Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ira Sutandi
Abstrak :
Pada musim gugur 1918 Presiden Woodrow Wilson berpidato di hadapan para anggota Senat Amerika Serikat. Ia mengatakan bahwa negara sedang berjuang untuk "to make the world safe for democracy". Untuk mencapai tujuan tersebut, beliau membutuhkan pertolongan. Ia mengatakan, "I ask that you lighten them and place in my hand instruments ... which I do not now have, which I sorely need, and which I have daily to apologize, for not being able to employ" (Chafe, 1976: 3). Terjemahannya: "Saya meminta kamu untuk meringankan beban mereka dan memberi saya "alat bantu", dimana saya tidak mempunyainya dan sangat saya butuhkan; dari hari ke hari saya minta maaf karena belum sempat memperkerjakan mereka." Instrument yang dimaksudkannya adalah pertolongan yang dapat diberikan oleh kaum wanita. Satu tahun kemudian, pemerintah menyetujui hak pilih bagi kaum wanita yang dituangkan kedalam Amandemen ke-19 setelah disetujui oleh semua negara bagian (Chafe, 1976:3). Melalui perjuangan selama lebih dari setengah abad, pergerakan wanita berhasil memasuki kancah politik, terutama dengan diterimanya secara resmi hak pilih bagi kaum wanita. Pergerakan wanita yang penulis maksudkan adalah pergerakan wanita baik itu gerakan para feminis di Amerika maupun gerakan untuk menonjolkan hak pilih saja. Menurut kamus Webster gerakan feminisme di Amerika dikatakan sebagai gerakan akan persamaan hak antara pria dan wanita di bidang politik, ekonomi dan social, atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan wanita, sedangkan yang dikatakan "woman suffrage" lebih dikhususkan pada bidang politik yang menuntut hak pilih bagi wanita. Diterimanya hak pilih bagi wanita menandakan bahwa wanita diterima untuk ikut serta berpolitik. Politik dapat diartikan secara luas adalah interaksi antara individu-individu dengan lembaga-lembaga yang menyusun dan melaksanakan cara dan sarana untuk memerintah suatu masyarakat yang terorganisasikan. Secara sempit, seni untuk mempengaruhi, memanipulasi atau mengontrol golongan-golongan utama di dunia terhadap golongangolongan lain yang bertentangan. Walaupun demikian, para pemimpin pergerakan wanita memperingatkan bahwa tugas yang mereka jalankan tidaklah mudah. Hal ini dikemukakan oleh Carrie Chapman Catt, salah seorang pemimpin pergerakan wanita di Amerika. Kutipan di bawah ini diambil dari buku Century of Struggle karya Flexner: "In 1920 Mrs. Catt Warned Suffragists that the franchise was only an entering wedge, that they would have to force their way through the locked door to the place where real political decisions are made, whether an issues or on candidates, you will have a long hard fight before you get behind that door, for there is the engine that moves the wheels of your party machinery ... if you really want women's vote to count, make your way here". (Flexner, 1971:326). Terjemahannya : "Pada tahun 1920 Ny. Catt memperingatkan para wanita yang mempunyai hak pilih bahwa apa yang didapat hanyalah suatu celah, di mana mereka harus memaksakan diri melaluinya yang dikatakan sebagai pintu yang masih tertutup menuju tempat di mana keputusan-keputusan politik dapat mereka buat, baik itu merupakan isu atau kandidat, kamu masih harus berjalan jauh untuk memperjuangkan di belakang pintu ini, karena dari sinilah titik awal digerakkannya roda-roda mesinmu ... kalau kamu betul-betul mau ikut berpolitik, mulailah jalan awalmu di sini". Hak pilih bagi wanita memberikan kesempatan bagi wanita untuk ikut memajukan kesejahteraan masyarakat luas dan membantu kaum pria untuk menjalankan roda pemerintahan. Awal diterimanya wanita untuk ikut secara resmi memasuki bidang politik menggugah penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai mengapa setelah berjuang selama lebih dari setengah abad barulah secara resmi dapat diterima hak pilih itu. Penulis mulai memperhatikan pergantian para pemimpin wanita dalam kurun waktu dua generasi. Penulis mendapatkan adanya perbedaan persepsi mengenai dasar pergerakan yang mereka kemukakan untuk tercapainya cita-cita yang mereka harapkan. Para pemimpin pergerakan wanita generasi pertama mendasarkan alasan mereka pada hak-hak alamiah (natural rights), disamping adanya ikatan perkawinan (marietal bondage). Pemimpin generasi kedua mendasarkan pada pentingnya wanita dalam keluarga. Pendapat para penulis yang menyatakan alasan wanita mengadakan pergerakan antara lain ditulis oleh Mary Wollstonegraf dalam A Vindication of the rights of woman. Dalam buku ini dia menyatakan bila wanita tidak diperlengkapi?
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Firdaningsih
Abstrak :
Skripsi ini membahas kemampuan mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI angkatan 2003. Bertujuan menggambarkan perjuangan kaum perempuan Indonesia memperbaiki nasib kaum perempuan pada saat itu. Kongres Perempuan Indonesia II membahas tentang perburuhan, usaha pemberantasan buta huruf serta pemberantasan perdagangan perempuan dan anak-anak. Keputusan-keputusan yang dihasilkan, cukup memberikan angin segar dalam menentukan arah perjuangan dalam memperbaiki nasib kaum perempuan pada saat itu. Dalam hal perburuhan, Kongres membuat suatu badan penyelidikan perburuhan perempuan Indonesia, mempunyai kewajiban menyelidiki keadaan buruh perempuan diseluruh Indonesia. Untuk pemberantasan buta huruf, Kongres mendirikan Badan Pemberantasan Buta Huruf, diadakanlah regristratiebereau (kantor pendaftaran), mempunyai tugas mengajarkan kepada beberapa orang buta huruf dalam jangka waktu tertentu. Serta didirikan suatu perkumpulan untuk mengatasi masalah perdagangan perempuan dan anak-anak, yaitu Perkumpulan Pembasmian Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (P.P.P.P.A.).
This undergraduate thesis discusses the ability of Faculty of Humanities? students 2003th entranced. This thesis explained the Indonesian Women Movements to renovate their destiny. Therefore, in the Kongres Perempuan Indonesia II, at Jakarta, 20-24th July 1935, they discussed; about the women labors; how to make Indonesian people literate, especially women, and avoid the human trafficking, both women and children. This congres was very important and helpful to make direct movement that fixed Indonesian women destinies at those times. For women labors, congress built an organization called Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan, the assignment had responsibility to comprehend welfares of the women labor in Indonesia. The Congress also built the Registratiebureau against illiteracy in Indonesia. The last, they made an organization called Perkumpulan Pembasmian Perdagangan Perempuan dan anak-anak (PPPPA), to stop human trafficking in Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S12491
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library