Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mahendra Tri Octavianus
Abstrak :
Kepolisian adalah institusi penegak hukum yang memiliki kewenangan dalam pelaksanaan penyelidikan serta penyidikan tindak kejahatan yang masuk dalam ranah hukum pidana Tindak Pidana Umum. Street crime merupakan satu dari sekian tindak kejahatan tergolong dalam unsur pidana yang masih berkembang di masyarakat dan seringkali menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban. Pandemi COVID-19 memberikan indikasi peningkatan Tindak Pidana Umum yang cukup signifikan termasuk di wilayah hukum Polres Tangerang Selatan. Penelitian ini mencoba untuk melihat efektifitas penegakan hukum khususnya pencegahan Tindak Pidana Umum dari aspek preventif di wilayah hukum Polres Tangerang Selatan dan mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi dalam pelaksanaanya. Dalam menganalisis permasalahan penelitian di atas peneliti menggunakan teori pencegahan kejahatan, teori kejahatan jalanan serta teori manajemen SDM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan Tim VIPERS dalam upaya penanggulangan kejahatan jalanan di wilayah hukum Polres Tangerang Selatan sudah cukup efektif dari kacamata penegakan hukum dilihat dari aspek perangkat hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Penelitian ini juga merekomendasikan beberapa langkah strategis dalam mengoptimalkan upaya penanggulangan kejahatan di wilayah Tangerang Selatan. ......The police are law enforcement institutions that have the authority to carry out investigations and investigate crimes that fall under the realm of general criminal law. Street crime is one of several crimes belonging to the criminal element which is still developing in society and often creates disturbances to security and order. The COVID-19 pandemic has indicated a significant increase in general crimes, including in the jurisdiction of the South Tangerang Police. This study tries to see the effectiveness of law enforcement, especially the prevention of general crimes from a preventive aspect in the jurisdiction of the South Tangerang Police and to identify what factors influence its implementation. In analyzing the research problems above, researchers use crime prevention theory, street crime theory and human resource management theory. The results showed that the existence of the VIPERS Team in efforts to tackle street crime in the jurisdiction of the South Tangerang Police was quite effective from a law enforcement perspective from the aspects of legal instruments, legal structure and legal culture. This study also recommends several strategic steps in optimizing crime prevention efforts in the South Tangerang area.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
Surabaya: ITS Press, 2009
345.598 027 4 ADA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Joyo Supeno
Abstrak :
Secara universal pada dekade ini penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia semakin tinggi, namun pada ruang lingkup yang kecil (sistem peradilan pidana) masih terdapat pihak yang belum diperhatikan kedudukan dan peranannya, yaitu korban tindak pidana kejahatan. Korban tindak pidana kejahatan konvensional pada hakekatnya mempunyai hak dan kewajiban dalam sistem peradilan pidana, sebagaimana yang dirumuskan secara konstitusional dalam Pasal 27 Undang Undang Dasar 1945, secara idiologis tercermin dalam nilai-nilai dari sila-sila Pancasila dan secara moral terumuskan dalam Declaration of Human Rights, Declaration o f Basic Principles o f J u s t i c e for Yictims o f Crime and Abuse o f Power dan I n t e r n a t i o n a l Covenant on Civil and Political Rights. Namun secara yuridis-formal kedudukan dan peranan korban tindak pidana kejahatan masih belum diperhatikan secara optimal, bahkan para ilmuwan Hukum Pidana dan Kriminologi secara sinis mengatakan, bahwa korban tindak pidana kejahatan merupakan pihak yang terlupakan. Perundang-undangan pidana Indonesia (KUHP dan KUHAP) lebih banyak mengatur kepentingan hukum tersangka/terdakwa dan fungsionalisasi tanggungjawab aparat peradilan pidana. Kedudukan dan peranan korban tindak pidana kejahatan dalam sistem peradilan pidana hanya sebagai pelapor/pengadu dan saksi. Kepentingan hukumnya sebagai pihak yang dirugikan (pencari keadilan) hanya terumuskan dalam Pasal 14 c KUHP dan Pasal 98 ayat (1) KUHAP, itu pun tidak pernah terealisasi. Ada suatu kondisioning yang berpengaruh terhadap kondisi korban tindak pidana kejahatan, yaitu pertama, perundang-undangan yang belum jelas dan tegas, meskipun ada indikasi diperhatikannya korban tindak pidana kejahatan dalam Konsep Rancangan KUHP 1987/1988, namun masih perlu dilakukan reorientasi, reevaluasi dan reformasi terhadap hukum formil (KUHAP). Kedua, belum optimalnya realisasi tanggung jawab hukum dan moral aparat peradilan pidana terhadap upaya pemulihan penderitaan korban tindak pidana kejahatan. Ketiga, masih rendahnya partisipasi masyarakat, baik secara individu maupun secara kolektif. Akibatnya dengan kondisi tersebut diperlukan pembaharuan hukum melalui kebijakan hukum pidana yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan dengan tidak meninggalkan nilai-nilai hukum dan keadilan.
Jakarta: Universitas Indonesia, 1993
T36430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Purnama Kertapati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan gambaran mengenai fenomena kejahatan kekerasan menggunakan senjata api yang terjadi di wilayah hukum Polres Lhokseumawe yang meliputi wilayah Kota Lhokseumawe dan sebagian wilayah Kabupaten Aceh Utara yang terjadi pasca MoU Helsinki sepanjang periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 serta bagaimana upaya penaggulanganya. Data di lapangan menunjukan bahwa masih terjadi kejahatan kekerasan menggunkan senjata api di Aceh pasca MoU Helsinki seperti penculikan dengan meminta tebusan, pemerasan, perampokan, hingga pembunuhan yang dikaji dengan menggunakan Routine Activities Theory. Kejahatan kekerasan menggunakan senjata api pasca MoU ini dilakukan oleh oknum mantan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang berasal dari kalangan kelas bawah yang terbiasa hidup dalam suasana penuh kekerasan sesuai Lower Class Culture Theory. Mereka melakukan kejahatan tersebut karena didorong alasan kebutuhan ekonomi disamping memiliki sarana senjata api illegal sisa konflik bersenjata di Aceh yang masih banyak beredar di tangan para oknum mantan GAM tersebut sebagai bentuk inovativ dalam Anomie Theory dengan mempertimbangkan untung ruginya kejahatan tersebut dilakukan sesuai dengan Rational Choice Theory. Kejahatan kekerasan menggunakan senjata api yang dilakukan oleh oknum mantan GAM tersebut pada akhirnya menimbulkan keresahan dan gangguan keamanan serta ketertiban bagi masyarakat sehingga diperlukan adanya upaya penanggulangan kejahatan yang bersifat pencegahan (preemtif dan preventif) dan penindakan (represif) oleh Polres Lhokseumawe selaku aparat kepolisian yang mengacu pada konsep penanggulangan POLRI maupun konsep penanggulangan O.W Wilson yang secara garis besar digunakan oleh kepolisian diseluruh dunia. Data yang ada menunjukan bahwa upaya penanggulangan yang telah dilakukan dapat dikatakan cukup berhasil menurunkan angka kejahatan kekerasan menggunakan senjata api di wilayah hukum Polres Lhokseumawe. Namun demikian, mengacu pada data yang ada, keberhasilan upaya penaggulangan tersebut bukan hanya merupakan kerja dari pihak kepolisian semata akan tetapi juga karena adanya dukungan dan faktor-faktor lainya yang mempengaruhi keberhasilan tersebut sebagaimana konsep dari Walter C. Reckless, termasuk juga adanya dukungan dari berbagai instansi lain diluar kepolisian seperti aparat pemerintahan, TNI, unsur-unsur penegak hukum dalam Criminal Justice System, pihak swasta, serta masyarakat itu sendiri.
This research is aimed to description about phenomenon of violence crime uses fire arm that happened at jurisdiction of Lhokseumawe's Police territory which cover Lhokseumawe's city area and North Aceh regency area after MoU Helsinki since 2005 until 2010 and how to prevention it. Field data confirmed and found that the crimes that happened in Aceh's after MoU, such as kidnapping, blackmail, robberies, and murder may learned by using Activities Rootine Theory?s. The Violence crime uses fire arm does by ex GAM (Aceh Freedom Movement) from lower class community and usually lived in violence atmosphere basic on Lower Class Culture's Theory. They doing that crime because pushed by economy needs, beside they still have illegal fire arm from Aceh leavings conflict as forms inovative in Anomie Theories after they decided about lost and benefit doing crimes according to Rational Choices Theories. That crime must fight with prevention efforts by Lhokseumawe's Police with preventive and repressive action according to POLRI concept and O.W. Wilson concept that used by police throughout world. Existing data has demoed that crime prevention efforts has success to demoted violence crime number at Lhokseumawe's Polres' territory of jurisdiction. But such, according to existing data, that success not only because of police work, but also caused by other factors that influence success as concept from C. Walter. Reckless, including existence support from government, TNI, Law enforcer elements in Criminal Justice System's , private, and society itself.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T30205
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library