Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Keller, Helen
Jakarta : Kayla Pustaka, 2011
362.4 KEL a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Novietri
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas alat-alat kohesi yang digunakan anak tuli dan anak dengar. Penelitian ini menggunakan teori kohesi Halliday dan Hasan 1976 dan Renkema 2004 . Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah tulisan 10 anak tuli dan 10 anak dengar yang bercerita berdasarkan instrumen yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak tuli dan anak dengar memiliki kecenderungan yang sama dalam menggunakan elipsis, hiponimi, meronimi, dan kolokasi. Kecenderungan yang sama juga muncul dalam penggunaan konjungsi, kecuali konjungsi hubungan waktu yang cenderung digunakan oleh anak dengar. Penggunaan konjungsi di dalam tulisan ada yang sesuai dan tidak sesuai. Repetisi dan antonimi cenderung digunakan oleh anak tuli. Referensi dan sinonimi cenderung digunakan oleh anak dengar. Referensi persona dan demonstratif ada yang digunakan sesuai, tidak sesuai, dan acuan yang tidak jelas. Dalam menggunakan referensi persona pertama, anak tuli cenderung menggunakan referensi persona saya, sedangkan anak dengar cenderung menggunakan referensi persona aku. Selain itu, semua anak dengar menggunakan persona ketiga ia, -nya, dan mereka. Anak tuli tidak semuanya menggunakan persona ketiga. Referensi demonstratif juga banyak digunakan oleh anak dengar daripada anak tuli. Referensi demonstratif yang banyak ditemukan adalah itu dan tersebut. Faktor-faktor yang memengaruhi kemunculan persamaan dan perbedaan penggunaan kohesi ini adalah metode pengajaran, kemampuan anak, keluarga, dan lingkungan anak, serta bahasa isyarat yang digunakan oleh anak tuli.
ABSTRACT
This thesis investigates the cohesion devices used by deaf and hearing children. This qualitative research employs Halliday and Hasan 1976 and Renkema 2004 cohesion theory. The source of data in this research is the writings from 10 deaf and 10 hearing children telling a story about the given instrument. The output of this study indicates that the deaf and hearing children have the equal tendency in using ellipsis, hyponymy, meronymy, and collocation. The same tendency also emerges in the use of conjunctions, except time relation conjunctions, which tend to be used more by the hearing group. The use of conjunctions in the writing are not fully correct. Repetition and antonymy are used more by the deaf. Reference and synonymy tends to be used by the hearing, although some personal and demonstrative references are not correctly used and the references are sometimes not clear. In using the first person reference, the deaf children tend to use personal reference saya, while the hearing ones tend to use aku. In addition, all hearing children use the third person references ia, nya, and mereka, while not all the deaf use these third person references. Demonstrative references are also more frequently used by the hearing group instead of the deaf. The most frequently used demonstrative references are itu and tersebut. These similarities and differences in using cohesion devices are influenced by several factors, amongst which are teaching method, children rsquo s ability, family and children rsquo s environment, and sign language used by the deaf.
2016
T47028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Dianti
Abstrak :
Gainbaran sulur dan pola sulur yang terdapat pada UjLtflQ jari tarigan, telapak tangara, ujung jar kaki dan telapak kaki disebut derrnataglifi= Pada pene].itian mi telah dilakukan analisis dermatoglifi terhadap pendenita tuli kongenital yang kernudian dibandingkan dengan orang normal. Metode yang digunakan dalam penelitian mi adalah rnencetak dermatoglifi telapak tangan menurut cara Cummins dan Midlo Dari hasil analisis deninatoglifi telapak tangan penderita tuli kongenital menunjukkan frekuensi pola sulur pada daerah thenar 1,67X daerah interdigital II 07. daerah interdigital III 20%, daerah interdigital IV 70X, dara daerah hipothenar 21.677., sedangkan pada telapak tangan orarag normal frekuensi pola sulur pada daerah thenar 1.677.. daerah interdinital II OX, daerah in.terdigital III 13,337.. daerah iraterdigital IV 657. dan daerah hipothenar 107.. Sudut atd rata-rata pada kedua telapak tangan perderita tuli kongenital 82.76 derajat, sedangkan pada kedua telapak tan gan orang normal adalah 82,44 derajat. Sulur total rata-rata pada kedua pada telapak tangan peraderita tuli kongenital adalah 77.76, sedangkan pada telapak tangan orang normal 78. Derajat transversalitas total rata-rata pada telapak tangan pendenita tuli kongenital 51.37 derajat 1 sedan q kan pada telapak tangan orang normal 5877 deraiat. Pada telapak taraqan pendenita tuli konqenital. frekLtensi g airs lipatan an" 6,677. d a n garis lipatan Sydney OX sedankan pada telapak tangan orang normal, frekuensi garis lipatan "simian" dan garis lipatan Sydney adalah 07.. Kesimpulan yang dapat dirumuskafl dari hasil penelitian ml adalab: Dermatoglifi telapak tangan penderita tuli kongenital berbeda dengan dermatoglifi orang normal dalam hal frekuensi pola sulur pada daerah-daerah telapak tangan kanan, frekuensi pola sulur pada kedua telapak tangan dan frekuensi garis lipatan simian'.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1973
S2128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Dwi Restuti
Jakarta: UI Publishing, 2024
617.8 RAT i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Semiramis Zizlavsky
Abstrak :
Pendahuluan :Implan koklea merupakan alat elektronik yang saat ini banyak digunakan di seluruh dunia sebagai salah satu cara habilitasi dan rehabilitasi tuli sensorineural yang tidak atau sedikit mendapat manfaat dengan alat bantu dengar. Keberhasilan implan koklea bergantung banyak faktor antara lain usia saat operasi dan alat yang digunakan. Mengerti apa yang didengar tidak terjadi secara instan tetapi membutuhkan suatu proses panjang yang harus dijalani setelah operasi. Tujuan : Menilai outcome pengguna implan koklea. Cara :Dilaporkan tiga kasus tuli sensorineural yang menggunakan implan koklea dengan faktor yang berbeda antara lain etiologi dan usia saat operasi. Hasil :Terdapat perbedaan kemajuan untuk memahami apa yang didengar disebabkan faktor usia saat operasi, etiologi dan kemampuan mendengar dan berbicara sebelum menggunakan implant koklea.
ABSTRACT
Introduction: Cochlear implant is an electronic device that is widely used around the world as one of the ways to habilitate and rehabilitate people with sensoryneural hearing loss who do not or barely benefit from the use of hearing aid. The successful use of cochlear implant rely on few factors, including the age at implantation and the devices used. To understand what one hears is not an instant process, but requires an exhaustive one, which takes place after the implantation. Purpose: To determine the outcome of cochlear implant use. Method: Three cases of patients with sensorineural hearing loss who receive cochlear implants are observed, each differs among others in etiology of deafness and age at implantation. Results: The different results achieved in understanding what one hears depend on the age at implantation, etiology of deafness, as well as hearing and speaking ability prior to the use of cochlear implant.
2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Dwi Restuti
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
PGB-pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Syahfira Mahardika
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi perbedaan metode pembelajaran bagi penyandang disabilitas tunarungu atau Tuli dengan masyarakat pada umumnya. Sebagian orang Tuli menggunakan bahasa isyarat sebagai mode komunikasi dalam keseharian, termasuk dalam pendidikan. Dalam implementasinya, pembelajaran menggunakan bahasa isyarat mengandalkan gerakan tangan, tubuh serta ekspresi wajah. Fenomena ini umumnya ditemukan pada lembaga-lembaga pendidikan khusus peserta didik Tuli, salah satunya di Pondok Pesantren Tunarungu-Tuli Jamhariyah yang terletak di Kab. Sleman, D.I. Yogyakarta. Pondok Pesantren Tunarungu-Tuli Jamhariyah mengajarkan para santrinya berbagai bidang ilmu seperti al-Qur’an, akidah akhlak, dan termasuk fikih dasar yang sejatinya wajib dipelajari setiap Muslim karena merupakan amalan sehari-hari orang Muslim. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pembelajaran fikih yang fokusnya berupa thaharah (bersuci) dan salat di Pondok Pesantren Tunarungu-Tuli Jamhariyah, serta menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pembelajarannya. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus menggunakan data primer (wawancara dan observasi ke lapangan), serta ditunjang data sekunder. Teori yang digunakan untuk mengkaji penelitian ini adalah teori perkembangan belajar Jerome Bruner (1966). Hasil penelitian ini menunjukkan implementasi pembelajaran fikih di Pondok Pesantren Tunarungu-Tuli Jamhariyah menitikberatkan pada praktik yang bersifat pengulangan. ......This research is motivated by differences in learning methods for Deaf and hard of hearing people with society in general. Some Deaf people use sign language as a mode of communication in daily life, including in education. In its implementation, learning using sign language relies on hand movements, body and facial expressions. This phenomenon is commonly found in special educational institutions for Deaf students, one of which is at the Jamhariyah Deaf Islamic Boarding School located in Sleman, S.R. Yogyakarta. Jamhariyah Deaf Islamic Boarding School teaches its students various fields of knowledge such as the Koran, aqidah akhlaq, and including fiqh which every Muslim must learn because it is a Muslim's daily practice. This study aims to describe the implementation of fiqh learning which focuses on thaharah and salah at Jamhariyah Deaf Islamic Boarding School, as well as explaining the supporting and inhibiting factors in the implementation of the learning. This research method is qualitative with a case study approach using primary data (interviews and field observations), and supported by secondary data. The theory used to examine this research is Jerome Bruner's theory of learning development (1966). The results of this study indicate that the implementation of fiqh learning at Jamhariyah Deaf Islamic Boarding School Jamhariyah focuses on repetitive practices.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fatkhurozi
Abstrak :
Penelitian ini membahas proses kewirausahaan sosial yang dilakukan penyandang disabilitas di Kopi Tuli dari disiplin ilmu Kesejahteraan Sosial. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Ableism yang dialami penyandang disabilitas Tuli. Penyandang disabilitas di Indonesia sering mendapatkan diskriminasi ketika melamar pekerjaan sehingga hanya sedikit dari mereka yang bisa mendapatkan pekerjaan. Hal ini kemudian memunculkan sebuah usaha sosial bernama Kopi Tuli yang mempromosikan bahwa penyandang disabilitas khususnya Tuli dapat bekerja layaknya orang Dengar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa proses kewirausahaan sosial mulai dari anteseden, orientasi kewirausahaan, hingga outcomes yang dihasilkan oleh usaha sosial Kopi Tuli. Seluruh proses penelitian dilakukan sejak Oktober 2021 sampai Juni 2022. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara secara luring dan daring melalui Whatsapp dan Google Meet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anteseden usaha sosial Kopi Tuli antara lain: (a). peningkatan kondisi kesejahteraan disabilitas sebagai motivasi/misi sosial; (b). ide peluang usaha didasarkan pada minat, kondisi Tuli, dan peningkatan tren kopi; (c). akses permodalan menggunakan modal pribadi dan relasi keluarga; serta (d). Teman Tuli sebagai pemangku kepentingan utama. Orientasi kewirausahaan Kopi Tuli antara lain: (a). melakukan inovasi dengan mengubah Teman Tuli yang dianggap tidak mampu bekerja menjadi keunikan yang bernilai jual; (b). proaktif melaui kolaborasi dengan berbagai organisasi untuk mencapai tujuan usaha; (c). melihat kompetisi sesama usaha Tuli bukan sebagai saingan melainkan sebagai tujuan bersama; (d). memiliki otonomi yang luas karena menggunakan modal pribadi namun memiliki batasan dengan kolaborator lainnya; serta (e). berani mengambil resiko dengan menggunakan Tuli sebagai pekerja dan mengubah model bisnisnya menyesuaikan kondisi pandemi Covid-19. Outcomes usaha Kopi Tuli antara lain: (a). menciptakan tiga nilai sosial yaitu kesadaran masyarakat bahwa Teman Tuli dapat bekerja, terjalinnya relasi Teman Dengar dengan Teman Tuli, dan ketertarikan untuk mempelajari bahasa isyarat bagi Teman Dengar yang kemudian mendorong masyarakat menuju inklusi sosial; (b). Teman Tuli merasa puas dalam bekerja di Kopi Tuli baik dari aspek ekonomi maupun sosial; serta (c). memberikan solusi yang berkelanjutan bagi kesejahteraan Teman Tuli namun perlu perbaikan dalam keberlanjutan sumber dayanya. Kesimpulan penelitian ini diketahui bahwa penyandang disabilitas di Kopi Tuli telah menjalankan proses kewirausahaan sosial dengan baik meskipun terdapat beberapa permasalahan yaitu pada bagian otonomi dalam orientasi kewirausahaan dan keberlanjutan solusi dalam outcomes. ......This study discusses the process of social entrepreneurship carried out by persons with disabilities in Kopi Tuli from the discipline of Social Welfare. This research is motivated by Ableism experienced by people with Deaf disabilities. People with disabilities in Indonesia are often discriminated against when applying for jobs, so only a few of them can find work. Kopi Tuli, a social enterprise which promote people with disabilities, especially the deaf would work with them and the hearing ones. This study aims to analyze the process of social entrepreneurship, from antecedents and entrepreneurial orientation to the outcomes produced by Kopi Tuli social enterprises. The entire research process was carried out from October 2021 to June 2022. Offline and online interviews carried out data collection via WhatsApp and Google Meet. The results of the study show that the antecedents of Kopi Tuli's social enterprises include: (a). improve disability welfare conditions as motivation/social mission; (b). business opportunity ideas based on interests, deafness, and increasing coffee trends; (c). access to capital using personal capital and family relations; and (d). deaf People as the primary stakeholders. Kopi Tuli's entrepreneurial orientation includes: (a). innovate by changing Deaf People who are considered unable to work into unique selling points; (b). proactively through collaboration with various organizations to achieve business goals; (c). acknowledge competition among Deaf businesses not as a rival but as a common goal; (d). has broad autonomy because it uses personal capital, but has limitations with other collaborators; and (e). dare to take risks by using Deaf as workers and change their business model to adapt to the conditions of the Covid-19 pandemic. The outcomes of the Tuli Coffee business include: (a). creating three social values, namely public awareness that Deaf People can work, establishing a relationship between Hearing People and Deaf People, and an interest in learning sign language for Hearing People. Thus, it encourages the community towards social inclusion; (b). Deaf People are satisfied with working at Kopi Tuli, both from an economic and social perspectives; and (c). provide sustainable solutions for the welfare of Deaf People, regardless of how this outcome also needs improvement in the sustainability of its resources. This study concludes that people with disabilities in Kopi Tuli have carried out the social entrepreneurship process well even though there are several problems, namely in the autonomy section in entrepreneurial orientation and sustainability of solutions in outcomes.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Kayla Kameela
Abstrak :

Gangguan pendengaran pada umumnya dapat terjadi sejak lahir (tuli kongenital) atau di kemudian hari (tuli didapat). Kedua grup memiliki perbedaan karakteristik yang berdampak pada proses pengobatannya. Oleh karena itu, mengetahui kedua jenis penyakit tersebut terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke tindakan selanjutnya adalah sangat penting. Namun, saat ini di Indonesia masih belum ada program skrining yang berjalan untuk mendeteksi gangguan pendengaran pada anak sejak dini. Menanggapi hal tersebut, penelitian ini bertujuan menganalisis data Diffusion Tensor Imaging (DTI) dari kedua jenis pasien tuli untuk dilanjutkan ke proses klasifikasi dan clustering supaya didapat model yang dapat membedakan kedua kondisi tersebut. Pengembangan model dilakukan melalui proses hyperparameter tuning serta percobaan terhadap dataset dengan dan tanpa fitur usia. Selanjutnya, diterapkan juga percobaan terhadap ada atau tidaknya data validasi terpisah. Performa model dianalisis berdasarkan beberapa metrik evaluasi seperti akurasi, presisi, spesifisitas, recall, confusion matrix, skor F1, area under the ROC curve (AUC-ROC), precision-recall curve, dan silhouette score. Hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan bahwa performa model menggunakan fitur usia lebih baik, yaitu pada model klasifikasi diperoleh spesifisitas 89.89%, skor F1 91.93%, dan AUC-ROC 88.61%, dan pada model clustering diperoleh nilai silhouette sebesar 0.8524. Analisis tanpa fitur usia menunjukkan bahwa kedua kelompok dapat diklasifikasi, namun tidak berdasarkan kondisi maturasinya, sedangkan hasil clustering menunjukkan pengelompokkan kelas yang berbeda dari klasifikasi. Penelitian ini berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut, terutama jika kedua kelas memiliki rasio dataset yang seimbang. ......In general, hearing disorders can occur since birth (congenital hearing loss) or later in life (acquired hearing loss). Both group has different characteristics that affected the treatment process. Therefore, knowing both types of diseases beforehand before proceeding to further actions is crucial. However, currently in Indonesia, there are no any functional screening programs to detect hearing disorders on children from early ages. In response to this, this study aims to analyze Diffusion Tensor Imaging (DTI) data from both types of deaf patients to proceed to the classification and clustering processes to obtain a model that can differentiate between the two conditions. Model development is conducted through hyperparameter tuning and experimentation with datasets with and without age features. Additionally, we will experiment with the presence or absence of separate validation data. The model's performance is analyzed based on several evaluation metrics such as accuracy, precision, specificity, recall, confusion matrix, F1 score, area under the ROC curve (AUC-ROC), precision-recall curve, and silhouette score. The overall analysis results show that the model performance using age features is better, namely in the classification model, specificity of 89.89%, F1 score of 91.93%, and AUC-ROC of 88.61% are obtained. Meanwhile, in the clustering model, a silhouette score of 0.8524 is obtained. The analysis without age features indicates that both groups can be classified, but not based on their maturation conditions, while the clustering results show different grouping of classes from the classification. This research has the potential for further development, particularly if both classes have a balanced dataset ratio and age data distributed evenly.

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>