Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Hotber Edwin Rolan
"Latar belakang : Resusitasi cairan merupakan hal penting dalam penatalaksanaan renjatan hypovolemik pada penderita sakit kritis. Pada umumnya pemberian cairan dalam jumlah besar dan waktu secepatnya sesuai dengan protokol early goal directed therapy EGDT . Pemberian cairan dalam jumlah yang besar dan waktu secepatnya diketahui dapat berkontribusi terhadap terjadinya hypervolemik. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu pemeriksaan yang dapat mengetahui bahwa resusitasi cairan yang sedang diberikan tidak menyebabkan hipervolemik.
Tujuan : 1 Melihat hubungan antara kadar troponin-i dengan resusitasi hipervolemik pada hewan model dan 2 Melihat hubungan antara troponin-i dengan kontraktilitas jantung pada hewan model.
Metode Penelitian : Penelitian ini adalah penelitian pre dan post intervention. Penelitian telah dilaksanakan pada 8 ndash; 18 juni 2017 di FKH IPB Bogor. Hewan model renjatan adalah 10 ekor Sus Scrofa jantan usia 6-8 minggu. Renjatan dilakukan dengan metode fixed pressure hemorrhage. Resusitasi pertama dilakukan dengan jumlah cairan sesuai darah yang dikeluarkan resusitasi normovolemik , dilanjutkan dengan 40 ml/kg resusitasi hipervolemik-1 dan 40 ml/kg yang kedua resusitasi hipervolemik-2 . Pengukuran kontraktilitas jantung dengan menggunakan parameter DPmax pada PiCCO dan Kadar troponin-i diukur dengan menggunakan alat iStat dari Abbott.
Hasil Penelitian : Terdapat peningkatan kadar troponin-i pasca resusitasi cairan hipervolemik p = 0,005 . Terdapat penurunan kontraktilitas jantung pasca resusitasi hipervolemik. Penurunan kontraktilitas jantung berhubungan dengan peningkatan troponin-i r=0,72; p=0,02
Simpulan : Pada hewan model terdapat hubungan antara hipervolemik dengan peningkatan troponin-i. Terdapat hubungan antara penurunan kontraktilitas jantung dengan peningkatan kadar troponin-i.

Background: Fluid resuscitation is fundamental to the acute shock hypovolemic of critically ill patient. In general, however, early and appropriate goal directed fluid therapy EGDT contributes to a degree of fluid hypervolemic in most if not all patients. Propose that assessment of hypervolemic should be considered as potentially biomarker of critical illness.
Objective : 1 To investigating the effect of fluid resuscitation in animal model with special concern on troponin-i value, 2 To investigating the corelation myocard contractility with troponin-i level.
Methods : This study is pre and post intervention. Were did at June 2017 8st ndash; 18st at FKH-IPB Bogor. Animal model were 10 male domestic pigs, 6-12 weeks old. The shock was induced with fixed pressure hemorrhage method. Fluid resuscitation was done in 2 phase. On the first attempt we replaced total number of blood that withdrawn normovolemic resuscitation . The second attempt, we gave 40 ml/kg resuscitation fluids hypervolemic resuscitation . Cardiac contractility meassurements were done with DPmax the part of PiCCO parameter.
Results: We found that serum troponin-i increase after hypervolemic resuscitation r=0,81;p=0,005 . DPmax decrease significantly after the second resucitation attempt r = 0,72; p=0,02 .
Conclusions: Hypervolemic resucitation in this animal model produced significantly troponin-i elevated. There is a corelation between cardiac contractility decrease with troponin-i level elevated."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nuly Juariah Mahnulia
"ABSTRAK
Latar Belakang: Perubahan hemodinamik selama hemodialisis (HD) kronik
dapat menimbulkan hipoperfusi dan iskemia koroner yang dapat menyebabkan
cedera miokard yang ditandai dengan peningkatan kadar troponin I (cTnI)
sehingga dapat menjadi penanda yang potensial untuk kejadian tersebut.
Hemodialisis 2 kali seminggu berisiko membuat laju ultrafiltrasi (UFR) dan
volume ultrafiltrasi (UFV) yang lebih tinggi sehingga menimbulkan kejadian
hipovolemia yang lebih besar.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pasien yang
mengalami peningkatan cTnI intradialisis dan satu bulan setelah HD serta
mengetahui hubungan antara faktor-faktor lama HD, UFR, UFV, hipotensi
intradialisis (IDH), dan diabetes melitus (DM) dengan peningkatan kadar cTnI
tersebut.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif untuk menilai kadar
cTnI sebelum dan sesudah HD. Sebanyak 138 subyek yang menjalani HD 2 kali
seminggu memenuhi kriteria inklusi. Pemeriksaan kadar cTnI menggunakan
reagen ARCHITECH STAT. Nilai cut off cTnI untuk laki-laki adalah 34,0 pg/mL
dan untuk perempuan 15,6 pg/mL. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara lama HD, UFR, UFV, IDH dan DM dengan
peningkatan cTnI intradialisis dan satu bulan setelah HD.
Hasil: Dari 138 subyek, sebanyak 57 subyek (41,3%) mengalami peningkatan
kadar cTnI. Kadar cTnI meningkat secara signifikan selama HD (p<0,001) .
Faktor DM berhubungan dengan peningkatan kadar cTnI (OR 2,207 (IK 95%
1,056-4,616), p=0,033), yang mempunyai risiko 2,2 kali dalam peningkatan kadar
cTnI. Setelah satu bulan, sebanyak 53 dari 132 subyek (40,2%) mengalami
peningkatan kadar cTnI yang signifikan. Sebanyak 31 pasien (23,4%) mengalami
peningkatan kadar cTnI 50% di atas cut off. Analisis multivariat menunjukan tidak
terdapat hubungan antara lama HD, UFR, UFV, IDH, dan DM dengan
peningkatan kadar cTnI satu bulan setelah HD.
Simpulan: Proporsi pasien yang mengalami peningkatan cTnI intradialisis
sebesar 41,3% dan satu bulan setelah HD sebesar 40,2%. Diabetes melitus
berhubungan dengan peningkatan cTnI intradialisis, sedangkan lama HD, UFV,
UFR, dan IDH tidak berhubungan dengan peningkatan cTnI. Lama HD, UFV,
UFR, IDH, dan DM tidak berhubungan dengan peningkatan kadar cTnI satu bulan
setelah HD.

ABSTRACT
Background: Hemodynamic changes during chronic hemodialysis (HD) may
induce coronary hypoperfusion and coronary ischemia which lead to
asymptomatic myocardial injury marked by the increase in cardiac troponin I
(cTnI) levels which make this cTnI a potential marker for these events. Two time
a week HD increase the risk of higher ultrafiltration rate (UFR) and ultrafiltration
volume (UFV) contributing to higher hipovolemia events.
Objective: The aims of this study is to identify the proportion of patients
experiencing elevated intradialytic and 1-month after HD cTnI, and determine
association between HD vintage, UFR, UFV, intradialitic hypotention (IDH) and
diabetes mellitus (DM) factors and the elevated of cTnI.
Method: This study is a prospective cohort study examining cTnI levels before
and after single HD session. A total 138 patient underwent twice-weekly regimens
of HD. Levels of cTnI levels was tested using ARCHITECH STAT reagents. The
cut-off points of cTnI were 34.0 pg/mL and 15.6 pg/mL for men and women,
respectively. Bivariate and multivariate analysis were used to determine the
association between HD vintage, UFR, UFV, IDH, and DM and the increased of
intradialytic and 1-month after HD cTnI.
Results: Out of 138 patients, 57 (41,3%) subjects had elevated intradialytic cTnI
level. The cTnI levels increased significantly during HD (p <0.001). Diabetes has
association with the increased levels of cTnI during intradialytic (OR 2,207 (CI
95% 1,056-4,616), p=0,033), which has a 2,2 times increased risk of cTnI levels.
After 1 month, 53 of 132 subjects (40.2%) experienced significant increases in
cTnI levels. A total of 31 patients (23.4%) had an increase of cTnI levels 50%
above cut off. Multivariate analysis showed no association between HD vintage,
UFR, UFV, IDH, DM and the elevated levels of 1-month after HD cTnI.
Conclusion: The proportion of patients with elevated intradialytic cTnI is 41.3%.
and 1-month after HD cTnI is 40.2%. Diabetes mellitus has association with the
increased levels of cTnI during intradialytic while HD vintage, UFV, UFR and
IDH have no association with the increased levels of cTnI. Hemodialysis vintage,
UFR, UFV, IDH, and DM have no association with the increased levels of 1-
month after HD cTnI."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pudjo Rahasto
"ABSTRAK
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa akibat gangguan regulasi pejamu sebagai respons terhadap infeksi. Renjatan sepsis adalah subset sepsis dengan abnormalitas sirkulasi, selular, dan metabolisme yang berkaitan dengan risiko kematian. Penelitian ini bertujuan untuk menilai peran ekokardiografi, biomarker kardiovaskular, fungsi ginjal dan saturasi oksigen vena sebagai prediktor kematian pasien renjatan sepsis. Pada pemeriksaan ekokardiografi dinilai fungsi diastolik E/e rsquo;, Fraksi Ejeksi Bilik Kiri, Indeks Kardiak, TAPSE, sedangkan biomarker kardiovaskular dinilai Troponin I dan NT Pro BNP, dengan disain penelitian kohort prospektif. Tempat penelitian di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang, Banten. Selama periode 2 tahun penelitian ada 111 pasien masuk dalam kriteria renjatan sepsis yaitu adanya infeksi, hipotensi MAP < 65 mmHg dan Laktat darah > 2 mmol/L. Pada hari pertama dan kelima dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dan laboratorium darah pada semua pasien renjatan sepsis. Pada pengamatan selama 10 hari diperoleh pasien yang meninggal 64 58 dan yang hidup 47 42 . Rerata umur pasien 48 18 tahun. Analisis bivariat ditemukan Fraksi Ejeksi Bilik Kiri abnormal memiliki risiko kematian 1,6 kali dibanding normal RR 1,6; p = 0,034 . Biomarker Troponin I abnormal menunjukkan risiko kematian 1,6 kali dibanding normal RR 1,6; p = 0,004 . Pasien dengan gangguan fungsi ginjal memiliki risiko kematian 1,5 kali RR 1,5; p = 0,024 . Pasien dengan Troponin I abnormal dengan atau tanpa gangguan fungsi ginjal menunjukkan peningkatan risiko kematian, demikian pula pada pasien dengan Troponin I normal yang disertai gangguan fungsi ginjal. Hasil analisis multivariat menunjukkan prediktor kematian pasien renjatan sepsis adalah kadar Troponin I dan Fraksi Ejeksi Bilik Kiri RR 1,83; IK95 1,049 ? 3,215; p = 0,043 dan RR 1,99; IK95 1,009 ? 3,956; p = 0,047 Simpulan: Troponin I dan Fraksi Ejeksi Bilik Kiri merupakan prediktor kematian pasien renjatan sepsis. Kata kunci :Ekokardiografi, Kematian, NT Pro BNP, Renjatan Sepsis, Troponin I.

ABSTRACT
Sepsis is a life threatening organ dysfunction caused by host regulation disorder in response to infections. Septic shock is a subset of sepsis with circulatory, cellular, and metabolic abnormalities associated with the risk of mortality. The aim of this study is to assess the role of echocardiography, cardiovascular biomarker, renal function and oxygen vein saturation as predictors of mortality in patients with septic shock. In this study, echocardiography examination including diastolic function E e 39 , Left Ventricle Ejection Fraction LVEF , Cardiac Index CI , and TAPSE, whereas cardiovascular biomarker Troponin I and NT Pro BNP were assessed. Research design of this study is cohort perspective. The study took place in Tangerang Regional General Hospital, Banten Province. During two years of research, there were 111 patients included in septic shock category, which indicated by the presence of infections, hypotension MAP 65 mmHg and serum lactate 2 mmol L. On the first and the fifth day, examinations on echocardiography and laboratory blood test were conducted on each patient of septic shock. During ten days of observation, 64 patients died 54 and 47 patients were survived 42 . The mean age of the patients was 48 18 years old. Bivariate analysis showed abnormal LVEF had 1.6 times higher mortality risk than normal RR 1.6 p 0.034 . Abnormal Troponin I biomarker showed 1.6 higher mortality risk, compared to normal RR 1.6 p 0.004 . The patients with kidney function disorder had 1.5 times higher mortality risk RR 1.5 p 0.024 . Patients with abnormal Troponin I with or without kidney function disorder showed increase in mortality risk. Normal Troponin I with kidney function disorder also increase in mortality risk. Multivariate analysis showed Troponin I and Left Ventricular Ejection Fraction as predictors of mortality in patients with septic shock RR 1.83 CI95 1.049 3.215 p 0.043 dan RR 1.99 CI95 1.009 3.956 p 0.047 In conclusion, Troponin I biomaker and Left Ventricular Ejection Fraction are predictors of mortality in patients with septic shock. Keyword Echocardiography, Death, NT Pro BNP, Septic Shock, Troponin I "
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathrine
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah kelainan kongenital dengan insidens tertinggi dan memerlukan pemantauan berkala. Pemeriksaan ekokardiografi memerlukan fasilitas dan tenaga ahli yang belum tersedia secara luas di Indonesia. Troponin I merupakan biomarker spesifik jantung yang terdeteksi pada awal terjadinya kerusakan miokardium. Data mengenai penggunaan biomarker jantung pada pasien anak dengan PJB masih terbatas.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar troponin I dengan parameter hemodinamik pasien PJB asianotik dengan pirau kiri ke kanan.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap 53 subyek dengan PJB asianotik pirau kiri ke kanan yang berobat di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk menilai jenis PJB, ukuran defek, dan parameter hemodinamik yaitu Qp/Qs, tekanan sistolik arteri pulmoner, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE). Kadar troponin I dinilai melalui enzyme linked fluorescent assay (ELISA) dengan sampel darah diambil pada hari yang sama dengan ekokardiografi..
Hasil: Median usia subyek adalah 16 (3-135) bulan dengan jenis kelamin perempuan 54,7% (n=53). Diagnosis PJB terbanyak adalah ASD (45,3%), dengan proporsi terbanyak defek berukuran sedang (43,4%). Peningkatan kadar troponin I didapatkan pada 7 (13,2%) subyek. Tidak ada perbedaan bermakna kadar troponin I pada berbagai jenis PJB. Ada korelasi negatif lemah antara kadar troponin I dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (r=-0,391, p=0,002).
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif lemah antara kadar troponin I dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri, sementara tidak ada korelasi bermakna dengan parameter hemodinamik lainnya
......Background: Congenital heart disease (CHD) is the most frequent congenital abnormality and requires regular monitoring. Echocardiographic examination requires facilities and experts which are not widely available in Indonesia. Troponin I is a heart-specific biomarker that is detected early in myocardial damage. Data regarding the use of cardiac biomarker in pediatric CHD patients are still limited.
Objective: To determine the correlation between troponin I level and hemodynamic parameters in acyanotic CHD patients with left-to-right shunts.
Methods: A cross-sectional study of 53 subjects with left-to-right shunt acyanotic CHD as inpatient or outpatient at dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Hospital. Echocardiography was performed to assess the type and size of CHD, as weel as hemodynanic parameters (Qp/Qs, pulmonary artery systolic pressure, left ventricular ejection fraction/EF, and tricuspid annular plane systolic excursion/TAPSE). Troponin I level was determined by enzyme linked fluorescent assay (ELISA) with blood samples taken on the same day as echocardiography.
Results: The median age of the subjects was 16 (3-135) months, with 54.7% female (n=53). Most prevalent of the CHD type was ASD (45.3%), most of the defect were medium-sized (43.4%). Increased troponin I levels were found in 7 (13.2%) subjects. There was no significant difference in troponin I level in various CHD types. There was a weak negative correlation between troponin I level and EF (r=-0.391, p=0.002).
Conclusion: There was a weak negatif correlation between troponin I level and EF, while there was no significant correlation with other hemodynamic parameters."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Background: cardiac function in patients with septic shock at the cellular level can be assessed by measuring troponin I and NT Pro BNP levels. Venous oxygen saturation is measured to evaluate oxygen delivery and uptake by organ tissue. Our study may provide greater knowledge and understanding on pathophysiology of cardiovascular disorder in patients with septic shock. This study aimed to evaluate the roles of echocardiography, cardiovascular biomarkers, venous oxygen saturation and renal function as predictors of mortality rate in patients with septic shock.
Methods: this is a prospective cohort study in patients with infections, hypotension (MAP < 65 mmHg) and serum lactate level of > 2 mmol/L. On the first and fifth days, septic patients underwent echocardiography and blood tests. Statistical analysis used in our study included t-test or Mann-Whitney test for numeric data and chi-square test for nominal data of two-variable groups; while for multivariate analysis, we used Cox Regression model.
Results: on 10 days of observation, we found 64 (58%) patients died and 47 (42%) patients survived. The mean age of patients was 48 (SD 18) years. Patients with abnormal left ventricular ejection fraction (LVEF) had 1.6 times greater risk of mortality than those with normal LVEF (RR 1.6; p = 0.034). Patients with abnormal troponin I level showed higher risk of mortality as many as 1.6 times (RR: 1.6; p = 0.004). Patients with impaired renal function had 1.5 times risk of mortality (RR 1.5; p = 0.024). Patients with abnormal troponin I level and/or impaired renal function showed increased mortality risk; however, those with normal troponin I level and impaired renal function also showed increased mortality risk. Multivariate analysis revealed that left ventricular ejection fraction and troponin I level may serve as predictors of mortality in patients with septic shock. (HR 1.99; 95% CI: 1.099 - 3.956 ; p = 0.047 and HR: 1.83 ; 95%CI: 1.049 - 3,215 ; p = 0.043). Conclusion: left ventricular ejection fraction and biomarkers such as troponin I level are predictors of mortality in septic shock patients."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2019
610 UI-IJIM 51:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Isti Ansharina Kathin
"Pada penyakit jantung bawaan (PJB) non-sianotik pirau kiri ke kanan dapat terjadi aliran yang berlebihan ke jantung kanan sehingga terjadi peningkatan tekanan arteri pulmonalis, yang disebut dengan hipertensi pulmonal (HP). Kondisi ini menyumbang angka kematian dan kesakitan pada PJB. Untuk mendeteksi adanya HP perlu pemeriksaan invasif yaitu kateterisasi jantung. Pemeriksaan yang lebih mudah dan murah diperlukan untuk mendeteksi HP, salah satunya yang sedang dikembangkan adalah biomarker jantung troponin I. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien, kadar troponin I, dan perbedaan kadar troponin I pada pasien PJB non-sianotik dengan dan tanpa HP sekunder di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM). Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang analitik terhadap 56 pasien sepanjang Juni-November 2021. Data diambil secara consecutive sampling. Tiga jenis PJB non-sianotik dengan HP terbanyak adalah atrial septal defect (ASD) soliter, ventricular septal defect (VSD) soliter, dan VSD-patent ductus arteriosus (PDA). Status gizi terbanyak adalah gizi buruk. Komorbiditas terbanyak adalah sindrom Down. Median kadar troponin I pada pasien dengan PJB non-sianotik adalah 4,55 pg/mL, dengan perbedaan bermakna pada median kelompok HP adalah 5,6 pg/mL, dan kelompok non-HP adalah 2,6 pg/mL (p<0,05).
......In left to right shunt acyanotic congenital heart disease (CHD), can occur excessive flow to right heart resulting in increase in pulmonary arterial pressure called pulmonary hypertension (PH). This contributed to morbidity and mortality in CHD. To detect the presence of PH requires cardiac catheterization, an invasive examination. An easier and cheaper examination is needed to detect PH. One of which was being developed is a cardiac biomarker of troponin I. This study aimed to determine patient characteristics, troponin I levels, and differences in troponin I levels in acyanotic CHD patients with and without secondary PH at Ciptomangunkusumo Hospital (RSCM). This study was a cross-sectional analytic study of 56 patients during June-November 2021. Data were taken by consecutive sampling. The most common types of acyanotic CHD with PH were solitary atrial septal defect (ASD), solitary ventricular septal defect (VSD), and VSD-patent ductus arteriosus (PDA). The most nutritional status was severe malnutrition. The median troponin I level in patients with acyanotic CHD was 4.55 pg/mL, with a significant difference in the median HP group was 5.6 pg/mL, while the non-PH group was 2.6 pg/mL (p<0.05)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vellia Justian
"Introduction: The major cause of mortality and morbidity post-MI is the complications following the infarction. One of the most common MACE is malignant arrhythmia, this includes VF, VT and non-sustained VT. Malignant arrhythmia is caused due to the culmination of biochemical, electrophysiological, autonomic and genetic changes after an event of ischemia which results in myocardial damage and scarring, as well as left ventricular systolic dysfunction. Early risk stratification is important in AMI and cTnI and LVEF has been two accessible markers that has been studied in various aspects of AMI as prognostic markers, however there has been little studies of its role and correlation in post-AMI malignant arrhythmia. This research will therefore explore the correlation between myocardial damage (cTnI) and left ventricular systolic function (LVEF) with malignant arrhythmia in AMI patients. Methods: A retrospective cohort study was conducted on AMI patients who are admitted to the ICCU of Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta from November 2018 to May 2019. Patients who experienced severe infection and who has malignant arrhythmia when admitted were excluded. The association between cTnI and malignant arrhythmia was tested using Mann-Whitney test, while the association between LVEF and malignant arrhythmia was tested using Independent T-Test. Pearson’s Chi-Square test was done to test the relationship between systolic function status with malignant arrhythmia, All data analysis was performed on IBM SPSS Statistics. Results: Total of 110 patients were included in this study. 13.6% of total subjects experience malignant arrhythmia during hospitalisation. There is no significant correlation between cTnI and post-AMI malignant arrhythmia (p = 0.053, RR 1.2, 95%CI 1.1-1.2) but significant correlation between LVEF and post-AMI malignant arrhythmia was found, on both metric (t(108)=3.450, p = 0.001) and categorical (c2(1) = 6.132, p = 0.013, RR 4.8, 95%CI 1.15-20.4) assessment. There were major differences in the mean value of cTnI and LVEF between the two groups. Conclusion: This study has found statistically significant correlation between left ventricular systolic function (LVEF) with malignant arrhythmia in AMI patients, but no significant correlation between cTnI and malignant arrhythmia in AMI patients. Higher cTnI levels are more frequent in malignant arrhythmia group. Malignant arrhythmia is more common in AMI patients with lower LVEF.
......Pendahuluan: Penyebab utama mortalitas dan morbiditas infark miokard akut (IMA) adalah komplikasi pasca infark. Salah satu MACE paling umum ditemukan adalah aritmia maligna, yang meliputi VF, VT dan VT sesaat. Aritmia maligna disebabkan oleh kombinasi perubahan biokimia, elektrofisiologi, otonomi, serta genetik setelah kejadian iskemik yang kemudian menyebabkan kerusakan dan fibrosis pada miokard. Stratifikasi risiko awal sangat penting dalam kasus IMA. cTnI serta LVEF merupakan dua marka yang mudah diakses dan telah dipelajari dalam berbagai aspek IMA. Akan tetapi, studi mengenai peran dua marka tersebut dalam aritmia maligna pasca-IMA masih sedikit. Studi ini akan mempelajari korelasi antara kerusakan pada miokard (cTnI) dan fungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF) dengan aritmia maligna pada pasien IMA. Metode: Sebuah studi kohort retrospektif dilakukan pada pasien IMA yang dirawat di ICCU Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam periode November 2018 hingga Mei 2019. Pasien yang mengalami infeksi parah dan pasien yang mengalami aritmia maligna saat admisi tidak diikutsertakan dalam penelitiaan ini. Hubungan cTnI dengan aritmia maligna dianalisis melalui uji Mann-Whitney dan hubungan LVEF dengan aritmia maligna dianalisis oleh uji Independent T-Test dan pada hubungan status fungsi sistolik dengan aritmia maligna dianalisis menggunakan uji Pearson Chi-Square. Analisis data dilakukan dengan software IBM SPSS Statistics. Hasil: Total 110 pasien dilibatkan dalam penelitian ini. 13.6% dari total pasien mengalami aritmia maligna selama masa hospitalisasi. Tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara cTnI dengan aritmia maligna pada pasien IMA (p = 0.053, RR 1.2, 95%CI 1.1-1.2), namun ditemukan adanya hubungan signifikan antara LVEF dengan aritmia maligna pada pasien IMA, baik pada data metrik (t(108)=3.450, p = 0.001) maupun data kategorik (c2(1) = 6.132, p = 0.013, RR 4.8, 95%CI 1.15-20.4). Terdapat perbedaan besar antara nilai rata-rata cTnI and LVEF pada kedua kelompok pasien. Kesimpulan: Studi ini menemukan korelasi yang signifikan secara statistikal antara fungsi sistolik ventrikel kiri dengan aritmia maligna pada pasien IMA, namun tidak ditemukan adanya korelasi signifikan antara cTnI dengan aritmia maligna pada pasien IMA. Nilai cTnI yang tinggi lebih umum ditemukan pada kelompok pasien dengan aritmia maligna. Kejadian aritmia maligna lebih umum pada pasien yang memiliki LVEF yang lebih rendah."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library