Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Rahmawati
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji masalah adaptasi transmigran di lokasi transmigrasi. Transmigrasi merupakan salah satu program pemerintah dalam mengatasi masalah kependudukan, yaitu persebaran penduduk Indonesia yang tidak merata, terutama kesenjangan penduduk antara Jawa dan Luar Jawa, Prosfek keberhasilan program ini ditujukan untuk menjamin pemerataan penduduk dan kesejahteraan penduduknya, dengan jalan penyediaan lapangan kerja dan peningkatan taraf hidup, melalui pemanfaatan sumber daya alam dan tenaga manusia. Keberhasilan program transmigrasi sangat tergantung dari keberhasilan transmigrannya dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan membentuk kehidupan masyarakat baru. Hanya saja, perubahan dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain bukan hal yang mudah, karena setiap individu sudah terbiasa hidup dalam konteks lingkungan tertentu, sehingga perubahan lingkungan akan mengganggu keseimbangan hidup. Tantangan kehidupan di lokasi baru menuntut individu transmigran untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan tersebut, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, yang relatif berubah. Kenyataannya, ada transmigran yang berhasil beradaptasi dan ada yang gagal beradaptasi, ditandai dengan keberadaan transmigran yang bertahan tinggal di lokasi dan berhasil meningkatkan taraf hidupnya, di sisi lain banyaknya transmigran yang pergi meninggalkan lokasi untuk kembali ke daerah asal. Untuk itu, perlu diadakan penelitian tentang adaptasi transmigran. Secara khusus, kajian ini akan membahas hubungan keberhasilan dan kegagalan adaptasi transmigran dengan keberadaan hubungan sosial. Pertanyaan penelitiannya adalah pola hubungan sosial yang bagaimana yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan adaptasi transmigran di lingkungan pemukiman yang Baru. Apakah keberadaan dukungan sosial mempunyai makna panting bagi kelangsungan hidup transmigran. Bentuk-bentuk dukungan sosial yang bagaimana yang mempengaruhi keberhasilan adaptasi transmigran. Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan penelitian di atas, dilakukan studi lapangan melalui metode penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan life history. Adapun pengumpulan datanya menggunakan Cara pengamatan terlibat, wawancara mendalam dan fokus grup diskusi terhadap beberapa orang informan terpilih. Data yang sudah terkumpul tersebut kemudian diolah dan dianalisa dengan Cara mengkategori data dan mendeskripsikannya, sehingga diperoleh data tentang strategi adaptasi transmigran, Dalam melihat masalah adaptasi transmigran, pendekatan "Actor Based Model" digunakan sebagai kerangka acuan, yaitu adaptasi dipandang sebagai suatu tindakan yang dihasilkan dari keputusan sejumlah individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sejumlah pilihan keputusan individu dalam beradaptasi dengan lingkungan akan menunjukkan pola yang sama apabila individu-individu tersebut mempunyai norma budaya yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Masalah adaptasi transmigran merupakan masalah interaksi social. Keberhasilan dan kegagalan adaptasi transmigran tergantung dari kemampuan transmigran tersebut dalam memahami sumber mata pencaharian yang ada dan mengatasi berbagai tantangan lingkungan. Bagaimana transmigran memobilisasi kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya interaksi dan dukungan sosial. Ada sejumlah individu transmigran yang melakukan strategi adaptasi dengan jalan mencari dukungan sosial, melalui hubungan sosial, baik berupa hubungan kekerabatan, pertemanan, ketetanggaan maupun melalui institusi dan organisasi sosial yang ada di lokasi transmigrasi. Hubungan kekerabatan dibedakan kualitasnya berdasarkan ikatan yang melatar belakangi hubungan tersebut, yaitu ikatan darah dan ikatan perkawinan. Bentuk hubungan kekerabatan ini menjamin transmigran untuk memperoleh dukungan sosial, hanya saja hubungan kekerabatan atas dasar ikatan darah lebih efektif dan lebih pasti dalam menjamin keberadaan dukungan sosial. Hubungan pertemanan biasanya terbentuk karena ada kesamaan, misalnya kesamaan daerah asal dan bersifat sukarela. Masing-masing anggota secara sukarela menjalin hubungan dengan anggota lainnya tanpa ada tujuan yang diharapkan. Berbeda dengan hubungan pertemanan, hubungan ketetanggaan terbentuk karena ada kepentingan tertentu dan tujuan yang diharapkan, misalnya untuk mencari dukungan ekonomi atau dukungan-dukungan lainnya. Institusi dan organisasi sosial yang ada di lokasi transmigrasi bisa diharapkan sebagai sumber dukungan sosial ketika transmigran tersebut mengalami hambatan interaksi dan komunikasi dengan sesama transmigran lainnya Transmigran yang mempunyai hubungan sosial akan memperoleh dukungan sosial, sedangkan transmigran yang tidak mempunyai hubungan sosial tidak akan memperoleh dukungan sosial. Sementara itu, dukungan sosial yang ada dan diterima oleh transmigran tidak semuanya efektif bagi kelangsungan adaptasi transmigran. Ada yang sifatnya terbatas, ada juga yang menjamin kelangsungan adaptasi. Hal ini tergantung dari harrnonis tidaknya hubungan sosial tersebut dan intensif tidaknya frekwensi interaksi dan komunikasi yang yang dijalin oleh masing-masing transmigran. Strategi adaptasi masing-rnasing transmigran dipengaruhi oleh pengalaman dan latar belakang budaya transmigran yang bersangkutan, sehingga arti penting keberadaan dukungan sosial tidak sama bagi semua transmigran. Ada sejumlah transmigran yang menganggap dukungan sosial bukan sebagai dukungan sosial, melainkan sebagai tindakan balas jasa atas kebaikan transmigran tersebut di masa lalu, atau hutang yang harus dibayar di masa datang.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriadi Torro
Abstrak :
Penelitian yang telah dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh status ekonomi, partisipasi politik dan etnisitas terhadap tingkat integrasi transmigran dan penduduk asli di pemukinan transmigrasi Sukamaju, Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan. Daerah sampel penelitian ditentukan dengan metode sampling bertujuan, sementara responden penelitian dipilih dengan tehnik random. Data dikumpulkan dengan penyebaran angket atau kuisioner ke 139 responden dan dianalisis dengan tehnik korelasi dan rearesi sederhana, korelasi dan recresi ganda atas bantuan komputer melalui program SPSS/PC + versi 6.0. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa statu ekonomi dan partisipasi politik secara positif dan signifikan berkorelasi dengan tingkat integrasi (dengan nilai r masing-masing 1,3845 dan 0,6643) pada taraf keyakinan 0,05). Begitupula dengan etnisitas secara negatif dan signifikan berkorelasi dengan tingkat integrasi (nilai r -0,4349 pads taraf keyakinan 0,05). Pengaruh gabungan dari ketiga variabel bebas di atas lebih besar lagi yakni 0,73529 dengan koefisien determinasi 0,54065. Pada tahap interpetasi dan pemba.hasan diketahui bahwa partisipasi politik yang sangat signifikan dan berpengaruh terhadap tingkat integrasi dengan nilai T hitung sebesar 7,278, kemudian disusul etnisitas dan status ekonomi. Bila mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, terutama studi Mangunrai maka ditemukan titik kesamaan bahwa integrasi yang tinggi sangat dipengaruhi oleh upaya transformasi budaya, sosial dan ekonomi dari masing-masing pihak. Begitupula studi Harahap melihat integrasi dari segi komunikasi, solidaritas kesamaan agama dan budaya. Dari aspek sosiologis studi ini menekankan interaksi dan kontak. Oleh karena itu akselarasi proses integrasi transmigran dan penduduk asli perlu penataan kembali mengenai pola pemukiman yang bergaya segregatad pluralism. Di samping itu tidak menonjolkan rasa keetnikan seperti memberi nama kampung, dusun atau nama-mana tempat umum misalnya lapangan sepak bola dan lain-lain dengan nama dari etnik tertentu. Hal-hal seperti ini dapat mengurangi rasa persatuan dan kesatuan komunitas desa itu. Studi arerrg integrasi yang menggunakan indikator dan tolak ukur ini, masih perlu disempurnakan dan dikaji lebih mendalam. Ada beberapa studi yang senada seperti Darwis dan Hartoyo mengenai keserasian sosial, namun terhadap studi integrasi dimasa mendatang kedua studi tersebut perlu dikaji ulang, karena indikator-indikator yang ditetapkan hanya melihat interaksi secara nyata, padahal aspek sosiologis yang sesungouhnya adalah hubungan sosial (relationship). Dalam anti aspek-aspek laten yang melekat dalam sebuah komunitas perlu dicari.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Phenomenon of people's mobility shows a social plurality. Every fight againts actor as the againt of change and his participation in development in the destination land (Sumbawa) was user for the focus of this study and historiographical description of the local history from the social aspect....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syafkhardi
Abstrak :
Desa transmigrasi merupakan contoh lingkungan kehidupan manusia di pedesaan yang dibangun dengan terencana, lengkap dengan lahan usaha dan fasilitas umum yang dibutuhkan. Desa transmigrasi bukanlah hanya merupakan tempat tinggal saja tetapi juga sekaligus menyediakan potensi yang dapat diolah untuk kehidupan transmigran. Desa transmigrasi diharapkan menjadi lingkungan permukiman yang mampu memberikan kehidupan bagi penduduk transmigran. Perencanaan permukiman transmigrasi dilakukan pada daerah yang masih kosong penduduk atau masih merupakan hutan, sehingga konsep-konsep perencanaan lingkungan permukiman dapat diterapkan. Program transmigrasi merupakan bagian integral dari rencana pembangunan daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi diharapkan terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan transmigran. Motivasi seseorang berpartisipasi dalam Program transmigrasi adalah untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera. Keberhasilan transmigran pada akhirnya diukur berdasarkan kesejahteraannya. Semakin baik kesejahteraan transmigran dapat dianggap semakin berhasil program transmigrasi yang dilaksanakan. Dengan mengetahui tingkat kesejahteraan transmigran diharapkan pemerintah bersama masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap pelaksanaan proyek transmigrasi. Aktifitas kegiatan kehidupan transmigran di desa transmigrasi dimulai pada saat lokasi permukiman mulai didiami. Dengan berjalannya waktu, desa transmigrasi akan berkembang yang antara lain dapat dilihat dari pertambahan jumlah penduduk, perkembangan aktifitas kegiatan dan meningkatnya pelayanan jasa. Desa transmigrasi Dwi Warga Tunggal Jaya dan Desa Tunggal Warga di Kabupaten Tulang Bawang Lampung merupakan permukiman yang sudah ditempati oleh transmigran selama lebih dari 20 tahun. Di desa-desa ini jumlah penduduk dan aktifitasnya sudah berkembang. Telah terjadi pembauran antara penduduk transmigran dengan penduduk yang bukan transmigran. Penelitian ini ingin mengetahui keadaan kesejahteraan penduduk transmigran dan perbedaannya dengan penduduk yang bukan transmigran, serta beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan penduduk di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya dan Desa Tunggal Warga Kecamatan Banjar Agung Lampung. Manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai masukan bagi kebijakan program transmigrasi di masa datang 2. Sebagai masukan bagi usaha untuk menanggulangi permasalahan di lokasi permukiman transmigran 3. Sebagai masukan untuk mempersiapkan calon transmigran 4. Sebagai masukan bagi proyek perencanaan permukiman baru atau proyek pemindahan penduduk selain transmigrasi Rumusan hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: 1. Tingkat kesejahteraan penduduk bukan transmigran di desa penelitian lebih tinggi dari tingkat kesejahteraan penduduk Transmigran di Desa Tunggal Warga dan Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. 2. Dalam hal faktor yang mempengaruhi kesejahteraan penduduk di desa penelitian di Desa Tunggal Warga dan Desa Dwi Warga Tunggal Jaya, diduga: a. Motivasi mempunyai hubungan yang positif dengan kesejahteraan b. Penguasaan keterampilan mempunyai hubungan yang positif dengan kesejahteraan c. Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang positif dengan kesejahteraan Pemilihan responden sebagai sampel dilakukan dengan metode Sampel Acak Distratifikasi (Stratified Random Sampling). Jumlah sampel di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya adalah 70 responden yang terdiri dari penduduk transmigran 35 responden dan penduduk bukan transmigran 35 responden. Demikian juga dengan Desa Tunggal Warga sebanyak 70 responden yang terdiri 35 responden transmigran dan 35 responden bukan transmigran. Total keseluruhan berjumlah 140 responden. Hipotesis pertama, yang dibuktikan adalah kesejahteraan penduduk bukan transmigran lebih tinggi dari kesejahteraan penduduk transmigran. Uji statistik yang digunakan adalah Uji Mann - Whitney atau disebut juga Uji U. Untuk menguji hipotesis 2a, 2b dan 2c digunakan metode korelasi rank (jenjang) Spearman. Pada umumnya responden transmigran mata pencahariannya adalah bertani dengan menanam karet dan singkong karena tanahnya tidak cocok buat tanaman lain. Rata-rata luas lahan karet yang berproduksi 0,7 Ha dan luas lahan singkong yang berproduksi 0,54 Ha. Mata pencaharian responden bukan transmigran umumnya di sektor jasa dan perdagangan, mareka tidak saja melayani daerah transmigran tetapi juga melayani daerah di sekitarnya. Jadi usaha mereka bisa berkembang dengan cepat. Penduduk bukan transmigran pada umumnya mempunyai keterampilan yang dapat diandalkan sebagai mata pencaharian. Pendapatan penduduk transmigran di desa penelitian rata-rata berada di bawah kebutuhan hidup minimal. Pengelolaan data pendapatan penduduk dengan SPSS-10 memberikan hasil 60,64% penduduk transmigran di Desa Tunggal Warga pendapatannya berada di bawah kebutuhan hidup minimal. Penduduk transmigran Desa Dwi Warga Tunggal Jaya sebanyak 63,68% masih mempunyai pendapatan di bawah kebutuhan hidup minimal. Penduduk bukan transmigran yang umumnya bergerak dalam sektor pelayanan dan jasa, mempunyai pendapatan rata-rata di atas kebutuhan minimal. Untuk Desa Tunggal Warga hanya 0,89% yang pendapatannya berada di bawah kebutuhan hidup minimal. Penduduk bukan transmigran di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya 0,59% yang pendapatannya di bawah kebutuhan hidup minimal. Berdasarkan batas kebutuhan hidup minimal Rp. 93.172,- didapat skor rata-rata pendapatan penduduk transmigran di Desa Tunggal Warga adalah 3,114 dengan standar deviasi 0,796 dan di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya adalah 3,143 dengan standar deviasi 0,772. Untuk penduduk bukan transmigran di Desa Tunggal Warga skor rata-rata 6,457 dengan standar deviasi 0,780 dan untuk Desa Dwi Warga Tunggal Jaya didapat skor 6,343 dengan standar deviasi 0,802. Berdasarkan data respoden, skor partisipasi pendidikan rata-rata penduduk transmigran di Desa Tunggal Warga adalah 4,97 (standar deviasi 1,34) dan penduduk transmigran di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya 4,57 (standar deviasi 1,58). Penduduk bukan transmigran mempunyai skor partisipasi pendidikan yang lebih tinggi yaitu 6,8 (dengan standar deviasi 0,40) untuk desa Tunggal Warga dan 6,77 (dengan standar deviasi 0,49) untuk Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. Data ini menggambarkan adanya kesadaran yang lebih tinggi di lingkungan penduduk bukan transmigran. Walaupun demikian partisipasi pendidikan penduduk transmigran di Desa Tunggal Warga rata-rata 4,97 (dalam skala 1 ski 7) dan Desa Dwi Warga Tunggal Jaya sebesar 4,57 (dalam skala 1 s/d 7) masih cukup baik karena sudah di atas 50%. Dari penelitian terhadap responden di Desa Tunggal Warga, keadaan kesehatan penduduk transmigran mempunyai skor rata-rata 3,71 (standar deviasi 1,51) dan penduduk bukan transmigran skor rata-rata 5,88 (standar deviasi 0,72). Untuk penduduk transmigran di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya skor keadaan kesehatan rata-rata adalah 4,0 (standar deviasi 1,31), sedangkan skor rata-rata penduduk bukan transmigran adalah 6,00 (standar deviasi 0,64). Keadaan kesehatan yang lebih baik pada penduduk bukan transmigrasi menggambarkan keadaan gizi yang lebih baik, kesadaran akan kebersihan yang lebih tinggi dan kondisi tempat tinggal yang lebih sehat. Keadaan rumah tinggal penduduk transmigran di kedua desa, yang terbanyak berlantai semen dan berdinding papan, walaupun sudah ada juga yang berlantai semen dan berdinding bata. Rumah tinggal penduduk bukan transmigran kebanyakan berlantai semen dan berdinding bata. Dari hasil penelitian didapat gambaran bahwa kualitas rumah tinggal penduduk bukan transmigran umumnya lebih baik dari rumah tinggal penduduk transmigran. Rata-rata kesejahteraan penduduk transmigran di Desa Tunggal Warga mempunyai skor 16,01 (dengan standar deviasi 3,98) dan rata-rata kesejahteraan penduduk bukan transmigran mempunyai skor 24,60 (dengan standar deviasi 2,28). Untuk Desa Dwi Warga Tunggal Jaya rata-rata skor kesejahteraan penduduk transmigran adalah 15,84 (dengan standar deviasi 3,94) dan penduduk bukan transmigran adalah 24,93 (dengan standar deviasi 2,36). Dari hasil tersebut didapat gambaran bahwa rata-rata kesejahteraan penduduk bukan transmigran lebih tinggi daripada kesejahteraan penduduk transmigran di desa penelitian. Untuk Desa Tunggal Warga skor motivasi penduduk transmigran rata-rata adalah 40,52 (dengan standar deviasi 6,68) dan skor motivasi penduduk bukan transmigran adalah 52,24 (dengan standar deviasi 2,08). Untuk Desa Dwi Warga Tunggal Jaya skor rata penduduk transmigran adalah 40,60 (dengan standar deviasi 5,67) dan skor penduduk bukan transmigran rata-rata 51,48 (dengan standar deviasi 2,94). Hasil ini memberikan gambaran kepada kita bahwa motivasi penduduk bukan transmigran lebih tinggi dibandingkan motivasi penduduk transmigran, baik di Desa Tunggal Warga maupun Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. Penduduk pendatang yang bukan transmigran mencapai tingkat kehidupan yang baik karena mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Penduduk transmigran umumnya tidak mempunyai keterampilan selain berkebun singkong dan berkebun karet. Keadaan ini membuat mereka sangat bergantung kepada produksi komoditi tertentu, tergantung kepada keadaan kesuburan lahan dan harga jual komoditi yang diproduksi. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor tingkat pendidikan penduduk transmigrasi lebih rendah dari tingkat pendidikan penduduk bukan transmigran. Dari hasil penelitian dan pengujian hipotesis didapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Program transmigrasi belum berhasil memberikan kesejahteraan kepada penduduk transmigran di desa-desa penelitian, walaupun kegiatan ekonomi dan jasa pelayanan di desa tersebut sudah berkembang. 2. Kesejahteraan penduduk bukan transmigran lebih tinggi dari kesejahteraan penduduk transmigran. Sebanyak 60,64% penduduk transmigran di Desa Tunggal Jaya dan 63,88% di Desa Dwi Warga Tunggal Jaya pendapatannya di bawah kebutuhan minimal, sedangkan penduduk bukan transmigran di desa penelitian hampir semuanya berpendapatan di atas batas kebutuhan minimal. Walaupun demikian, umumnya penduduk transmigran mengatakan kehidupan mereka di Jawa sebelum ikut program transmigrasi lebih susah lagi karena tidak punya lahan. 3. Terdapat hubungan yang positif antara motivasi dengan kesejahteraan. Penduduk bukan transmigran mempunyai motivasi yang lebih tinggi daripada penduduk transmigran. Motivasi yang tinggi pada penduduk bukan transmigran didukung oleh informasi yang cukup dan gambaran yang lebih lengkap tentang daerah baru, sebelum mereka memutuskan untuk pindah. 4. Terdapat hubungan yang positif antara penguasaan keterampilan dengan kesejahteraan. semakin tinggi tingkat keterampilan semakin tinggi tingkat kesejahteraan. Penduduk bukan transmigran umumnya mempunyai penguasaan terhadap keterampilan sehingga dapat berperan dalam kegiatan perdagangan dan jasa. 5. Terdapat hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan kesejahteraan. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk cenderung semakin tinggi juga tingkat kesejahteraannya. 6. Kriteria perencanaan permukiman transmigrasi yang berhubungan dengan tingkat kesuburan lahan yang sesuai, belum sepenuhnya diterapkan pada pelaksanaannya. Lahan garapan penduduk transmigran saat ini tidak dapat ditanami oleh tanaman selain singkong dan karet. Mereka tidak bisa beralih menanam komoditi lain walaupun harga jual singkong dan karet tidak dapat memberikan keuntungan yang memadai buat mereka. Di pihak lain harga pupuk dan bibit karet mereka rasakan cukup mahal. 7. Dampak lingkungan pembangunan permukiman dan pembukaan hutan belum dikaji dengan teliti. Saat ini terdapat ancaman hama belalang dan kesuburan tanah semakin lama semakin berkurang.
The Welfare of Transmigration Village Community in Kecamatan Banjar Agung (A Case Study on Welfare Differences Between Transmigrated Community and Non-Transmigrated Community in Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya, Kecamatan Banjar Agung Lampung) The transmigration village is a model for the rural community environmental village planned and developed with complete productive land and public facilities. The transmigration village is not only equipped with settlement opportunities but also provided with potential resources to support the transmigrant's life. The transmigration settlement plan is implemented in unoccupied areas or forests for the planning concept to be fully implemented. The transmigration program is an integrated part of the regional development plan to increase the economic growth in the area. It is expected that the economic growth will also increase transmigrant's income and welfare. The motivation of the community to participate in transmigration program is to get social and welfare betterment. The success of transmigration program is measured based on the welfare achieved. The more the welfare improvement, the more successful the transmigration program is. By identifying the level of welfare it is expected that the government together with the community are able to assess the implementation of the transmigration project. Transmigrant economic activities will begin at the time of the resettlement period. After a certain time, the transmigration village will develop and can be identified by population growth and development of activities and services. The transmigration village of Dwi Warga Tunggal Jaya and Tunggal Warga at Tulang Bawang Regency in Lampung Province have settlement occupied by transmigrants over 20 years. in these villages the population and activities have been growing. And assimilation has taken place among transmigrants and non-transmigrants. The objective of this research is to identify and compare (1) the welfare difference of transmigrant and non-transmigrant communities and (2) influential factors on community welfare in Desa Dwi Warga Tunggal Jaya and Desa Tunggal Warga in Banjar Agung District. The benefits of this research are: 1. An input and reference to the future policy of the transmigration program 2. An input to efforts to solve the problems in transmigration settlement 3. An input to the transmigrants preparation 4. An input to new settlement plans and population resettlement beyond the transmigration program. Hypotheses of this research are: 1. The level of community welfare of the non-transmigrants is higher than that of the transmigrant community in the researched villages (Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya). 2. For the studied village it is presumed that: a. Motivation has a positive correlation to welfare b. The skills level has a positive correlation to the welfare achieved c. The education level has a positive correlation to welfare The selection of the respondents used the Stratified Random Sampling System. The number of samples in Desa Dwi Warga Tunggal Jaya was 70 respondents that consist of 35 transmigrants and 35 non-transmigrants, and the same numbers and distribution is also applied in Desa Tunggal Warga, and the total number of respondents was 140. The first hypothesis was tested by Mann-Whitney Test or U test. Hypotheses a, b, and c were tested by applying Correlation of Spearman Rank. In general, the occupation of transmigrants is farming/cultivating rubber and cassava due to unsuitability to other plants. The average productive land of rubber plantation is 0.7 ha and cassava plantation is 0.54 ha. And the non-transmigrant's occupation and activities is `in the services and trade sectors. They do not only cover the area but also the adjacent villages so that their business grows faster. Most of the non-transmigrant communities possess reliable skill to support their occupation. The income of transmigrants in the studied sub district (desa) averages below the minimum standard of living. Data processing of community income results in 60.64% of the transmigrant community in Desa Tunggal falling under minimum standard of living. About 63.68% of transmigrated community in Desa Dwi Warga Tunggal Jaya falls under minimum standard of living. The non-transmigrant communities had an average income above the minimum standard of living. In Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya, namely 0.89% and 0.59% of the population have the income below standard of living. Based on the minimum standard of living of Rp 93,172, it is found that the score of the average income of the transmigrants community in Desa Tunggal Warga is 3.114 with a deviation standard of 0.796, and 3.143 with deviation standard of 0.772 for Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. The non-transmigrant community in Desa Tunggal Warga scores 6.457 with deviation standard of 0.780, and 6.343 with deviation standard of 0.802 for Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. Based on the respondent's data, scores of education of the average transmigrant community in Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya are 4.97 (deviation standard 1.34) and 4.57 (deviation standard 1.58) respectively. Non-transmigrant community had higher scores of 6.8 (deviation standard 0.40) and 6.77 (deviation standard 0.49) respectively for Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. The data indicate that higher awareness exists in non-transmigrant community environment. However, the education of transmigrant community in Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya average 4.97 and 4.57 (scale of I - 7), which figures quite good and acceptable input. From the survey on respondents in Desa Tunggal Warga it is observed that the health conditions of transmigrants and non-transmigrants has an average score of 3.71 (deviation standard 1.51) and 5.88 (deviation standard 0.72). The transmigrants in Desa Dwi Warga Tunggal Jaya have an average score of 4.0 (deviation standard 1.31) and the non-transmigrants scored 6.00 (standard deviation 0.64). Better health conditions of nontransmigrants indicate a better nutrient and awareness of healthy and clean living condition. The houses of transmigrants in both villages consisted of cemented floor and wooden walls, and some have the permanent construction. The house of the non-transmigrants was mostly constructed by using permanent materials. The above description indicates that the house quality of non-transmigrants is better compared to those transmigrants. The average score of welfare of transmigrants and non-transmigrants community in Desa Tunggal Warga is 16.01 (deviation standard 3.98) and 24.60 (deviation standard 2.28) respectively. And the average score of welfare of transmigrants and non-transmigrants in Desa Dwi Warga Tunggal is 15.84 (deviation standard 3.94) and 24.93 (deviation standard 2.36) respectively. This describes that the average welfare score of nontransmigrants is higher than that of transmigrants in the studied area. The average motivation scores of transmigrants and non-transmigrants community in Desa Tunggal Warga are 40.52 (deviation standard 6.68) and 52.24 (deviation standard 2.08) respectively. The same categories for Desa Dwi Warga Tunggal Jaya have the motivation scores of 40.60 (deviation standard 5.67) and 51.48 (deviation standard 2.94) respectively. These results give us a description that motivation of non-transmigrants is higher than that of transmigrants community either in Desa Tunggal Warga or Desa Dwi Warga Tunggal Jaya. The migrated community, beyond a transmigration program, achieve better living standard due to applicable skill in the area. Most of the transmigrated community, which is included in transmigration program, do not have applicable skill other than cassava and rubber cultivation. This makes them to be dependent on the certain commodity production, land fertility, and price of sold commodity. The results of the study point out that the average score of level of education of 'transmigrants are lower than that of non-transmigrants. From the study and test of hypothesis, conclusion could be drawn as follows: 1. Although economic activities and services have already developed, transmigration program has not yet bring welfare to transmigrated community in the studied villages. 2. The level of welfare of non-transmigrants is higher than that of transmigrants. About 60.64% and 63.88% of transmigrants in Desa Tunggal Warga and Desa Dwi Warga Tunggal Jaya have the income below the minimum standard of living, and most of the non-tranmigrants in the studied villages have the income above the minimum standard of living. In general, however, the transmigrants said that their level of welfare in the original villages (namely, Java Island) was poorer and difficult because they did not have cultivated land. 3. There is a positive correlation between motivation and the level of welfare. The nontransmigrants have higher motivation than that of the transmigrants. Higher motivation of non-transmigrated community is supported by adequate information and complete description of the new area before making to decision to migrate. 4. There is a positive correlation between skill mastering and welfare, the higher the level of skill the higher the level of welfare. Non-transmigrants possess specific skill applicable to the activities in the village that they play important role in sectors of trade and services. 5. There is a positive correlation of the level of education and the level of welfare, the higher the level of education the higher the level of welfare that may take place. 6. The criteria for transmigrants resettlement planning that concern with the land suitability and fertility are not yet fully implemented. Cultivated land of the transmigrants cannot grow plants other than cassava and rubber. They cannot shift to other commodities though the price of cassava and rubber is low that they cannot get sufficient income to support their living expenses, and on the other hand the price of fertilizer for their plantation is relatively high and expensive. 7. The environmental impact of resettlement development for transmigrants and forest and land clearing is not carefully analyzed and studied. At the current time, there are threats of grasshoppers scourge and decreasing land fertility in the transmigration area.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 10769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan
Abstrak :
Untuk bisa memenuhi kebutuhannya, sebuah rumah tangga perlu menjalankan mata pencaharian. Komunitas transmigran di Desa Sungai Radak Satu merupakan komunitas yang di program oleh pemerintah untuk bekerja sebagai petani padi, namun karena adanya berbagai hambatan tidak memungkinkan mereka untuk menggantungkan hidup hanya dari bekerja sebagai petani padi saja. untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pendapatan para komunitas transmigran di Desa Sungai Radak Satu harus menjalankan pekerjaan lain. Dalam memilih pekerjaan terdapat berbagai strategi yang dilakukan oleh masing-masing rumah tangga, ragam strategi ini didasarkan oleh berbagai faktor seperti aset dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing rumah tangga. Skripsi ini menunjukkan ragam strategi yang dilakukan oleh Komunitas Transmigran di Desa Sungai Radak satu dalam menjalankan dan memilih mata pencaharian mereka. Penelitian yang dilakukan dengan metode kualitatif, data-data diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan etnografi. Penelitian menemukan bahwa komunitas transmigran di Desa Sungai Radak Satu beradaptasi dengan melakukan diversifikasi pada mata pencaharian tertentu untuk bertahan hidup dan menambah kekayaan. ......A household must engage in livelihood in order to meet their necessities. The government has programmed the transmigration community in Sungai Radak Satu Village to work as rice farmers, however due to many obstacles, they are unable to rely solely on rice farming. The transmigration community in Sungai Radak Satu Village must rely on various sources of income to meet their necessities and improve their revenue. Each household employs a variety of strategy when it comes to selecting works. This sort of strategy is dependent on a number of criteria, including each household's assets and skills. This thesis will show the numerous strategy used by the transmigration community in Sungai Radak Satu Village to support themselves. Qualitative approaches are used in the research, and the data displayed are the findings of interviews, observations, and ethnographic methodologies.This study discovered that the transmigrant population in Sungai Radak Satu Village adapts to these circumstances by diversifying their livelihoods in order to survive and grow their wealth.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library