Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Pipi Pujiani
Abstrak :
Keberadaan air bersih yang semakin menurun dari segi jumlahnya di berbagai wilyah menyebabkan terbukanya kemungkinan untuk pemakaian sumber air alternatif selain sumber air baku yang selama ini dipakai. Sumber alternatif tersebut adalah air limbah domestik yang dihasilkan oleh setiap rumah tangga dan air hujan. Potensi hujan yang cukup besar di wilayah Bogor memberikan peluang untuk pemakaian air hujan tersebut sebagai salah satu alternatif sumber air baku air bersih. Jumlah air limbah yang dihasilkan dari rumah tangga yang berasal dari kegiatan pencucian, MCK dan kegiatan lainnya menghasilkan 70% air limbah dari konsumsi air bersih di setiap rumah tangga. Pengelolaan air limbah dan air hujan merupakan suatu bentuk kepedulian terhadap pengelolaan sumber daya air, yang pada pelaksanaannya dibutuhkan suatu bentuk instalasi yang murah dari segi investasi, oprasional serta pemeliharaanya. Instalasi Air Limbah Domestik Ekologis adalah salah satu alternatif pengolahan air limbah dengan memanfaatkan sistem ekologis di alam untuk mengolah air limbah menjadi air yang dapat dimanfaatkan kembali. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui apakah PAL ekologis mampu mengolah campuran antara air hujan dan air limbah dengan baik, (2) Mengetahui apakah PAL Ekologis mampu menurunkan retribusi air limbah, (3) Mengetahui apakah air baku hasil pengolahan PAL Ekologis dapat diterima oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kekurangan air. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: (1) PAL ekologis mampu mengolah campuran antara air hujan dan air limbah dengan baik, (2) PAL Ekologis mampu menurunkan retribusi air limbah, (3) Air baku hasil pengolahan PAL Ekologis dapat diterima oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kekurangan air. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Bogor yaitu di Perumahan Bumi Indraprasta Bogor. Penelitian terdiri dari tiga objek penelitian yaitu: (1) Pembuatan instalasi pengolahan limbah ekologis dan melakukan pengolahan, (2) melakukan kajian biaya retribusi, (3) Menyebarkan kuesioner kepada masyarakat untuk mengetahui penerimaan masyarakat terhadap penggunaan kembali air limbah dan air hujan terolah. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk sistem pengolahan pada instalasi pengolahan air limbah ekologis variabelnya adalah paramater kualitas air yaitu: (a)Total COD, (b) BOD5 (tidak dilakukan analisis BOD pada influen gabungan air limbah dan air hujan dan influen campuran), (c)TSS, (d)Amonia, (e) Nitrat (khusus untuk data air limbah awal, dan tidak dilakukan pengambilan data Nitrat pada unit pengolahan, (f) Total Phosporus, (g)Total Coliform (hanya dilakukan pada kualitas awal air limbah dan kualitas awal air hujan). (2) Untuk aktifitas penyebaran kuesioner variabel-variabelnya adalah (a) Sikap masyarakat, (b) Ketentuan / regulasi serta informasi yang diterima oleh masyarakat, (c) Pengetahuan serta situasi dan kondisi yang tepat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: Unit PAL ekologis hanya mampu menurunkan kadar pencemar 10%-51% dan kualitas air limbah yang terolah sedangkan pada air limbah campuran dengan air hujan mampu menurunkan kadar pencemar antara 20% - 80%. Jadi PAL ekologis dapat menghasilkan air olahan yang sesuai dengan kualitas air untuk irigasi dan penyiraman. Biaya pengolahan unit PAL ekologis ternyata dapat menurunkan biaya operasional dibandingkan dengan biaya pengolahan air limbah secara konvensional. Air olahan hasil PAL Ekologis belum dapat diterima oleh masyarakat untuk memenuhi kekurangan air bersih. Berdasarkan temuan di atas maka diperlukan suatu penelitian lanjutan mengenai PAL ekologis sehingga air olahan yang dihasilkan oleh PAL ekologis sesuai dengan standar kinerja yang diharapkan. Kekurangan air bersih pada musim-musim tertentu pada wilayah studi tidak perlu memanfaatkan air olahan PAL ekologis. Kekurangan air bersih tersebut dapat diperoleh dari air hujan yang ditampung dalam setiap rumah, sedangkan air olahan PAL ekologis dapat dimanfaatlan untuk keperluan lain misalkan penyiraman taman kota dan penyiraman tanaman di setiap rumah tangga. Air hujan dapat dialirkan ke sumur resapan untuk memelihara kapasitas air tanah. Kekurangan air juga diatasi dengan memanfaatkan air tanah yang tersedia. Jika nantinya PAL ekologis tersebut diimplementasikan maka pihak pengelola PAL ekologis dapat melakukan studi kelayakan pemanfaatan air olahan PAL ekologis sebagai air untuk penyiraman taman kota maupun penyiraman tanaman di rumah-rumah yang memerlukan. Apabila ingin mensosialisasikan penggunaan air limbah terolah maka masyarakat dan pemerintah daerah harus diberikan bukti nyata bahwa air yang terolah tersebut tidak berbahaya.
The Prospect of Ecological Domestic Wastewater Treatment (A Case Study: Of Water Resources Management Alternative in the Residential Settlement Bumi Indraprasta, Bogor)The fresh water quantity is decreasing on almost area, this leads to the possibility of the use of others alternative water resources. Alternative Water that can be used as raw water is domestic wastewater and rainwater. A big potential Rainwater quantity in Bogor area can give an opportunity for using the rainwater as fresh water. Domestic wastewater quantity can also be used as raw water for becoming treated water. Domestic wastewater and rainwater management is one of the water resource concerns. The implementation its self needs a low cost investment, maintenance and operational. Ecological Domestic wastewater treatment is one of the alternatives for domestic wastewater treatment. This treatment uses the ecological nature ecological system for treating water, and so thus the treated water can be reused. Purposes of this research are: (1) To find out that the Ecological domestic wastewater can treat the mix between rain water and domestic wastewater, (2) To find out that the Ecological domestic wastewater can reduce the wastewater retribution cost, (3) to find out that the treated water can be accepted by community to fulfill fresh water consumption. Hypothesis on this research are: (1) Ecological domestic wastewater can treat water mix between rainwater and wastewater, (2) Ecological domestic wastewater system can reduce the retribution cost, (3) Treated water from ecological wastewater can be accepted by the community. This research was implemented at Perumahan Bumi Indraprasta Bogor. There were three activities as follow: (1) Making a small scale ecological domestic wastewater and implement the treatment plant, (2) Making the cost analysis of Ecological domestic wastewater, (3) Distribute the questioner to local community for finding out the acceptance of reuse of wastewater and rainwater. Variables that measured in this research were: (1), the variables for Ecological domestic wastewater are: (a) Total COD, (b) BOD5 (applicable only for domestic wastewater), (c)TSS, (d)Ammonia, (e) Nitrate (applicable only for preliminary data), (f) Total Phosphorus, (g)Total Coliform (applicable only for preliminary data). (2) The variables for questioner are (a) Community attitude, (b) the acceptance of the regulation / requirements. The result of the experiment was: Ecological domestic wastewater can only reduce pollutants in between 10-51% of BOD and 11-45% of COD. The pollutants on the mix between waste water and rain water can be reduced in 20-80%. This kind of water can be used as irrigation water. The treatment cost for ecological PAL can be lower than conventional waste water treatment cost. All respondent gave the statement that they did not accept the treated water because of health guarantee of using reuse water. Based on the above result, it still needs an effort for managing the domestic wastewater and rainwater so that the water resource can be used as raw water for fresh water. Choosing of the right technology that has a low cost of investment and operational is needed for anticipating the domestic wastewater pollution on the waterways/river. The use of treated rainwater and reuse of wastewater needs to be encouraged. Community should be informed about the wastewater management and it?s used. The promotion of rainwater and of domestic wastewater reuse needs to be disseminated. Government should give their support for implementing the wastewater and rainwater reuse.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T 11371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taishi Yazawa
Abstrak :
Southeast Asian countries are facing unstable water resource situations, experiencing high water stress as a result in their river basins, particularly around large population cities. This research has assessed basin-scale water stress by estimating the amount of water resources and water use for all river basins in Indonesia, Thailand, the Philippines, Vietnam, and Malaysia. A simple water stress assessment methodology using a Geographic Information System revealed the basins vulnerable to high water stress around the capital areas in all five countries. The population ratio was under high-moderate and high water stress at 29.3% in Indonesia, 41.8% in Thailand, 31.9% in the Philippines, 43.3% in Vietnam, and 19.9% in Malaysia. The results imply that large populations depend on limited water resources. The basin-scale assessment conducted in this research could be used in support of the water resources management planning at an inter-basin scale aiming to neutralize water stress.
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, 2023
650 JISDP 4:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Atie Tri Juniati
Abstrak :
ABSTRAK
Integrasi pola pengelolaan sumber daya air (PSDA) ke dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) sangat diperlukan untuk meminimalisir dampak perubahan pemanfaatan ruang dan mempertahankan daya dukung lingkungan hidup. Penelitian ini bermaksud mengintegrasikan pola pengelolaan sumber daya air ke rencana tata ruang wilayah. Permasalahan yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah cara menghitung ketersediaan dan kebutuhan air pada Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah, yang diamanatkan dalam lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009. Cara menghitung ketersediaan air telah diuraikan dalam Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah, namun, metode yang digunakan untuk menghitung ketersediaan air (KA) tersebut kurang tepat, karena menggunakan rumus rasional. Permasalahannya adalah bahwa, selama ini metode rasional dikembangkan untuk menghitung debit rencana saluran drainase untuk daerah kecil dengan waktu konsentrasi yang singkat. Metode rasional pada dasarnya adalah metode perhitungan debit puncak. Oleh karena itu, perlu dicari model lain yang banyak dikenal dan digunakan di Indonesia yang mampulaksana untuk untuk memperkirakan ketersediaan air dalam penyediaan air baku air minum sebuah kota. Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah, untuk mewujudkan integrasi Pola PSDA ke RTRW melalui cara penghitungan potensi ketersediaan air di suatu wilayah pada Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah, yang terdapat dalam lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009. Melalui tinjauan pustaka tentang metode mengestimasi potensi KA, disimpulkan bahwa, metode yang paling mendasar untuk menghitung KA adalah metode neraca air (NA). Untuk itu kemudian ditetapkanlah kriteria pemilihan model NA, yang disesuaikan dengan kriteria mampu laksana. Kriteria mampu laksana, dalam arti, model estimasi potensi KA ini akan bisa digunakan oleh para perencana RTRW dengan mudah dan hasilnya bisa dipertanggung jawabkan. Melalui kajian pustaka dan hasil survei wawancara mendalam kepada para pengguna model, kemudian dipilihlah tiga model neraca air hidrologi yaitu model Mock, SCS-CN dan SWAT sebagai alternatif modul untuk estimasi KA. Kemudian dilakukan uji coba model. Uji coba model hidrologi ini dimaksudkan untuk memahami karakteristik model dan menentukan tingkat kesulitannya. Hasil uji coba model hidrologi untuk estimasi potensi ketersediaan air di DAS Cisadane hulu diperoleh kesimpulan bahwa pola hubungan yang erat antara hasil prediksi model dengan hasil observasi lapangan, dimana nilai koefisien determinasi (R2) model Rasional 0.66, dari model Mock 0.69, dari model SCS-CN0.62 dan dari model SWAT diperoleh nilai R2= 0.68. Artinya model hidrologi tersebut dapat digunakan untuk simulasi KA. Dalam penelitian ini kebutuhan air juga dihitung sesuai dengan kegiatan RTRW kota Bogor tahun 2014. Hasil perhitungan Daya dukung air untuk kota Bogor tahun 2004-2008 menunjukkan kondisi surplus. Berdasarkan uji coba 3 (tiga) model hidrologi kemudian disusun instrumen penelitian (kuesioner) dengan variabel dan indikator kemampulaksanaan model hidrologi. Variabel yang akan diteliti adalah karakteristik model hidrologi, sedangkan model hidrologi yang akan diteliti adalah Rasional, Mock, SCS-CN dan SWAT. Indikator karakteristik model adalah a) kemudahan pencarian dan persiapan data untuk input model, b) kemudahan model menghitung komponen neraca air, c) kehandalan model dan d) kemudahan mendapatkan perangkat pendukung model serta e). kondisi sumber daya manusia (SDM). Instrumen disampaikan kepada pengguna model yaitu, a) staff sumber daya air Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, b) Konsultan keairan dan c) dosen teknik sipil keairan. Jawaban responden mengenai pencarian dan persiapan data untuk untuk input model adalah bahwa model SWAT dinyatakan paling mudah dengan nilai rata-rata tingkat kemudahan 1.93. Dalam menghitung neraca air, responden menyatakan bahwa SWAT paling mudah menghitung komponen neraca air, dengan nilai rata-rata tingkat kemudahan 1.88. Sedangkan dari indikator kehandalan model, Mock mendapat nilai tingkat kemudahan 2.0, paling mudah diantara 3 model lainnya. Artinya, menurut responden, kalibrasi dan validasi model Mock dinilai paling mudah. Sedangkan dalam hal kemudahan mendapatkan perangkat pendukung, responden menyatakan perangkat pendukung model SWAT adalah yang paling mudah diperoleh. Prosedur untuk mengases kemampulaksanaan model hidrologi dalam estimasi potensi ketersediaan air untuk RTRW menggunakan Indikator i) ketersediaan data, ii) kemampuan menghitung NA, iii) kehandalan model dan iv) kemudahan mendapatkan perangkat pendukung model serta v) kesiapan sumber daya manusia, sudah diujicobakan pada lokasi studi DAS Cisadane hulu, dan dengan responden para pengguna model hidrologi.
ABSTARCT
The integration of water resource management pattern with regional spatial plan is needed in minimizing the effect of adjustments of spatial use and in sustaining the carrying capacity of the environment. This study aims to integrate water resource management pattern with regional spatial plan. It addresses the problem in calculating water availability and water needs in the Guidance for Determining Environmental Carrying Capacity in Regional Spatial Planning, mandated in the Annex of Regulation of the Minister for Environment No 17/2009. The Guidance outlined a method of determining water availability which is based on rational modeling. The use of rational model as a foundation in this case is problematic since the rational model was developed to calculate discharge plans for drainage channels in small areas and in short time concentrations. The rational method is, in essence, a peak discharge calculation method. There is a need to find other model that is widely known and widely used in Indonesia capable of determining the water availability to supply standard drinking water of a city. Based on the problem, the objective of this study is to integrate water resource management pattern with regional spatial planning through the calculation of water availability potential in a region in the Guidance for Determining Environmental Carrying Capacity in Regional Spatial Planning, found in the Annex of the Regulation of the Minister for Environment No. 17/2009. Through a literature review on the methods on estimating water availability potential, the water balance method is found to be the most fundamental method in water availability estimation. A set of criteria for water balance model selection is established based on a workability criteria. Workability criteria is determined based on the ease of use of the model and the validity of its results. Through literature review and in-depth interview survey result of model users, three hydrological water balance models are selected as alternative models for water availability estimation. The three models are the Mock, SCS-CN, and SWAT. A series of test-run is done using the three models to understand their characteristics and determine their levels of ease of use. From the test-runs of the hydrological models in estimating water availability potential in Upper Cisadane River Basin Area, the study found a close relation between the result of model prediction and field observation, where determining coefficient value R2 of the rational model, Mock model, SCS-CN model and SWAT model are found to be 0.66, 0.69, 0.62, and 0.68, respectively. The numbers suggest that the hydrological models are fit for water availability simulation. This research then calculate water needs based on regional spatial planning activities of Bogor City in 2014. The calculation result of water carrying capacity of Bogor City in the years 2004-2008 indicated a condition of surplus. Based on the test-runs of the three hydrological model, a research instrument (questionnaire) is developed by using variables and workability indicators of hydrological models. The variables of interest are hydrological model characteristics, while the hydrological models of interest are the rational, Mock, SCS-CN, and SWAT models. The indicators for model characteristics are a) the ease of data collection and preparation for model inputs, b) the ease of water balance components calculations, c) model reliability, d) the ease of obtaining model support devices, and e) human resource conditions. These instruments are conveyed to model users as respondents: a) members of staff in the Ministry of Public Works and Spatial Planning, b) water consultants, and c) water engineers and academics. The result of respondent survey on the indicator of the ease of data collection and preparation for model input, SWAT is scored as the easiest to use with ease of use value of 1.93. On water balance calculation, the SWAT is scored as the easiest to use with a value of 1.88. On water reliability indicator based on the ease of model calibration and validation, the Mock scored as the easiest with a value of 2.0. On the ease of obtaining support device, the respondents choose SWAT as the easiest. The procedure to assess the usability of hydrological model in estimating water availability potential for regional spatial planning using five indicators of i) data availability, ii) water balance calculation capability, iii) model reliability, iv) ease of obtaining model support devices, and v) human resources readiness is already tested in Upper Cisadane river basin and underwent a survey of hydrological model users as respondents
2020
D2696
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library