Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rubin Camin
Abstrak :
Keberhasilan pembangunan nasional di sektor industri telah melahirkan konsentrasi pabrik-pabrik di daerah-daerah tertentu. Hal ini akan menimbulkan masalah dalam penanganan dan pembuangan limbah serta peningkatan resiko pemaparan manusia terhadap bahan buangan beracun, termasuk di dalamnya logam berat yang banyak digunakan dalam proses produksi atau merupakan komponen dalam produksi itu sendiri. Salah satu logam yang banyak digunakan dalam industri adalah timbal. Timbal banyak dipergunakan dalam industri aki, cat, pikmen, karet dan pelapis kabel. Timbal dalam bentuk tetraetiltimbal banyak digunakan sebagai campuran untuk bahan bakar, yang saat ini merupakan sumber utama pencemaran timbal melalui gas buangan kendaraan bermotor (Lin-Fu, 1982). Timbal merupakan pencemar lingkungan dengan efek toksik yang luas baik pada manusia maupun pada hewan. Timbal mengganggu sintesis hem dan mempunyai efek merusak pada ginjal, saluran pencernaan dan sistem saraf (Hammond, 1977). Pemaparan timbal telah lama dikaitkan dengan penurunan fertilitas pada pekerja dan peningkatan aborsi spontan pada istri para pekerja tersebut. Landsdown (1983) melaporkan bahwa pekerja pria di industri baterai diketahui mempunyai jumlah spermatozoa di bawah normal dan didapati adanya peningkatan spermatozoa abnormal. Gangguan spermatogenesis dilaporkan terjadi pada tikus yang diberi timbal asetat 0,3 mg/kgBB selama 30 hari (Hilderbrand dkk., 1973). Namun pemaparan dengan dosis tiga kali lipat selama satu tahun dilaporkan tidak mengganggu histologi testis, walaupun kadar timbal darah mencapai 70 ug/dL (Der dkk., 1976; Fahim & Khare, 1980). Demikian pula hasil penelitian pengaruh timbal terhadap jumlah, motilitas dan persentase spermatozoa abnormal (Stowe & Goyer, 1971; Wyrobeck & Bruce, 1978; Krasoviskii dkk., 1979). Adanya hasil yang berbeda dapat terjadi karena faktor jenis hewan percobaan, umur, makanan (Rose & Quarteman, 1987), jenis senyawa timbal (Hammond, 1982), cara pemberian dan dosis (Sokol, 1990). Dalam hal jenis hewan percobaan misalnya, diketahui adanya perbedaan kepekaan sistem saraf tikus dan mencit terhadap pemaparan timbal. Tikus ternyata kurang lebih empat kali lebih peka dibanding mencit (Reiter, 1982).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Lubniar Sartono
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian:

Berbagai amcam cara dilakukan orang untuk menghilangkan kelelahan setelah bekerja keras, antara lain dengan berendam diri dalam air hangat dalam waktu tertentu, atau mandi sauna. Jika peerjaan ini dilakukan berulang kali, suhu sekitar testis akan seringkali mengalami peninhkatan. Proses spermatogenesis berlangsung normal bila suhu testis lebih rendah dari suhu badan. Kerusakan akibat peningkatan suhu testis in vivo bersifat selektif terhadap tingkat perkembangan sel-sel germinal, sehingga proses spermatogenesis terganggu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah pemanasan testis mencit in vivo, masing-masing pada suhu air 40, 41, dan 42 deraat C selama 10 menit yang diulang tiga kali dengan selang waktu satu siklus epitel seminiferous, akan berpengaruh terhadap fertilitas mencit. Penelitian dilakukan dalam 5 kelompok, masing-masng 10 ekor mencit jantan. Kelompok I, kontrol tanpa perlakuan; kelompok II, kontrol hanya dibius; kelompok III, dibius + 40 derajat; kelompok IV, dibuis + 41 C; kelompok V, dibius + 42 C. perlakuan ini dilakukan selama 10 menit yang diulang tiga kali dengan selang waktu satu siklus epitel seminiferous.

Hasil dan kesimpulan:

Kelompok III tidak menunjukkan pengaruh bermakna terhadap berat testis, jumlah sperma motil, persentase sperma abnormal, maupun jumlah anak yang dilahirkan dibandingkan dengan kontrol. Kelompok IV menunjukkan penyusutan berat testis, umlah sperma motil, peningkatan persentase sperma abnormal, dan penurunan jjumlah anak yang bermakna dibandingkan dengan kontrol. Pada kelompok V, selain penyusutan berat testis ang bermakna, tidak didapatkan spema dalam tubulus seminiferous. Jadi kesimpulannya, pemanasan 40 derajat C tidak berpengaruh terhadap fertilitas mencit, sedahkan pemanasat 41 dan 42 berpengaruh terhadap fertilitas mencit.
ABSTRACT
Scope and Method of study:

Several traditional habits are applied to refresh the body, releasing fatigue or stiffness after working hard all day, e.g. by soaking the body in warm water or by taking sauna. If performed frequently, the temperature around the testis should increase and it might cause a selective demage to germinal cells, disturbing the process of spermatogenesis. The purpose of this study was to evaluate the fertility of mice after application of heat on the testis. Mice were divided randomly into 5 groups of 10 mice each. The first group served as untreated control, with no treatment at all. The second group was a treated control, treated with anesthetic, but not exposed to hear the treated groups were anesthetized, and the testis exposed to temperature of 40 C (3rd group), 41 C (4th Group), and 42 C (5th group), respectively, for 10 minutes each in a special devides water bath. The treatment was repeated 3 times at an interval of 9 days or one cycle of the seminiferous epithelium.

Findings and conclusions:

The result showed that in the 3rd group no significant effect of heat was found on the weight of the testis, the number of motile sperm, percentage of abnormal sperm, and noumber of offspring comparet to the control group. In the 4th gorup, however the weight of testis, number of motile sperm, and mean number of offspring were significantly reduced. The percentage of abnormal sperm was significantly increased as compared to control groups. It is interesting to note that in the 5th group of mice, no sperm was found in the seminiferous tubules. In conclusion, there was no effect on the fertility of mice by heating the testis to a temperature of 40 C. however, the fertility was decreased significantly after exposure to 41 and 42 C.
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Endah Suprabawati
Abstrak :
Tujuan : untuk mengetahui karakteristik dan faktor-faktor prediktif tumor testis dewasa di Jakarta Bahan dan Cara : Data dikumpulkan dari status khusus di departemen urologi RSCM dan RS kanker Dharmais. Data yang dikumpulkan adalah : usia, tumor marker yaitu AFP, LDH, 13 HCG, jenis operasi, jenis tumor, jenis terapi, dan stadium. Dilakukan analisa terhadap usia dengan stadium, UDT dengan stadium, tumor marker dengan stadium pad a semua kasus, dan hubungan AFP dengan jenis nonseminoma dengan stadium menggunakan ANOVA pad a SPSS 11,5 . Hasil : Selama 10 tahun terdapat 149 kasus tumor testis, 129 kasus diantaranya adalah dewasa. Rentang usia yaitu 18-72 tahun, dengan usia rata-rata 33,03 tahun. Jenis tumor diantaranya seminoma 67 ( 51,9 % ) pasien, non-seminoma 50 ( 38,8 % ) pasien, non germinal 6 ( 4,7 % ) pasien, tidak diketahui jenis tumornya 6 ( 4,7 % ) pasien. Delapan puluh tujuh pasien ( 67,4 % ) dilakukan orkhidektomi ligasi tinggi, 23 ( 17,8 % ) pasien dilakukan orkhidektomi transscrotal. Insidens UDT terdapat pada 13 ( 10,1 % ) pasien. Seminoma paling banyak ditemukan pad a stadium 2c ( 36,9 % ), dan non -seminoma pada stadium 3c ( 48,9 % ). Kemoterapi dilakukan terhadap 51 ( 39,5 % ) pasien, radioterapi pada 24 ( 18,6 % ) pasien, dan 27 ( 20,9 % ) pasien menol&k dilakukan tindakan, dan 18 ( 14,0 % ) pasien meninggal karena keadaan umum yang buruk. Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara usia dengan stadium. Tujuh puluh tujuh persen pasien dengan UDT ditemukan pada stadium lanjut, dibandingkan dengan 66,7 % pada pasien non-UDT, tetapi secara statistik tidak bermakna. Angka rata-rata LDH 1785,35 dan nilai LDH meningkat sesuai dengan stadium, tetapi tidak bermakna untuk memprediksi stadium. Angka rata-rata AFP pada pasien non-seminoma adalah 6421,13 dan mempunyai hubungan yang bermakna dengan stadium ( p : 0,009 ). Kesimpulan : Jenis tumor yang paling banyak ditemukan di Jakarta adalah seminoma. Pada penelitian ini usia dan LDH tidak dapat memprediksi stadium tumor, tetapi AFP mempunyai hubungan yang bermakna dengan stadium pada penderita kanker testis non-seminoma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T59003
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisah Rahma
Abstrak :
Fenomena stres oksidatif berperan dalam berbagai patogenesis penyakit termasuk infertilitas pada pria. Meningkatnya peroksidasi lipid pada membran sel spermatozoa menyebabkan penurunan kualitas sperma. Tingkat kerusakan sel akibat stress oksidatif dapat diukur dengan kadar malondialdehid (MDA). Bekatul merupakan hasil samping proses penggilingan padi yang diketahui memiliki kandungan antioksidan; vitamin E dan oryzanol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bekatul terhadap kadar MDA testis tikus yang diinduksi CCl4. Dua puluh empat sampel tikus dibagi ke dalam 6 kelompok; kontrol (K), bekatul 200 mg/kg BB (P1), bekatul 400 mg/kg BB (P2), CCl4 (P3), 200 mg/kg BB+ CCl4 (P4), dan 400 mg/kg BB+CCl4 (P5). Tikus diadaptasi selama 7 hari. Pemberian bekatul pada kelompok P1, P2, P4, dan P5 dilakukan selama 8 hari setelah adaptasi. Sedangkan induksi CCl4 0,55mg/kg BB pada kelompok P3, P4, dan P5 dilakukan pada hari ke 9-11. Pemberian CCl4 pada kelompok P3 menghasilkan kadar MDA yang lebih tinggi bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0,028). Pemberian bekatul pada kelompok P2 menunjukkan kadar MDA yang lebih rendah bermakna dibandingkan kontrol (p=0,046). Kadar MDA yang lebih rendah secara signifikan juga terlihat pada kelompok P4 dan P5 dibandingkan kelompok P3 dengan nillai p berturut-turut 0,037 dan 0,005. Hasil penelitian menunjukkan pemberian bekatul dapat menghasilkan kadar MDA yang lebih rendah pada testis tikus yang diinduksi CCl4. Ini membuktikan potensi bekatul sebagai agen protektif terhadap peroksidasi lipid pada jaringan testis tikus. ...... The phenomenon of oxidative stress involves in pathogenesis of several diseases including infertility in men. High lipid peroxidation on membrane of spermatozoa decreases sperm quality. Cell damage caused by oxidative stress can be measured with malondialdehyde (MDA). Rice bran as a byproduct of the rice milling process is known to have antioxidant properties;vitamin E and oryzanol. This research aimed at evaluating the effect of rice bran on MDA level in rat?s testes induced by CCl4. Twenty four male Sprague dawley rats were divided into six groups; Untreated (K), rice bran 200 mg/kg BW (P1), rice bran 400 mg/kg BW (P2), CCl4 (P3), rice bran 200 mg/kg BW+ CCl4 (P4), and rice bran 400 mg/kg BW+ CCl4 (P5). Rats were adapted on 7 days. Group P1, P2, P4, and P5 were administered with rice bran on 8 days after adaptation. Group P3, P4, and P5 were administered with CCl4 0,55mg/kg BW from day 9-11. Administration of CCl4 on group P3 caused a greater MDA level compared to the untreated group (p=0.028). Administration of rice bran on group P2 showed a lower MDA level compared to the untreated group (p=0.046). The MDA levels of group P4 and P5 were also significantly lower compared to group P3 with p value consecutively 0.037 and 0.005. This study shows that the administration of rice bran results in a lower MDA level in rat?s testis induced by CCl4. It proves the potency of rice bran as protective agent against lipid peroxidation in rat?s testes.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niza Nemara
Abstrak :
Telah dilakukan pengembangan metode pemurnian hyaluronidase testis sapi Bali menggunakan teknik pemisahan kromatografi afinitas. Hyaluronidase testiskular (E.C.3.2.1.35) adalah enzim yang dapat menghidrolisis asam hyaluronat. Hyaluronidase dari testis sapi Bali difraksionasi dengan amonium sulfat, setelah dialisis dilakukan pemurnian menggunakan kolom kromatografi afinitas sepharose blue CL-6B, diperoleh aktivitas spesifik sebesar 102,93x10-3 U/mg dengan tingkat pemurnian 53,70 kali dan rendemen 64,24 % dari ekstrak kasar. Fraksi sepharose blue CL-6B yang diperoleh dimurnikan lebih lanjut dengan kolom imunoafinitas CNBr-activated Sepharose 4 FF dengan imunoglobulin G spesifik hyaluronidase (IgG diperoleh dari imunisasi kelinci dewasa dengan standar hyaluronidase) diperoleh aktivitas spesifik 705,89 x 10-3 U/mg dengan tingkat pemurnian 388,86 kali dan rendemen 38,62 %. Pemurnian hyaluronidase dari fraksi sepharose blue CL-6B yang dilanjutkan dengan kromatografi penukar ion DEAE FF memiliki aktivitas spesifik 307,65 x 10-3 U/mg, tingkat pemurnian 169,49 kali dan rendemen 48,66 % dari ekstrak kasar. Dengan elektroforesis gel SDS-PAGE diperkirakan bobot molekul hyaluronidase testis sapi Bali 61, 52 kDa. Dalam larutan dapar glisin aktivitas enzim optimum pada pH 5,0. Hyaluronidase dalam fraksi pemurnian relatif stabil bila disimpan pada suhu 0 oC dibanding pada suhu 4 oC dan 25 oC., setelah 12 hari penyimpanan fraksi pemurnian enzim mengalami penurunan aktivitas sebesar 41,51% (ekstrak kasar), 34,63 % (fraksi amonium sulfat) dan 37,42 % (dialisis). ......Testicular hyaluronidase (E.C.3.2.1.35) is an enzyme that hydrolyzes hyaluronic acid. Extracted Hyaluronidase from Bali bovine testis was fractionated by ammonium sulphate followed by dialysis and purification over affinity chromatography on sepharose blue CL-6B. Spesific activity of purified hyaluronidase was 102,93 x 10–3 U/mg with 53,70-fold purification and yielded 64,24 % as to the original crude extract. The fractionated sepharose blue CL-6B was chromatographied by CNBr activated sepharose 4FF which was coupled with rabbit immunoglobulin (IgG) spesific to hyaluronidase. Spesific activity of purified enzyme was 705,89 x 10-3 U/mg with 388,86-fold purification and yield 38,62 %. Purification of the fractionated sepharose blue CL-6B by ion exchanger chromatography produced the purified enzyme with spesific activity 307,65 x 10-3 U/mg, purification 169,49-fold and yield 48,66 %. The molecular weight of hyaluronidase isolated from Bali bovine testis estimated by SDS-PAGE was 61,52 kDa. The optimum hydrolytic activity of enzyme in glysine buffer was on pH 5,0. The stability of enzyme at 0 oC was better than at 4 oC and 25 oC, the enzyme activity decreased until 41,51 % (crude extract), 34,63 % (ammonium sulphate fractionated) and 37,42 % (dialysis) after 12 days incubation.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T40065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supraja Dwiyono
Abstrak :
[ABSTRAK
Doksorubisin merupakan salah satu antikanker golongan antrasiklin yang efektif, untuk keganasan di darah. Akan tetapi, seperti antikanker konvensional pada umumnya, penggunaan doksorubisin dapat menyebabkan berbagai efek samping pada organ lain, misalnya pada testis sehingga penggunaannya di klinis menjadi terbatas. Hal ini disebabkan karena mekanisme antikanker doksorubisin dapat juga menimbulkan toksisitas pada testis. Peningkatan stress oksidatif adalah salah satu mekanisme dapat menyebabkan kerusakan pada organ tersebut. Mangiferin sebagai zat antioksidan alami, terkandung dalam Mangifera Indica L. diperkirakan dapat digunakan untuk mengurangi toksisitas testis. Namun sampai saat ini, belum ada penelitian yang mengeksplor efek proteksi mangiferin terhadap kerusakan oksidatif testis yang diinduksi doksorubisin. Penelitian ini menggunakan tikus jantan Sprague Dawley, yang dibagi menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari enam ekor tikus. Tikus pada kelompok kontrol negatif diberikan doksorubisin secara intraperitoneal (dosis total 15 mg/kgBB) dan kelompok normal diberikan NaCl 0,9%. Mangiferin (dosis 30 dan 60 mg/kg BB) diberikan oral selama tujuh minggu. Setelah, tujuh minggu tikus dimatikan dan testis dikumpulkan untuk analisis parameter stress oksidatif biokimia kadar MDA (malonedyaldehide), aktivitas SOD (Superoxide Dysmutase), perubahan histologi dan apoptosis kaspase-9 dan kaspase-12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian doksorubisin selama dua minggu dapat meningkatkan kadar MDA, menyebabkan kerusakan sel spermatogenik, sel Sertoli dan penciutan diameter tubulus seminiferus testis, peningkatan ekspresi kaspase-9 di sisi luminal yang diberikan doksorubisin. Pemberian mangiferin dosis 30 dan 60 mg/kg BB selama tujuh minggu dapat mengurangi kerusakan sel spermatogenik dan sel Sertoli tubulus seminiferus testis, penurunan kadar MDA dan penurunan ekspresi kaspase-9 pada kelompok perlakuan diberikan doksorubisin dan mangiferin. Perbaikan parameterparameter ini mengindikasikan bahwa mangiferin mempunyai efek proteksi terhadap kerusakan sel spematogenik dan sel sertoli tubulus seminiferus testis tikus yang diberikan doksorubisin.
ABSTRACT
Doxorubicin, one of the anthracycline anticancer class, is effective especially in blood malignancy. However, as in the general use of the conventional anticancer-drugs. Doxorubicin can cause various side effects in other organs, such as the testes so that its use in clinical become limited. This is because of the anticancer mechanism can cause cytotoxicity on testes. The increased oxidative stress is the main mechanism that can be the causal. Mangiferin as a natural antioxidant substance, contained in Mangifera Indica L., is expected to reduce the toxicity. The Antioxidants are expected to reduce the toxicity of the testes. But until now, no studies have explored the effects of mangiferin protection against oxidative damage induced testicular doxorubicin. This study used male Sprague Dawley rats, which were divided into four groups. Each group consisted of six mice. Rats in the negative control group was given intraperitoneal doxorubicin (total dose 15 mg/kg) and the normal group was given normal saline 0.9%. Mangiferin (doses of 30 and 60 mg/kg) was administered orally for seven weeks to the treatment gtoups (both DOX and MAG were given). After seven weeks-off, testes of mice were collected for analysis of biochemical parameters i.e. oxidative stress levels of MDA and SOD activity, histology and apoptosis of the caspase-9 and of the caspase-12. The results showed that administration of doxorubicin for two-weeks can cause damage to Sertoli, spermatogenic cells and shrinking of diameter of testicular seminiferous tubules, increasing the levels of MDA, increasing in the expression of caspase-9 on the luminal side in the treatment group was given doxorubicin. This possibility of the doxorubicin dose given is too toxic to the testes in this study. Mangiferin dose administration of 30 and 60 mg / kg for seven-weeks can reduce the damage of Sertoli and spermatogenic cells of the testicular seminiferous tubules, decrease levels of MDA, reduce Sertoli, spermatogenic cell and diameter of the testicular seminiferous tubulus damage, decrease caspase-9 expression only on luminal side of the seminiferus tubulus in the groups given both of doxorubicin and mangiferin. these parameters indicate that mangiferin, which has antioxidant?s activity, provides protective effects against oxidative damage in spematogenic and Sertoli cell testicular seminiferous tubules of mice given doxorubicin, Doxorubicin, one of the anthracycline anticancer class, is effective especially in blood malignancy. However, as in the general use of the conventional anticancer-drugs. Doxorubicin can cause various side effects in other organs, such as the testes so that its use in clinical become limited. This is because of the anticancer mechanism can cause cytotoxicity on testes. The increased oxidative stress is the main mechanism that can be the causal. Mangiferin as a natural antioxidant substance, contained in Mangifera Indica L., is expected to reduce the toxicity. The Antioxidants are expected to reduce the toxicity of the testes. But until now, no studies have explored the effects of mangiferin protection against oxidative damage induced testicular doxorubicin. This study used male Sprague Dawley rats, which were divided into four groups. Each group consisted of six mice. Rats in the negative control group was given intraperitoneal doxorubicin (total dose 15 mg/kg) and the normal group was given normal saline 0.9%. Mangiferin (doses of 30 and 60 mg/kg) was administered orally for seven weeks to the treatment gtoups (both DOX and MAG were given). After seven weeks-off, testes of mice were collected for analysis of biochemical parameters i.e. oxidative stress levels of MDA and SOD activity, histology and apoptosis of the caspase-9 and of the caspase-12. The results showed that administration of doxorubicin for two-weeks can cause damage to Sertoli, spermatogenic cells and shrinking of diameter of testicular seminiferous tubules, increasing the levels of MDA, increasing in the expression of caspase-9 on the luminal side in the treatment group was given doxorubicin. This possibility of the doxorubicin dose given is too toxic to the testes in this study. Mangiferin dose administration of 30 and 60 mg / kg for seven-weeks can reduce the damage of Sertoli and spermatogenic cells of the testicular seminiferous tubules, decrease levels of MDA, reduce Sertoli, spermatogenic cell and diameter of the testicular seminiferous tubulus damage, decrease caspase-9 expression only on luminal side of the seminiferus tubulus in the groups given both of doxorubicin and mangiferin. these parameters indicate that mangiferin, which has antioxidant’s activity, provides protective effects against oxidative damage in spematogenic and Sertoli cell testicular seminiferous tubules of mice given doxorubicin]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Agusta Deviana Tanifan
Abstrak :
Spermatogenic arrest adalah kondisi terhentinya proses maturasi sel germinal yang selama ini diagnosisnya ditegakkan melalui skoring Johnsen hasil biopsi testis. Protein yang berperan penting dalam proses transkripsi selama spermatogenesis adalah CREM yang berikatan dengan aktivatornya yaitu ACT yang diduga diregulasi oleh SPAG8 dan RANBP9. Sampai saat ini peranan kedua gen tersebut dalam proses spermatogenic arrest belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi relatif Spag8 dan RanBP9 pada spermatogenic arrest serta menganalisis korelasi ekspresi kedua gen. Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang menggunakan sampel berupa hasil biopsi testis dengan skoring Johnsen 2 sampai 8. Analisis ekspresi relatif Spag8 dan RanBP9 menggunakan teknik qRT-PCR dengan perhitungan Livak. Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan uji ANOVA one way untuk Spag8 dan uji Kruskal Wallis untuk RanBP9 dengan nilai kemaknaan p ...... Spermatogenic arrest is a cessation of germ cell maturation process that has been diagnosed by scoring Johnsen testicular biopsy results. Proteins that play an important role in the transcription process during spermatogenesis are CREMs that bind to their ACT activators that are suspected to be regulated by SPAG8 and RANBP9. Until now the role of both genes in the spermatogenic arrest process is not known. This study aims to determine the relative expression of Spag8 and RanBP9 on spermatogenic arrest and to analyze the correlation of expression of both genes. This study is a cross sectional study using a sample of testicular biopsy with Johnsen 2 to 8 score. Relative expression analysis of Spag8 and RanBP9 using qRT PCR technique with Livak calculation. The data obtained were analyzed statistically using ANOVA one way test for Spag8 and Kruskal Wallis test for RanBP9 with significance value p
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiwirahyu Sasmoyo
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Telah dibuktikan bahwa peningkatan suhu testis menyebabkan kerusakan sel germinal. Kerusakan baru tampak beberapa hari setelah perlakuan dan bersifat sementara (reversibel). Steinberger dan Dixon (1959) memperlihatkan bahwa perendaman testis tikus bersama skrotumnya di dalam air yang bersuhu 41°C selama 15 menit belum menyebabkan kerusakan sel germinal, sedangkan pada suhu 42°C dan 43°C spermatosit primer rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanasan testis bersama skrotumnya terhadap kesuburan tikus, yang belum pernah dilaporkan sebelumnya. Pemanasan dilakukan pada suhu 41°C, 42°C dan 43°C selama 15 menit, dengan penangas air, terhadap tikus albino 'Wistar derived LMR'. Perkawinan dengan tikus betina fertil dilakukan 2 tahap, 12 hari dan 24 hari pasca perlakuan; setelah perkawinan, tikus betina tersebut dipisah dari yang jantan. Anak-anak tikus yang lahir ditimbang, dihitung jumlah jantan dan betina, dan pada umur 2 bulan diamati kemungkinan adanya kelainan kongenital bentuk luar. Sediaan histologi dibuat dari testis tikus jantan yang dimatikan 5, hari setelah perkawinan tahap kedua.

Hasil dan Kesimpulan: Jumlah anak yang dihasilkan dari tikus jantan yang diberi perlakuan pada suhu air 41°C, baik dari perkawinan tahap pertama maupun tahap kedua, menunjukkan adanya penurunan, meskipun belum dapat dikatakan bermakna secara statistik. Keadaan yang sama terjadi pula pada perkawinan tahap pertama dari tikus jantan dengan perlakuan suhu air 42°C dan 43°C. Sedangkan perkawinan tahap kedua tidak ada tikus yang menghasilkan anak. Tidak terjadi perubahan berat badan, rasio seks, dan tidak ada kelainan congenital pada anak-anak tikus yang dihasilkan, baik dari perkawinan tahap pertama maupun tahap kedua.
ABSTRACT
Early investigators had shown that increased temperature of the testis may cause damage on the germinal epithelium. The damage could only be observed a few days after treatment, with recovery a few weeks later. Stein Berger and Dixon (1959) showed that immersion of the rat scrotum containing the testis, in a water bath of 41°C for 15 minutes, did not cause damage on the germinal epithelium, however, at 42°C and 43°C, most of the primary spermatocytes was damaged: The purpose of this experiment was to know the effect of heating of the rat testis on its fecundity, which has never been reported. Male albino rats of the strain Wistar derived LMR were chosen, the scrotum containing the testis was immersed in a thermo stated water bath of 41°C, 42°C and 43°C, for 15 minutes, respectively. The mating was done in 2 steps, 12 days and 24 days after treatment; after mating the females were separated from the males. The newborn rats were counted and weighed, the sex were distinguished and counted, and the youngs were observed until 2 months old, to look for any morphological congenital malformation. The male rats were killed 29 days after treatment and the testis were removed and weighed for histological study.

Findings and Conclusions: The number of offspring produced by the male rats subjected to temperature of 41°C, either from the first or from the second mating, showed a reduction, although not statistically significant. The same was found on the number of offspring produced by the male rats subjected to temperatures of 42°C and 43°C of the first mating, while no offspring was produced on the second mating. There was no change in body weight, sex ratio, and also no morphological con-genital malformation was found on the offspring, either of the first or the second mating.
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Budi Santoso
Abstrak :
Torsio testis merupakan kedaruratan dalam urologi yang dapat terjadi pada 1 dari 4000 laki-Laki berusia dibawah 25 tahun, dan apabila keadaan ini tidak segera ditangani dengan benar dalam 4 sampai 6 jam dapat terjadi nekrosis testis. Dari penelitian sebelumnya didapatkan torsio testis dengan puntiran sebesar 720° dan lama puntiran lebih dari 4 jam dapat menyebabkan kerusakkan testis secara menetap. Oleh karena itu tindakan bedah sedini mungkin harus dilakukan untuk menyelamatkan testis dari kerusakan menetap. Saat ini tindakan bedah yang dianjurkan adalah melakukan detorsi testis, pendinginan testis dan orkidopeksi bilateral. Tindakan ini dilaporkan dapat menyelamatkan testis sampai dengan 90%, namun dalam pengamatan yang lebih lanjut menunjukkan lebih dari 67% testis tersebut akan mengalami atropi dan menjadi subfertil. Menurut Hagan dkk dari 55 pasien yang diamati hanya 7 pasien yang menunjukkan spermiogramnya normal. Oleh karena itu dibutuhkan suatu terobosan lain dalam penatalaksanaan torsio testis guna menekan angka terjadinya kerusakan testis permanen secara signifikan. Pendapat terkini mengenai adanya seguelae dari torsio testis yang telah dilakukan detorsi dapat diterangkan dengan dasar ischaemia/reperfusion (I/R) injury, kerusakan jaringan testis akibat torsio testis disehakan adanya ischemia yang diperberat dengan terjadinya reprefusion injury setelah dilakukan detorsi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmanto Z. Ganin
Abstrak :
Hyaluronidase testicular (E.C.3.2.1.35) adalah enzim yang mendepolimerisasi asam hyaluronat menjadi oligosakarida. Enzim ini digunakan untuk terapi, sebagai spreading factor yang dikombinasikan dengan suatu anastesi lokal. Dalam penelitian ini telah dilakukan pemurnian enzim hyaluronidase dari testis sapi peranakan ongole dengan kromatografi afinitas. Setelah diisolasi menggunakan sukrosa 0,25 M, fraksinasi dengan amonium sulfat, dan dialisis, pemurnian enzim dilakukan menggunakan kromatografi afinitas blue sepharose CL-6B. Dari pemurnian ini diperoleh aktivitas spesifik sebesar 171,45 x 10-3 U/mg dengan tingkat kemurnian 86 kali dan rendemen 39,84% dari ekstrak kasar. Fraksi blue sepharose CL-6B yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan kromatografi imunoafinitas CNBr-activated sepharose 4 FF dengan imunoglobulin G spesifik hyaluronidase dan diperoleh aktivitas spesifik sebesar 558,49 x 10-3 U/mg dengan tingkat kemurnian 617 kali dan rendemen 13,50% dari ekstrak kasar. Sedangkan pemurnian hyaluronidase dari fraksi blue sepharose CL-6B yang dilanjutkan dengan kromatografi penukar ion DEAE FF memiliki aktivitas spesifik sebesar 620,80 x 10-3 U/mg dengan tingkat kemurnian 310 kali dan rendemen 37,87% dari ekstrak kasar. Dengan menggunakan elektroforesis gel SDS-PAGE bobot molekul hyaluronidase testis sapi peranakan ongole diperkirakan sebesar 62 kDa. Aktivitas enzim optimum pada pH 5,0 dan fraksi-fraksi hyaluronidase dari tahap pemurnian relatif stabil apabila disimpan pada suhu 0 oC dibanding pada suhu 4 oC dan 25 oC.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
T40059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>