Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angky Budianti
"COVID-19 merupakan penyakit penyebab pandemi pada akhir 2019. Perbedaan manifestasi klinis pada infeksi SARS-CoV-2 ini memicu banyak pertanyaan di kalangan peneliti dan medis. Perbedaan klinis COVID-19 tersebut dapat dipicu oleh faktor hospes, patogen maupun lingkungan. Infeksi SARS-CoV-2 terutama melalui saluran napas atas, tempat kolonisasi mikroba komensal dan patogen. Bagaimana interaksi antara mikroba yang berkolonisasi dengan SARS-CoV-2 dalam menimbulkan respons inflamasi di saluran napas atas masih belum diketahui dengan jelas. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara karakteristik mikrobiota, serta rasio kadar sitokin pro- dan anti-inflamasi dari saluran napas atas dengan beratnya COVID-19.
Penelitian ini merupakan studi potong lintang menggunakan 74 swab nasofaring dan orofaring di dalam viral transport medium (VTM) dari pasien COVID-19 berusia 18–64 tahun. Profil mikrobiota di saluran napas atas dan kadar IL-6, IL-1β, IFN-γ, TNF-α dan IL-10 diperiksa dengan metode sekuensing 16S ribosomal RNA dan Luminex assay, secara berurutan. Selanjutnya dilakukan analisis hubungan antara beratnya COVID-19 dengan OTU, keragaman alfa dan beta dari mikrobiota saluran napas atas.
Lima filum terbanyak di saluran napas pasien COVID-19 di Indonesia berusia 18-64 tahun adalah Firmicutes (32,3%), Bacteroidota (27,1%), Fusobacteriota (15,2%), Proteobacteria (15,1%) dan Actinobacteria (7,1%). Analisis indeks Shannon dan ACE menunjukkan bahwa tidak ada penurunan keragaman microbiota saluran napas atas dengan bertambah beratnya penyakit. Namun, ada perbedaan bermakna keragaman beta pada mikrobiota saluran napas atas antara COVID-19 ringan dan berat. Keberlimpahan filum Firmicutes (p = 0,012), dan genus Streptococcus (p = 0,033) dan Enterococcus (p = 0,031) lebih tinggi pada COVID-19 berat dibandingkan yang ringan, sedangkan keberlimpahan filum Fusobacteriota (p = 0,021), Proteobacteria (p = 0,030), Campilobacterota (p = 0,027), genus Neisseria (p = 0,008), dan Fusobacterium (p = 0,064), spesies Porphyromonas gingivalis (p = 0,018), Fusobacterium periodonticum (p = 0,001) dan Fusobacterium nucleatum (p = 0,022) lebih tinggi pada COVID-19 ringan dibandingkan berat. Keberadaan bakteri Prevotella buccae (p = 0,005) dan Prevotella disiens (p = 0,043) lebih rendah pada COVID-19 berat. Rasio TNF-α/IL-10 lebih tinggi pada COVID-19 berat (p < 0.05). Selanjutnya, rasio IL-6/IL-10, IFN-γ/IL-10, dan IL-1β/IL-10 juga lebih tinggi pada COVID-19 berat, namun tidak berbeda bermakna jika dikaitkan dengan beratnya penyakit.
Penelitian ini mendukung adanya hubungan antara karakteristik mikrobiota di saluran napas atas dengan beratnya COVID-19 pada pasien dewasa. Studi lebih lanjut diperlukan untuk memeriksa mekanisme bagaimana mikrobiota mencegah beratnya COVID-19. Rasio TNF-α/IL-10 dari saluran napas dapat menjadi prediktor beratnya penyakit dan sebagai alternatif pemeriksaan kadar sitokin pada COVID-19 yang kurang invasif dibandingkan serum.
......COVID-19 is a disease that caused a pandemic at the end of 2019. Clinical manifestations difference in SARS-CoV-2 infection has raised many questions in research and medical provider. The clinical differences in COVID-19 can be triggered by host, pathogen and environmental factors. SARS-CoV-2 mainly enters through the upper airway, with colonization of commensal and pathogenic microbes. How the interaction between colonized microbes and SARS-CoV-2 in causing an inflammatory response in the upper airway is still not clearly known. Therefore, we examined the association between the diversity of microbiota, pro- and anti-inflammatory cytokines ratio of upper respiratory and COVID-19 severity.
This research is an observational cross-sectional study using 74 nasopharyngeal and oropharyngeal swabs in viral transport medium from COVID-19 patients aged 18-64 years. We examined microbiota profile in the upper airway using 16S ribosomal RNA sequencing method and levels of IL-6, IL-1β, IFN-γ, TNF-α and IL-10 were examined by Luminex assay. We also examined the association between COVID-19 severities with OTU analysis, alpha and beta diversity of upper respiratory microbiota.
The top five phyla in upper respiratory tract of Indonesian COVID-19 patients with aged of 18–64 years old were Firmicutes (32,3%), Bacteroidota (27,1%), Fusobacteriota (15,2%), Proteobacteria (15,1%) and Actinobacteria (7,1%). Shannon and ACE index analysis showed no decline of microbiota diversity in upper airway with the increase of disease severity. However, there were significant differences of beta diversity in the upper airway microbiota between mild and severe COVID-19. The abundance of the Firmicutes phylum (p = 0,012), Streptococcus (p = 0,033) and Enterococcus (p = 0,031) genera were significantly higher in severe COVID-19 than mild, while the abundance of the Fusobacteriota (p = 0,021), Proteobacteria (p=0,030), and Campilobacterota (p = 0,027) phyla, Neisseria (p = 0,008), and Fusobacterium (p = 0,064) genera, Porphyromonas gingivalis (p = 0,018), Fusobacterium periodonticum (p = 0,001) and Fusobacterium nucleatum (p = 0,022) species were significantly higher in mild. The presence of Prevotella buccae (p=0.005) and Prevotella disiens (p=0.043) bacteria was lower in severe COVID-19. The TNF-α/IL-10 ratio was significantly higher in severe COVID-19 (p < 0.05). Furthermore, IL-6/IL-10, IFN-γ/IL-10, and IL-1β/IL-10 ratio was also higher in severe, but those were not significantly related to the disease severity.
This research supports the relationship between the severity of COVID-19 and microbiota diversity in the upper airway in adults. Further studies are needed to examine the mechanism by which microbiota prevents the COVID-19 severities. The ratio of TNF-α/IL-10 from upper airway swab may be as a predictor of disease severity and alternative for examining cytokine levels in COVID-19 which is less invasive than serum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Michelle Anggraini
"ABSTRAK
Obstruksi saluran napas atas OSNA pada anak merupakan kondisi abnormal yang menyebabkan terjadinya kebiasaan bernapas melalui mulut. Studi potong lintang analitik dengan metode consecutive sampling dilakukan pada anak laki-laki dan perempuan yang memiliki riwayat rinitis alergi, rinosinusitis, polip nasal, hipertrofi adenoid, dan obstructive sleep apnea. Studi ini menganalisis perbandingan antara kejadian maloklusi pada anak / remaja dengan OSNA yang ada di Klinik Respirologi dan Klinik Imunologi Alergi Kiara Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebagai kelompok subjek dan anak sehat tanpa OSNA dengan usia dan jenis kelamin yang sama dengan kelompok subjek di Klinik IKGA RSKGM FKG UI sebagai kelompok kontrol. Pencetakan rahang atas maupun bawah dilakukan dan jangka sorong dengan ketepatan 0,1 mm digunakan untuk pemeriksaan oklusi. Beberapa tipe maloklusi seperti maloklusi kelas 2 divisi 1, anterior open bite, dan posterior crossbite ditemukan pada subjek dengan kebiasaan bernapas melalui mulut dengan OSNA. Analisis data dengan metode chi-square menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kejadian maloklusi anak dengan OSNA dibandingkan dengan anak pada kelompok kontrol p 0,001 . Dari hasil studi ini, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan bernapas melalui mulut pada pasien anak dengan OSNA memiliki peran dalam perkembangan maloklusi.ABSTRACT
Upper airway obstruction is an abnormal condition in children which can cause mouth breathing habit. Cross sectional analitic study was conducted with consecutive sampling method on children adolescents having allergic rhinitis, rhinosinusitis, nasal polyp, adenoid hypertrophy, and obstructive sleep apnea syndrome. This study analyzed comparation between malocclusion in children diagnosed with upper airway obstruction attending Pediatric Respirology and Immunology Allergy Outpatient Clinic Kiara Maternal and Child Health Center at Cipto Mangunkusumo Hospital as subject group and healthy children without upper airway obstruction with same age and gender with the subjects at Pediatric Dental Clinic Universitas Indonesia Dental Hospital in Jakarta as control group. Impression was taken and Vernier caliper at a precision of 0.1 mm was used to analyze the occlusion. Several types of malocclusion such as malocclusion class 2 division 1, anterior open bite, and posterior crossbite were found in mouth breathing subjects from this study. Chi square test showed significant difference on malocclusion occurrence between children with upper airway obstruction p 0,001 and children in control group. From this study, we can conclude that mouth breathing habit in children with upper airway obstructions may contributes in the development of malocclusion."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Kusumaningrum
"ABSTRAK
Obstruksi saluran pernapasan atas OSNA adalah penyempitan di bagian nasofaring dan orofaring sehingga menimbulkan gejala sesak napas. Anak dengan obstruksi saluran pernapasan atas mempunyai kebiasaan bernapas melalui mulut sehingga menyebabkan palatum dalam. Penelitian ini merupakan studi potong lintang analitik dengan metode consecutive sampling yang dilakukan pada anak laki-laki dan perempuan dengan riwayat penyakit rinitis alergi, hipertrofi adenoid, obstructive sleep apnea, rhinosinusitis, dan polip nasal. Dilakukan analisis perbedaan kedalaman palatum antara anak OSNA yang datang ke Klinik Respirologi dan Klinik Imunologi Alergi Kiara Pusat Kesehatan Ibu dan Anak RSCM Jakarta sebagai kelompok subjek, dan anak tanpa OSNA yang datang ke Klinik Gigi Anak RSGM FKG UI sebagai kelompok kontrol. Kedalaman palatum dihitung melalui analisa studi model rahang atas menggunakan kaliper dengan ketepatan 0,1 mm. Analisis data dengan metode Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kedalaman palatum anak OSNA dengan kedalaman palatum anak pada kelompok kontrol p 0,001 . Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa obstruksi saluran pernapasan atas dapat menyebabkan terjadinya palatum dalam.ABSTRACT
Upper airway obstruction is a blockage in nasopharynx or oropharynx areas. In Children, upper airway obstruction leads to mouth breathing habit, this could result high palatal vault. Cross sectional analytic study was conducted with consecutive sampling method on boys and girls with rhinitis allergy, adenoid hypertrophy, obstructive sleep apnea, rhinosinusitis, and nasal polyp. This study analyzed comparation the palate depth between children with upper airway obstruction attending Pediatric Respirology and Immunology Allergy Outpatient Clinic Kiara Maternal and Child Health Center at RSCM Jakarta as a subject group, and children without upper airway obstruction attending Pediatric Dentistry Clinic in Dental Hospital Faculty of Dentistry University of Indonesia. The hard palate measurement were made with upper arch study model using caliper with precision 0,1 mm. According to Mann Whitney test, there was a significant difference in the palate depth between children with upper airway obstruction and children without upper airway obstruction p 0,001 . Based on this study, upper airway obstruction can cause high palate."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library