melainkan lebih dari itu. Unjust enrichment bahkan juga terjadi pada kasus melakukan suatu pekerjaan antara Pengusaha dan Pekerja.
Seperti pada putusan nomor 373/G/PHI/2007/PN.JKT.PST yang dianalisis, mencerminkan doktrin unjust enrichment. Putusan Hakim pada tingkat kasasi mengabulkan gugatan para penggugat untuk memberikan kembali hak-hak Para Penggugat yang ditahan atau diterima oleh Tergugat, berupa keuntungan atau manfaat dari jasa pekerjaan yang Para Penggugat lakukan. Namun, hak yang diterima Tergugat yaitu upah kerjanya tidak adil. Dapat dikatakan secara tidak disadari Majelis Hakim pada tingkat kasasi telah menerapkan doktrin unjust enrichment dalam putusannya.

By the nature of justice principle, there is nobody should be unjustly enriched at another?s expense; this comprehension was called by unjust enrichment. In Indonesia, unjust enrichment doctrin was adopted under article 1359 paragraph 1 Inonesian Civil Code (ICC) which explains that without legal ground or unobligatory payment. But then, unjust enrichment comprehension is just not about without legal ground payment but more of it. Unjust enrichment could find in services contract between employer and employee.
In this Jurisprudence was registered number is 373/G/PHI/2007/PN.JKT.PST which is analyzed in this undergraduate thesis, is reflect on unjust enrichment doctrin. The Judges in Supreme Court was granting the plaintif?s claim to gave them their rights back, which was endure by the defendant, like profit and benefit from Plaintif?s services. However, the benefit that receives by the defendant such as labourage is unjust. The conclusion is Supreme Court Judges has unconsciously applied the doctrin of unjust enrichment in their jurisprudence."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S65339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Saktius Susilo
"Beban dan tanggungjawab untuk merealisasikan penerimaan negara yang bersumber dari penerimaan pajak mengharuskan Direktorat Jenderal perpajakan melakukan reformasi aturan-aturan di bidang perpajakan. Rancangan Undang-undang (RUU) Perpajakan yang diajukan pemerintah mulai tahun 2005, pemerintah berencana menerapkan tarif tunggal untuk menggantikan tarif progresif Pasal 17 Pajak Penghasilan. Besaran tarif yang diusulkan adalah 28% dan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun diturunkan menjadi 25%. Tarif tunggal diterapkan untuk wajib pajak badan dan berlaku sama untuk seluruh wajib pajak badan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang, perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan serta keadilan dan kesederhanaan tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan dibandingkan dengan tarif progresif pajak penghasilan. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data SPT Tahunan PPh Badan dan data primer berupa kuisioner. Responden penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pangkal Pinang.
Menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini menggunakan dua (2) metode, yaitu penelitian asosiatif/hubungan dan metode komparatif. Dalam metode asosiatif, penulis mencari hubungan antara variabel tarif tunggal dengan variabel jumlah pajak terhutang sehingga akhirnya dapat diketahui seberapa besar pengaruh tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang. Teknik sampling yang dilakukan adalah sampel random sederhana. Sedangkan dalam metode komparatif, penulis membandingkan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Dalam penelitian komparatif, penulis tidak melakukan teknik sampling artinya data yang digunakan adalah seluruh data SPT Tahunan PPh Badan. Setelah data terkumpul analisis dilakukan dengan menggunakan aplikasi software SPSS versi 13.00 dan dianalisa melalui statistik deskriptif, korelasi, regresi, uji signifikansi F serta uji beda T-Paired.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan berpengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,788. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 1,613 + 0,629X, artinya setiap penambahan 1% tarif tunggal akan meningkatkan jumlah pajak terhutang sebesar 1,6134% atau sebaliknya. Selain itu terdapat terdapat perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Apabila diterapkan tarif tunggal sebesar 28%, jumlah pajak terhutang di Kantor Pelayanan Pajak Pangkal Pinang meningkat sebesar Rp 4.319.166,019,-. Tarif tunggal tidak mencerminkan keadilan vertikal karena wajib pajak yang berpenghasilan tinggi dan wajib pajak yang berpenghasilan rendah dikenakan pajak dengan tarif yang sama. Keadilan horizontal akan tetap terpenuhi, dimana terlihat bahwa setiap wajib pajak badan akan membayar pajak atas laba mereka dengan tarif yang sama. Keadilan dalam pembebanan pajak akan tercapai karena dalam tarif tunggal, marginal rate tetap akan naik seiring dengan besarnya penghasilan yang dimiliki seseorang. Secara kuantitas, wajib pajak badan yang memperoleh laba yang lebih besar akan membayar pajak lebih besar daripada yang mempunyai laba lebih kecil. Akan tetapi tarif tunggal lebih sederhana dan mudah diaplikasikan. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa tarif pajak tunggal memberikan dampak atau pengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang. Selain itu, terdapat perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Aspek keadilan dalam tarif tunggal tetap terpenuhi.

Duty and responsibility of better realization of the receipt of tax has demanded the Directorate General of taxation to reform the regulations relating to taxation. In the Bill of Taxation which was proposed in the year of 2005, the government has planned to impose the flat tax as replacement of progressive tariff Article 17. The percentage of proposed tariff is 28% and it will be decreased into 25% within a period of 5 (five) years. Flat rate is imposed on the corporate taxpayer and prevail equivalently for all corporate taxpayers.
This research is aimed at identifying the effect of flat rate article 17 income tax on the total outstanding income tax, the difference of total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax as well as the fairness and simplicity of flat rate article 17 corporate income tax compared with the progressive tariff of income tax. Data being used in this research is secondary data in the form of annual tax return of corporate income tax and primary data in the form of questionnaires. The respondent of this research is corporate taxpayers in the working environment of Tax Service Office of Pangkal Pinang. According to the extent of its explanation. This research apply 2 (two) methods, namely associative methods and comparative methods. In the associative methods, the writer seek the correlation between the variable of flat rate and variable of total outstanding tax in order to identify the extent of effect of flat rate article 17 corporate income tax on the total outstanding income tax. The sampling technique being applied is simple random sampling. Whereas, in the comparative method, the writer compare total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. In the comparative research, the writer does not perform sampling technique, in which the data being used are all data annual tax return of corporate income tax. Upon collecting the data, analysis is performed by applying the software of SPSS version 13.00 and are analyzed through descriptive, statistic, correlation, regression, significance F Test and difference T-paired test.
Result of analysis reveal that there is a significant correlation between flat rate article 17 corporate income tax and total outstanding income tax in the value of 0.788. Regressional equation being obtained is Y = 1.613 + 0.629X which mean that every additional 1% of flat rate will increase total outstanding income tax of 1.613% or otherwise. Moreover, there is a difference on the total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. If 28% flat rate is applied, then total outstanding income tax at the tax service office of Pangkal Pinang will increase in the value of IDR 4.319.166.019,- The flat rate deemed to be inadequate in properly reflecting the vertical fairness because the similar tax will be imposed on the taxpayers with high income and those with low income. Horizontal fairness will be remain satisfied, in which it may be seen that each taxpayers must pay the tax for their profit with the same tariff. Fairness in the tax imposition may be accomplished because, in the flat rate, the marginal rate will constantly raise in line with the extent of income obtained by an individual. Quantitatively, the corporate taxpayer may obtain higher profit are obliged to pay higher tax than those obtaining lower profit. However, viewed from the percentage of its effective tariff, the taxpayers will pay the tax in the same percentage. Moreover, flat rate is simpler and easier o be applied in the tax calculation. Thus, it may be concluded that the flat rate may cause an impact and effect on the total outstanding income tax. Furthermore, there is a difference in the total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. The aspect of fairness in the flat rate remain to be satisfied."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 19475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valencia Laurentius
"Pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang tidak dipungut Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) lebih digunakan oleh industri garmen dibanding dengan industri serat benang dan kain sebagai penyedia bahan baku dalam industri tekstil. Pemberian insentif menghambat berkembangnya industri serat benang dan kain, serta mendistorsi penggunaan bahan baku lokal karena fasilitas hanya untuk bahan baku impor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan PPN Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor pada industri garmen. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian fasilitas PPN terutang tidak dipungut merupakan penerapan fungsi pemerintahan yang diungkapkan oleh Musgrave berupa fungsi stabilisasi. Komitmen dan pengetahuan penerapan baik perpajakan dan administrasi sangat penting dalam penerapan fasilitas PPN KITE. Komitmen dari pemerintah dan Kementerian terkait saling bersinergi untuk mengoptimalkan penerapan fasilitas secara efisien. Pemberian fasilitas untuk impor bahan baku yang diolah tujuan ekspor dianggap tidak netral karena mendistorsi pilihan untuk menggunakan bahan baku lokal. Bila diberikan fasilitas PPN terutang tidak dipungut untuk bahan baku lokal yang diolah tujuan ekspor dari segi pengawasan akan sulit dan restitusi harus dilakukan bukan hanya di industri garmen saja tetapi juga industri serat benang dan industri kain.

The Incentive of uncollected Value Added Tax (VAT) Facility for Ease of Import Purpose of Exports (KITE) is more used by the garment industry than The Yarn and Fabric Fiber Industry as a provider of raw materials in the textile industry. In addition, the provision of incentives inhibits the development of the yarn and fabric fiber industry and distorts the use of local raw materials because the facilities are only for imported raw materials. The aim of this research is to analyse the application of VAT Facility for Ease of Import Purpose of Exports in the garment industry. The research approach used in this research is a qualitative approach and descriptive research type. Data collection techniques that are used in this research are literature studies and interviews. The result of this research show that the provision of uncollected VAT facilities is the application of the Government function revealed by Musgrave, that is the stabilization function. Commitment and knowledge of both taxation and administration is very important in the application of the VAT Facility for Ease of Import Purpose of Exports. Government and related ministry commitments are mutually synergistic to optimize the implementation of facilities efficiently. Providing facilities for importing raw materials to be processed for export purposes is considered not neutral because it distorts the choice to use local raw materials. If incentive of uncollected VAT facility is also given for local raw materials to be processed for export purposes, there will be difficulties in order to supervise the implementation. Besides, the restitution must be applied not only in the Garment Industry but also in the Yarn Fiber Industry and the Fabric Industry.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administarsi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marlyna Waty
"Skripsi ini membahas tentangAnalisis Persyaratan Formal Pembayaran Lima Puluh Persen Pajak Terutang Dalam Upaya Hukum Banding di Pengadilan Pajak Ditinjau Dari Prinsip Good Governance.Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah:telah terjadi suatu perubahan ketentuan terkait persyaratan formal pembayaran lima puluh persen pajak terutang saat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (4) masih berlaku aktif namun formulasi pajak terutang dalam ketentuan tersebut menjadi berubah, yakni dari jumlah yang disetujui Wajib Pajak pada saat pembahasan hasil akhir pemeriksaan. Manakala atas jumlah yang disetujui tersebut telah dibayarkan, maka Wajib Pajak tidak lagi dianggap memiliki hutang pajak saat mengajukan banding. Perubahan ini dirasa membantu untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum sehingga mencerminkan terpenuhinya prinsip Good Governance yang membantu Pengadilan Pajak dalam upaya mewujudkan Pengadilan Pajak yang berasas cepat, murah, dan sederhana.

This thesis discusses about the Formal Requirements Analysis of Fifty Percent Tax Payment Within The Submission of An Appeal in the Tax Court Seen From Good Governance Principle. The study used descriptive qualitative research design. The results of this study is: there has been a change in the formal requirements of the relevant provisions of fifty percent of the tax payment owed when submitting an appeal to the Tax Court. The provisions in Article 36 paragraph (4) is still valid, but the formulation of tax payable in such provisions has changed to be the approved amount of the taxpayer at the end of the closing conference. When the agreed amount was paid, the taxpayer is no longer considered to have a tax liability when submitting the appeal. This change was felt to help the realization the tax system that adheres to equity and legal certainty principle and also increasingly realized the fulfillment of good governance principle and reflect and helps the Tax Court to realize it?sfundamental of a fast, inexpensive, and simple court."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Aqila Salsabila
"Skripsi ini membahas mengenai doktrin unjustified enrichment dalam perjanjian sewa menyewa rumah yang telah batal demi hukum. Objek penelitian dalam penulisan kali ini merupakan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1443 K/PDT/2011. Doktrin unjustified enrichment menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk memperkaya diri sendiri dari pengeluaran orang lain. Di Indonesia, doktrin unjustified enrichment hanya diadopsi dalam satu pasal yaitu Pasal 1359 Ayat 1 KUHPerdata. Pasal tersebut menjelaskan mengenai pembayaran yang tidak terutang atau tidak diwajibkan. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode yuridis normatif. Dalam objek penelitian kali ini, dapat ditemukan penerapan dari doktrin unjustified enrichment. Akan tetapi, majelis hakim tidak menyebutkan doktrin tersebut. Penilitian ini menyarankan kepada hakim tingkat judex facti untuk lebih cermat dalam memahami kasus yang terjadi sehingga dapat memberikan pertimbangan hukum yang lengkap. Dengan demikian, pemahaman hakim yang luas mengenai konsep hukum sangat diperlukan dalam memutus suatu perkara. Penulis juga menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai peraturan perundang-undangan secara efektif sehingga dapat menyentuh seluruh elemen masyarakat.
This thesis discusses the doctrine of unjustified enrichment in the lease agreement that has been null and void. The object of this research is the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 1443 K / PDT / 2011. The doctrine of unjustified enrichment states that no one is allowed to enrich themselves from the expenses of others. In Indonesia, the doctrine of unjustified enrichment is only adopted in one article, namely Article 1359 Paragraph 1 of the Civil Code. The article explains the payments that are not due or not required. The method used in this thesis is a normative juridical method. In this object of research, it can be found the application of the doctrine of unjustified enrichment. However, the panel of judges did not mention the doctrine. This research suggests to Judex facti level judges to be more careful in understanding the cases that occur so that they can provide complete legal considerations. Thus, a broad understanding of judges about the concept of law is needed in deciding a case. The author also advises the government to provide socialization to the public regarding the laws and regulations effectively so that it can touch all elements of society."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Hanifa Renata
"Penelitian ini membahas analisis putusan gugatan PT A terkait penentuan saat terutang dan pelaporan PPN atas kegiatan ekspor BKP Berwujud serta membandingkan ketentuan yang berlaku di Indonesia dan Singapura.Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus kasus gugatan PT A apakah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia terkait saat terutang dan pelaporan PPN atas kegiatan ekspor BKP Berwujud serta dengan mempertimbangkan teori serta asas ease of administration dan membandingkan kebijakan terkait saat terutang dan pelaporan PPN atas kegiatan ekspor BKP Berwujud di Indonesia dengan Singapura. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustkaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar hasil pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus sengketa gugatan PT A tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia serta tidak memenuhi asas ease of administration. Dengan dilakukannya perbandingan kebijakan kegiatan ekspor BKP Berwujud antara Indonesia dan Singapura, dapat disimpulkan bahwa baik Indonesia dan Singapura dalam menentukan saat terutang PPN menggunakan pendekatan proxy expenditure tax dan terkait kewajiban pelaporan dapat disimpulkan bahwa peraturan Indonesia dianggap lebih fleksibel bagi Wajib Pajak dan Pemerintah dibandingkan dengan Negara Singapura karena pelaporan yang dilakukan berdasarkan tanggal persetujuan PEB bukan berdasarkan periode pembukuan akuntansi Wajib Pajak.

This research discuss about the PT A’s lawsuit decision analysis of the taxable event and VAT filing related to the export of tangible taxable goods and to compared the applicable regulation in Indonesia and Singapore. The purpose of this research is to analyze the suitability of judges’ considerations with the applicable regulation in Indonesia in deciding PT A’s lawsuit dispute matters related to the taxable event and VAT filing on export of tangible taxable goods considering the ease of administration principle and also to compared the Indonesia’s regulation with Singapore’s regulation. This research used a qualitative approach with indepth interview and literature study as a data collection. The results of this research concluded that the consideration of judges in deciding the lawsuit matter does not in accordance with the applicable regulation in Indonesia, theory, and ease of administration principle. The comparison of the Indonesia’s regulations related to export activities with Singapore’s regulation can be concluded that regarding the determination of the expenditure tax proxy to determine the taxable event on the export of tangible taxable goods activities and regarding the filing obligations, it can be concluded that Indonesia’s regulation is more flexible for the Taxpayer and Government rather than the Singapore’s regulation because the basis tax filing in Indonesia is based on the date of approval declaration not from the Taxpayer’s accounting period."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Nurwahyuningtyas
"ABSTRAK
Kegiatan sektor perbankan penuh dengan berbagai macam risiko yang harus dihadapi, mulai dari risiko operasional, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko suku bunga, risiko kredit dan berbagai jenis risiko lainnya. Merujuk pada kejadian krisis perekonomian global tahun 1998 yang dialami industri keuangan Indonesia menyebabkan banyaknya bank-bank umum nasional yang mengalami kesulitan likuiditas dan atau solvbilitas, dan bahkan mengalami kebangkrutan akibat terganggunya Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sehingga memicu ketidak percayaan masyarakat pada sektor perbankan pada waktu itu. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan tersebut, salah satunya adalah dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank. Dengan kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan adalah merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industry perbankan dan bisa menjadi pondasi yang kuat bagi sektor perbankan sehingga krisis yang pernah terjadi tidak akan terulang. Untuk meningkatkan dan memelihara stabilitas industri perbankan, Pemerintah telah membentuk Lembaga Penjamin simpanan (LPS) pada tahun 2005 yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan. Dengan dibentuknya LPS diharapkan akan mampu meminimalisasi terjadinya berbagai permasalahan perbankan termasuk moral hazard dan mampu memberikan solusi terbaik yang bisa memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi kedua belah pihak (nasabah dan bank) serta mampu menjaga kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan sehingga stabilitas sektor perbankan akan selalu terjaga dengan baik. Hasil penelitian dari tinjauan aspek yuridis terhadap pembayaran klaim penjaminan tabungan hasil reklasifikasi dari pos gaji pegawai yang terutang ini akan memberikan gambaran dan bukti pentingnya peranan LPS dalam menjamin simpanan nasabah.

ABSTRACT
Activities of the banking sector full of with different kinds of risk to be faced on ranging from operational risk market risk the risk of liquidity, risk the interest rate, credit risk and the different kinds of risk other. Based on the global economic crisis 1998 financial industry in Indonesia causes a lot of banks which had national funds and difficulties or solvbilitas, and even to collapse due to disruption interbank money market causing disbelief people in the banking sector at that time. To restore public trust in the banking sector, one is with the legal certainty in the regulation and supervision of banks and guarantee customer deposits bank. With the return of public trust in the banking sector is is one of the keys to maintain the stability of banking industry and could become the foundation is strong for the banking sector so that the crisis that has happened will not happen. To improve and maintain the stability of the banking industry the government has formed the Indonesian Deposit Insurance Corporation (IDIC) in 2005 that serves guarantee customer deposits the depositary. The formation of the IDIC is expected to minimize problems related to the banking sector, including moral hazard and able to offer the best solution to give secure and comfort to both parties (customers and bank) to maintain public trust in the stability of the banking sector, that would always be maintained well. The results of research review of juridical aspects of the claims to guarantee savings reclassification of the results of post of salaries owed this will give a description and proof of the importance of the role of LPS in guaranteeing customer deposits."
Jakarta: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2014
T42892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviana Budi Utami
"Melalui kebijakan energi nasional, pemerintah mencanangkan alternatif diversifikasi energi untuk mengatasi keterbatasan energi fosil. Industri bioetanol yang dihasilkan dari tetes tebu molasses merupakan industri yang diharapkan memiliki peran aktif dalam rangka penyediaan Bahan Bakar Nabati penganti Bahan Bakar Fosil. Namun industri ini terhambat karena berbagai faktor antara lain belum adanya insentif Pajak Pertambahan Nilai PPN . Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengenaan PPN atas penyerahan tetes tebu molasse dilihat dari prinsip economic growth dan ease of administration, serta menganalisis fasilitas PPN yang dapat diberikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi lapangan dan studi literatur.
Hasil penelitian diketahui bahwa pengenaan PPN atas tetes tebu molasse belum memenuhi pengembangan ekonomis dan belum dipertimbangkan untuk mendapatkan insentif PPN. Dari sisi ease of administration, terutangnya tetes tebu kurang memenuhi asas convenience dan efficiency, sedangkan asas certainty dan simplicity dapat dipenuhi. Fasilitas yang dianggap tepat adalah PPN terutang tidak dipungut atau skema pengganti insentif lain. Seyogyanya pemerintah dapat membentuk koordinator tetap dan mempertimbangkan pemberian fasilitas insentif PPN atas penyerahan molasses guna mendorong pengembangan energi baru terbarukan.

Through the policy of national energy, government has launched an alternative of energy diversification to overcome the fossil energy that is very limited. Bioethanol industry that is produced from sugarcane drops molasses is an industry which is expected to have an active role in providing fuel from vegetables in place of fossil fuel. Nevertheless, this industry has been obstructed because of some factors, one of which is the absence of value added tax VAT incentives. This research is intended to analyze the applying of value added tax on the sugarcane drops submission molasse seen from the economic growth and ease of administration principles, and to analyze the value added tax facilities that can be provided. This research uses qualitative approach with field study and literature study data collection methodes.
From the result of this research, it is known that the applying of value added tax on sugarcane drops molasse has not fulfil the economical development yet and has not been considered decent to get value added tax incentives. Based on the ease of administration principles, the granting of VAT facility on the submission of molasses is less fulfilling the principle of convenience and efficiency, while certainty and simplicity principles can be met. The facilities that are deemed appropriate are the unpaid VAT or other incentive replacement schemes. Hopefully government should be able to establish a permanent coordinator and willing to consider giving the facilities for value added tax incentives on molasses submission in order to push the development of renewable new energy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>