Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusmiati Kusuma
Abstrak :
Topik yang diangkat adalah manajemen lalu lintas perkotaan dengan menerapkan Intelligent Transportation System (ITS). Model two fluid adalah salah satu model makroscopik yang menghasilkan karakteristik arus lalu lintas pada jaringan jalan perkotaan. Model ini menggambarkan hubungan antara waktu perjalanan, waktu berhenti dan waktu berjalan setiap km. Dalam hal ini, diambil daerah SCBD (Sudirman Central Business District) Jakarta, Indonesia sebagai area studi. Jaringan jalan dimodelkan pada program scaner studio simulator. Data diperoleh pada tahun 2008 dan untuk memprediksi tahun 2011 digunakan table indeks pertumbuhan lalu lintas Jakarta. Hasil dari pemodelan adalah, dengan menggunakan IAV (Intelligent Autonomous Vehicle) di dalam lingkungan perkotaan dapat meningkatkan manajemen lalu lintas karena akan menghasilkan waktu perjalanan yang lebih singkat dibandingkan dengan kendaraan konvensional. Dengan kemampuannya untuk me-rekonfigurasi ketika terjadi kegagalan mesin, tidak akan berpengaruh pada kendaraan di belakangnya dan kemacetan dapat dihindari. Hal ini berarti, jika membandingkan parameter kualitas lalu lintas dengan menggunakan IAV (n = 0.01 dan Tm = 2.24) lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan kendaraan konvensional (n = 0.03 dan Tm = 2.37). Kecepatan rata-rata untuk IAV 13.61 km/jam dan untuk kendaraan konvensional 12.02 km/jam, ini berarti IAV dapat menghemat lebih banyak waktu perjalanan daripada kendaraan konvensional. Keuntungan lain adalah IAV bersifat ramah lingkungan karena menggunakan electrical power dan dapat mengurangi polusi. ......The topic of this work discusses urban traffic management using intelligent transportation system. The two fluid model is a macroscopic modeling technique which provides characteristics of the performance of traffic flow on an urban road network. The model does this by generating a relationship between trip time, stop time and running time per km. Here, we take SCBD (Sudirman Central Business District) Jakarta, Indonesia as a study area. The network was then modeled in scaner studio simulator. Data collected in 2008 and to predict the traffic volume in 2011, we use traffic growth index for Jakarta. According to the work presented in this report, the use of IAV in urban environment can improve traffic management since it has shorter time than the use of conventional vehicle. With its ability to reconfigure itself if there is a fault, it has no impact with any other vehicle behind and congestion can be avoided. It means that if we compare parameters quality of traffic by using only IAV (n = 0.01 and Tm = 2.24) is better than using only conventional vehicles (n = 0.03 and Tm = 2.37). Average mean speed for IAV 13.61 km/h and for conventional vehicle 12.02 km/h, it means IAV can save more travel time than manual vehicle. Other benefit of using IAV is environmental friendly since it use electrical power and it can reduce pollution.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T30143
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Suwarto
Abstrak :
Perkembangan mobilitas penduduk di Jakarta menuntut Pemerintah DKI Jakarta untuk menyediakan transportasi umum masal (mass transport) yang terjangkau oleh daya bell masyarakatnya. Transportasi umum masal yang paling tepat adalah angkutan kereta api yang mampu mengangkut ribuan penumpang setiap trip. Tetapi kereta api Jabotabek hanya mampu mengangkut 2 - 4 % dari kebutuhan angkutan, sehingga sisanya ditangani oleh angkutan bus kota, dan angkutan umum lainnya. Karena angkutan bus kota non AC tidak mampu memberikan pelayanan yang cepat, tepat, aman dan nyaman, maka Perkembangan angkutan pribadi meningkat lebih cepat dari kendaraan angkutan umum, sehingga pada jam jam sibuk angkutan pribadi yang hanya berpenumpang 1 - 3 orang memadati 75 % ruas jalan sedangkan angkutan bus yang memiliki kapasitas rata-rata 50 orang hanya memanfatkan 18 % dari, kapasitas jalan. Hal ini yang menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas, yang bukan saja menyebabkan terjadinya pemborosan bahan bakar minyak, pemborosan waktu, tenaga dan biaya, tetapi juga menyebabkan pencemaran udara dan gangguan kesehatan bagi pengemudi, penumpang dan masyarakat di jalan. Di samping itu sebagian besar pengusaha angkutan tidak memahami pentingnya pendekatan dari segi manusia dalam mengelola kinerja perusahaannya. Bagi pengusaha bus non AC mereka memandang bahwa pengemudi sebagai alat produksi semata, sehingga mereka menetapkan sistem setoran kepada pengemudinya setiap ship ( 8 Jam operasi ) berkisar Rp 250.000,- untuk bus regulair. Jika pengemudi tidak mampu membayar setoran, bukan saja ia tidak memperoleh penghasilan untuk keluarga tetapi dianggap berhutang yang harus dibayar pada hari berikutnya. Jika dalam waktu 3 hari berturut-turut tidak mampu membayar maka pengemudi akan menanggung akibatnya yaitu diberhentikan. Hal ini yang menyebabkan pengemudi bus non AC bukan hanya tidak disiplin terhadap peraturan lalu lintas, tetapi juga tidak memperhatikan keselamatan penumpang dan kesehatan dirinya sendiri. Oleh karena itu pengemudi selalu memperlambat kendaraan atau berhenti dipertigaan atau perempatan jalan untuk menunggu penumpang, kemudian memacu kendaraan secepat-cepatnya untuk berebut penumpang dangan kendaraan lainnya dalan satu trayek bahkan kadang-kadang dalam perusahaan yang sama. Hal ini lah yang menyebabkan timbulnya kecelakaan lalu lintas. Hal ini sangat berbeda dengan pengemudi bus PATAS -AC yang cukup disiplin karena penumpannya terbatas dan konsumennya golongan menengah, yang memerlukan keamanan dan kenyamanan sekalipun tarifnya Rp.2.300,?
The growth of Jakarta residence mobility has demanded the Municipal Government of DKI Jakarta for providing achievable mass transport for the societies. The appropriate mass transport is railways, whose capacity is thousands passengers per trip. However, since the Jabotabek railway only accommodate 2 - 4 % of the total demand for transportation services, therefore the rest of the passengers are served by city buses, and other public transportation modes. Since the non air-conditioned city buses do not provide fast, punctual, secure and safe services, it causes the growth of private cars higher than that of public transport vehicles. Hence, in the peak hours, the private cars -- with 1 - 3 passengers --- occupy 75 % of the road, in the contrary, public transportation vehicles whose capacity per bus is 50 passengers in average, occupy only around 18%. This phenomenon leads traffic jam, which does not only waste fuel, time, energy and cost, but also creates air pollution and threat the health of the drivers, passengers as well as societies on the road. In addition, most of the transportation operators do not consider the importance of humanity approach in managing the company operation. The non air-conditioned buses' operators treat the drivers as a production mean, therefore they establish a rental fee system to their drivers with the amount of Rp 250,000,- for one shift (i.e. 8 hours operation) per regular bus. If the drivers can not pay the rental fee on that day, it means they do not only earn money for their family, but they also shoulder the debt which have to be paid on the day after. If it happens for 3 days at a stretch, the drivers will be fired. It causes the non air-conditioned buses' drivers do not only obey the traffic regulations, but they also do not care of the passengers safety and their own health as well. Therefore, the drivers always slow their buses down or stop at three-way intersections or intersections to wait for passengers, and afterwards they drive as fast as possible in order to seize the passengers of other buses in the same line, even sometimes in the same company. It can be said that these driving habits evoke accidents. On the other hand, these habits are not conducted by the air-conditioned buses' drivers, since their passengers are limited and most of them are from middle-class societies, who are willing to pay Rp 2,300,- for security and comfortability. A traffic accident is an unpredicted and unintentionally incident on the road, which involves vehicles with or without other road users resulted in human victims or property loss. In general, traffic accident is caused by 3 (three) factors, namely driver, vehicle, and road. The three factors are influenced by the environment.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library