Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kunthi Tridewiyanti
"Tesis ini memperlihatkan sabung ayam merupakan salah satu bentuk permainan rakyat yang telah dikenal sejak dahulu dan telah dilakukan secara turun menurun oleh beberapa masyarakat di Indonesia. Akan tetapi permainan ini harus diberhentikan bahkan dihapuskan oleh masyarakt sejak dikeluarkannya peraturan tanggal 1 April 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian. tentu saja hal tersebut mengundang berbagai permasalahan di masyarakat khususnya masyarakat Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali yang penulis pilih sebagai daerah kajian.
Hasil kajian menunjukkan bahwa permainan sabung ayam telah dikenal oelh masyarkat Desa Kubutambahan sejak jaman nenek moyang dan permainan itu bila ditinjau dari sifatnya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu permainan tabuh rah dan permainan tajen. Keduanya mempunyai ciri tersendiri, mulai dari pihak yang berperan dalam permainan, tempat pelaksanaan, aturan permainan sampai pelaksanaannya.
Sekalipun ada bentuk permainan lainnya yang juga dikenal masyarakat tersebut, namun ternyata sebagian besar masyarakat tetap saja memilih melakukan permainan sabung ayam, mempersiapkan ayang sabungan, juga mengenal berbagai bentuk folklor lainnya yang mengandung unsur pemainan sabung ayam. misalnya dalam cerita-cerita, nyayian serta kepercayaan masyarakat.
Permainan sabung ayam tetap dilakukan oleh masyarakat Desa Kubutambahan, disebabkan oleh adanya fungsi-fungsi dari permainan tersebut. Antra lain, fungsi ekonomis, religius, sosial. psikologis dan fungsi pengembangan varietas ayam.
Adanya fungsi itulah menyebabkan berbafai upaya dilakukan oleh masyarakat untuk tetap melestarikan permainan itu, mulai dari upaya legitimasi, kamuflase, penyucian, penyembunyian sampai penyuapan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat itu justru memperlihatkan bahwa upaya pemerintah dalam mengefektifkan peraturan kurang berhasil, karena terkesan peraturan yang diterapkan itu tidak diindakan, bahkan dianggap bertentanan dengan kebiadaan masyarakat. Di samping itu juga memperlihatkan adanya perbedaan penilaian oleh penegak hukum, pihak agama, aparat adat maupun aparat pemerintahan.
Di dalam mengurangi kurang efektifnya pelaksanaan peraturan itu, sebenarnya masyarakat puntampak secara alami mengupayakan penghapusan permainan sabung ayamn, misalnya upaya melalui penegakan hukum baik dari peraturannya sendiri maupu penegakan hukumnya, upaya melalui pendidikan, upaya di bidang perekonomian, upaya melalui kepercayaan masyarakt dan upaya melalui komunikasi. Dengan memperlihatkan upaya penghapusan yang dilakukan oleh masyarakat dari dalam sendiri sebenarnya lebih baik daripada dilakukan suatu pemaksaan penghapusan dari pihak luar yang terkadang mempunyai nilai yang berbeda."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renata Patricia
"Skripsi ini fokus membahas penetapan-penetapan pengadilan yang mengabulkan permohonan poligami karena tidak memiliki keturunan laki-laki dalam kaitannya dengan Pasal 4 ayat 2 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 4 ayat 2 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan salah satu alasan pengadilan dapat memberikan izin poligami bagi seorang suami yaitu jika istri tidak dapat melahirkan keturunan. Bagi masyarakat adat yang menarik garis keturunan laki-laki, maka memiliki anak laki-laki menjadi penting. Dalam hal ini, terdapat pembahasan kasus di penetapan pengadilan apakah ketiadaan keturunan laki-laki dapat dijadikan alasan poligami. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian terhadap penetapan-penetapan pengadilan. Adapun penetapan- penetapan pengadilan yang dimaksud adalah penetapan pengadilan di Provinsi Bali dimana masyarakat menganut sistem kekeluargaan patrilineal. Dalam kasus yang menjadi bahan penelitian, pengadilan tetap memberikan izin poligami bagi suami walaupun istri masih dapatmelahirkan keturunan berjenis kelamin perempuan. Hal ini bertentangan dengan bunyi Pasal 4 ayat 2 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan karena kata keturunan tidak diperjelas sebagai keturunan berjenis kelamin laki-laki maupun keturunan berjenis kelamin perempuan. Penulis mengajukan dua pokok permasalahan dalam penelitian yaitu 1. Bagaimana syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi pihak-pihak yang akan mengajukan poligami? dan 2. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan izin poligami karena tidak memiliki keturunan laki-laki?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Berdasarkan hasil penelitian penulis, pertimbangan hukum hakim telah sesuai dengan mengacu kepada UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta hukum adat terutama hal sistem kekeluargaan yang masih berlaku dalam masyarakat Indonesia.

The focus of this thesis discusses the Decrees of the Court that grant the permit for polygamy because it does not have male descendants in relation to Article 4 paragraph 2 c Law No. 1 of the Year 1974 on Marriage. In Article 4 paragraph 2 c Law No. 1 of the Year 1974 on Marriage, one of the reasons that Court may give permission for polygamy is is if the wife can not give birth to descent. For the indigenous communities that attract male lineage, having the male descendant is important. In this case, there is a discussion of the case in the Decrees of the Court of whether the absence of male descendants can make a party to polygamy. To answer these problems, doing research on the Decrees of the Court is necessary. The Decrees of the Court is from the Court in Bali which is the community embraced the system of family men. In the case that became the research material, the court nonetheless permit polygamy for her husband even though his wife still can give birth to offspring of the female sex. This is contrary to the sound of Article 4 paragraph 2 c Law No. 1 of the Year 1974 on Marriage because the word, descendant, never made clear as male sex descendant or female sex descendant. Whereas, in the Costumary Societies in Indonesia, the sex of the descendants still has a significant impact. The writer propose two principal problems in this study, which are 1. How terms that must be met for the parties that submit for polygamy and 2 . How the legal considerations made by the judges in grant of the permit for polygamy because it does not have male descendants. This research used normative juridical method with explanatory typology. Based on the results of the writer 39 s research, the legal considerations of the judges has been consistently refers to Law No. 1 of the Year 1974 on Marriage and also Adat Law, especially the Kinship System that still applies in Costumary Societies in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library