Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Septiana Andri Wardana
"Latar Belakang. Prevalensi disabilitas pada pasien meningitis tuberkulosis (MTB) hampir setara dengan angka mortalitas mencapai 29-50%. Aspek luaran pasien MTB tidak cukup dinilai berdasarkan angka morbiditas dan mortalitasnya, namun mencakup kesehatan fisik, mental, dan sosial seperti yang didefinisikan oleh World Health Organization (WHO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup pasien MTB selesai obat anti-tuberkulosis (OAT) dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode. Studi potong lintang (cross sectional) dilakukan pada pasien MTB, termasuk tuberkuloma selesai OAT di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo periode Mei 2019-Juni 2023. Karakteristik demografis, klinis, diagnosis, tatalaksana pasien dinilai dari data rekam medis dan wawancara. Luaran kualitas hidup pasien dinilai menggunakan kuesioner SF (Short form)-36. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS versi 19.0, yaitu Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis untuk data kategorik, Spearman untuk data numerik. Hasil. Dari 53 subjek penelitian dengan median usia 30 (IQR 25,5-39) tahun, didapatkan median skor SF-36 yaitu, 86,5 (IQR 74,9-92,8). Median (IQR) skor pada aspek fisik (PCS) dan mental (MCS) kualitas hidup serupa, yaitu 85 (IQR 69,4-94,85) dan 88,1 (IQR 74,1-95,3). Faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien MTB selesai OAT antara lain penghasilan (p=0,033), kejang (p=0,028), kelemahan motorik (p=0,023), dan mRS saat pulang perawatan (p=0,007). Faktor yang berhubungan dengan skor PCS adalah pekerjaan (p=0,012), penghasilan (p=0,007), kelemahan motorik (p=0,024), dan mRS saat pulang perawatan (p=0,01). Faktor yang berhubungan dengan skor MCS adalah usia (p=0,006) dan kejang (p=0,025). Kesimpulan. Kualitas hidup pasien MTB selesai OAT berdasarkan skor SF-36, PCS, dan MCS tergolong baik. Faktor yang memengaruhi kualitas hidup lebih tinggi pada pasien MTB selesai OAT adalah berpenghasilan, tanpa klinis kejang atau kelemahan motorik, dan mRS saat pulang perawatan 0-2. Faktor yang memengaruhi aspek fisik lebih tinggi adalah pekerjaan, berpenghasilan, tanpa klinis kelemahan motorik, dan mRS saat pulang perawatan 0-2, sedangkan aspek mental lebih tinggi adalah usia ≥30 tahun dan tanpa klinis kejang. Kata kunci. Kualitas hidup, meningitis tuberkulosis, selesai OAT, SF-36<

The prevalence of disabilities among tuberculous meningitis (TBM) patients almost similar with its mortality rate (29-50%). The comprehensive evaluation of long-term outcomes should encompass not only morbidity and mortality rates but also incorporate the dimensions of physical, mental, and social well-being as outlined by the World Health Organization (WHO). This study aimed to assess the quality of life (QoL) among patients with TBM following the completion of anti-tuberculosis treatment (ATT) and investigating the factors that have impacts on this particular aspect. Methods. Retrospective cross sectional study of TBM patients, including tuberculoma upon completion of ATT at dr. Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital during May 2019-June 2023. Demographic, clinical, diagnostic, and treatment characteristics were conducted by medical records and interviews. The assessment of QoL in TBM patients was performed using Short form (SF)-36 questionnaire. Statistical analysis was performed with SPSS version 19.0 (Mann-Whitney and Kruskal-Wallis for categorical data, Spearman for numeric data). Result. The study involved 53 participants, with median of age 30 (IQR 25.5-39) years, demonstrated favorable median SF-36 score of 86.5 (IQR 74.9-92.8). Median of physical score (PCS) and mental score (MCS) almost similar, 85 (IQR 69.4-94.85) and 88.1 (IQR 74.1-95.3), respectively. The impact of various factors on QoL was assessed, revealing significant associations with monthly income (p=0.033), presence of seizure (p=0.028), motoric abnormalities (p=0.023), and mRS at discharge (p=0.007). Employment (p=0.012), monthly income (p=0.007), motoric abnormalities (p=0.024), and mRS at discharge (p=0.01) were identified as factors influencing the PCS score. Age (p=0.006) and presence of seizure (p=0.025) found to impact the MCS score. Conclusion. The evaluation of QoL in TBM patients after completing ATT utilizing SF-36 score, PCS, and MCS revealed favorable outcome. Several factors were found to significantly influence higher SF-36 score, including monthly income, absence of seizure and motoric abnormalities, and mRS at discharge of 0-2. Similarly, factors such as employment, monthly income, absence motoric abnormality, and mRS at discharge of 0-2 were associated with higher PCS scores. Furthermore, a higher MCS score was observed in patients aged 30 years or older and those without seizures. Keywords. Quality of life, QoL, tuberculous meningitis, completion ATT, SF-36"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Iffata Fauziya
"Tingginya angka masyarakat perkotaan di Indonesia menimbulkan permasalahan kesehatan berupa tuberkulosis paru. Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang ada di paru dapat menyerang ke meningen dan parenkim otak sehingga menyebabkan tuberkulosis meningitis. Penurunan atau kerusakan fungsi tubuh telah dilaporkan sebagai akibat dari sistem saraf pusat penderita yang terlibat. Disabilitas yang terjadi dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderita terganggu dan mengarah pada masalah psikososial gangguan citra tubuh akibat hilangnya fungsi, bentuk dan struktur tubuh.
Karya ilmiah ini melaporkan analisis masalah dan intervensi keperawatan psikososial gangguan citra tubuh pada klien dengan tuberkulosis meningitis. Evaluasi hasil akhir menunjukkan adanya penurunan tanda dan gejala gangguan citra tubuh serta hasil klinis yang lebih baik. Pengembangan dan implementasi asuhan keperawatan psikososial gangguan citra tubuh perlu diterapkan di ruang rawat umum, khususnya pada klien dengan masalah kesehatan perkotaan tuberkulosis meningitis.

The high number and one of them person's lung can tuberculous meningitis. The decrease and damage in functions have been reported as the result of the affected central nervous system. This will eventually lead to decreasing the person's quality of life and resulting in physical and psychosocial problems such as body image disturbance due to loss of form, function, and structure of the body. This paper reports the analysis of problems and psychosocial nursing interventions of body image disturbance in person with tuberculosis meningitis.
The final results showed a decrease in signs and symptoms of body image disturbance and better clinical outcomes. The psychosocial nursing care plan for body image disturbance needs to be applied in the general ward, particularly for the clients with urban health problems tuberculosis meningitis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dianing Latifah
"Latar Belakang: Rendahnya ketepatan kultur bakteriologis dan kurangnya fasilitas pencitraan terutama di daerah perifer, mendiagnosis meningitis tuberkulosis (MTB) pada anak menjadi suatu tantangan.
Tujuan: untuk membentuk sistem skor yang terdiri dari manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium sederhana untuk membantu diagnosis MTB pada anak.
Metode: Studi retrospektif menggunakan model prediktif diagnostik multivariabel dengan anak usia 3 bulan hingga 18 tahun terdiagnosis meningitis, dirawat inap selama periode Juli 2011 hingga November 2021 di rumah sakit tersier.
Hasil: Dari 10 variabel yang memiliki signifikansi statistik dengan TBM, diperoleh 8 variabel untuk membangun model prediksi untuk mengidentifikasi TBM. Variabel ini dibagi menjadi dua bagian skoring yang keduanya memiliki diskriminasi dan kalibrasi yang baik, sistem skoring sistemik (4 parameter, batas nilai skor ³3, sensitivitas 78,8%, spesifisitas 86,6% dengan AUC 89,9% (p<0,001) ) dan sistem skoring neurologis (4 parameter, batas nilai skor ³2, sensitivitas 61,2%, spesifisitas 75,2% dengan AUC 73,3% (p<0,001). Sistem skoring ini bila digunakan bersamaan dan memenuhi batas nilai skor masing-masing, dapat memprediksi diagnosis TBM pada anak dengan baik (sensitivitas 47,1%, spesifisitas 95,1%, dan nilai prediksi positif 90,9%).
Kesimpulan: Sistem skoring klinis yang terdiri dari dua bagian, skor sistemik dan skor neurologis, memiliki kemampuan yang baik dalam memprediksi diagnosis TBM pada anak.

Due to the low accuracy of culture techniques in bacteriological confirmation and the lack of brain imaging facilities especially in peripheral areas, diagnosing tuberculous meningitis (TBM) in children become a challenge
Objective : to establish scoring systems consisting of clinical manifestations and simple laboratory examination to help diagnosing TBM in children.
Method: Retrospective study using a multivariable diagnostic predictive model with children diagnosed as meningitis aged 3 months to 18 years, hospitalized during July 2011 until November 2021 period in a tertiary hospital.
Result: From 10 variables that have statistical significance with TBM, 8 variables were obtained for establishing the predictive model to identify TBM. These variables divided into two scoring parts which both had good discrimination and calibration, the systemic scoring system (4 parameters, total cut-off score ³3, sensitivity of 78.8%, specificity of 86.6% with AUC of 89.9% (p<0.001)) and the neurological scoring system (4 parameters, total cut-off score ³2, sensitivity of 61.2%, specificity of 75.2% with AUC of 73.3% (p<0.001)). Furthermore, these scoring systems when used together and met the cut-off score respectively, can predict the diagnosis of TBM in children well (sensitivity 47.1%, specificity 95.1%, and positive predictive value 90.9%).
Conclusion: a clinical scoring systems consist of two parts, systemic score and neurological score, have good ability in predicting the diagnosis of TBM in children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library