Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mamiek S. Utami Chandrayani
Depok: Ulinnuha Press , 2001
297.22 JUH i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Corbin, Henry
New york: Routledge: Taylor & Francis Group, 2008
297.4 COR c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Juhdi Syarif
"Tesis ini berjudul KONSEP MANUSIA SEMPURNA PADA PEMI KIRAN IBN `ARABI, suatu kajian tentang sistem pemikiran seorang sufi-filsuf. Penelitian ini bertujuan ingin mengungkapkan pemikiran Ibn `Arabi tentang konsep asal manusia yang tertuang dalam karya-karyanya, terutama dalam kitab Al-Futuhat Al-Ma Idyyah (Wahyu-wrrhyu Me/cab) dan Fusus Al-Hikam (Untaian Hrkmab) yang ditulisnya dalam bahasa Arab. Yang dimaksud dengan konsep asal Manusia Sempuma ialah proses munctilnya manusia sempurna melalui `penampakan diri', ' manifestasi' atau `pancaran suci Ilahi' (tajalli Al Hagq) pada alam.
Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian kepustakaan melalui sumber utama dua karyanya, yang telah disebut di atas. Untuk memahami sistematika pemikiran Ibn 'Arabi, penulis menggunakan pendekatan fenomenologi hermeneutilsa dan kerangka berpikir yang diajukan oleh W.T. Stace tentang "paradoks panteistik". Dengan metode ini dan kerangka berpikir State, penulis berusaha mendeskripsikan pemikiran Ibn 'Arabi, terutama tentang konsep asal Manusia Sempurna yang bertumpu pada doktrin Wahdat al-Wujud, 'Kesatuan Wujud'.
Tesis ini diawali dengan pemahaman tentang hubungan Tuhan dengan alam menurut Ibn `Arabi yang dirumuskannya dengan Hanwa la Huwa 'Dia bukan Dia' (He/Not He). Konsekwensi logisnya realitas ini mempunyai dua aspek: aspek ketuhanan yaitu Realitas Absolut dan aspek kernanusiaan, yaitu segala sesuatu yang relatif. Kedua aspek ini dikenal dengan istilah AI-Haqq yang dipandang sebagai esensi dari semua fenomena dan Al-Khalq sebagai fenomena yang memanifestasikan esensi tersebut. Kedua aspek ini muncul merupakan tanggapan akal semata, sedangkan pada hakikatnya segala sesuatu itu satu. Nampak di sini Ibn `Arabi memandang bahwa hanya ada satu realitas tunggal, yaitu Tuhan. Sedangkan alam fenomena hanya merupakan wadah `pancaran suci Bald' (tajalliA Hagq) saja. Dikatakan bahwa proses terjadi karma Tuhan ingin dikenal dan ingin melihat diri-Nya melalui alam tersebut. Namun alam yang serba ganda ini mash terpecah-percah tidak mampu meneri magambaran Tuhan secara sempurna, yang diibaratkan bagaikan cermin yang buram. Dan hanya pada Manusia Sempurnalah gambaran Tuhan secara utuh dapat diterima secara jelas, yang diibaratkan seperti bayangan pada cermin yang jernih.
Pemikiran Ibn. `Arabi tentang Manusia Sempurna meliputi pembicaraan tentang hubungan Tuhan dengan alam. Dengan dernkian untuk mengetahui konsep Manusia Sempurna, terlebih dahulu harus mengetahui konsepnya tentang Tuhan. Dalam filsafat Barat masalah ketuhanan ini dimasukkan dalam pembicaraan teologi kodrati yang didasarkan pada akal, dan dibedakan dengan teologi kodrati yang didasarkan kepada wahyu. Dan dalam konteks ini pula, refleksi filosofis mengenai Tuhan menurut Leahy lebih sutra disebut Usafat ketuhanan dalam. bahasa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Halim
"Various methods for interpreting and understanding religious texts have long been developed in Islam. The development of this tradition is intricately linked to the need to interpret Islam's holy book, the Qur’an. It is widely understood that the verses of the Qur’an have various dimensions, namely the muhkâm (clear) and mutasyâbih (ambiguous), ‘âmm (general), khash (specific), qath’i (definitive), and dhanniy (presumptive). To address this, ta’wil was developed as method of textual interpretation. Ibn ‘Arabi represents a significant figure in the history of Islamic philosophical Sufism. He believed that for everything that appears literal, external, or exoteric (zhâhir), there is always a connection to something hidden, spiritual, internal, or esoteric (bâthin). For Ibn ‘Arabi, ta’wil is an esoteric spiritual interpretation that understands all material data and facts as symbols to transmute and “return” them to what is being symbolized. Every manifestation, every exoteric meaning (zhâhir), always has an esoteric meaning (bâthin). In other words, ta’wil is a process of interpretation that involves delving into the furthest depths of symbols to uncover the spiritual secrets of the text. The creative imagination of the interpreter plays a significant role in the process of ta’wil, serving as a mediator between the hidden divine essence and the manifestation of the pluralities of nature, akin to the world of ideas, culminating in the concept of symbols. Symbols are reflections of exemplars (mitsâl) of the sensory world depicted within the hierarchy of presence (hadhrâh), namely the presence of essence (hadhrah al-dzât), the Divine presence (hadhrah al-ulûhiyyah), the presence of various Divine actions or deeds (hadhrah al-af’âl, hadhrah rubûbiyyah), the presence of shadows and active imagination (hadhrah al-mitsâl wa al-khayyâl), and the sensory and visible presence (hadhrah al-hiss wa al-musyâhadah). In this context, the creative imagination of the interpreter, generated through the ascent to a higher meaning, is a new creation that recurs (khalq jadîd), a divine manifestation (theophany), with the heart as the Divine Presence within the interpreter. For this reason, ta’wil (as a method of text interpretation) necessitates extensive knowledge, comprehension, a willingness to engage with the text’s substance, adherence to legitimate and authoritative sources, and an interpreter’s inventiveness. Ta’wil, therefore, represents a blend of empirical, rational, and intuitive methods, emphasizing the spiritual perspective of reason to achieve the truth."
Depok: UIII Press, 2024
297 ISR 3:2 (2024)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdullah
"Bachtiar (1974) dalam salah satu artikelnya menuliskan bahwa di antara tujuan pembangunan nasional yang harus diperhatikan pada masa-masa mendatang adalah pentingnya memelihara dan mengembangkan kebudayaan nasional. Pengembangan budaya nasional Indonesia secara historis tidak dapat dipisahkan dari berbagai nilai budaya masa lampau yang banyak tersimpan dalam dokumen-dokumen sejarah. Salah satu wujud dokumen sejarah yang banyak mengandung nilai budaya masa lampau ialah peninggalan yang berupa naskah-naskah klasik Nusantara. Salah satu jenis naskah itu antara lain adalah naskah-naskah Melayu klasik yang cukup banyak jumlahnya.
Naskah-naskah Melayu klasik yang bernilai tinggi itu menurut Hussein (1974: 12) belum ditangani secara saksama dan optimal. Bahkan menurut Chambert Lair dalamArchipel 20 (1980: 45) ada empat ribu naskah Melayu yang belum diteliti orang. Karena itulah banyak di antara naskah-naskah itu yang masih terlantar di berbagai perpustakaan, baik di dalam maupun di luar negeri (Robson, 1978: 2-3). Hal ini sungguh sangat memprihatinkan, mengingat naskah-naskah itu merupakan warisan sastra yang memiliki nilai-nilai spiritual dan intelektual yang sangat berguna untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang (Sutrisno, 1981: 7)"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library