Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ina Susianti Timan
"Hepatitis C merupakan penyakit infeksi yang dapat ditemukan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Sekitar 90-95% dari seluruh hepatitis pasca transfusi disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C, sedangkan sebagian besar diantaranya cenderung asimptomatik. sehingga kadang-kadang tidak terdeteksi. Sekitar separuh dari penderita tersebut dalam perjalanan penyakitnya akan menjadi hepatitis kronis, dan 20% di antaranya berlanjut menjadi sirosis bahkan karsinoma hepatoseluler. Timbulnya hepatitis C pada transfusi tentunya akan memperburuk kondisi penderita.
Di Indonesia, penggunaan darah dan komponennya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Komplikasi utama dari transfusi adalah timbulnya hepatitis pasca transfusi. Pada penderita hemofilia/talasemia seringkali harus berulang kali menerima transfusi darah dan faktor pembekuan, sehingga mempunyai resiko tinggi untuk menderita hepatitis pasca transfusi. Begitu pula para penderita lain yang suatu waktu harus menerima transfusi darah, juga mempunyai resiko yang cukup besar untuk mendapat hepatitis pasca transfusi.
Selain melalui transfusi darah, dilaporkan juga adanya berbagai Cara penularan secara parenteral yang juga sering mengakibatkan seseorang terinfeksi virus hepatitis C, antara lain melalui hemodialisa, transplantasi organ, melalui jarum suntik pada pengguna obat bius, dan lain-lain. Penularan hepatitis C pada penderita hemodialisa tentunya akan mempersulit penanganan penderita tersebut.
Akhir-akhir ini telah banyak dikembangkan tes serologic untuk mendeteksi adanya antibodi HCV yang merupakan petanda infeksi virus hepatitis C. Diharapkan dengan dilakukan penelitian ini penularan virus hepatitis C baik melalui transfusi darah dan komponennya, ataupun secara tidak langsung melalui proses hemodialisa dapat dikurangi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarsih Rahayu
"ABSTRAK
Lama transfusi darah pada talasemia mayor menyebabkan hemosiderosis. Penelitian ini untuk mengetahui dampak lama pemberian PRC terhadap hemosiderosis kulit, endokrin, jantung, tulang, hati dan limfa, serta saluran pencernaan pada anak dengan talasemia mayor di Ruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Penelitian kuantitatif, metode deskriptif analisis dengan pendekatan cross sectional. Sampel 35 anak, usia 3-17 tahun, dalam 4 kategori transfusi darah 1-5 tahun, >5-9 tahun, >9-13 tahun, dan >13-17 tahun. Penelitian dilakukan selama 2 bulan, Mei sampai Juni 2010, dengan wawancara, pemeriksaan fisik, dan observasi. Analisis data menggunakan uji ANOVA. Ada perbedaan hemosiderosis keseluruhan organ diantara keempat kategori lama transfusi darah (p=0,05). Ada perbedaan hemosiderosis pada kulit (p=0,000), endokrin (p=0,032), tulang (p=0,015), hati dan
limfa (p=0,000). Hemosiderosis dapat terjadi pada beberapa organ maupun seluruh organ tubuh. Rekomendasi untuk perawat yaitu mengantisipasi hemosiderosis dan memberikan perawatan sesuai dengan kondisi hemosiderosis anak talasemia mayor.

Abstract
Duration of blood transfusion resulted hemosiderosis. This study to known duration of PRC transfusion effect for hemosiderosis of skin, endocrine, heart, bone, hepar and lien, and tractus digestivus in children with major thalassemia at Melati 2 ward of Dr.Moewardi Hospital in Surakarta 2010. This study was kuantitative researched, analized descriptived method, cross sectional approached. Sample of 35 children, at the age range of 3 to 17 years in 4 groups were transfusion 1-5 years, >5-9 years, >9-13 years, and >13-17 years. This study did two months, Mei until June 2010 with interviewed, physical examinated, and observated. Data analized with ANOVA test. There was statistical difference between 4 groups transfusion prolonged for hemosiderosis (p=0,05). There were statistical difference were skin (p=0,000), endocrine (p=0,032), bone (p=0,015), hepar and lien (p=0,000). Hemosiderosis could occur at several body organs or all organs. Rekomendation for nurses, nurses should anticipate hemosiderosis and taken care for each organ of hemosiderosis."
2010
T29415
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Fitriani
"ABSTRAK
Perawat memiliki peran penting dalam menjaga keselamatan pasien dari efek samping transfusi darah. Namun, di Indonesia masih sangat sedikit penelitian mengenai prosedur transfusi yang dilakukan oleh perawat. Tujuan: hubungan pengetahuan perawat dengan kelengkapan pemberian transfusi yang dilakukan. Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik proportional random dan consecutive sampling dan didapatkan 106 perawat yang bekerja di ruang rawat inap pasien dewasa. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peniliti dengan jumlah soal 46. Data dianalisis dengan uji korelasi pearson. Hasil: nilai pengetahuan perawat 15,59 SD= 2.77 dan kelengkapan pemberian transfusi 42,19 SD= 3.82 tergolong cukup dan terdapat hubungan yang signifikan di antara keduanya p = 0,049, alfa = 0,05. Hubungan tersebut bersifat positif meskipun keeratannya sangat lemah r =192. Kesimpulan: perlu adanya peningkatan pengetahuan untuk meningkatkan kelengkapan pemberian transfusi darah yang dilakukan perawat. Peningkatan pengetahuan dapat diberikan melalui pelatihan dan evaluasi secara berkala.

ABSTRACT
Background Nurses have a vital role in maintain patient safety from the side effects of blood transfusion. However, there is very little studies on transfusion procedures conducted by nurses in Indonesia. Aim to determine the relation between knowledge and completeness of blood transfusion administration. Methods This study applied correlative analytical with cross sectional design approach and sample technique used is proportional random and consecutive sampling and obtained 106 nurses who work in adult hospitalization. The data were collected using questionnaires developed by the researcher with 46 questions. Data was analyzed using Pearson correlation test. Result a mean knowledge score of 15,59 SD 2.77 and completeness of transfusion 42.19 SD 3.82 are fair and there is significant relationship between variables p value 0,049, 0,05. The relationship is positive despite its very weakness r 192 . Conclusions Increased knowledge is needed to improve the completeness of blood transfusion conducted by nurses. Increased knowledge can be provided through regular training and evaluation. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Makmun
"Hepatitis pasca transfusi (HPT) telah lama mendapat perhatian para ahli. Sampai saat ini masih tetap merupakan salah satu komplikasi tindakan transfusi yang sering terjadi dan sering berkembang menjadi kronis, walaupun telah dilakukan pemilahan HBsAg terhadap semua darah donor oleh PMI (1,2,3 ). Berbagai penelitian mengenai kekerapan hepatitis pasca transfusi pada penderita yang mendapat transfusi darah dan komponen-komponennya menunjukkan angka yang berbeda-beda. Angka kekerapan HPT di Amerika Serikat berkisar antara 10-20%, di - Eropa Utara berkisar antara 2-4% sedangkan di Eropa Selatan mungkin berkisar antara 15-20% (dikutip dari 4). Di Jakarta, Rahman (1988) pada penelitiannya terhadap 60 penderita dengan tindakan bedah yang mendapat transfusi darah melaporkan terjadinya 18 kasus (30%) hepatitis pasca transfusi, 3 diantaranya hepatitis virus B (5). Sedangkan Sutanto (1989) pada penelitiannya terhadap 80 penderita yang mendapatkan transfusi darah melaporkan terjadinya 13 kasus hepatitis pasca transfusi (16,25%), 1 diantaranya adalah hepatitis virus B (6). Pada kedua penelitian tersebut, penyebab hepatitis pasca transfusi belum dapat dideteksi, sehingga disebut hepatitis Non A Non B (5,6).

Post-transfusion hepatitis (HPT) has long received the attention of experts. Until now, it is still a frequent complication of transfusion procedures and often develops into a chronic one, even though HBsAg has been screened for all donor blood by PMI (1,2,3). Various studies regarding the frequency of post-transfusion hepatitis in patients who received blood transfusions and its components show varying figures. The frequency of HPT in the United States ranges from 10-20%, in Northern Europe it ranges from 2-4%, while in Southern Europe it may range from 15-20% (quoted from 4). In Jakarta, Rahman (1988) in his research on 60 patients with surgical procedures who received blood transfusions reported the occurrence of 18 cases (30%) of post-transfusion hepatitis, 3 of which were viral hepatitis B (5). Meanwhile, Sutanto (1989), in his research on 80 patients who received blood transfusions, reported 13 cases of post-transfusion hepatitis (16.25%), 1 of which was hepatitis B virus (6). In both studies, the cause of post-transfusion hepatitis could not be detected, so it was called Non A Non B hepatitis (5,6).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tity Silvia
"ABSTRAK
Latar belakang. Transfusi darah mempunyai resiko untuk menyebabkan transmisi penyakit melalui darah, seperti malaria. Indonesia merupakan daerah endemik malaria terutama jenis P.falsiparum dan P.vivax. Di daerah endemik sulit menyaring kasus malaria hanya melalui wawancara dan keadaan klinis saja sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk menyaring kasus malaria. Pemeriksaan laboratorium terhadap malaria yang ada saat ini adalah pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Giemsa, rapid diagnostic tests (RDT) dan PCR. Teknik yang digunakan tersebut memiliki keterbatasan. Perubahan yang terjadi pada permukaan membran eritrosit selama perkembangan parasit malaria intraseluler antara lain diekspresikannya berbagai protein polimorfik yang diketahui dapat memberi respon imun yang kuat. Antibodi terhadap molekul protein ini dapat ditemukan dalam serum penderita segera setelah penyembuhan infeksi malaria primer. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini untuk melihat apakah sediaan apus sel darah merah yang terinfeksi malaria yang diwarnai dengan teknik imunositokimia dapat mendeteksi adanya antigen pada permukaan sel darah merah tersebut menggunakan mikroskop cahaya.
Metodologi.Penelitian ini dilakukan pada 42 bahan penelitian yang terdiri dari bahan yang positif dan negatif berdasarkan pemeriksaan mikroskop. Bahan penelitian ini diperiksa dengan teknik PCR sebagai baku emas, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan imunositokimia ( immunocytochemistry,ICC).
Hasil. Dari 42 bahan penelitian yang diperiksa dengan PCR , dua bahan tidak dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan ICC karena sediaan terlalu kecil.Dari 40 bahan yang diperiksa dengan PCR dan ICC, tiga bahan penelitian menunjukkan hasil positif dengan pemeriksaan PCR maupun ICC. Satu bahan penelitian yang negatif dengan pemeriksaan PCR menunjukkan hasil positif dengan pemeriksaan ICC. Sensitivitas pemeriksaan menggunakan teknik ICC dibandingkan dengan PCR adalah 100% dengan spesifisitas 97%.
Simpulan. Pemeriksaan ICC cukup sensitif untuk menyaring adanya sel darah merah yang terinfeksi malaria sehingga dapat dipertimbangkan sebagai pemeriksaan untuk uji saring malaria pada darah donor.

ABSTRACT
Background. Blood transfusion are at risk to cause the transmission of blood borne diseases, such as malaria. Indonesia is a malaria- endemic areas , especially P.falciparum and P.vivax. In endemic areas, malaria is difficult to filter out throught interviews and clinical manifestation only. Hence, the laboratory tests to screen cases of malaria are needed. The existing laboratory techniques to detect malaria are microscopic examination with Giemsa staining, rapid diagnostic test and PCR. These technique had limitation . Changes that occur on the surface of the erythrocyte membrane during intracellular malaria parasite development such as the expression of various polymorphic protein, is known to induce a strong immune response. Antibodies to this protein molecule can be found in the serum of patients immediately after primary malarial infection. Therefore this research aims to search if the red blood cells smear of blood infected with malaria using immunocytochemistry technique can detect the presence of antigens on the surface of red blood cells using a light microscope.
Methodology. In this study conducted at 42 study material consisting of positive and negative material base on microscope examination. This research material examined by PCR as gold standard, followed by immunocytochemistry examination (ICC).
Result. Forty two research material were examined by PCR, two material can not be able to proceed with the ICC examination because the size of preparation are too small. Forty material were examined by PCR and ICC, three material research shows positive result with PCR and ICC . One study material negative with PCR shows positive result with the ICC. Sensitivity checks using ICC compared to PCR technique was 100% with specificity was 97%.
Conclusion. ICC technique is sensitive to screen for red blood cells infected with malaria. It can be considered as a screening examination for malaria in blood donor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, David Hasudungan
"Latar belakang: Salah satu reaksi transfusi lambat yang bersifat fatal adalah TA GVHD (Transfusion Associated Graft Versus Host Disease). Kejadian TA GVHD pada pasien immunocompromised diperkirakan sebesar 0,1- 1,0% dengan angka kematian sekitar 80- 90%.7 Upaya radiasi komponen darah seluler saat ini merupakan cara yang paling efisien dan dapat diandalkan untuk mencegah TA-GVHD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efek berbagai dosis radiasi terhadap sel darah merah selama penyimpanan.
Metodologi: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik pada 72 sediaan sel darah merah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sediaan sel darah merah dibagi menjadi 4 grup, yaitu grup yang mendapat dosis 2500,3000,5000 cGy dan kontrol. Dilakukan pengujian OFT dan kadar kalium pada hari pertama, ketiga dan kelima penyimpanan.
Hasil: Terjadi peningkatan kadar kalium yang bermakna secara statistik mulai dari hari pertama setelah dilakukan radiasi pada semua dosis. Tidak ditemukan perbedaan bermakna ketahanan membran sel darah merah terhadap semua dosis radiasi selama penyimpanan sampai hari kelima.
Simpulan: Radiasi pada dosis 2500-5000 cGy dapat menyebabkan peningkatan kadarkalium dan tidak menyebabkan perubahan fragilitas sel darah merah yang disimpan selama 5 hari setelah radiasi. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai mutu sediaan sel darah merah selama penyimpanan setelah dilakukan radiasi seperti melihat tingkat hemolisis (hemolisis rate).

Background: One of the delayed transfusion reactions that are fatal is TA GVHD (Transfusion Associated Graft Versus Host Disease). TA incidence of GVHD in immunocompromised patients is estimated at 0.1 to 1.0% with a mortality rate of approximately 80-90% .7 Efforts irradiation of cellular blood components is currently the most efficient way and a reliable way to prevent TA-GVHD. This study aims to determine the effect of various doses of irradiation effects on red blood cells during storage.
Method: This study used a descriptive analytic design at 72 red blood cell preparations that meet the inclusion and exclusion criteria. The preparation of red blood cells were divided into 4 groups, ie the group that received 2500,3000,5000 cGy dose and control. OFT testing and potassium levels on the first day, the third and fifth storage.
Results: An increase in potassium levels was statistically significant from the first day after irradiation at all doses. Found no significant differences in red blood cell membrane resistance to all doses of irradiation during storage until the fifth day.
Conclusion: Irradiation at doses of 2500-5000 cGy can cause increased pottasium level and does not cause changes fragility of red blood cells stored for 5 days after irradiation. The need for further research on the quality of the preparation of red blood cells during storage after irradiation as seen levels of hemolysis (hemolysis rate).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadliyana Ekawaty
"[ABSTRAK
Kebutuhan puskesmas rawat inap sebagai unit pelayanan transfusi darah sudah
memasuki tahap kritis dikarenakan anak dengan penyakit kronis memerlukan
layanan khusus guna mengoptimalkan kualitas hidupnya termasuk fungsi sekolah.
Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapan
puskesmas rawat inap dalam pemberian transfusi darah pada anak dengan
thalassemia di kota Depok. Metode menggunakan cross sectional melibatkan 66
tenaga kesehatan, 10 staf PMI, 13 anggota POPTI. Analisis menyatakan terdapat
hubungan signifikan antara pendidikan dan pengetahuan dengan kesiapan
puskesmas. Pengetahuan memiliki peluang 6,2 kali terhadap kesiapan. Hasil
penelitian dapat menjadi acuan merencanakan intervensi bersifat elaborasi antara
puskesmas, UDD PMI, POPTI dan pemerintah.

ABSTRACT
Needs of inpatient care in public health center (PHC) as a unit blood transfusion
service has entered a critical. This study to determine the factors related to the
readiness of PHC to provide blood for children with thalassemia in Depok. This
study used cross sectional method involving 66 health workers, 10 PMI staff, 13
staff member POPTI. Result of the analysis stated there is a statistically
significant relationship between education and knowledge with the readiness.
Knowledge also had chances 6.2 times the readiness. This result could be a
reference intervention, which is the elaboration between PHC, UDD PMI, POPTI
and government, Needs of inpatient care in public health center (PHC) as a unit blood transfusion
service has entered a critical. This study to determine the factors related to the
readiness of PHC to provide blood for children with thalassemia in Depok. This
study used cross sectional method involving 66 health workers, 10 PMI staff, 13
staff member POPTI. Result of the analysis stated there is a statistically
significant relationship between education and knowledge with the readiness.
Knowledge also had chances 6.2 times the readiness. This result could be a
reference intervention, which is the elaboration between PHC, UDD PMI, POPTI
and government]"
2015
T43682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Ichsan Wiguna
"Transfusi darah berulang pada subjek thalassemia mayor berpotensi menyebabkan transmisi virus hepatitis B dan / atau C. Infeksi dapat menyebabkan perubahan kadar feritin serum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi varian virus hepatitis dan hubungannya dengan kadar feritin serum. Penelitian potong-lintang dilakukan dengan membandingkan kadar feritin serum antar kelompok subjek terinfeksi varian virus hepatitis pada subjek thalassemia mayor di RS Cipto Mangunkusumo Kiara Jakarta antara tahun 2006-2015. Hasil penelitian menyebutkan bahwa prevalensi infeksi hepatitis keseluruhan sebesar 10,06 subjek dan didapatkan nilai p < 0,050 dari uji komparasi antara kadar feritin serum pada kelompok subjek hepatitis B dengan hepatitis C, hepatitis B dengan hepatitis B dan C, hepatitis C dengan non-hepatitis serta hepatitis B dan C dengan non-hepatitis. Pevalensi infeksi hepatitis keseluruhan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lain dan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar feritin serum pada kelompok subjek hepatitis B dengan hepatitis C, hepatitis B dengan hepatitis B dan C, hepatitis C dengan non-hepatitis serta hepatitis B dan C dengan non-hepatitis.

Regular blood transfusion in major thalassemia subjects potentially mediates infection of hepatitis B and or C virus. Infection can change serum ferritin level. This research intends to know the prevalence of hepatitis virus variant infection and its association with serum ferritin level. This research used cross sectional method to compare serum ferritin level within each hepatitis virus variant infection subject's groups on major thalassemia subjects in RS Cipto Mangunkusumo Kiara Jakarta within 2006 2015. Results showed that prevalence of hepatitis in total was 10.06 subjects and p value from comparison test of serum ferritin level in subject's group of hepatitis B with hepatitis C, hepatitis B with hepatitis B and C, hepatitis C with non hepatitis, and hepatitis B and C with non hepatitis is p 0,050. Prevalence of hepatitis in total was lower than prevalence value in the other studies and there were significant association of serum ferritin level in subject's group of hepatitis B with hepatitis C, hepatitis B with hepatitis B and C, hepatitis C with non hepatitis, and hepatitis B and C with non hepatitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Akbar
" ABSTRAK
Latar Belakang: Thalassemia merupakan hemoglobinopati herediter yang menyebabkan anemia kronis, sehingga pasien membutuhkan transfusi darah secara rutin yang dapat menyebabkan kelebihan besi. Kelebihan besi dapat memicu beberapa komplikasi, salah satunya adalah gangguan pertumbuhan. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin dan profil besi dengan gangguan pertumbuhan pada pasien thalassemia. Metode: Studi cross-sectional pada 102 pasien thalassemia di Pusat Thalassemia RSCM Jakarta. Hasil: Empat puluh lima 44,1 subjek adalah perempuan dan 57 55,9 subjek adalah lelaki dengan rentang usia 9-14 tahun. Tiga puluh sembilan 38,2 subjek memiliki perawakan pendek dan 63 61,8 subjek memiliki perawakan normal. Nilai median kadar feritin serum pada pasien perawakan pendek adalah 2062 318-8963 ng/mL dan pada pasien perawakan normal adalah 3315 422,9-12269 ng/mL p.

ABSTRACT
Background Thalassemia is a hereditary hemoglobinopathy which causes chronic anemia, thus the patients need regular blood transfusion which can cause iron overload. It leads to some complications, one of them is growth retardation. Aim To determine the association between hemoglobin level and iron profile with growth retardation on thalassemia patients. Methods cross sectional study on 102 patients in Thalassemia Center of RSCM Jakarta. Results Forty five 44.1 subjects are girls and 57 55.9 subjects are boys. Their age range was 9 14 years old. Thirty nine 38.2 subjects had short stature and 63 61.8 subjects had normal stature. Median of serum ferritin level in the short stature patients was 2062 318 8963 ng mL and normal stature was 3315 422.9 12269 ng mL p 0.001 . Median of transferrin saturation in the short stature patients was 88 19 100 and normal stature was 83 35 100 p 0.94 . Mean of pra transfusion hemoglobin level in the short stature patients was 8.14 SD 0.93 g dL and normal stature was 8.07 SD 0.86 g dL p 0.68 . Conclusion there is a significant association between serum ferritin level and growth retardation, but there is no significant association between transferrin saturation and pra transfusion hemoglobin level with growth retardation."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvian Putra A.
"Pendahuluan: Terapi transfusi darah rutin pada pasien thalassemia berisko menyebabkan hemokromatosis sekunder pada tubuh. Hemokromtasosis sekunder, yang diukur dengan kadar ferritin serum, dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang berdampak pada keterlambatan pertumbuhan atau stunting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui presentase pasien thalassemia anak di RSCM Kiara yang mengalami stunting, melihat hubungan antara kadar ferritin serum dengan stunting, kadar hemoglobin dengan stunting, dan nilai hematokrit dengan stunting.
Metode: Dari 285 data pasien thalassemia di RSCM Kiara, diambil 109 data pasien yang memenuhi kriteria untuk penelitian ini. Data tersebut terdiri dari 55 anak laki-laki dan 54 anak perempuan dengan rentang usia 0-18 tahun.
Hasil: Dari 109 pasien, terdapat 48,7 53/109 pasien yang memiliki kondisi stunting. Kelompok stunting tersebut terdiri dari 40 22/55 anak laki laki dan 54,7 31/54 anak perempuan. Bila digunakan kadar ferritin serum ng/dL dengan cut off 1000, 2000, 3000, 4000 sebagai batas cut off untuk menyatakan adanya hemokromatosis, tidak ditemukan adanya hubungan p>0,05 . Namun, terdapat perbedaan signifikan p.

Introduction: Routine blood transfusion in thalassemia patient is commonly reported on causing secondary hemochromatosis. Untreated secondary hemochromatosis, which is measure with serum ferritin level, can lead to liver hemosiderosis which directly responsible for delay growth or stunting. The aim of this study is to know the percentage of stunting condition in RSCM Kiara thalassemia patient and if there any correlation between secondary hemochromatosis, hemoglobin, and hematocrit with stunting.
Methode: From 285 thalassemia patient data in RSCM Kiara, 109 were taken as a subject in this research. It is consisted of 55 boys and 54 girls with age range from 0 18 years.
Result: From 109 patients, there are around 48.7 53 109 patient who shown stunting condition. It is consisted 40 22 55 boys and 57.4 31 54 girls. If serum ferrtin level ng dL cut off point 1000, 2000, 3000, 4000 is used to determined condition of hemochromatosis, it was found to have no significant relation p 0.05 with stunting, However, there are a significant different p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>