Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Antoro
Abstrak :
Pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama penegakan hukum dewasa ini. Kejaksaan merupakan salah satu unsur penting dalam upaya mewujudkannya. Sesuai peraturan yang berlaku lnstansi Kejaksaan dengan personil Jaksa-Jaksanya mernpunyai tugas yang cukup berat antara lain sebagai Penuntut Umum dan juga sebagai Penyidik perkaraperkara tertentu termasuk perkara korupsi. Atas kewenangan yang dirnil i ki sebagai penyidik perkara korupsi, Jaksa memi liki wewenang khusus yang tertuano dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nornor 20 Tahun 2001, yang isinya yaitu bahwa "Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tarhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukari lain dalam Undang-Undang ini, dan diperjelas dalam penjelasan Pasal 26 menyatakan bahwa "Kewenangan Penyidik dalam Pasal ini termasuk wewenang untuk meiakukan penyadapan (wiretapping)". Dengan adanya kewenangan ini maka Jaksa memiliki wewenang untuk melakukan penyadapan (wiretapping) dalam upaya penanganan perkara korupsi. Dengan kewenangan penyadapan (wiretapping) ini timbul permasalahan yang penting untuk dilakukan penelitian, yaitu tentang legalitas penyadapan (wiretapping) yang dilakukan oleh Jaksa penyidik, tentang kaftan penyadapan (wiretapping) dengan Hak Azasi Manusia, serta tentang nilai pembuktian dart hasil penyadapan dalam persidangan. Dengan permasalahan tersebut dikhawatirkan terjadi ketidak jelasan yang mengakibatkan penegakan hukum menjadi terhambat. Tulisan ini akan meneliti tentang permasalahan yang timbul akibat penyadapan (wiretapping) serta bagaimana mngatasinya, dengan mengemukakan hal-hal pendukung yang dapat memperjelas bagaimana sebenarnya Cara yang harus ditempuh guna mengatasi permasalahan ini dan dengan tulisan ini kita diharapkan akan memperoleh kejelasan tentang permasalahan-permasalahan lain yang timbul akibat kewenangan penyadapan (wiretapping) yang dimilik oleh Jaksa Penyidik.
Corruption Handling is the main priority in law enforcement now a day. Attorney General Office is open of the main essence to put it real. According to the rule, Attorney General Office and its personnel have the heaviest duty such as a prosecutor and also an investigator on s special cases included corruption cases. Based on the authority as an investigator in corruption cases, public attorney have special task in Article 26 Law Number 31 year 1999 which reform by Law Number. 20 Year 2001 Which says : "Investigating, Prosecuting, and Hearing in trial of corruption field based on the criminal procedure, unless it says differently in this Law" and clearance in the explanation of Article 26 which says "The Investigator authority in this article included the authority to wiretapping'. Based on this authority, public attorney can do the wiretapping while handling the Corruption Cases. With this wiretapping authority occurs some problem that important to researched, there are the legality of wiretapping by public attorney as investigator, the relation between wiretapping and Human Rights, and the valve of evidence from the result of wiretapping in the court. With those problems concern to be blur in law enforcement these thesis will discuss the problem occurred from wiretapping and how to solved and explain all those things to make it clearly of how to handling the problem, with this writing hopefully we will have clearness about the other problems which occur from the investigator authority of wiretapping.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Mulya
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tingkat ancaman dan kontra intelijen terhadap aksi penyadapan yang dilakukan oleh intelijen negara asing terhadap Indonesia pada tahun 2009. Akibat dari penyadapan tersebut menimbulkan kerugian pada Indonesia sehingga perlu untuk kesiapsiagaan intelijen pada masa yang akan datang sehingga dapat dilakukan pencegahan. Pendekatan Tesis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Data yang diperoleh dari sumber terbuka dan tertutup, dokumentasi, dan dari wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan adanya penyadapan yang terjadi pada tahun 2009. Narasumber dari IT VVIP, BIN, Lemsaneg, Kemenlu, Kominfo, Cyber Crime Polri, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, serta dari staf teknis luar negeri yang mengetahui detil permasalahan tersebut. Upaya Kontra Intelijen diupayakan untuk menemukan solusi atas penyadapan yang terjadi dan rencana respon pada masa yang akan datang. Membahas penyadapan adalah persoalan yang relatif sensitif sehingga perlu untuk upaya pendekatan untuk mengakses informasi yang ada. Kepentingan negara asing relatif tinggi terhadap Indonesia yang memicu upaya memperoleh informasi dengan cara penyadapan yang merupakan upaya intelijen. Kaitan dengan hal tersebut, maka perlu diupayakan kesiapsiagaan dan kemampuan untuk menangkis aksi penyadapan yang dilakukan oleh negara asing dengan Pendekatan dan langkah-langkah kontra intelijen sehingga pada masa mendatang dapat dicegah atau bahkan dilawan dengan menyerang balik
ABSTRACT
This thesis discusses the level of threat and counter-intelligence against the action of intelligence wiretaps conducted by foreign countries against Indonesia in 2009. As a result of the wiretapping causing losses in Indonesia so the need for preparedness intelligence in the future so as to do prevention. Thesis approach uses qualitative research methods descriptive analysis. Data obtained from open and closed source, documentation, and from direct interviews with the parties related to the wiretapping that took place in 2009. Speakers from VVIP IT, BIN, Lemsaneg, Ministry of Foreign Affairs, Communications and Information Technology, Cyber Crime Police, Regulatory Agency Telekomunikasi Indonesia, as well as from foreign technical staff who know the details of the problem. Efforts to Counter Intelligence attempted to find a solution on interception happens and response plans in the future. Discussing the tapping is relatively sensitive issues so it is necessary to approach attempts to access information. The interests of a foreign country is high relative to Indonesia that triggered efforts to obtain information by tapping an intelligence efforts. In this regard, it should be pursued preparedness and ability to fend tapping action undertaken by a foreign country with the approach and counter-intelligence measures so that in the future can be prevented or even resisted by striking back.
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
Abstrak :
Tesis ini membahas peran media massa milik Pemerintah Indonesia dan Australia, yaitu Antaranews.com dan ABC Online dalam mengangkat isu yang sensitif dalam hubungan internasional, seperti kasus penyadapan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Penelitian ini menggunakan model interaksi media-hubungan internasional milik Tsvetelina Yordanova untuk mengetahui peran media massa di ranah domestik dan internasional. Dalam kasus penyadapan Presiden Yudhoyono, Antaranews.com dan ABC Online menekankan pada Australia sebagai sumber permasalahan utama. Kedua media ini juga banyak memberitakan pengkajian ulang kerja sama Indonesia dan Australia sebagai rekomendasi terbaik bagi Indonesia. Selain itu, kedua media ini juga merekomendasikan kepada Pemerintah Australia untuk meminta maaf dan memberikan klarifikasi kepada Indonesia, serta merekomendasikan kedua negara tersebut untuk menerapkan kode etik dalam kerja sama di masa depan. Perbedaan di antara kedua media ini adalah tingkat ketergantungannya terhadap pemerintah. Sebagai aktor domestik, Antaranews.com masih banyak mengandalkan Pemerintah Indonesia dan elit politik sebagai sumber berita utamanya, sehingga media ini hanya bergerak sebagai pelapor dan alat pemerintah. Sedangkan, ABC Online mengandalkan beragam sumber berita, baik dari Indonesia maupun Australia, bahkan elit politik maupun non-elit politik, seperti masyarakat dan praktisi perdagangan. Media ini juga tidak hanya melaporkan berbagai perspektif sumber berita, tetapi juga menyajikan analisis dan opininya mengenai kasus tersebut. ABC Online juga aktif melakukan verifikasi informasi sejak awal penguakan kasus ini ke ranah publik. ABC Online bahkan memberitakan kasus ini dengan frame yang menyudutkan Pemerintah Australia. Independensi ABC Online memungkinkan media ini bergerak secara maksimal sebagai aktor internasional. Berbeda dengan ABC Online, Antaranews.com masih banyak mengandalkan Pemerintah Indonesia sebagai sumber beritanya, sehingga frame yang digunakan sama dengan frame pemerintah. Hal ini mengakibatkan Antaranews.com memiliki dampak yang terbatas dalam ranah internasional.
This thesis explores the role of state owned mass media, namely Antaranews.com from Indonesia and ABC Online from Australia, in informing sensitive issues on international relations, such as the wiretapping of Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono by Australian intelligence. The research uses Tsvetelina Yordanova rsquo s media international relations interaction model to know the role of mass media as a domestic and an international actor. In President Yudhoyono rsquo s case, Antaranews.com and ABC Online emphasized Australia as the main problem of the case. Both media also frequently showed that the way Indonesian government suspended some cooperation was the best recommendation for Indonesia. As for Australia, both media also agreed that the Australian government needed to apologize and give clarification to Indonesia. Both media also thought that both countries would need to use a code of ethic for future cooperation. However, Antaranews.com and ABC Online also have some differences in informing the wiretapping scandal. ABC Online not only used Australian and Indonesian elite as its news sources, but also the public in both countries in a moderate amount. The media also provided more variety of frames than Antaranews.com in defining the problems and giving recommendations. Moreover, ABC Online not only gave a mere information, but also analysis and opinion in this case. ABC Online also actively verified information from Edward Snowden before publishing the story to the public. On top of everything, the media was not afraid to use frames that delegitimized Australian government policy. The autonomy of ABC Online makes it possible for the media to work as an international actor. On the other hand, Antaranews.com still depended a lot on Indonesian government and political elite as its news sources. The media used the same frame as the government and elites rsquo frame to inform the public. Therefore, the media had a limited impact as an international actor, because it had no stand on this issue.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library