Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Danau Toba adalah perairan yang memiliki peran multisektoral, diantaranya adalah pusat kepariwisataan di Sumatera Utara, selain memiliki fungsi lain untuk kegiatan perikanan dan untuk pembangkitan listrik tenaga air (PLTA) yaitu di bagian outletnya, Sungai Asahan. Telah dilakukan penelitian morfometri Danau Toba dan beberapa ciri stratifikasinya, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi sifat perairan Danau Toba dan sebagai dasar bagi pengelolaan danau dan penelitian limnologis lebih lanjut. Penelitian dilakukan pada bulan April 2009, Oktober 2009 dan April 2010. Luas perairan Danau Toba yaitu 1.124 Km2, kedalaman maksimum 508 m, volume 256,2 x 109 m3, dan waktu tinggal air 81 tahun. Berdasarkan tingkat kedalaman relatifnya (Zr = 1,34 persen), mencirikan perairan tidak stabil, meskipun diperkirakan hanya pada lapisan permukaan sedangkan pada kedalaman >100 m menunjukkan kestabilan. Diperkirakan lapisan epilimnion berada pada kedalaman 0 30 m, lapisan metalimnion pada kedalaman 30 100 meter, dan lapisan hipolimnion berada pada kedalaman > 100 m. Berdasarkan pengukuran kecerahan maka perkiraan wilayah eufotik hingga 27 meter, mencapai 13,5 persen dari seluruh kolom air. Sementara itu luasan wilayah littoral, tepian dengan kedalaman hingga 30 meter diperkirakan mencapai 10,64 km2 atau 0,95 persen dari seluruh luasan perairan danau. Kadar oksigen terlarut yang terukur di permukaan relatif tinggi ( 6 7 mg/l), namun menurun drastis pada kedalaman 100 m dan umumnya menunjukkan kondisi sangat minim (< 2 mg/l) pada kedalaman 200 m dan seterusnya."
2010
551 LIMNO 17:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Skolastika Tanubrata
"Terjadinya peningkatan penduduk tidak hanya memberikan dampak positif tetapi juga meningkatkan kebutuhan akan pangan. Hidroponik sebagai salah satu jenis hortikultura memiliki potensi yang besar untuk mengatasi permasalahan tersebut. Perkembangan hidroponik juga dapat didorong melalui otomatisasi yang membuat kontrol terhadap parameter lebih akurat. Selain parameter utama yang umum dikontrol pada hidroponik yaitu nutrisi dan pH, suhu air juga menjadi parameter yang perlu diperhatikan. Dimana suhu air akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman terutama terkait akar tanaman, baik dari segi penyerapan nutrisi maupun oksiger terlarut. Studi ini akan membahas lebih lanjut mengenai sistem pendinginan suhu air berdaya rendah dalam hidroponik menggunakan modul peltier TEC1-12706.

Hasil penelitian ini menunjukan dari konfigurasi pararel, seri dan Tunggal, konfigurasi peltier yang lebih optimal untuk sistem hidroponik adalah konfigurasi tunggal menggunakan 2 peltier dengan total arus, tegangan dan daya yang digunakan berturut-turut yaitu 12.023A, 11.99V dan 144.209 W. Dimana konfigurasi tersebut mampu menurunkan dan menjaga suhu pada 25 – 25.5°C untuk air 10L pada sore hingga pagi hari dengan waktu untuk menurunkan air dari 25.5 °C sekitar 10 menit.


The increase in population not only has positive impacts but also raises the need for food. Hydroponics, as a type of horticulture, has great potential to address this issue. The development of hydroponics can also be promoted through automation, which makes the control of parameters more accurate. Besides the main parameters commonly controlled in hydroponics, such as nutrients and pH, water temperature is also a parameter that needs attention. Water temperature affects plant growth, particularly related to plant roots, in terms of nutrient absorption and dissolved oxygen. This study will further discuss the low energy water temperature cooling system in hydroponics using a peltier module TEC1-12706.

The results of this study indicate that from the parallel, series and single configurations, the more optimal peltier configuration for the hydroponic system is a single configuration using 2 peltiers with a total current, voltage and power used respectively, namely 12.023A, 11.99V and 144.209 W. Where this configuration is able to lower and maintain the temperature at 25 - 25.5 ° C for 10L of water in the afternoon to morning with a time to lower the water from 25.5 ° C of around 10 minutes."

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The research studies the impact of water level control structures on self-assimilative capacity of rivers and on fish habitat. Constructing a water level control structure in a river reach will alter its hydraulics as well as its water quality, thermal regine and fish habitat...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Chumairah Desiana
"Bahan baku baja selama ini kebanyakan berasal dari bijih besi hematit. Tidak adanya bahan baku bijih besi ini di Indonesia mendorong perusahaan besi baja untuk membuat baja dari mineral laterit yang tersebar di Indonesia dengan kandungan Fe cukup tinggi sekitar 50%. Baja laterit masih diproduksi terbatas dan belum banyak diaplikasikan. Salah satu contoh aplikasi baja laterit adalah sebagai material jembatan TEKSAS diatas Danau Mahoni, Universitas Indonesia. Karena terpapar secara langsung pada lingkungan, maka ketahanan korosi baja laterit perlu diketahui. Pada kondisi aplikasi ini baja laterit mungkin terbasahi air danau, dan faktor lingkungan seperti temperatur dapat mempengaruhi ketahanan korosi baja laterit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap laju korosi baja karbon dari bijih besi hematit dan baja laterit pada lingkungan air danau FTUI. Perbedaan mendasar baja laterit dan baja karbon adalah adanya elemen tambahan Ni dan Cr pada baja laterit yang menggolongkan baja laterit sebagai baja paduan rendah (low alloy steel) dan dapat mempengaruhi ketahan korosi dari baja. Pengujian laju korosi menggunakan metode weight loss dimana kedua jenis baja direndam dalam air danau selama 1, 2, 3, 4 dan 5 hari dengan 3 variasi temperatur, yaitu temperatur ruang, 50°C dan 70°C.
Dalam penelitian ini disimpulkan laju korosi baja karbon cenderung menurun 13% dan baja laterit cenderung konstan seiring dengan bertambahnya waktu pada temperatur ruang dan cenderung menurun sekitar 12% pada baja karbon dan 17% pada baja laterit dengan bertambahnya waktu pada temperatur 50°C dan pada 70°C laju korosi cenderung menurun 9% untuk baja karbon dan 20% untuk baja laterit. Laju korosi baja karbon dan baja laterit meningkat dengan bertambahnya temperatur. Pada baja karbon laju korosi meningkat dari 4,4 mpy pada temperature ruang menjadi 10,3 mpy pada temperatur 50°C dan 11,5 mpy pada temperature 70°C. Pada baja laterit laju korosi juga meningkat dari 3,58 mpy pada temperature ruang menjadi 9,09 mpy pada temperatur 50°C dan meningkat lagi menjadi 11,5 mpy pada temperatur 70°C. Laju korosi baja laterit mempunyai ketahanan korosi yang lebih baik dari baja karbon karena pengaruh elemen paduan yang terkandung dalam baja laterit.

Most of steel are produced from hematite iron ore. The scarcity of hematite iron ore in Indonesia, encouraged iron & steel company to produced steel from laterite mineral, which has high deposit in Indonesia with high grade iron (50%Fe). Laterite steel now are produced with limited quantity. One of the application of laterite steel as material in TEKSAS bridge on Mahoni lake, University of Indonesia. Because laterite steel directly exposed to environment, corrosion resistance of laterite steel is an important factor. Laterite steel bridge may wetting with lake water and environment factor, like temperature could effect laterite steel corrosion resistant.
The objective of this research to observe the influence of temperature to corrosion rate of carbon steel from hematite iron ore and laterite steel on lake water environment. The difference between carbon steel and laterite steel, are addition of Cr and Ni on laterite steel, which classified laterite steel into low alloy steel and may effected corrosion behaviour of steel. Corrosion rate measurement are conducted by weight loss method, which both of steel immersed in lake water with time period 1, 2, 3, 4 and 5 day at room temperature, 50°C and 70°C.
The conclusion of this research was the corrosion rate of carbon steel decreased 13% and laterite steel were constant with immersion time at room temperature. But, tendency of carbon steel and laterite steel corrosion rate decreased with immersion time in temperature 50°C and 70°C. Carbon steel decrease about 12% and laterite steel 17% in temperature 50°C. Corrosion rate of carbon steel in temperature 70°C decrease 9% and laterite steel 20%. The corrosion rate of carbon steel and laterit steel increased with increasing temperature. Corrosion rate of carbon steel increase from 4,4 mpy in room temperature into 10,3 mpy in temperature 50°C and 11,5 mpy in temperature 70°C. Corrosion rate of laterite steel increase from 3,58 mpy at room temperature to 9,09 mpy at temperature 50°C and to 11,5 mpy at temperature 70°C. Laterite steel have higher corrosion resitance than carbon steel because of addition element on laterite steel.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41763
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faizal Abizar
"Proses dehumidifikasi udara adalah proses yang cukup penting dalam pengaplikasian sehari-hari maupun untuk keperluan industri. Proses dehumidifikasi sendiri memiliki ragam manfaat, lebih spesifik lagi pada sistem spray drying yang memiliki manfaat sangat besar terutama dalam bidang industri pengolahan makanan. Salah satu contoh pemanfaatan sistem spray drying adalah pada pengolahan susu cair menjadi susu bubuk siap seduh, . Pada penelitian yang dilakukan, pada sistem spray drying dengan menggunakan media air, dengan menggunakan variasi laju aliran udara masuk, perubahan temperatur udara masuk, dan perubahan temperatur udara keluar. Penelitian ini dilakukan pada ruangan yang suhu nya di kontrol setara dengan suhu udara luar ruangan. Penelitian dilakukan dengan batasan-batasan yang ada dan dikira sudah sesuai dengan kondisi tempat alat di operasionalkan. Proses pengolahan data dilakukan dengan metode Regresi dan mengecek titik Interpolasi pada garfik yang dihasilkan pada penelitian. Hasil penelitian ini mendapat bahwa laju pengeringan material berbanding terbalik dengan kelembaban udara kering. Pada penelitian lanjutan digunakan material Maltodextrin dan Gelatin dengan proses maltodextrin dengan tujuan untuk menguji berapa besar ukuran produk yang dihasilkan apabila menggunakan variasi tekanan yang berbeda.

The process of air dehumidification is a process that is quite important in daily applications and for industrial purposes. The dehumidification process itself has various benefits, more specifically the spray drying system which has enormous benefits, especially in the food processing industry. One example of the use of a spray drying system is in the processing of milk into ready-to-brewed powdered milk. In the research conducted, the spray drying system uses air media, using variations in the inlet air flow rate, changes in inlet air temperature, and changes in outlet air temperature. This research was conducted in a room whose temperature is equivalent to the outdoor air temperature. The research was carried out with the existing limitations and was considered to be in accordance with the conditions in which the equipment was operated. The data processing is carried out by the Regression method and checks the Interpolation point on the resulting graph in the study. The results of this study found that the drying rate of the material is inversely proportional to the humidity of the dry air. In a follow-up study using Maltodextrin and Gelatin with the maltodextrin process with the aim of testing how large the size of the product is when using different pressure variations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library