Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wildan Nurmujaddid Erfan
"Meningkatnya usaha pengangkutan sejalan dengan meningkatnya hubungan diantara para pihak. Hubungan tersebut biasanya dilandasi dengan sebuah perjanjian. Di Indonesia perjanjian diatur dalam KUHPerdata. Dalam KUHPerdata terdapat dua bentuk perjanjian, yaitu perjanjian nominaat dan perjanjian innominaat. Dalam hal usaha pengangkutan, biasanya di antara para pihak melakukan hubungan sewa menyewa yang dilandasi dengan perjanjian nominaat, yaitu perjanjian sewa menyewa. Dalam implementasi perjanjian sewa menyewa biasanya terdapat permasalahan, seperti pembatalan perjanjian secara sepihak. Salah satunya terdapat peristiwa tersebut dalam hubungan sewa menyewa antara PT ASJ dengan PT BSS. Hadirnya permasalahan hubungan tersebut, dalam penelitian ini akan dikaji mengenai ketentuan hukum perjanjian sewa menyewa di Indonesia, mengkaji mengenai pembatalan perjanjian secara sepihak sebagai perbuatan melawan hukum, dan mencoba menganalisa mengenai peristiwa antara PT ASJ dan BSS. Sehingga dengan adanya penelitian tersebut mengetahui mengenai perlindungan bagi pihak yang beritikad baik dalam sebuah perjanjian, terutama perjanjian sewa menyewa terhadap pembatalan perjanjian sewa menyewa secara sepihak. Bentuk metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian doktrinal yang didasari dengan asas-asas hukum dan sumber hukum tertulis. Dengan adanya penelitian tersebut diketahui bahwa pembatalan perjanjian, baik perjanjian sewa menyewa secara sepihak termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum. Akibat hukum dari adanya pembatalan perjanjian secara menimbulkan perlindungan bagi pihak beritikad baik, yaitu dengan diberikannya hak untuk menggugat dibarengi dengan ganti kerugian. Ganti kerugian ini bertujuan untuk memulihkan kondisi kepada keadaan semula.

The growth of transportation businesses aligns with the increasing relationships among the parties involved. These relationships are generally based on agreements. In Indonesia, agreements are regulated under the Civil Code (KUHPerdata). The Civil Code recognizes two types of agreements: nominate agreements and innominate agreements. In transportation business dealings, parties typically engage in lease agreements, which fall under the category of nominate agreements. However, the implementation of lease agreements often encounters issues, such as unilateral termination of the agreement. One such instance occurred in the lease relationship between PT ASJ and PT BSS. Given the emergence of such issues, this research examines the legal provisions governing lease agreements in Indonesia, explores the unilateral termination of agreements as an unlawful act, and analyzes the case involving PT ASJ and PT BSS. This research aims to shed light on the legal protection available to parties acting in good faith within an agreement, particularly in lease agreements, against unilateral termination. The research employs a doctrinal research method, grounded in legal principles and written legal sources. The findings indicate that the unilateral termination of agreements, including lease agreements, constitutes an unlawful act. The legal consequences of such terminations provide protection to the party acting in good faith, including the right to file a lawsuit accompanied by compensation. The compensation aims to restore the affected party to their original condition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indi Millatul Aula
"Pembatalan perjanjian secara sepihak terjadi karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak. Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa kelalaian salah satu pihak dalam memenuhi kewajibannya, tidak otomatis batal melainkan pihak lainnya harus mengajukan pembatalan kepada hakim melalui pengadilan. Pencantuman klausul pengesampingan Pasal 1266 KUHPerdata dalam sebuah perjanjian menimbulkan perbedaan penafsiran dan pandangan oleh para ahli hukum. Pada dasarnya pengaturan mengenai hal itu tidak terdapat penjelasannya dalam KUHPerdata, sehingga pokok permasalahan dari penelitian ini adalah mengenai pendapat para ahli hukum di Indonesia terhadap pembatalan perjanjian secara sepihak akibat wanprestasi, dan membandingkannya dengan pengaturan yang terdapat di Negara-Negara Civil law. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan data-data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian ini bahwa terdapat perbedaan pandangan di kalangan ahli hukum mengenai dapat atau tidaknya mengesampingkan Pasal 1266 KUHPerdata dalam suatu perjanjian. Sehingga ahli hukum di Indonesia dapat mengacu pada pengaturan hukum perjanjian di Negara-Negara Civil Law, yakni Prancis, Jerman, Belanda, dan Italia, yang lebih spesifik mengatur pembatalan perjanjian secara sepihak akibat wanprestasi. Sebagian ahli hukum dan hakim di Indonesia berpandangan bahwa pembatalan perjanjian secara sepihak tidak dapat dilakukan, karena ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata mengatur pembatalan harus dimintakan kepada hakim (dwingend), sebagiannya berpandangan bahwa ketentuan tersebut hanya melengkapi (aanvullend), artinya Pasal 1266 KUHPerdata dapat untuk dikesampingkan. Sedangkan dalam pengaturan Negara Prancis, Jerman, Belanda, dan Italia, pembatalan perjanjian secara sepihak dapat dilakukan dengan menilai beberapa faktor, seperti mengklasifikasikan kesalahan yang dilakukan salah satu pihak tersebut sehingga ia wanprestasi, mengklasifikasikan besarnya kerugian akibat wanprestasi, dan faktor-faktor lainnya, di mana setiap negara masing-masing memiliki klasifikasi terendiri.

Unilateral termination of contract occurs due to default by one of the parties. Article 1266 of the Indonesian Civil Code stipulates that the failure of one party to perform its obligations does not automatically terminate the contract, but the other party must legal claim termination to the judge through the court. The inclusion of the override clause of Article 1266 of the Indonesian Civil Code in contract raises differences in interpretation and views by legal experts. Basically, there is no explanation regarding this matter in the Indonesian Civil Code, so the main issues discussed in this research are the opinions of legal experts in Indonesia regarding the unilateral termination of contract due to default, and comparing it with the arrangements found in Civil Law Countries. This research is a normative juridical research with data collected through library research. The result of this research is that there are different views among legal experts regarding whether or not Article 1266 of the Indonesian Civil Code can be overridden in a contract. Therefore, Indonesian lawyers can refer to the regulation of contract law in Civil Law Countries, such as France, Germany, the Netherlands and Italy, which more specifically stipulates the unilateral termination of contract due to default. Some jurists and judges in Indonesia are of the view that unilateral termination of the contract cannot be done, because the provisions of Article 1266 of the Indonesian Civil Code stipulates that the termination must be requested to the judge (dwingend), some are of the view that these provisions only complement (aanvullend), meaning that Article 1266 of the Indonesian Civil Code can be overridden. Whereas in the regulation of France, Germany, the Netherlands, and Italy, unilateral termination of the contract can be done by assessing several factors, such as classifying the mistakes made by one of the parties so that he defaults, classifying the amount of loss due to default, and other factors, where each country has its own classification."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hotma Patuan Anggara
"Skripsi ini membahas mengenai keberlakuan klausula-klausula baku mengenai sewa beli yang terdapat dalam Perjanjian Kerjasama Operasi PKO PT. Express Kencana Lestari yang pada praktiknya penggunaan klausula baku adalah hal yang biasa digunakan dalam suatu perjanjian. Pada dasarnya hal tersebut sudah diatur di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yaitu mengenai asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan analisis dari penulis yang didasarkan pada teori dan ketentuan yang mengatur mengenai perjanjian sewa beli dijelaskan bahwa pada Perjanjian Kerjasama Operasional PKO PT. Express Kencana Lestari memang terjadi perjanjian sewa beli. Kemudian terhadap klasula-klausula baku mengenai sewa beli di dalam PKO tersebut, penulis juga menemukan pelanggaran terhadap asas-asas pada perjanjian dimana klasula baku tersebut secara keseluruhan maupun terkhusus mengenai sewa beli adalah melanggar asas keseimbangan. Karena klausula baku menimbulkan adanya ketidaksetaraan di antara pihak-pihak yang menyetujui suatu perjanjian. Bargaining Position ada pada yang membuat kontrak standar tersebut atau dalam kasus ini adalah PT. Express Kencana Lestari. Selain itu juga permasalahan terdapat pada klasula baku yang memuat adanya pengakhiran kerjasama secara sepihak di dalam PKO PT. Express Kencana Lestari yang berdasarkan Pasal 1266 itu masuk kedalam klasifikasi syarat batal dan pembatalannya itu harus dimintakan ke pada hakim. Seharusnya PT. Express Kencana Lestari memberikan kesempatan kepada supir taksi untuk menegosiasikan apa yang menjadi isi perjanjian sebelum menyerahkannya kepada supir taksi. Serta terhadap klausula pengakhiran kerjasama haruslah melihat ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata.

This thesis focuses its discussion on the application of standard clauses regarding hire purchase that appear and used as common on partnership agreement PKO PT. Express Kencana Lestari. Its basicly regulated by Article 1338 Indonesian Civil Code regarding freedom of contract. Based on analytical observation done by the author of this thesis that referred to experts theory and governing rules about hire purchase, it is explained that partnership agreement by PKO PT. Express Kencana Lestari is indeed hire purchase. Furthermore, by analysing the attached partnership agreement, author realize that there are some breach towards basic principles whereas standard clause as a whole in general or specific is violating equilibrium principle. Because standard clause itself is making inequality between agreeing parties. bargaining position appear at the maker of standarized clause, or upon this case study PT. Express Kencana Lestari. Moreover, there are issues on standard clause that contains unilateral termination by PKO PT. Express Kencana Lestari which, based on article 1266 Indonesian Civil Code belongs to condition of voidance and the act to voidance itself is to be requested to the court. PT. Express Kencana Lestari should open up more job vacancy to cab drivers in consider to negotiate the content of the partnership agreement before giving it to cab drivers. As well as unilateral termination clause is in accordance to Article 1266 Indonesian Civil Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putra Pertama Imanuel Nurbijantoro
"Skripsi ini membahas tentang permasalahan (1) hak dan tindakan penanggung yang memutuskan secara sepihak tidak memperpanjang manfaat asuransi tambahan dari polis asuransi jiwa sebagai hak dan perbuatan yang melanggar prinsip utmost good faith, dan (2) analisis pertimbangan hukum dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 436/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Utr yang berkaitan dengan prinsip utmost good faith. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, serta analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian ini adalah (1) PT FWD Life Indonesia selaku penanggung tidak melanggar prinsip utmost good faith karena tindakannya yang melakukan pemutusan sepihak manfaat asuransi tambahan adalah hak penanggung sepenuhnya dan (2) Penulis menilai pertimbangan hukum dalam putusan tersebut adalah keliru karena Majelis Hakim menganggap bahwa tindakan pemutusan sepihak oleh penanggung merupakan pelanggaran prinsip utmost good faith. Penulis menyarankan agar tertanggung memperhatikan penjelasan agen asuransi dan membaca polis dengan teliti. Di sisi lain, penanggung hendaknya menjelaskan secara rinci mengenai manfaat asuransi, serta hak dan kewenangan perusahaan asuransi dalam memperpanjang masa asuransi tersebut. Majelis Hakim diharapkan untuk memperhatikan kembali pengaturan prinsip utmost good faith di dalam KUHD dan UU Perasuransian agar tidak terjadi penafsiran yang salah.

This undergraduate thesis discusses the problems of (1) the rights and actions of the insurer who unilaterally decides not to extend additional insurance benefits from a life insurance policy as a right and act that breaches the principle of utmost good faith and (2) analysis of legal considerations in North Jakarta District Court Decision Number 436/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Utr, which deals with the principle of utmost good faith. In this study, the method used is normative juridical using secondary data, and data analysis is carried out qualitatively. The results of this research are (1) PT FWD Life Indonesia as the insurer does not breach the principle of utmost good faith because his action to terminate additional insurance benefits unilaterally is the full right of the insurer, and (2) The author considers that the legal considerations in the decision were wrong because the Panel of Judges considered that unilateral termination by the insurer is a breach of the utmost good faith principle. The author suggests that the insured pay attention to the insurance agent's explanation and read the policy carefully. On the other hand, the insurer should explain in detail the benefits of the insurance, as well as the rights and authorities of the insurance company in extending the insurance period. The Panel of Judges is expected to pay attention again to the arrangement of the principle of utmost good faith in the Commercial Code and the Insurance Law so that wrong interpretation does not occur."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library