Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aldi Garibaldi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S48937
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Rohman Hakim
"Salah satu kecenderungan pemain dalam sebuah video game adalah larut dalam peristiwa yang dialami dalam dunia digital. Sword Art Online (SAO) merupakan salah satu bentuk cerita yang mengeksplorasi tema tersebut. Pada tahun 2018, SAO diadaptasikan dalam sebuah bentuk permainan bernama permainan Integral Factor (IF) yang memungkinkan penggemarnya untuk mengalami hidup dalam dunia digital SAO dengan cara menciptakan identitas mereka sendiri. Tesis ini dibuat untuk menganalisis bagaimana sebuah permainan mengonstruksikan identitas pemain di dunia digital. Kajian adaptasi digunakan untuk mengkaji perubahan SAO ke dalam aspek naratif dan ludologis IF. Konsep storyplaying Domsch digunakan untuk menganalisis aspek permainan. Sedangkan konsep Deleuze tentang virtualitas, becoming, dan reteritorialisasi digunakan untuk mengkaji bentukan identitas dan dampak dari konstruksi tersebut. Strategi naratif dan ludologi IF bertumpu pada cutscene dan percabangan dialog sehingga mengurangi agensi pemain dan hilangnya subjektivitas. Semesta cerita IF menunjukkan adanya konsep penyatuan antara dunia aktual dan digital. Identitas virtual pemain tercipta melalui assemblage antara pemain, semesta cerita IF dan cerita SAO dalam bentuk becoming-anime. Realitas virtual yang dialami pemain adalah diri yang didefinisikan melalui narasi. Hal ini mengakibatkan pemain mengalami reteritorialisasi yakni restabilisasi identitas sebagai tokoh dalam semesta SAO yang kemudian menempatkan pemain sebagai sebuah komoditas.

Player of video game tends to immerse themselves onto digital realities and create emotional bound with digital environment. Sword Art Online (SAO) is known as a story that explore human relation with digital environment. In 2018, SAO has been adapted onto mobile video game namely Integral Factor (IF) which allowing fans to experience SAO universe by creating their character. This article will discuss player’s constructed digital identity created by video game. Theory of adaptation is used to read the transformation of SAO onto narrative and ludology aspect in IF. The concepts of becoming, virtuality, and territorialization by Gilles Deleuze is used to read virtual identity dimension in IF. Narrative and ludology strategy in IF relied on cut scene and dialog tree reducing player’s agency which resulted in loss of subjectivity. Storyworld IF shown the concept of uniting actual world and digital world. The virtual identity is created form assemblage between player, anime SAO, and IF in the form of becoming-anime. Reality in virtual video game IF defined as self that constructed by video game narrative. Thus makes player experienced reterritorialization or restabilized identity as character in SAO Universe and turns player as a commodity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Kurniawan Sujono
"Globalisasi yang terbawa oleh kapitalisme yang direstrukturisasi, maupun massifnya penggunaan teknologi informasi membawa perubahan bagi masyarakat. Masyarakat bangkit dalam struktur berciri jejaring yang kemudian disebut sebagai network.society. Kebangkitan ini tak dapat dilepaskan dari restructured capitalism, yang dibenahi dengan memanfaatkan teknologi berparadigma informasi. Pilihan yang melahirkan informasionalisme. Teknologi informasi, tak hanya dimanfaatkan kapitalis, namun juga terjadi perembesan (pervasive) pada individu. Pemanfaatan oleh individu ini, mendorong terbentuknya jejaring teknologi informasi. Sebuah keadaan yang membawa pada perubahan multidimensi : bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya.
Pada network society yang berlaku adalah logika jejaring. Di dalamnya terjadi relasi komunikasi yang membentuk budaya baru. Suatu budaya yang tidak membedakan antara realitas dan representasi simbolik. Produksi representasi simbolik menjadi pengganti yang nyata, menembus keterbatasan ruang. Yang virtual bertransformasi menjadi yang real. Ini disebut budaya real virtuality, memaknai virtualitas sebagai yang nyata. Kapitalisme dengan memanfaatkan budaya real virtuality, mampu melebarkan pengaruhnya menembus batasan ruang. Proses berlangsung pada ruang aliran (space of flows), menggantikan ruang tempat (space of places). Ruang membentuk waktu dalam masyarakat, sedangkan aliran (flows) membentuk waktu yang nir-waktu (timeless time). Waktu terhapus dari sistem komunikasi baru : waktu lampau, sekarang dan masa datang, diprogram untuk berinteraksi, dalam pesan yang sama, di waktu yang sama.
Implikasi bangkitnya masyarakat jejaring : jaringan global secara selektif membangkitkan dan mematikan individualitas, perasaan berkelompok, kewilayahan, dan bahkan negara, dalam jejaring. Di dalam masyarakat selalu terdapat hubungan antara yang lokal dengan yang global. Di satu sisi manusia, harus memastikan terpenuhinya syarat tertentu agar tetap berada di dalam jejaring, namun di sisi lain ada kesadaran untuk menampilkan diri sebagai sebuah identitas. Sehingga selalu terdapat kontradiksi hakiki antara the self dengan the net. Network society layaknya putaran arus yang melarutkan setiap aspek kehidupan, meniadakan identitas. Sehingga siapakah subjek dalam masyarakat jejaring ? Dimanakah posisinya?
Dengan menginteraksikan pemikiran-pemikiran Manuel Castells maupun semua keterangan teoretis dan empiris, serta spekulasi filosofis, dapat disimpulkan bahwa subjek dalam masyarakat jejaring adalah project identities : subjek yang awalnya berasal dari resistensi komunal terhadap struktur. Subjek project identity ini memiliki peran yang sangat penting kunci dalam masyarakat jejaring, sebab subjek-lah yang akan menyatukan dan mengokohkan kembali sejarah dan kebebasan masyarakat yang telah digerogoti oleh struktur jejaring.

Globalization brought by restructured capitalism and the massive use of information technology brings society into a radical change. The new society aroused within network characteristics structure that is then referred to as network society. The emergence of society can not be separated from the restructured capitalism, which is addressed by utilizing technology in informational paradigm. Choices that lead into informationalism. Information technology (IT) is not only used by the capitalist, but also infiltrates pervasively in individuals / human. IT utilization by human encouraged the formation of IT network. This condition brings into multidimensional change : in economic, politics, social, and culture.
In network society, network logic takes place. Within networks logic there is new culture formed by communication relationships. A culture that does not distinguish between reality and symbolic representations. Production of symbolic representation becomes a substitute of the real, that could break through the restrictiveness of space. In real virtuality culture, the virtual transformed into the reality ones, in which virtuality has a real meaning. Capitalism by making use of real virtuality culture, enables to widen its influence breaking through the space restrictions. The process takes place in the space of flows, replace the space of places. Space formed time in society, whereas flows formed a non-time (timeless time). Time erased from the new communication systems : past, present and future are programmed to interact, in the same message, at the same time.
Implications of the rise of network society is global network selectively evokes and diminishes individuality, group bonding, regionality, and even state. In society there is always a relationship between local and global. On the human side, a man must ensure the fulfillment of certain requirements in order to remain in the network, but on the other hand there is awareness to present themselves as an identity. So that there is always a fundamental contradiction between the self with the net. Network society is dissolving every aspect of life, negating identity.
So who is the subject in the network society? Where is his position? Encountering and synthesizing Manuel Castells thoughts, related theoretical, empirical, and philosophical speculation, it can concluded that the subjects in the network society is project identity: subjects who originally came from communal resistance to the structure. The subject of project identity has a very important role in the network society, because the subject was the one who would unify and strengthen the history and civil liberties that have been eroded by the network structure.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
D1401
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyna Ananda Harsono
"Kajian ini mengangkat perancangan arsitektur logistik alternatif berbasis pemahaman akan mekanisme sistem biologis. Studi ini berargumen bahwa dalam sistem logistik pada masyarakat saat ini, kontainer-kontainer yang diproduksi untuk menyimpan dan mentransportasikan barang-barang yang bersirkulasi di dalam skema besar logistik berkontribusi terhadap kehadiran waste yang menjadi masalah berkelanjutan bagi umat manusia. Gagasan logistik tanpa waste menjadi vital, sehingga saya melakukan penelusuran lebih lanjut untuk membangun situasi dimana proses mensirkulasikan sumber daya tanpa kontainer menjadi sebuah posibilitas. Kajian ini bertujuan membangun skenario logistik tanpa waste yang dimungkinkan oleh (1) sifat-sifat fisik dari perbedaan densitas dalam medium fluida yang memungkinkan terjadinya gerakan vertikal yang melawan vektor gravitasi; (2) sifat adaptif-regeneratif yang dimiliki oleh entitas biologis; dan (3) mode komunikasi nirkabel yang ditawarkan oleh virtualitas. Pembuatan skenario yang memperhitungkan virtualitas sebagai media memberikan proposisi baru yang provokatif dalam interaksi antar manusia dan antara manusia dengan machine dan keterkaitannya dengan sistem logistik. Temuan kajian ini mendemonstrasikan arsitektur yang tidak lagi dinilai berdasarkan sejauh mana ia dapat mempertahankan bentuknya secara permanen. Namun, arsitektur perlu bermanuver untuk dapat meniadakan dirinya sendiri ketika sedang tidak digunakan, serta mampu beradaptasi secara organik sesuai kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam proses-proses mensirkulasikan sumber daya.

This study explores alternative logistical architecture based on understanding of biological system mechanisms. It argues that in the current logistic system of the society, the containers manufactured to store and transport goods circulating within the grand scheme of logistics contributes to the existence of waste, which has been an ongoing issue humanity has made many attempts to resolve. The need for the existence of a wasteless logistic system becomes urgent, and therefore the study aims to create further investigation to construct a situation in which the process of circulating resources without containers becomes a possibility. Therefore, this study aims to build a scenario of wasteless logistics that are made possible through (1) the physical properties of different densities in layered fluids that allow vertical motion against the gravity vector, (2) the adaptive-regenerative properties of living biological entities, and (3) the wireless-wasteless mode of communicating in virtuality. The programming scenario which utilises the notion of virtuality as a new medium enables new and provocative propositions in terms of man-to-man and man-to-machine interactions. The study results in an architecture that is no longer valued by its permanence, but by its manoeuvre capability to delete itself when not in use, as well as its organic adaptability for emerging needs in resource-transporting processes."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Beata Krawczyk-Brylka
"ABSTRAK
The paper presents two kinds of cooperating teams traditional and virtual, and proposes a new measure of the team virtuality level. Some representative teamwork characteristics, such as team member competencies, team diversity, leadership, and team decision making are analyzed and compared depending on the degree of virtuality. Moreover, the team climate as one of the team performance measures is also analyzed and compared in virtual and traditional teamwork conditions. The considerations show that the virtuality level is crucial for virtual and face-to-face team comparison, virtual and hybrid team analysis and answering the question how to improve online collaboration processes and performance. "
TASK, 2017
600 SBAG 21:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library