Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Olla Varalintya Yochanan
Abstrak :
Generasi milenial Indonesia (usia antara 21 hingga 35 tahun) memiliki karakter yang berbeda dengan generasi lainnya. Oleh karena itu, pengembang memandang perlu adanya sebuah konsep penawaran produk hunian terbaru dan dapat menjawab segala kebutuhan mereka, yang sebelumnya belum mampu terpenuhi. Hal ini dipandang sebagai sebuah kesempatan menguntungkan bagi para pengembang untuk menciptakan sebuah tipe properti baru yang sesuai dengan karakter milenial. Konsep hunian co-living merupakan penawaran tepat yang bertujuan untuk memenuhi keinginan milenial. Akan tetapi, isu ketidakseimbangan antara harga unit co-living dengan daya beli milenial Indonesia menjadi sebuah permasalahan. Sehingga pengembang perlu menciptakan beberapa strategi untuk mewujudkan co-living yang menguntungkan dan dapat memfasilitasi kebutuhan milenial Indonesia. Tantangan bagi para developer adalah bagaimana cara menciptakan dan menjual sebuah proyek co-living yang layak dan berkualitas kepada mereka yang membutuhkan fasilitas hunian yang lebih baik lagi, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi finansial yang tidak stabil. Hasil riset menunjukan bahwa disamping price (harga) sebagai purchasing determinant factor, milenial Indonesia juga mementingkan experience (pengalaman) dan utility (ketersediaan fasilitas yang fungsional). Mereka juga lebih tertarik dengan tipe hunian exciting yang sesuai dengan lifestyle milenial. Oleh karena itu, pengembang dapat mengurangi resiko kerugian atau kegagalan dalam mengembagkan proyek co-living dengan strategi branding kuat sebagai transformative co-living space, tidak memfokuskan pemasukan hanya dari penjualan unit saja, namun juga melalui penjualan co-working space, virtual office, dan area komersil. Sedangkan strategi terakhir adalah dengan pengembangan diberbagai area (urban, suburban, rural). ......Today’s Indonesian millennials (age between 21 to 35 years) possess distinct characteristics which differ them from the other generations. Thus, the current offered housing in the market that fulfils the older generation does not fully satisfy the millennials. This was rather seen as a profitable opportunity by the developers to create a new type of living arrangement that is made to suit the millennials. Thus, living arrangements such as co-living begin to expand and target to fulfil millennials’ desires. However, with the imbalance between co-living space prices and millennials’ purchasing power, developers need to create strategies to create a profitable and facilitating co-living development for Indonesian millennials. The challenge lies in how to create and sell a feasible and high quality co-living project to those who have extra needs but are rather financially unstable. The preliminary results show that Indonesian millennials put an importance on experience and utility (availability of the functional facilities) beside price as a purchasing determinant factor. They are also interested in a more exciting type of dwelling that is up to their lifestyle’s pace. Thus, developers can lessen the risks of their co-living project’s financial loss through strong branding as a transformative co-living space, de-emphasizing focus on unit sales through additional income sources from co-working space, virtual office, and commercial space, and developing in various areas (urban, suburban, rural).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olla Varalintya Yochanan
Abstrak :
Generasi milenial Indonesia (usia antara 21 hingga 35 tahun) memiliki karakter yang berbeda dengan generasi lainnya. Oleh karena itu, pengembang memandang perlu adanya sebuah konsep penawaran produk hunian terbaru dan dapat menjawab segala kebutuhan mereka, yang sebelumnya belum mampu terpenuhi. Hal ini dipandang sebagai sebuah kesempatan menguntungkan bagi para pengembang untuk menciptakan sebuah tipe properti baru yang sesuai dengan karakter milenial. Konsep hunian co-living merupakan penawaran tepat yang bertujuan untuk memenuhi keinginan milenial. Akan tetapi, isu ketidakseimbangan antara harga unit co-living dengan daya beli milenial Indonesia menjadi sebuah permasalahan. Sehingga pengembang perlu menciptakan beberapa strategi untuk mewujudkan co-living yang menguntungkan dan dapat memfasilitasi kebutuhan milenial Indonesia. Tantangan bagi para developer adalah bagaimana cara menciptakan dan menjual sebuah proyek co-living yang layak dan berkualitas kepada mereka yang membutuhkan fasilitas hunian yang lebih baik lagi, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi finansial yang tidak stabil. Hasil riset menunjukan bahwa disamping price (harga) sebagai purchasing determinant factor, milenial Indonesia juga mementingkan experience (pengalaman) dan utility (ketersediaan fasilitas yang fungsional). Mereka juga lebih tertarik dengan tipe hunian exciting yang sesuai dengan lifestyle milenial. Oleh karena itu, pengembang dapat mengurangi resiko kerugian atau kegagalan dalam mengembagkan proyek co-living dengan strategi branding kuat sebagai transformative co-living space, tidak memfokuskan pemasukan hanya dari penjualan unit saja, namun juga melalui penjualan co-working space, virtual office, dan area komersil. Sedangkan strategi terakhir adalah dengan pengembangan diberbagai area (urban, suburban, rural). ......Today’s Indonesian millennials (age between 21 to 35 years) possess distinct characteristics which differ them from the other generations. Thus, the current offered housing in the market that fulfils the older generation does not fully satisfy the millennials. This was rather seen as a profitable opportunity by the developers to create a new type of living arrangement that is made to suit the millennials. Thus, living arrangements such as co-living begin to expand and target to fulfil millennials’ desires. However, with the imbalance between co-living space prices and millennials’ purchasing power, developers need to create strategies to create a profitable and facilitating co-living development for Indonesian millennials. The challenge lies in how to create and sell a feasible and high quality co-living project to those who have extra needs but are rather financially unstable. The preliminary results show that Indonesian millennials put an importance on experience and utility (availability of the functional facilities) beside price as a purchasing determinant factor. They are also interested in a more exciting type of dwelling that is up to their lifestyle’s pace. Thus, developers can lessen the risks of their co-living project’s financial loss through strong branding as a transformative co-living space, de-emphasizing focus on unit sales through additional income sources from co-working space, virtual office, and commercial space, and developing in various areas (urban, suburban, rural).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raga Inanta Anwar
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dubben, Nigel
Oxford: Wiley-Blackwell, 2009
333.771 5 DUB p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sherman, Roger
Minneapolis: University of Minnesota Press, 2010
307.760 9 SHE l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Defi Reisna
Abstrak :
Produk properti perkantoran berkembang seiring permintaan pasar terhadap tempat bekerja dengan fleksibilitas tinggi, dikenal sebagai serviced office. Permintaan terhadap ruang kantor ini, berbeda dengan ruang kantor sewa umumnya, ditinjau dari segi pengembangan real estate. Kantor sewa umumnya dimulai dari improvisasi terhadap lahan dan menjadikan ruang sewa sebagai komoditi. Sementara serviced office dimulai dari improvisasi terhadap ruang dan tidak hanya menjadikan ruang sebagai komoditi tetapi juga ruang beserta fasilitas dan pelayanannya. Hal ini menjadikan pengembangan serviced office memerlukan beban biaya tersendiri dalam penyediaan fasilitas dan instalasi jaringan pendukung ruang sewa dibandingkan penyediaan ruang kantor sewa umumnya. Kondisi ini bertolak belakang dengan pasokan serviced office yang semakin meningkat dan diprediksi terus berkembang. Meninjau fenomena tersebut, penelitian ini berupaya menginvestigasi potensi pengembangan serviced office dalam memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan kantor sewa pada umumnya, dengan kondisi permintaan pasar positif. Dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, melalui simulasi perhitungan nilai IRR (Internal Rate of Return), disertai analisa tata ruang serviced office. Penelitian dilakukan terhadap 2 obyek gedung perkantoran di Jakarta. Dari simulasi perhitungan diperoleh hasil pengembangan serviced office memberikan keuntungan lebih baik dibandingan kantor sewa pada umumnya dalam tingkat huni 100%.
Office property product growing as market demand for high flexibility of working space, called as serviced office. The demand of this office space different from office rent space generally, in real estate development. Rent office generally begin from land improvement and rent space as main commodity. Meanwhile, serviced office begin from space (interior) improvement and not only space as a commodity but also space with its facilities and services. This condition cause development of serviced office require its own cost in providing facilities and networking to support rent space, compare with rent office in general. It is opposite with condition of serviced office supply, which is increasing, and predicted to continue to grow. Based on the phenomenon, this research investigate potential development of serviced office in providing a better profit than rent office in general, with positive market. To investigate, conducted a quantitative approach by simulation of calculating the internal rate of return (IRR) and layout plan analysis. This research use two office buildings in Jakarta. The conclusion of this research is serviced office provide better profit than rent office generally in occupancy rate of 100%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T41498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Andy
Abstrak :
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa bisnis rumah kost sangat berkembang khususnya di kota-kota besar. Arsitektur dalam konteks ini mengambil peran bukan hanya sekedar merancang bangunan yang ideal untuk manusia sebagai tempat tinggal, tapi juga agar dapat memberikan keuntungan yang maksimal dari perancangannya. Rumah kost sebagai sebuah tempat tinggal multi-family yang disewakan secara bulanan juga bersifat sedemikian rupa. Skripsi ini membahas mengenai apa yang dimaksud dengan sebuah rumah kost, bagaimana sebuah rumah kost dapat dikatakan sebagai bisnis real estate, dan fenomena apa saja yang terjadi terkait rumah kost tersebut. ......Without a doubt that business for boarding house is growing rapidly in Indonesia, especially in large cities. In this context, architecture has a role not only to design an ideal place for the human to live in, but to give a maximum profit due to the design. Boarding house as a loan multi-family unit also got to has a good design and give a profit to the owner. This thesis discusses about what is a boarding house, how can a boarding house be a property of real estate and what kind of phenomena happens in the matter of boarding house.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54737
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library