Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asrawati
Abstrak :
Latar belakang: Perawakan pendek pada usia prasekolah dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi, sanitasi dan lingkungan serta environmental enteric dysfunction (EED). Etiologi perawakan pendek sebagian besar adalah varian normal, sedangkan varian patologis hanya 1,3-13,9%. Tujuan: Mengetahui hubungan faktor sosiodemografi dan environmental enteric dysfunction (EED) terhadap terjadinya perawakan pendek usia prasekolah. Metode: Penelitian ini berbasis komunitas dengan disain potong lintang pada 70 balita riwayat perawakan pendek studi retrospective cohort yang saat ini usia 4 tahun 10 bulan - 5 tahun 9 bulan di 5 kelurahan wilayah DKI Jakarta. Subjek didapat secara total sampling. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, antropometrik subjek dan orang tua, usia tulang, dan pemeriksaan tinja (parasit, calprotectin dan alfa1 antitripsin) sebagai biomarker EED, sebagai penanda adanya gut integrity. Etiologi perawakan pendek diperoleh dengan pendekatan algoritma diagnosis perawakan pendek. Hasil: Proporsi perawakan pendek pada anak usia prasekolah dengan riwayat perawakan pendek sebesar 44,3%, (pendek 40,0% dan sangat pendek 4,3%) dan didapatkan lelaki lebih banyak. Faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap terjadinya perawakan pendek adalah pendidikan ibu yang rendah. EED positif pada 41,9% dan parasit positif pada 57,1% subjek perawakan pendek serta jenis parasit yang ditemukan adalah Blastocystis hominis. Berdasarkan algoritma diagnosis perawakan pendek didapatkan perawakan pendek terbanyak adalah varian normal 93,6% (perawakan pendek konstitusional 83,9% dan familial 9,7%) dan patologis (malnutrisi dan /infeksi kronis, atau stunting) hanya 6,4%. Simpulan: Faktor sosiodemografi yang paling berhubungan adalah pendidikan ibu sedangkan EED tidak memengaruhi terjadinya perawakan pendek. Proporsi perawakan pendek usia prasekolah sebesar 44,3% dan terbanyak adalah varian normal Background: Short stature at preschool age is influenced by sociodemographic factors, sanitation, the surrounding environment and environmental enteric dysfunction (EED). Etiology of short stature is mostly a normal variant, while pathological variants are only 1.3 to 13.9%. Objective: To determine the influence of sociodemographic factors and environmental enteric dysfunction (EED) on short stature in preschool children and etiological factors of short stature in children. Methods: A cross-sectional study base on community at 5 urban areas in DKI Jakarta Indonesia, from January 2018 to June 2019. Seventy preschool children of short stature retrospective cohort studies, ranging 4 years 10 months to 5 years 9 months presenting with short stature were studied. Subjects were obtained by total sampling. Data collected from anthropometric measurements of subject and parents, bone age and stool examination are performed; parasites, calprotectin and alpha1 antitrypsin as biomarkers of EED or gut integrity. The etiology of short stature is obtained by the algorithm approach to short stature diagnosis. Results: The proportion of short stature in preschool children with a history of short stature was 44.3%, (short stature at 40.0% and very short stature at 4.3%) and were found in more boys. The most influential risk factor for the occurrence of short stature is due to low education mother. EED positive was 41.9%, positive parasites was 57.1%, and the type of parasite found was Blastocystis hominis, respectively. Based on the algorithm of short stature diagnosis, the most short stature found in normal variants was 93.6% which is constitutional delay of growth (83.9%), familial (9.7%) and pathological (stunting) 6.4%, respectively. Conclusion: The most influential sociodemographic factor is low education of mother, while EED does not significant to occurrence of short stature. The proportion of short stature preschool children were 44.3% and most in the normal variant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sevita Sathya Wistara
Abstrak :
Mukopolisakaridosis tipe VI (MPS tipe VI) merupakan gangguan metabolisme yang diakibatkan defisiensi aktivitas enzim pengolah glycosaminoglycan (GAG) jenis dermatan sulfat, yaitu arylsulfatase B (ARSB). Prevalensi MPS tipe VI di dunia tercatat dalam rentang 0,03—7,85 per 100.000 kelahiran. Gejala MPS tipe VI meliputi coarse facies, dysostosis multiplex, gangguan pendengaran, pernapasan, dan penglihatan, serta penebalan katup jantung, tetapi tidak disertai kelainan sistem saraf pusat. Varian pathogenic gen Arylsulfatase B (ARSB) pada ekson 1—4 telah dilaporkan sebagai pemicu manifestasi MPS tipe VI pada pasien dari berbagai belahan dunia, salah satunya dari Thailand. Laporan varian gen ARSB pada ekson 1—4 pasien MPS tipe VI di Indonesia belum ditemukan sehingga penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengklasifikasikan tingkat patogenisitas varian gen ARSB pada ekson 1—4 pasien MPS tipe VI di Indonesia. Gen ARSB dua pasien MPS tipe VI dan 10 individu normal diamplifikasi menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dan disekuensing menggunakan metode Sanger. Patogenisitas varian gen ARSB yang teridentifikasi diklasifikasikan menurut panduan yang diterbitkan American College of Medical Genetics (ACMG). Identifikasi varian gen ARSB pada ekson 1—4 pasien MPS tipe VI di Indonesia berhasil dilakukan dengan temuan sejumlah delapan varian. Satu varian novel berhasil diklasifikasikan sebagai varian likely pathogenic, yaitu c.235_236delinsCC (p.Gly79Pro) yang ditemukan pada ekson 1 kedua pasien MPS tipe VI. Enam varian reported yang ditemukan pada intron 1 individu-individu normal berhasil diklasifikasikan sebagai varian likely benign, yaitu c.312+167G>A, c.312+229C>A, c.312+304C>T, c.313-81G>A, c.313-77G>A, dan c.313-26T>C. Satu varian reported yang ditemukan pada ekson 1 dua individu normal diklasifikasikan sebagai variant of uncertain significance (VUS), yaitu c.181G>A (p.Gly61Ser). Penelitian lebih lanjut yang melibatkan lebih banyak individu normal diperlukan untuk memperoleh data frekuensi alel kedelapan gen ARSB tersebut dalam populasi normal di Indonesia sehingga spesifisitas klasifikasi varian dapat meningkat menjadi varian pathogenic atau benign. ......Mucopolysaccharide type VI (MPS tipe VI) is a metabolic disorder caused by deficient activity of arylsulfatase B (ARSB) enzyme, which processes a type of glycosaminoglycan (GAG) known as dermatan sulfate. Worldwide prevalence of MPS tipe VI ranges from 0.03—7.85 per 100,000 live births. Symptoms of MPS tipe VI include coarse facies, dysostosis multiplex, eyes, lungs, and ears disorders, as well as valvular stenosis, but without central nervous system abnormalities. Pathogenic variants of Arylsulfatase B (ARSB) gene in exons 1—4 has been reported to cause MPS tipe VI manifestation in patients from multiple countries, including Thailand. No report of ARSB gene variants in exons 1—4 of Indonesian MPS tipe VI patients have been found. This study aims to identify and classify the pathogenicity of ARSB gene variants in exons 1—4 of Indonesian MPS tipe VI patients. ARSB gene of two patients and 10 healthy individuals were amplified using polymerase chain reaction (PCR) and Sanger sequenced. Pathogenicity of identified ARSB gene variants were classified according to the American College of Medical Genetics (ACMG) guidelines. Identification of ARSB gene variants in exons 1—4 of MPS type VI patients in Indonesia was successfully carried out with a finding of eight gene variants. A novel variant found in exon 1 of both MPS type VI patients was classified as a likely pathogenic, notated as c.235_236delinsCC (p.Gly79Pro). Six reported variants found in intron 1 of healthy individuals were classified as likely benign, each notated as c.312+167G>A, c.312+229C>A, c.312+304C>T, c.313-81G> A, c.313-77G>A, and c.313-26T>C. One reported variant found in exon 1 of two healthy individuals was classified as a variant of uncertain significance (VUS), notated as c.181G>A (p.Gly61Ser). Further research involving more healthy individuals is required to obtain frequency allele data of the eight ARSB gene variants in the Indonesian normal population, which supports the increase of each variant’s classification specificity into pathogenic or benign.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrahiza Satryo Bimantoro
Abstrak :
Latar Belakang: Virus COVID-19 pertama kali diidentifikasi pada tanggal 31 Desember 2019. Sejak ditemukan, virus ini telah menginfeksi lebih dari 700 juta orang di seluruh dunia. Varian delta pertama kali ditemukan pada Oktober 2020 di India. Virus ini sangat mudah menular dengan tingkat penularan 50-60% lebih tinggi dibandingkan dengan varian sebelumnya. Varian ini juga lebih sulit untuk diobati dikarenakan adanya mutasi pada sisi penempelan antigen-antibodi. Data epidemiologi dan dampak dari varian ini di Indonesia masih belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien COVID-19 varian delta di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). Metode: Penelitian ini menggunakan desain kasus-kontrol dengan melibatkan 224 rekam medis pasien COVID-19 dari bulan Juni-Agustus 2021. Faktor-faktor yang dianalisis adalah usia, jenis kelamin, derajat keparahan, komorbiditas, D-dimer, SGOT, dan temuan radiologi. Hasil: Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa semua faktor meningkatkan odds ratio mortalitas kecuali jenis kelamin. CKD/AKI (p=0,01), kerusakan hati (p=0,01), derajat kritis-berat (p=<0,01), dan peningkatan SGOT (p=<0,01) secara signifikan berkontribusi pada model akhir. Kesimpulan: Hubungan signifikan ditemukan antara mortalitas dan usia, tingkat keparahan, komorbiditas, peningkatan D-dimer dan SGOT, serta temuan radiologi yang abnormal. Selain itu, semua faktor ini berkontribusi dalam meningkatkan odds ratio mortalitas. ......Introduction: The COVID-19 virus was first identified on December 31st of 2019. Ever since it was discovered, the virus has infected more than 700 million people worldwide. The delta variant was first discovered in October 2020 in India. The virus was found to be highly transmissible with 50-60% higher transmission rate compared to the previous variant. The variant was also found to be more difficult to treat and manage. The epidemiological data and the impact of this variant in Indonesia is still undermined. This study intends to investigate the factors that affects mortality in COVID-19 patients during the delta variant in Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). Method: This research utilizes a case-control design including 224 COVID-19 patients’ medical records from June-August 2021. Factors analyzed are age, gender, degree of severity, comorbidities, D-dimer, SGOT, and radiology findings. Results: Logistic regression analysis revealed all factors increases the odds ratio of mortality except for gender. CKD/AKI (p=0.01), liver injury (p=0.01), severe-critical degree (p=<0.01), and SGOT elevation (p=<0.01) were significantly contributing to the final model. Conclusion: Significant relationship between mortality and age, degree of severity, comorbidities, D-dimer and SGOT elevation, and abnormal radiology findings. Additionally, these factors are all contributing to increasing the odds ratio for mortality.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Ayu Maharani
Abstrak :
Latar belakang. PMI merupakan suatu organisasi yang mendapat penugasan dari pemerintah untuk menyediakan darah bagi keperluan pengobatan dan terapi. Darah serta komponen yang dibutuhkan untuk transfusi harus memenuhi kriteria darah yang aman (bebas dari infeksi penyakit), dan kualitas darah yang baik, agar proses transfusi menjadi efisien dan efektif. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas darah yaitu adanya variasi donor, seperti adanya kelainan genetik pada sel darah merah. Thalasemia dan hemoglobin varian (Hb varian) merupakan kelainan genetik yang mempengaruhi sintesis dan kualitas Hb yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Prevalensi thalasemia dan Hb varian yang cukup tinggi di Indonesia, memungkinkan ditemukannya donor pembawa sifat thalasemia dan Hb varian. Seperti diketahui, pembawa sifat thalasemia dan Hb varian tidak mempunyai gejala klinis dengan konsentrasi Hb normal, sehingga dapat lolos seleksi donor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi pembawa sifat thalasemia dan Hb varian pada donor darah serta kualitas darahnya. Metodologi. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan sampel berasal dari 138 donor darah. Dilakukan skrining thalasemia dan Hb varian pada keseluruhan sampel, yang meliputi pemeriksaan hematologi rutin, analisis Hb metode HPLC dan analisis DNA (terutama pada suspek pembawa sifat thalasemia ?). Disertai dengan uji kualitas darah donor melalui pemeriksaan persentase hemolisis terhadap Whole Blood (WB) donor pada hari ke-1 dan ke-7 penyimpanan darah. Hasil. Berdasarkan hasil skrining terdeteksi pembawa sifat thalasemia dan Hb varian sebesar 7,97%, dengan rincian, pembawa sifat thalasemia ? 5 subjek ( 3,62%) yang salah satu diantaranya disertai dengan kelainan darah ovalositosis herediter tipe Asia Tenggara (South East Asian Ovalositosis / SAO), pembawa sifat thalasemia ? 3 subjek ( 2,17%), dan HbE 3 subjek ( 2,17%). Donor pembawa sifat thalasemia dan Hb varian serta SAO tersebut mempunyai persentase hemolisis pada darah simpan hari ke-7 kurang dari satu persen. Simpulan. Frekuensi total pembawa sifat thalasemia dan Hb varian pada populasi donor darah di UTD PMI DKI Jakarta adalah sebesar 7,97%. Keseluruhan sampel pembawa sifat thalasemia dan Hb varian serta SAO mempunyai kualitas darah simpan hari ke-7 cukup baik yang ditunjukkan dengan persentase hemolisis < 1%. ......Background. Red Cross Indonesia/Palang Merah Indonesia (PMI) is an organization that gets an assignment from the government to provide blood for the purposes of treatment and therapy. Blood and components needed for transfusion must meet the criteria for safe blood (free from infectious diseases) and the quality of blood transfusion should also be good, so that the process of transfusion becomes more efficient and effective. One of the factors that can affect the quality of blood storage is donor variations, such as genetic abnormalities in red blood cells. Thalassemia and Hemoglobin (Hb) variant is a genetic disorder that affects the synthesis and quality of Hb which serves as a carrier of oxygen from the lungs throughout the body. The prevalence of thalassemia and Hb variant are quite high in Indonesia, allow the identification of the donor carrier of thalassemia and Hb variant. As we known, thalassemia and Hb variants carier have no clinical symptoms with normal Hb concentration that can pass the donor selection. The aim of this study was to determine the frequency of Thalassemia and Hb variant among blood donors coming to Blood Centre Unit in Jakarta. It was also reviewed the quality of blood from donors identified as a carrier of thalassemia and Hb variant. Methods. This cross-sectional study was conducted on 138 blood samples obtained from blood donors in the Blood centre unit in Jakarta. All samples were tested for Thalassemia and Hb variant by Complete Blood Count (CBC) and Hb analysis with HPLC method and DNA analysis for the detection of ? thalassemia carrier, and for the quality of blood storage by hemolysis rate of red blood cells (RBCs) in Whole Blood (WB) on days 1 and 7. Results. Out of the 138 donors, 5 (3,62%) were diagnosed for ? thalassemia carrier which one of them is ? thalassemia carrier co-inherited with ovalositosis hereditary (Southeast Asian Ovalositosis / SAO) , 3 (2.17%) for ? thalassemia carrier, and 3 (2, 17%) for HbE carrier. Donors were detected carrier of thalassemia and Hb variant also SAO have hemolysis percentage until seven days storage is below one percent. Conclusion. The total number of thalassemia carrier and Hb variants in blood donors at blood centre unit red cross Indonesia in Jakarta is 7,97%. The quality of blood storage in seven day from donor with thalassemia and Hb variants carrier also SAO, have the quality of blood storage were quite good. Hemolysis frequency did not seem to be donor dependent.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fuad Salam
Abstrak :
Identifikasi reservoar karbonat dan batuan dasar berdasarkan inversi simultan telah dilakukan pada lapangan ldquo;F cekungan Sumatera Selatan. Reservoar karbonat pada lapangan ini berada pada Formasi Batu Raja BRF yang merupakan salah satu reservoar karbonat produktif di cekungan ini. Penelitian ini dilakukan untuk menkonfrimasi kesalahan interpretasi zona prospek pada reservoar karbonat tersebut. Menurut studi sebelumnya, pada formasi ini terdapat zona potensial yang ditunjukan oleh nilai impedansi akustik yang rendah pada bagian barat daerah penelitian. Akan tetapi hasil dari pengeboran menunjukkan fakta yang berbeda dimana area ini diindikasikan sebagai batuan dasar lapuk. Impedansi akustik tidak mampu memisahkan kedua jenis batuan ini batuan karbonat dan batuan dasar . Oleh karena itu untuk memisahkan kedua jenis batuan tersebut diperlukan parameter elastik lainnya. Berdasarkan analisis crossplot dari beberapa sumuran, Vp/Vs dan lambda-rho adalah parameter elastik yang paling sensitif untuk memisahkan keduanya. Untuk mendapatkan parameter tersebut, penelitian ini mengunakan inversi simultan dengan lateral variant wavelet. Tujuan penerapan lateral variant wavelet untuk menjaga kualitas dari hasil inversi pada zona batuan dasar. Lateral variant wavelet diekstraksi mengunakan data sumur yang mewakili kedua jenis batuan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter elastik hasil inversi seismik dengan lateral variant wavelet dapat memisahkan batuan dasar lapuk. Pemisahan kedua batuan tersebut diindikasikan oleh nilai Vp/Vs dan lambda-rho yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan reservoar karbonat.
Identification of carbonate reservoir and basement using multi wavelet simultaneous inversion has been done. This research had been carried out for justifying pitfall interpretation of carbonate reservoir in BRF. Refer to the previous study, the potential zone, which indicated by low acoustic impedance in the western part of study area, is not prospect zone. Obviously based on the drilling information thus area suggested as weathered basement. This means there are pit fall when we rely only on the acoustic impedance. Therefore, to distinguish between carbonate and weathered basement we need another sensitive elastic parameter. Based on multi well cross plot analysis of elastic parameters, Vp Vs and lambda rho are sensitive to separate them. This study applied simultaneous seismic inversion which was combined with lateral variant wavelet to get that parameter from seismic data. The intention of the application of lateral variant wavelet is to preserve good correlation between the prospect zone and non prospect zone. The lateral variant wavelet were extracted from well, which is located in the certain location representing the BRF zone and weathered basement. The result show that the weathered basement was indicated by low Vp Vs and low lambda rho compared to carbonate reservoir.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T48157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anantya Pustimbara
Abstrak :
Mukopolisakaridosis tipe II MPS II atau Sindrom Hunter merupakan salah satu kelainan penyimpanan lisosomal yang disebabkan oleh mutasi atau perubahan susunan basa nitrogen pada gen Iduronat 2-Sulfatase gen IDS. Mutasi tersebut dapat terjadi di berbagai lokasi ekson yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya mutasi yang terjadi pada ekson 2 dan 5 gen IDS pada penderita MPS II, khususnya di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan 9 sampel DNA penderita MPS II asal Indonesia dan 50 kontrol yang terdiri atas 25 individu normal berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Analisis dilakukan dengan melewati tahapan isolasi DNA, amplifikasi Polymerase Chain Reaction PCR, visualisasi elektroforesis dan sekuensing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen IDS dari keseluruhan sampel yang digunakan berhasil dianalisis namun tidak ditemukan adanya mutasi yang terjadi pada daerah ekson 2 dan 5 penderita MPS II di Indonesia.
Mucopolysaccaridosis Type II MPS II or Syndrome Hunter is one of lysosomal storage disorder caused by mutation or changes of nitrogen base arrangement in IDS gene. This mutation can occur in various different exon locations. This research is aimed to recognize the presence of mutation that occur at exon 2 and 5 of gen IDS of MPS II patient, especially in Indonesia. Analysis was conducted by using 9 DNA MPS II patient samples of Indonesia origin and 50 controls that consists of 25 normal individual of male or female. Analysis was done by going through steps of DNA isolation, amplification by Polymerase Chain Reaction PCR, electrophoresis visualization, and sequencing. Research result shows that IDS gene from the whole samples used were successfully analysed, however there is no mutation found that occurred at exon 2 and 5 MPS II patients in Indonesia.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Fadilla Purwanto
Abstrak :
Mukopolisakaridosis tipe II MPS II merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh defisiensi enzim iduronat 2-sulfatase I2S yang dikode oleh gen iduronat 2-sulfatase IDS. Mutasi pada gen IDS dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi dari enzim I2S yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis mutasi gen iduronat 2-sulfatase IDS ekson 4 dan 7 pada penderita MPS II di Indonesia. Sampel DNA diekstraksi dari darah 9 individu penderita MPS II dan 50 individu normal 25 laki-laki dan 25 perempuan. Sekuens gen IDS ekson 4 dan 7 dari sampel-sampel tersebut diamplifikasi menggunakan metode PCR. Hasil dari proses PCR divisualisasi menggunakan Agarose Gel Electrophoresis AGE, kemudian disekuensing menggunakan metode automated sequencing. Hasil penelitian menunjukkan adanya mutasi delesi c.435_440delTACCGA yang merupakan varian likely pathogenic dan mutasi silent c.489G>A yang merupakan varian likely benign pada ekson 4, serta satu mutasi missense yang merupakan varian pathogenic pada ekson 7, yaitu c.998 C>T.
Mucopolysaccharidosis type II MPS II is a syndrome which is caused by deficiency of iduronate 2 sulfatase enzyme, coded by iduronate 2 sulfatase IDS gene. Mutation in IDS gene can alter structure and function of the resulting I2S enzyme. This study was conducted to analyze IDS gene mutations of exon 4 and 7 in mucopolysaccharidosis type II patients in Indonesia. DNA samples were extracted from the blood of 9 MPS II patients males and 50 normal individuals which consists of 25 males and 25 females. The sequence of IDS gene exon 4 and 7 from those samples were amplified using PCR method. PCR results were visualized using Agarose Gel Electrophoresis AGE, and were sequenced using automated sequencing. The results showed one deletion c.435 440delTACCGA which is classified as likely pathogenic variant and one silent mutation c.489G A which is a likely benign variant on exon 4, and one missense mutation of pathogenic variant on exon 7, c.998 C T.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arqam Athallah Al Hinduan
Abstrak :
Latar Belakang: Karsinoma tiroid papiler (KPT) adalah salah satu bentuk paling umum dari keganasan pada tiroid di dunia. Di Indonesia, ditemukan bahwa dari semua keganasan tiroid, KPT menyumbang 83% dari semua kasus, serta menyumbang 61% dari semua kasus nodul tiroid. Namun secara luas, etiologi sebagian besar kasus masih belum diketahui dan tidak memiliki etiologi spesifik. Varian ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu varian agresif dan non-agresif. Metastasis kelenjar getah bening juga dapat terjadi pada beberapa kasus KPT, dengan penelitian menunjukkan bahwa 50-60% kasus metastasis kelenjar getah bening terjadi. Pasien dengan KPT dan metastasis kelenjar getah bening (KGB) juga terbukti memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien tanpa metastasis KGB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil klinikopatologi KPT dan hubungannya dengan metastasis KGB. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan metode retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis dan arsip pasien dari Departemen Patologi Anatomi FKUI-RSCM yang telah didiagnosa KPT dari periode Januari 2014 hingga Desember 2018. Hasil: Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan antara varian agresif dan non-agresif dalam kejadian metastasis KGB (p = 0,001). Selain itu, jenis kelamin pasien menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik untuk kejadian metastasis KGB di KPT (p = 0,001). Selain itu, ukuran tumor menunjukkan perbedaan kejadian metastasis KGB yang signifikan secara statistik di PTC (p=0,026). Selanjutnya, invasi jaringan lunak menunjukkan kejadian metastasis KGB yang signifikan secara statistik di KPT (p = 0,001). Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia, ukuran tumor, atau invasi limfovaskular pada kejadian metastasis KGB pada kasus KPT. Kesimpulan: Studi menunjukkan bahwa jenis kelamin, varian, ukuran tumor, dan invasi jaringan lunak pada pasien KPT menyebabkan peningkatan risiko terjadinya metastasis KGB. Penelitian di masa depan dapat menggunakan studi longitudinal prospektif untuk melacak data penting dari pasien dengan lebih baik. ......Introduction: Papillary thyroid carcinoma (PTC) is one of the most common forms of malignant thyroid in the world. In Indonesia, it is found that out of all thyroid malignancies, PTC accounts for 83% of all the cases as well as accounting 61% of all thyroid nodule cases. Broadly though, the etiology of most cases remains unknown and does not have a specific etiology. The clinicopathological characteristics of PTC consists of age, sex, tumor size, lymphovascular invasion, soft tissue invasion, and variant of the PTC. Lymph node metastasis (LNM) may also occur in some cases of PTC, with research showing that 50-60% of LNM cases occurring. Patients with PTC and LNM have also shown to have a worse prognosis compared to their counterparts without LNM. This study aims to find the clinicopathological profile of PTC and its association with the LNM. Methods: This research is a descriptive analytical research using a retrospective method using secondary data from medical records and patient archives from the Department of Anatomical Pathology FKUI-RSCM that had been diagnosed with PTC from a period of January 2014 to December 2018. Results: This study found that there are differences between aggressive and non-aggressive variants in the occurrence of LNM (p =0.001). In addition, the sex of the patient and tumor size showed statistically significant differences for LNM occurrences in PTC (p = 0.001 and p=0.026, respectively). Furthermore, soft tissue invasions showed statistically significant differences of LNM occurrences in PTC (p = 0.001). This study also found that there were no significant differences of age or lymphovascular invasion in the occurrence of LNM in cases of PTC. Conclusion: The study shows that the sex, variant, tumor size, and presence soft tissue invasion in patients with PTC are associated with the increased risk of LNM occurrence. Future research may use prospective longitudinal studies to better keep track of essential data from patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Rizky Putri
Abstrak :
Latar belakang: Tipe histologi kanker tiroid yang paling banyak ditemukan adalah karsinoma tiroid papiler (KTP) yang memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan jenis tipe histologi lainnya. Meskipun demikian, 10% dari KTP mengalami rekurensi atau metastasis jauh setelah operasi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, CD133 adalah penanda sel punca kanker yang dapat digunakan untuk memprediksi kesintasan. CD133 dapat muncul sebagai alat diagnostik prabedah penting untuk mengidentifikasi pasien yang mendapat manfaat dari diseksi leher yang lebih luas. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk melihat hubungan ekspresi CD133 dengan metastasis kelenjar getah bening (KGB) leher dan agresivitas varian KTP. Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain studi potong lintang. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah pasien KTP yang sudah dioperasi definitive dan terdapat blok paraffin yang layak diproses. Data klinikopatologis seperti usia, jenis kelamin, varian subtipe, T pada TNM, keterlibatan KGB leher, dan stadium kanker diperoleh dari rekam medis. Dilakukan pewarnaan imunohistokimia pada jaringan tiroid yang tersimpan dan tingkat ekspresi CD133 disajikan dalam bentuk H-score. Analisis statistik dilakukan menggunakan program SPSS 25.0. Hasil: Didapatkan 40 sampel dengan 20 subjek KTP dengan metastasis KGB dan 20 subjek KTP tidak dengan metastasis KGB. Dari analisis data, didapatkan perbedaan rerata H-score yang signifikan antara kelompok varian subtipe agresif dan non-agresif (p = 0,006) dan terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi CD133 dan varian subtipe agresif (p = 0,005) dengan OR 7,917 (IK95% 1,711-36,633). Terdapat perbedaan rerata H-score yang signifikan antara kelompok stadium 1, 2 dan 3 (p = 0,010) dan hubungan yang signifikan secara statistik antara ekspresi CD133 dan stadium (p = 0,009). Kesimpulan: Peningkatan ekspresi CD133 tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian metastasis KGB leher pada pasien KTP tetapi memiliki hubungan yang signifikan dengan agresivitas subtipe KTP. ......Introduction: Ten percent of papillary thyroid carcinoma (PTC) cases experience recurrence or distant metastasis after surgery. Based on previous research, CD133 is a cancer stem cell marker that can be used to predict survival. CD133 can emerge as an important preoperative diagnostic tool to identify patients who would benefit from neck dissection. Objective: To evaluate the association between CD133 expression and neck lymph node metastasis and aggressive variants of PTC. Methods: This research is an analytical study with a cross-sectional design. Samples were taken through consecutive sampling according to inclusion and exclusion criteria. Inclusion criteria were PTC patients who undergone definitive surgery with eligible paraffin block. Clinicopathological data were obtained from medical records. Immunohistochemistry staining was performed, and CD133 expression levels were presented as H-score. Statistical analysis was conducted using SPSS 25.0 software. Results: A total of 40 samples were obtained. From the data analysis, a significant difference in mean H-score was found between aggressive and non-aggressive subtype variant groups (p = 0,006), and there was a significant association between CD133 expression and aggressive subtype variant (p = 0,005) with an odds ratio of 7,917 (95% CI 1,711-36,633). There was a significant difference in mean H-score between stage groups (p = 0,010) and a statistically significant association between CD133 expression and stage (p = 0,009). Conclusion: Increased CD133 expression is not significantly associated with the occurrence of neck lymph node metastasis in PTC patients but is significantly associated with the aggressiveness of PTC variants.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>