"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan pelaksanaan program skrining Triple Elimination (HIV, Sifilis, dan Hepatitis B) di kalangan wanita hamil di Puskesmas Kebayoran Baru pada tahun 2025. Sebanyak 236 responden berpartisipasi dalam studi kuantitatif dengan desain potong lintang ini. Temuan menunjukkan bahwa 66,5% wanita hamil menjalani skrining Triple Elimination, yang mengindikasikan tingkat cakupan program yang moderat, meskipun di bawah target 95%. Hubungan signifikan ditemukan antara pengetahuan (OR = 3,31; p < 0,001) dan sikap positif (p = 0,011) terhadap skrining, sementara faktor-faktor seperti usia dan pendidikan tidak menunjukkan korelasi yang signifikan (p = 0,087 dan p = 0,491, masing-masing). Faktor-faktor yang memfasilitasi, seperti akses ke layanan kesehatan (p = 0,002), ketersediaan fasilitas (p < 0,001), dan kebijakan yang mendukung (p < 0,001) secara signifikan terkait dengan perilaku skrining. Selain itu, faktor-faktor penguat, termasuk dukungan dari penyedia layanan kesehatan (p < 0,001; OR = 5,27) dan dukungan keluarga (p = 0,002; OR = 2,34), juga ditemukan berpengaruh signifikan terhadap partisipasi dalam skrining. Namun, pengalaman sebelumnya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0,542). Hasil ini menekankan pentingnya meningkatkan pendidikan dan sistem dukungan untuk meningkatkan tingkat partisipasi skrining, yang sangat penting untuk mencegah penularan infeksi ini dari ibu ke anak. Penelitian ini merekomendasikan agar Puskesmas Kebayoran Baru meningkatkan upaya pendidikan kesehatan dan memastikan ketersediaan sumber daya yang memadai untuk memfasilitasi proses skrining.
This study aims to identify the factors associated with the implementation of the Triple Elimination screening program (HIV, Syphilis, and Hepatitis B) among pregnant women at Puskesmas Kebayoran Baru in 2025. A total of 236 respondents participated in this quantitative cross-sectional study. The findings revealed that 66.5% of pregnant women underwent the Triple Elimination screening, indicating a moderate level of program coverage, though below the target of 95%. Significant relationships were identified between knowledge (OR = 3.31; p < 0.001) and positive attitudes (p = 0.011) toward the screening, while factors such as age and education did not show significant correlations (p = 0.087 and p = 0.491, respectively). Enabling factors such as access to healthcare services (p = 0.002), availability of facilities (p < 0.001), and supportive policies (p < 0.001) were significantly associated with the screening behavior. Additionally, reinforcing factors, including support from healthcare providers (p < 0.001; OR = 5.27) and family support (p = 0.002; OR = 2.34), were found to significantly influence participation in the screening. However, previous experience did not show a significant relationship (p = 0.542). These results underscore the importance of enhancing education and support systems to improve screening uptake, which is crucial for preventing mother-to-child transmission of these infections. The study recommends that Puskesmas Kebayoran Baru enhance health education efforts and ensure adequate resources to facilitate the screening process."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025