Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan , 2002
623.8 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Apriliyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menggambarkan struktur dan komposisi vegetasi sistem agroforestri talun di Desa Argapura, Bogor, Jawa Barat. Juga diteliti karakteristik tanah dalam sistem talun dan sistem ladang di Desa Argapura serta sistem hutan tropik di Cagar Alam Yan Lapa, Bogor. Dalam analisis vegetasi digunakan metoda kualitatif dan kuantitatif. Karakteristik tanah yang diteliti antara lain: kandungan bahan organik total, nitrogen total, fosfor tersedia, kapasitas tukar kation (KTK) kalium, KTK kalsium, KTK aluminium dan pH tanah. Dalam sistem talun di Argapura dijumpai 26 jenis pohon dari 15 famili, menghasilkan berbagai produk sebagai sumber makanan, sumber energi, kayu konstruksi dan rempah-rempah. Durio zibethinus mempunyai tingkat dominasi tertinggi (INP= 60,9%). Sandoricum Autjape (INP=41,6%) dan i^Ibizzia fslcats (INP=38%) tingkat dominasinya tinggi sedangkan i^rtocarpus ints-gra (INP=
38,07%) dan Nepbelium lappaceum (INP=26,34%), tingkat domi
nasinya sedang. Sistem ini terdiri g.tas 4 lapisan. Lapisan
tertinggi terdiri 9,7% tegakan dari seluruh tegakan yang ada, lapisan ke-2 sebanyak 84,52%; lapisan ke-1 terdiri atas 25,8 % dan lapisan terbawah-terdapat semak dan herba. D. zib&thinus adalah Jenis dengan prosentase penutupan tajuk relatif terbesar (34%), lalu S. kutjape (15%) dan falcata (13%). Sebagian besar pohon di dalam talun termasuk pohon masa kini (39,4%). Pohon masa lampau sebanyak 33,3 % dan pohon masa mendatang sebanyak 27,3%. Agroforestri talun di Desa Argapura cukup balk mengkonversikan nutrien tanah. Hal ini dibuktikan dengan kandungan bahan organik, nitrogen total serta nilai KTK kalsiumnya cenderung sedikit berbeda dibandingkan sistem hutan tropik di Cagar Alam Yan Lapa. Sementara itu kandungan bahan organik, nitrogen total serta nilai KTK kalium, dan KTK kalsium pada sistem ladang cenderung lebih rendah dibandingkan sistem hutan. Nilai keasaman tanah pada sistem agroforestri talun dan sistem ladang cenderung lebih rendah dibandingkan sistem hutan tropik di Cagar Alam Yan Lapa. Tetapi nilai KTK aluminium pada sistem ladang dan sistem agroforestri talun cenderung lebih tinggi dibanding kan sistem hutan tropik di Cagar Alam Yan Lapa. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inge Larashati
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T40152
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurwita Mustika Sari
"Vegetasi memegang peran penting bagi terwujudnya lingkungan wilayah yang berkelanjutan. Kondisi Kabupaten Majalengka saat ini yang telah memiliki Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dan dilalui jalan tol Cipali berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah ini. Dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan investasi dan pembangunan fisik akan meningkat pesat di wilayah ini seiring dengan peningkatan aksesibilitas. Hal ini menjadi penyebab perubahan distribusi vegetasi yang menyebabkan perubahan kualitas lingkungan. Dalam penelitian ini dikaji distribusi vegetasi di wilayah kajian dari pengolahan data citra satelit penginderaan jauh tahun 2016-2020, kualitas lingkungan berdasarkan indeks vegetasi serta pengaruh kualitas vegetasi terhadap distribusi spasial suhu permukaan di wilayah kajian. Model sebaran vegetasi dan non vegetasi multitemporal menunjukkan bahwa terjadi penurunan luasan vegetasi sebanyak 4.329,6 hektar menjadi area non vegetasi pada rentang waktu 2016-2020. Berdasarkan analisis terhadap profil indeks vegetasi SR, NDVI dan EVI untuk periode tahun 2016 dan 2020, dapat dilihat bahwa telah terjadi penurunan indeks vegetasi pada periode tersebut. Model kualitas vegetasi lapangan menunjukkan bahwa kualitas vegetasi paling tinggi adalah tipe vegetasi hutan, dilanjutkan kebun campuran, semak belukar dan lahan sawah. Model kualitas lingkungan telah dibangun dengan fuzzy logic yang menunjukkan kelas kualitas lingkungan yang bervariasi dari kualitas lingkungan sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Model spasial menunjukkan distribusi kualitas lingkungan terbaik pada wilayah sebagian besar di tipe tutupan vegetasi hutan alam. Berdasarkan analisis terhadap model spasial kualitas lingkungan dan suhu permukaan, dapat diketahui bahwa indeks vegetasi memiliki hubungan negatif dengan suhu permukaan yang mempengaruhi kenyamanan termal bagi penduduk.

Vegetation plays an important role for the realization of a sustainable regional environment. The current condition of Majalengka Regency with the West Java International Airport (BIJB) and Cipali toll road has the potential to increase the economic growth of this region. The investment and physical development increase rapidly along with increasing accessibility. It changes in the distribution of vegetation which causes changes in environmental quality. This study examines the distribution of vegetation from remote sensing satellite imagery data processing for 2016- 2020, predictions of environmental quality based on modeling of vegetation indices and the influence of vegetation quality on the spatial distribution of surface temperatures in the study area. The multitemporal distribution of vegetation and non-vegetation models shows that there is a decrease in vegetation area of 4,329.6 hectares to non-vegetated areas in the 2016-2020 period. Based on the analysis of the vegetation indices profiles for 2016 and 2020, there has been a decline in the vegetation index during that period. The field vegetation quality model shows that the highest vegetation quality is forest vegetation type, followed by mixed gardens, shrubs and paddy fields. The environmental quality model using fuzzy logic shows environmental quality classes that vary from very low, low, medium, high and very high. The spatial model shows the distribution of the best environmental quality in the area mostly in the type of natural forest vegetation cover. Based on the analysis, the vegetation index has a negative relationship with surface temperature which affects thermal comfort for residents."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alva Khairy Muharram
"Rawa merupakan lahan yang selalu tergenang sepanjang tahun. Seringnya terjadi kebakaran di area rawa desa Tanjung Sari menyebabkan diperkukannya konservasi lahan rawa sebagai upaya untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Adanya genangan air yang muncul di daerah rawa menjadi kendala untuk kegiatan konservasi, di mana kelembaban permukaan tanah yang tertutup vegetasi menjadi indikasi penyebab kebakaran hutan pada wilayah dengan kelembaban rendah. Diperlukan pemantauan terhadap pola dari kelembaban vegetasi serta persebaran jenis vegetasi yang tumbuh dideaerah rawa serta karakteristik vegetasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak tingkat kelembaban vegetasi terhadap jenis dan karakteristik vegetasi di rawa Desa Tanjung Sari, yang merupakan bagian dari upaya konservasi ekosistem rawa yang selalu tergenang. Pola kelembaban dan sebaran vegetasi didapatkan melalui pengolahan data citra satelit Sentinel-2 dan observasi lapangan. Metode analisis spasial dan deskriptif digunakan dengan memanfaatkan indeks NDMI (Normalized Difference Moisture Index) untuk mengukur kelembaban vegetasi beserta polanya dan NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) untuk melihat sebaran jenis dan karakteristik vegetasi berdasarkan tingkat kelembabannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa rawa Desa Tanjung Sari pada bulan September didominasi oleh kelembaban vegetasi rendah dan sedang yang mencakup sekitar 97,3% luas area rawa dan membentuk pola yang didasari oleh lokasi mata air berupa sungai, sedangkan untuk sebaran vegetasi pada kelembaban rendah didominasi oleh vegetasi berjenis rumput, dan sebaran vegetasi pada genangan sedang terdapat beberapa jenis vegetasi pepohonan yang lebih kuat untuk hidup di kelembaban sedang.

Swamps are land that is always flooded throughout the year. The frequent occurrence of fires in the swamp area of ​​Tanjung Sari village has led to the need for swamp land conservation as an effort to maintain biodiversity. The presence of standing water that appears in swamp areas is an obstacle for conservation activities, where the moisture on the surface of soil covered by vegetation is an indication of the cause of forest fires in areas with low humidity. It is necessary to monitor the pattern of vegetation moisture and the distribution of vegetation types that grow in swamp areas and the characteristics of this vegetation. This research aims to evaluate the impact of vegetation moisture levels on the types and characteristics of vegetation in the swamps of Tanjung Sari Village, which is part of conservation efforts for the swamp ecosystem which is always flooded. Moisture patterns and vegetation distribution were obtained through processing Sentinel-2 satellite image data and field observations. Spatial and descriptive analysis methods are used by utilizing the NDMI (Normalized Difference Moisture Index) index to measure vegetation humidity and its patterns and NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) to see the distribution of vegetation types and characteristics based on humidity levels. The results of the analysis show that the swamp in Tanjung Sari Village in September is dominated by low and medium humidity vegetation which covers around 97.3% of the swamp area and forms a pattern based on the location of the spring in the form of a river, while the distribution of vegetation at low humidity is dominated by vegetation. grass type, and in the distribution of vegetation in moderate puddles there are several types of tree vegetation that are stronger to live in moderate humidity.
"
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Machrani
"Salah satu. rnasalah serius yang dihadapi oleh pihak perigelola Padang Golf Halim II, Jakarta Timur adalali adanya gangguan serangan harna rayap pada tegakan vegetasi tembesu {^FcLgrascL fragrcLris Roxb. ) daiTi tUSaJu {Piri-us m&rhvisii Jung « de Vr.). Untuk mengetahui struktur komunitas rayap subteran di kedua areal vegetasi tersebut dan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara jumlah jenis rayap subteran dengan faktor lingkungan- (suhu tan-ah, kelembaban tanah, dan pH tanah), telah dilakukan pengambilan contoh rayap subteran dengan metode umpan (baiting technique) dan pengukuran suhu tanah, suhu udara, kelembaban tanah, dan pH tanah. Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa, di areal tembesu ditemukan 5 jenis rayap subteran, yaitu: McLcrot&rm&s giluus, Microt&rm&s insperatxis, Microt&rm&s inc&r toid&s, Odontot&rm&s jcL-vcLnicus, dan Cap^^i t&rm&s mahri . Jenis yang sama juga ditemukan di areal tusam, kecuali C. /jioAri. Di kedua areal tersebut, jenis rayap subteran yang paling luas sebarannya adalah Microtei^m&s irisp&ra.ixis. Jenis ini juga merupakan jenis yang paling dominan, baik di, areal tembesu maupun tusam. Kelimpahan jenis rayap subteran di kedua areal penelitian tidak cukup merata sebarannya. Masing-masing jenis rayap subteran, baik di areal tembesu maupun tusam, mempunyai N perbedaan preferensi terhadap 4 jenis kayu umpan, yaitu: tsrfibesu, "fcusaiflj karet, dan bari'ibu. Beidasarkan jurulah. jenis rayap subberan, areal tembesu dan areal tusarn mempunyai kesamaan yang. tinggi. Hal. ini disebabkan karena suhu tanah, suhu udara, kelembabah banah, dan pH banalri pada kedua areal, bersebub bidak berbeda nyaba.' Anbara jumlah jenis rayap , - subberan dengan fakbor lingkungan (suhu banah, kelembaban banah, , dan pH banah) balk di areal bembesu maupun busam, bidak ada korelasi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernita Sari
"Vegetasi mempunyai beberapa syarat tumbuh yang harus dipenuhi untuk dapat
hidup dengan optimal Faktor-faktor yang memungkinkan keberadaan suatu
vegetasi di suatu wilayah adalah faktor edafis, fisiografis, klimatis dan biotis
(Polunin, 1990).
Perubahan vegetasi sejalan dengan pertambahan ketinggian dari permukaan
laut (elevasi), namun masih banyak faktor-faktor iklim yang penting dalam
lingkungan pegunungan, terrnasuk jumlah dan penyebaran curah hujan, cahaya
dan singkapanlexposure lereng (Loveless, 1989).
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagal wilayah penelitian
tergolong sebagal Hutan Hujan Tropis Pegunungan (Loveless, 1989), yang
memungkinkan terdapatnya variasi vegetasi hutan dalam zona sub montana,
montana maupun sub alpin (Novinita, 1992).
Permasalahan yang ingin diutarakan adalah bagaimana penyebaran vegetasi di
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, sehubungan dengan kondisi
ketinggian, curah hujan serta penyinaran matahari pada musim hujan dan
kernarau. Satuan analisis yang akan dipergunakan adalah lereng.
Yang dimaksud dengan vegetasi adalah tumbuhan yang belum mendapat
pengaruh, campur tangan, serta rekayasa manusia. Vegetasi yang akan diamati
diklasiflkasikan mengacu pada Dansereau (1957) dalam Cohn (1969), dan
Yamada 0977 yang kemudian diolah, yaitu : Vegetasi Al, lapisan pertama,
tinggi Iebihlsama dengan 25 m, batang kayu keras, Vegetasi AZ lapisan
kedua, tinggi kurang dari 25 m, pohon, batang kayu keras, tidak termasuk
conifer, Vegetasi B, lapisan kedua, tinggi kurang dari 25 m, batang kayu keras,
daun jarum/conifer, Vegetasi C, lapisan bawah, tinggi kurang dari 6 m, batang
keras atau lunak, (semak herba, perdu, pakis, palma, bambu), Vegetasi D,
lapisan bawah, tinggi kurang dari 6 m, menumpang pada tumbuhan lain (paku,
epifit, liana), Vegetasi E, lapisan bawah, tinggi kurang dari I m, (rumputrumputan,
alang-alang), Vegetasi F, lapisan bawah, tinggi kurang dari 0,1 m,
(lumut, jamur). Vaniabel yang akan dilihat adalah ketinggian dan faktor klimatis, yaitu curah
hujan serta penyinanan matahani pada musim hujan dan musim kemarau.
Penyinaran matahani yang akan dilihat adalah rata-rata lama penyinaran
matahari dalam 1 bulan. 100% berarti rata-rata tiap hari 8 jam.
Untuk menjawab permasalahan pada penehitian mi dilakukan penampalan peta,
dengan mengacu pada data-data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan
Geofisika, Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal PHPA Taman
Ui Nasional Gunung Gede-Pangrango, beberapa eneI itian -te dahu lu, serta
diperkuat meIaui survey lapangan dengan metode sampel yang mewakUi setiap
lereng. Hasil analisa akan disajikan secara diskriptif dengan bantuan peta, tabel
serta diagram.
Hasil yang diperoleh dari penelitian mi dapat diringkas menjadi:
- Setiap vegetasi mempunyai region tersendini untuk ditempat, dan
didominasi. Khusus vegetasi Al clan A2 mempunyai kesamaan, tenluas pada
region ketinggian, curah hujan clan lama penyinaran matahari pada kedua
musim yang sama, di setiap lereng.
- Setiap vegetasi tidak selalu menempati dan mendominasi region setiap
variabel yang sama pada lereng yang berbeda.
- Keanekaragaman vegetasi adalah sebagal benikut:
- Keanekaragaman vegetasi maksimal
lereng utara,
pada region montana (meliputi ketinggian 2.000 - 2.400 rn), yaitu vegetasi
Al, A2, C, D, E, F, dengan curah hujan sedang pada kedua musim, serta
lama penyinaran matahani sedang clan tinggi pada kedua musim.
lereng timur,
pada region montana (meliputi ketinggian 1.700 - 1.800 rn), yaltu vegetasi
Al, A2, B, C, D, E, F, dengan curah hujan tinggi pada musim hujan, curah
hujan sedang clan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran
matahari rendah clan sedang pada musim hujan, Oan lama penyinaran
matahari sedang pada musim kemarau.
lereng s&atan,
pada region sub montana (meliputi ketinggian 1.000 - 1.100 m), dan region
montana (meliputi ketinggian 2.100 - 2.400 rn), yaitu vegetasi Al, A2, B, C,
D, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah
hujan rendah clan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran
matahani rendah clan sedang pada musim hujan, lama penyinaran matahari
sedang clan tinggi pada musim kemarau.
lereng barat,
pada region montana (meliputi ketinggian 2.100 - 2.400 m), yaltu vegetasi
Al, A2, B, C, D, E, F, dengan curah hujan sedang pada musim hujan clan
curah hujan rendah clan sedang pada musim kemarau, serta lama
penyinaran matahari rendah clan sedang pada kedua musim.
- Keanekaragaman vegetasi minimal:
lereng utara,
pada region sub alpin (meliputi ketinggian 2.800 - 3.019 m), yaitu vegetasi
C, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah
hujan rendah, sedang clan tinggi pada musim kemarau, serta lama
penyinaran matahari rendah padá kedua musim.
lereng timur,
pada region montana (meliputi ketinggian 1.500 - 1.700 m), yaitu vegetasi
A2, B, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada kedua musim, serta lama penyinaran matahari rendah clan sedang pada musim hujan, lama
penyinaran matahari sedang pada musim kemarau.
lereng selatan,
pada region sub alpin (meliputi ketinggian 3.000 - 3.019 m), yaitu vegetasi
C, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah
hujan rendah dan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran
matahari rendah pada kedua musim.
lereng barat,
pada region sub alpin (meliputi ketinggian 2.800 - 3.019 m), yaitu vegetasi
C, E, F, dengan curah hujan sedang pada musim hujan, curah hujan rendah
dan sedang pada musim kemarau, serta lama penyinaran matahari rendah
pada kedua musim."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhlisin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T40162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edo Septian
"Pesatnya perkembangan manusia dan ruang membawanya ke dalam ruang publik untuk berinteraksi diantara subjek dan objek di lingkungan yang mendorong manusia untuk menghadapi tantangan global dalam menjaga keberlangsungan Bumi. Pada kondisi lingkungan yang sudah terbangun saat ini, kekacauan muncul seiring perkembangan manusia yang menghasilkan sampah dari objek kegiatan keseharian dan penyempitan lahan kosong memberikan peluang untuk membangun ruang arsitektur interior dengan pengalaman yang lebih intim terhadap lingkungan. Penelusuran spasial imaginary landscape melalui studi tentang land dan scape pada seni vegetasi Bonsai mengkreasikan kembali personalisasi alam dalam mengolah hamparan permukaan Bumi. Gundukan limbah yang diinjeksi ke dalam gudang tua batu bata untuk menghidupkan kembali sebagai ground baru melalui narasi material ruang hidup bagi vegetasi Bonsai seluruh dunia untuk memproyeksikan pengalaman spasial manusia. Interelasi antara ground, vegetasi, dan manusia menanamkan pesan kesadaran interioritas yang selalu tumbuh dalam sikap manusia di ruang interior landscape.

The rapid development of human and space involved into public space to interact between subjects and objects in environment that encourages human to face global challenges to maintain sustainability of the Earth. In this build environment condition, chaos appears along with human development that produce waste from object of daily activities and constriction of land use gives an opportunity to construct interior architecture space with more intimate experience towards environmental. Spatial exploration of imaginary landscape through the studies about land and scape on the art of Bonsai vegetation to recreate nature personalization compose surface of the Earth. Mound of waste injected into old brick stone warehouse to revive as new ground through narrative material of living space for worldwide Bonsai vegetation to project spatial experiences of human. Interrelation between ground, vegetation, and human cultivates awareness message of interiority that keep growing within human attitude in interior landscape space. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grizzly Pradipta Singhasana Enshito
"Pemanasan global memiliki penyebab antara lain adalah hilangnya vegetasi untuk pembangunan. Kota Depok adalah salah satu kota penyangga Ibukota DKI Jakarta dan terjadi pembangunan yang menyebabkan berkurangnya tutupan vegetasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola persebaran suhu permukaan daratan dan hubungannya dengan kerapatan vegetasi. Data kedua variabel didapat dengan pengolahan citra Landsat OLI-TIRS.
Hasil penelitian menunjukkan suhu permukaan daratan yang tinggi di Kota Depok memiliki pola persebaran yang dipengaruhi oleh penutup lahan rendahnya kerapatan vegetasi. Suhu permukaan daratan yang tinggi menyebar dan mengumpul pada bagian pusat, selatan, dan utara pada wilayah penelitian. Tutupan lahan yang memiliki suhu tinggi adalah lahan terbangun dan tutupan lahan yang memiliki suhu rendah adalah vegetasi.

Global warming has a cause which one of them is loss of vegetation for the development. Depok City as one of the city buffer of DKI Jakarta and having development that causing loss of vegetation. This study aims to determine the pattern of land surface temperature distribution and its relation to vegetation density index. The data of both variables were obtained by Landsat 8 OLI TIRS image processing.
The results showed that high land surface temperature in Depok City rsquo s distribution pattern was influenced by land cover and low vegetation density index. High surface temperature were spreading over all areas and gathered at north, center, and south of study area. Land cover that have high temperature are built up and low temperature is vegetation.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S66906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>