Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Awalia Rahma
"Selain sebagai nama sebuah pulau, ?Jawa? juga dikenal sebagai nama generik kopi yang dikenal dunia sejak abad ke-18 hingga saat ini karena kualitas premiumnya. Termasuk ke dalam budaya minum kopi adalah hal-hal terkait kopi seperti aktivitas, penyiapan, tempat dan konteks, suasana yang dibangun dan teknologi di dalamnya. Studi ini berusaha menjawab tiga pertanyaan terkait pelacakan budaya minum kopi di Jawa; bagaimana budaya minum kopi membentuk gaya hidup dan identitas masyarakat, serta makna budaya minum pada tiga tempat: domestik, lingkup kerja, dan hiburan, menggunakan pendekatan sejarah praktek keseharian. Praktek keseharian dalam studi ini merupakan praktek individu dan masyarakat yang melibatkan kopi dalam aspek sosial-budaya, politik, ekonomi dan agama. Studi menemukan bahwa kopi sudah dikenal dan dikonsumsi masyarakat di Jawa jauh sebelum diperkenalkan oleh Belanda pada akhir abad ke- 17. Budaya minum kopi di Jawa sangat kaya dan terbentuk dari praktek keseharian keluarga di rumah, di tempat kerja dan melebar ke tempat-tempat hiburan. Selain itu konsumsi kopi juga ditemukan di tempat lain seperti tempat ibadah, tempat belajar, perjalanan, pengasingan, dan sebagainya. Pada tempattempat tersebut kopi memperlihatkan makna beragam bagi individu dan masyarakat, yang membedakan gaya hidup dan identitas bangsa dan kelas sekaligus meleburnya pada saat yang sama melalui tempat yang berbeda, jenis minuman kopi yang dikonsumsi, kualitas kopi, peralatan minum, dan sebagainya.
......Java, "the Garden of the East", is a name for an island where different people lived together coast to coast. It is also recognized for the generic name of world premium quality coffee. Coffee culture includes everything relate to coffee in terms of its activity, preparation, places and contexts, ambiance, technology, etc. This theme is still largely overlooked in the previous studies. The existing studies paid more attention to the history of plantation and economic aspects of coffee otherwise. A three-fold research questions are mostly directed on: a) the historical traces of coffee in Java; b) how coffee culture in Java shaped its people?s identity and lifestyle; and c) the meaning of coffee culture in three main loci: at home, at work, and at play. Using the everyday practice approach which can be explained as a patchwork of individuals and social practices by exploring social, cultural, political, economic and religious aspects of coffee in people?s everyday lives, this study eventually found: a) coffee has long been consumed in Java before it was introduced by the Dutch; b) coffee culture in Java were rich, started by individuals? everyday practices in their homes at any times, followed by practices in the workplace during the day, and at play usually during their nights or leisure times; c) coffee signifies individuals and social lives, distinguished the identity as well as everyday lifestyle of nations and class yet disguise their boundaries at the same time through its spatial-geographic place, kind of coffee drink, coffee quality, glassware, etc."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2267
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
"ABSTRAK
Permasalahan utama yang dibahas dalam penelitian ini yaitu masalah nakekat Wahyu Parunca Paridarma. ApaKan Wahyu Parunca Paridarma, dari manakah sumber wahyu, siapa­ kah yang memberiKan wahyu, siapakah yang menerima wahyu, bagaimanaKan proses pemierian wahyu, bagaimanakah peneri­ maan wahyu, bagaimanakah wujud wahyu,· dan untuk kepentin­ gan apa wahyu diturunkan adalah
Masalah yang akan dibica­ raka di dalam penelitian ini. Tentu saja pengertian wahyu dalam wayang, seperrti lakon Wahyu Parunca Paridarma akan berbeda engan pengertian wah yang terdapat dalam agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan pokok penelitian ini ialah untuk mendapatkan tentang hakekat wahya Parunca Paridar·ma melalui analisis siapaka pemberi wahyu, siapakah pnerima wahyu, bagaimanakah pemberian wahyu, bagaimanakah proses penerimaan wah bagaimanakah wujud wahyu, dan misi apakah yang diban dalam lakon Wahyu Parunca Paridarma.
Untuk meneliti hakekat Wahyu Parunca Paridarma saya mempergunakan metode analisa abstraksi dan mengenai hal­ hal tertentu saya akan mengadakan refleksi langsung.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Starryna
"[ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan emosi malu dan bersalah antara generasi tua dan generasi muda, bagaimana gambaran emosi malu dan bersalah, dan bagaimana proses sosialisasi nilai-nilai budaya Jawa dalam mengajarkan emosi malu dan bersalah pada masyarakat suku Jawa. Pengukuran perbedaan emosi malu dan bersalah dilakukan memakai TOSCA-3, sedangkan untuk sosialisasi nilai budaya dilakukan dengan teknik wawancara. Penelitian dilakukan di provinsi D. I. Yogyakarta dan melibatkan 95 orang. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara emosi malu dan bersalah antar generasi pada masyarakat provinsi D. I. Yogyakarta. Walaupun tidak terdapat perbedaan, berdasarkan wawancara ditemukan bahwa sosialisasi yang sudah diberikan sejak usia TK oleh keluarga, sekolah, dan teman tersebut telah mengalami penurunan. Emosi malu yang dirasakan tidak menyebabkan diri merasa kecil dan emosi bersalah yang dirasakan tidak menimbulkan rasa ingin mengoreksi kesalahan yang dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, disarankan agar dilakukan sosialisasi baik kepada orangtua maupun sekolah untuk tetap mengajarkan budaya Jawa kepada generasi muda.

ABSTRACT
, This study was conducted to determine whether there are differences in
shame and guilt intergeneration, description of shame and guilt, and how the
process of socialization Javanese values in teaching shame and guilt in Javanese
society. Differences of shame and guilt was measured using TOSCA-3, while for
the socialization of cultural values was measured using interview. Data was
collected in the D.I.Yogyakarta involves 95 participants. The results showed
insignificant difference between shame and guilt intergeneration among societies
D.I.Yogyakarta. Although there is no differences, based on interviews found that
socialization that have been granted since kindergarten age by family, school, and
friends have decreased. Shame does not caused people feeling small and guilt not
caused willingness to correct the mistakes made. Based on the result, socialization
for parents and schools to keep teaching Javanese culture to the younger
generation is suggested.]"
2015
S58924
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library