Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panjaitan, Mangasi
"PENDAHULUAN
Aktivitas pemerintah secara langsung maupun tak langsung mempengaruhi secara positip peningkatan total output (PDB) negara melalui interaksinya dengan sektor swasta. Pemerintah menyediakan barang publik seperti jalan, pelabuhan, hukum dan lembaga sosial yang meningkatkan hubungan pertukaran dan produktivitas sosial dengan menjamin hak kepemilikan (Enforcement of Property Rights) (Muller, 1979). Selain itu pemerintah memiliki wewenang memindahkan atau mengatur eksternalities negatip. Pemerintah dapat menyediakan infrastruktur ekonomi guna memperlancar pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki alokasi sumberdaya ekonomi (faktor produksi). Pembayaran transfer dapat membantu mengatur keseimbangan sosial dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Perlindungan dari eksploitasi luar negeri dan pertahanan militernya juga meningkatkan keamanan modal yang akan dan telah ditanam. Pengeluaran pemerintah pada bidang kesehatan dan pendidikan akan meningkatkan etos kerja dan produktivitas pekerja. Subsidi yang diberikan memperbaiki neraca pembayaran - bagi komoditi ekspor - dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Disisi lain pengaruh negatip pengaturan pemerintah dalam perekonomian antara lain melalui peningkatan penerimaan pemerintah (Government Revenue Raising) dan mekanisme transfer untuk peningkatan penerimaan pemerintah dapat mengakibatkan mis-alokasi sumber-sumber daya atau dis-insentip. Di samping itu adalah ketidakefisienan (inefisiensi) dalam penyediaan barang publik (Downs, 1959; Tullock, 1959; Oslon dalam Lin. S.A.Y,1994). Stigler (1971) mengatakan bahwa pengaturan ekonomi (Economic Regulation) ternyata dibuat untuk memperbaiki posisi masyarakat ,mapan (regulated), bukan untuk masyarakat umum. Selain itu pengeluaran untuk pertahanan dan keamanan memboroskan sumberdaya ekonomi, sementara pengeluaran pemerintah untuk hukum dan ketertiban umum mungkin pula disertai dengan penindasan. Dampak negatip ini mengurangi bahkan menghapus dampak positip pengaruh pemerintah pada pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran untuk memperkecil perbedaan (gap) keahlian pekerja dapat menjadi tidak efektip dan salah arah. Peningkatan pada peningkatan kesejahteraan mengakibatkan dis-insentip dan ketergantungan para penerimanya, sedangkan untuk kesehatan dan infrastruktur meningkatkan biaya individu (private cost) melalui persaingan dengan sektor swasta dalam hal pembiayaannya.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Dwi Anggoro
"Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 35.000 MW yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 4 Mei 2015 bertujuan meningkatkan akses listrik bagi masyarakat, dan mendukung pertumbuhan sosial ekonomi yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Penelitian ini melakukan analisis dampak kebijakan Program 35.000 MW terhadap tingkat pekerjaan dan kemiskinan di Indonesia menggunakan metode Callaway & Sant’Anna Difference-in-Differences (CSDID). Penelitian menggunakan unit analisis balanced data panel dengan tingkat kedalaman data pada level kabupaten/kota di Indonesia dalam kurun waktu 2007 hingga 2022. Hasil estimasi dampak kebijakan menunjukan Program 35.000 MW memiliki dampak signifikan mengurangi jumlah penduduk miskin dengan rata-rata penurunan sebesar 5.208 orang miskin pada Model 1, 4.277 orang miskin pada Model 2, dan 4.284 orang miskin pada Model 3. Berdasarkan subset wilayah hasil analisis menunjukan Program 35.000 MW memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan tingkat pekerjaan sebesar 1,2% dan penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 16.034 orang di wilayah Jawa Madura Bali

The 35,000 MW Power Plant Development Acceleration Program launched by President Joko Widodo on May 4 2015 aims to increase electricity access for the public, and support equitable socio-economic growth throughout Indonesia. This research analyzes the impact of the 35,000 MW Program policy on employment and poverty levels in Indonesia using the Callaway & Sant'Anna Difference-in-Differences (CSDID) method. The research uses a balanced panel data with data depth at the district/city level in Indonesia for the period 2007 to 2022. The results of the policy impact estimation show that the 35,000 MW Program has a significant impact on reducing the number of poor people with an average reduction of 5,208 poor people in Model 1, 4,277 poor people in Model 2, and 4,284 poor people in Model 3. Based on a subset of regions, the analysis results show The 35,000 MW program had a significant impact on increasing the employment rate by 1.2%, reducing the number of poor people by 16,034 people in the Java Madura Bali region"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melody
"Di dalam pasar tenaga kerja, seringkali terjadi ketidakselarasan antara kepentingan perusahaan dan tenaga kerja, terutama ketidakselarasan antara kemampuan yang dibutuhkan perusahaan dengan kemampuan yang sesungguhnya dimiliki oleh tenaga kerja untuk suatu tingkat pekerjaan. Calon pekerja memberikan sinyal kepada perusahaan berupa tingkat pendidikan akhirnya untuk mengisyaratkan tingkat kemampuannya. Namun, tingkat pendidikan tidak dapat menjadi tolok ukur kemampuan yang sesungguhnya. Potensi produktivitas calon pekerja dapat dilihat melalui tingkat kemampuan kognitif, namun tidak dapat diobservasi secara langsung oleh perusahaan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ketidakcocokan pekerjaan antara tingkat pendidikan akhir dengan kemampuan kognitif tenaga kerja. Di Indonesia sendiri, tingkat ketidakcocokan pekerjaan berada di kisaran 37% tahun 2016. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi signaling game equilibrium dan mengobservasi job mismatch pada pasar tenaga kerja di Indonesia. Studi ini menggunakan pendekatan game theory untuk meneliti signaling game yang terjadi pada pasar tenaga kerja di Indonesia dengan menggunakan metode signaling game dan data IFLS (Indonesia Family Life Survey) tahun 2000 dan 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata pemberian sinyal oleh tenaga kerja berupa tingkat pendidikan merupakan penentu utama tingkat pekerjaan yang akan didapatkan, bukan kemampuan pekerja. Selain itu, terdapat ketidakcocokan pekerjaan antara tingkat pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan bukan merupakan tolok ukur tingkat kemampuan yang akurat dalam pemilihan tenaga kerja. Oleh karenanya, perusahaan memerlukan alat ukur kemampuan kognitif yang akurat untuk menghindari inefisiensi alokasi tenaga kerja. Hasil ini diharapkan juga menjadi masukan bagi pembuat kebijakan serta memperkaya literature terkait pasar tenaga kerja di Indonesia.

In the labor market, there is often a misalignment between the interests of the company and the workers, especially the mismatch between the abilities needed by the company and the abilities actually possessed by the workers for a particular job level. Prospective workers give signals to companies in the form of their final level of education to signal their level of ability. However, the level of education cannot be a benchmark for real ability. The potential productivity of prospective workers can be seen through level of cognitive skill, but cannot be observed directly by the company. This can lead to job mismatch between the final education level and the cognitive skills of the workers. In Indonesia, the level of job mismatch is around 37% in 2016. This study aims to identify signaling game equilibrium and observe job mismatch on the labor market in Indonesia. This study uses the game theory approach to examine the game signaling that occurs in the labor market in Indonesia by using the 2000 and 2007 signaling game and IFLS data (Indonesia Family Life Survey). The results show that the signaling by the workforce is in the form of education level is the main determinant of the level of work to be obtained, not the ability of workers. In addition, there are job mismatches between the level of employment and the ability of workers. This shows that the level of education is not an accurate measure of ability in the selection of workers. Therefore, companies need accurate cognitive ability measurement tools to avoid labor allocation inefficiencies. This result is also expected to be an input for policy makers as well as enriching literature related to the labor market in Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library