Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rieza Camelia
Abstrak :
Hak atas pangan merupakan hak paling mendasar bagi kelangsungan hidup manusia. Kehadiran Proyek Food Estate di Humbang Hasundutan dianggap telah mengancam pemenuhan hak tersebut bagi masyarakat setempat. Tulisan ini akan menganalisis pelaksanaan Proyek Food Estate Humbang Hasundutan Sumatera Utara menggunakan perspektif keadilan lingkungan green criminology yang menyatakan bahwa hak-hak lingkungan merupakan perpanjangan dari hak asasi dan sosial manusia. Analisis akan dilakukan terhadap data-data sekunder yang didapat dari Laporan Pelaksanaan Proyek Food Estate Sumatera Utara yang dipublikasi oleh FIAN Indonesia bekerja sama dengan beberapa LSM lain, serta data-data yang dihimpun dari situs-situs berita berkaitan dengan pelaksanaan Proyek Food Estate. Hasil analisis menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap hak atas pangan dalam proyek tersebut. Hal ini tidak lepas dari peran negara sebagai duty-bearer pelaksanaan hak asasi manusia. Kegagalan negara dalam mengemban kewajibannya telah menyebabkan terjadinya food crime terhadap petani lokal sebagai produsen pangan dalam Proyek Food Estate Humbang Hasundutan. ......The right to food is the most fundamental right for human survival. The presence of the food estate project in Humbang Hasundutan is considered to have threatened the fulfillment of this right for the local community. This paper will analyze the implementation of the Humbang Hasundutan Food Estate Project in North Sumatra using the perspective of environmental justice, green criminology, which states that environmental rights are an extension of human rights and social rights. Analysis will be carried out on secondary data obtained from the Report on the Implementation of the North Sumatra Food Estate Project published by FIAN Indonesia in collaboration with several other NGOs, as well as data collected from news websites related to the implementation of the food estate project. The results of the analysis show that there has been a violation of the right to food in the project. This cannot be separated from the role of the state as the duty-bearer of human rights implementation. The state's failure to carry out its obligations has led to food crime against local farmers as food producers in the Humbang Hasundutan Food Estate Project.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Decmonth Nuel
Abstrak :
Indonesia mempunyai masalah lingkungan hidup yang besar dalam deforestasi. Setiap tahun tutupan hutan Indonesia berkurang dengan sangat luas, baik yang sengaja maupun tidak direncanakan oleh Pemerintah. Pada pandemi COVID-19, Pemerintah mengeluarkan Program Strategis Nasional yang dapat menciptakan deforestasi dengan nama Food Estate. Food Estate adalah program pertanian pangan skala luas yang dibingkai untuk tujuan ketahanan pangan. Program ini dibentuk sebagai respons peringatan Food and Agriculture Organization (FAO) yang mewaspadai kerentanan pangan dalam situasi pandemi. Permasalahannya, program pertanian pangan skala luas ini dapat dibangun di kawasan hutan. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021 sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja melandasi program ini dengan mekanisme Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP). Penelitian hukum ini menggunakan metode normatif yang mengkaji Food Estate berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam bidang pangan dan kehutanan. Penelitian ini akan berfokus menganalisis Food Estate dengan menitikberatkan pada perlindungan kawasan hutan lindung dan ekosistem gambut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat permasalahan hukum dalam peraturan yang melandasi program Food Estate. Program ini tidak sejalan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di sektor kehutanan. Program ini memiliki enam masalah hukum, yakni (1) tidak memiliki urgensi karena hanya membingkai masalah ketahanan pangan dengan sempit, (2) bertentangan dengan asas-asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (3) tidak terbuka dan partisipatif karena menggunakan KLHS cepat, (4) mengalihfungsikan hutan lindung, (5) kontradiktif terhadap upaya perlindungan dan restorasi gambut dan (6) menyulitkan pertanggungjawaban hukum untuk memulihkan hutan. Penelitian ini menyarankan Pemerintah untuk mengevaluasi peraturan yang melandasi program Food Estate sehingga pertanian pangan tidak dilakukan dengan deforestasi dan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup untuk melindungi tutupan dan kualitas fungsi hutan ......Indonesia has a major environmental problem with deforestation. Every year Indonesia's forest loss significantly both intentionally and unplanned by the Government. During the COVID-19 pandemic, the Government issued a National Strategic Program that can create deforestation named Food Estate. Food Estate is a large-scale agri-food program framed for food security goals. This program was formed in response to a warning from the Food and Agriculture Organization (FAO) which is aware of food vulnerability in a pandemic situation. The problem is that this large-scale food-agriculture program can be built in forest. Government Regulation Number 23 of 2021 and Minister of Environment and Forestry Regulation Number 7 of 2021 as implementing regulations for the Job Creation Law underlies this program with the Forest Area mechanism for Food Security. This research is legal research using a normative method that examines Food Estate based on food and forestry regulations. This research will focus on analyzing Food Estate with an emphasis on protecting protected forest areas and peat ecosystems. This research concludes that there are legal issues in the regulations that underlie the Food Estate program. This program is not in line with the protection and management of the environment in the forest sector. This program is problematic for six reasons, namely (1) it lacks of urgency because it frames the problem of food security narrowly, (2) it conflicts with the principles of environmental protection and management, (3) it is not transparent and participatory because it uses the “quick appraisal KLHS”, (4) converts protected forests, (5) contradicts efforts to protect and restore peat and (6) makes it difficult for legal accountability to restore forests. This research suggests the Government should evaluate regulations that support the Food Estate program so that food agriculture is not carried out by deforestation and follows the mandate of laws and regulations in the environmental sector to protect forest cover and quality function.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Mulya
Abstrak :
Food Estate merupakan usaha pangan skala luas yang dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memanfaatkan sumber daya alam dengan memanfaatkan modal, teknologi, dan sumber daya lainnya untuk menghasilkan produk pangan secara terintegrasi mencakup tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan di suatu kawasan hutan. Dalam menjalankan proyek tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Permen LHK Nomor 24 Tahun 2020 yang menyatakan penyediaan kawasan hutan untuk food estate dilakukan melalui Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Penetapan Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP). Dalam ketentuan tersebut, mekanisme KHKP dapat dilakukan pada kawasan hutan lindung yang sudah tidak sepenuhnya berfungsi lindung sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam UU No. 41 Tahun 1999 dan PP No. 6 Tahun 2007 jo. UU No. 3 Tahun 2008 mengemukakan bahwa pemanfaatan hutan lindung dilakukan secara terbatas melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, atau pemungutan hasil hutan bukan kayu. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu yuridis normatif yang dimulai dengan menganalisis peraturan perundang-undangan tentang perlindungan hutan dan tata ruang dalam pengadaan tanah untuk proyek food estate. Hasil penelitian menyatakan bahwa pengaturan kebijakan pengelolaan kawasan hutan lindung dalam perspektif penataan ruang telah mengalami perkembangan dan perubahan yang dipengaruhi oleh politik ekonomi dan politik pangan nasional. Perubahan tersebut menyebabkan melemahnya fungsi penataan rung sebagai bagian dari sistem pencegahan terhadap kerusakan kawasan hutan lindung. Selain itu, kebijakan penataan ruang tidak lagi dapat mempertahankan kriteria luas minimal kawasan hutan yang berada dalam suatu wilayah serta hilangnya mekanisme kajian lingkungan hidup strategis dalam penyusunan dan evaluasi penataan ruang. Selain itu, Pengaturan kebijakan food estate dapat melindungi kawasan hutan lindung dan sesuai dengan tata ruang jika kebijakan tersebut dilakukan dengan menggunakan instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) agar adanya perhitungan terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, serta kerentanan bencana dan perubahan iklim. Pengadaan lahan untuk proyek food estate juga harus dapat mempertahankan ketentuan minimal 30% kawasan hutan yang berada dalam suatu daerah provinsi atau kabupaten/kota. ......Legal Analysis of Forest Protection and Spatial Planning in the Land Acquisition for Strategic Projects of National Food Estate Food Estate is a large-scale food business carried out through a series of activities to utilize natural resources by using capital, technology, and other resources to produce food products in an integrated manner, including food crops, horticulture, plantations, livestock, and fisheries in a forest estate. In carrying out this project, the Ministry of Environment and Forestry released the Ministerial Regulation of Environment and Forestry Number 24 of 2020, which stated that the provision of forest estate for food estate is carried out through Change of Forest Area Designation and Determination of Forest Estate for Food Security (Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan/KHKP). In this provision, the mechanism of KHKP can be carried out in protected forest estates that are no longer fully functional in accordance with the provision of the law. This is different from the provision of Act No. 41 of 1999 and Government Regulation No.6 of 2007 jo. Act No. 3 of 2008 proposed that the utilization of protected forest is carried out in a limited manner through the utilization of the area, utilization of environment services, or collection of non-timber forest products. In this study, the method used was juridical normative, which began by analyzing the laws and regulations concerning forest protection and spatial planning in the land acquisition for food estate projects. The results of the study stated that the regulation of protected forest areas in the perspective of spatial planning has experienced development and changes influenced by political economy and national food politics. This change causes the weakening of the spatial planning function as a part of the prevention system to the damage of protected forest areas. Moreover, the policy of spatial planning is no longer able to maintain the criteria for the minimum area of forest area and the loss of mechanism of strategic environmental study in the arrangement and evaluation of spatial planning. Furthermore, the arrangement of food estate policy can protect protected forest areas and are in accordance with the spatial planning if the policy is carried out using the instrument of Strategic Environmental Study. Thus, there is a calculation of the carrying capacity and capacity of the environment, as well as the disaster vulnerability and climate change. Land acquisition for food estate projects must also be able to maintain the provision for a minimum of 30% forest area in a province area or regency/city area.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Yudha Sentana
Abstrak :
Makalah ini bertujuan mengurai bagaimana eksklusi dan marginalisasi secara ganda terjadi dalam produksi pengetahuan dan kebijakan food estate di Indonesia, dengan menggunakan teori standpoint feminis sebagai kerangka kerja filosofis. Kebijakan food estate di Indonesia merupakan sebuah kebijakan kontroversial yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan produktivitas pertanian dengan mengembangkan perkebunan berskala besar di kawasan hutan dan lahan gambut. Namun, kebijakan ini dikritik karena mengabaikan suara dan kepentingan masyarakat lokal, terutama perempuan dan masyarakat adat, yang bergantung pada hutan sebagai sumber mata pencaharian dan identitas budaya mereka. Teori standpoint feminis berargumen bahwa pengetahuan bersifat situasional dan parsial, dan bahwa perspektif kelompok-kelompok yang terpinggirkan dapat menawarkan pemahaman yang lebih komprehensif dan kritis terhadap realitas. Melalui teori standpoint feminis, dominasi produksi pengetahuan yang mempengaruhi kebijakan food estate di Indonesia mencoba diurai karena telah menghasilkan masyarakat yang tereksklusi dan termarginalisasi secara ganda. Makalah ini menggunakan refleksi kritis dan metode penelitian filosofis untuk menganalisis masalah dan tantangan aktual, dan untuk mengusulkan suatu bentuk evaluasi kritis non-teknis dalam perumusan dan implementasi kebijakan publik. ......This paper aims to unravel how multiple exclusion and marginalization occur in the production of knowledge and food estate policies in Indonesia, using feminist standpoint theory as a philosophical framework. The food estate policy in Indonesia is a controversial policy that aims to improve food security and agricultural productivity by developing large-scale plantations in forest and peatland areas. However, it has been criticized for ignoring the voices and interests of local communities, especially women and indigenous peoples, who depend on forests for their livelihoods and cultural identity. Feminist standpoint theory argues that knowledge is situational and partial, and that the perspectives of marginalized groups can offer a more comprehensive and critical understanding of reality. Through feminist standpoint theory, the dominance of knowledge production that influences food estate policies in Indonesia is unraveled as it has resulted in a doubly excluded and marginalized society. This paper uses critical reflection and philosophical research methods to analyze actual problems and challenges, and to propose a form of non-technical critical evaluation in public policy formulation and implementation.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lula Lasminingrat
Abstrak :
Indonesia merespons urgensi ancaman krisis pangan yang melanda dengan strategi pembangunan lumbung pangan nasional. Menurut laporan yang dirilis oleh FAO dan PBB, wabah pandemi Covid-19 berpotensi mengancam 50 juta orang lebih menuju kemiskinan ekstrim. Hal ini berdampak pada krisis pangan global yang mengancam negara-negara di dunia jika tidak segera mengambil langkah tepat. Krisis pangan merupakan salah satu ancaman non-tradisional karena berdampak signifikan terhadap hajat hidup banyak orang dalam suatu negara. Ancaman non- tradisional diartikan sebagai ancaman keamanan yang melanda suatu negara secara non-militer, hal itu dapat berupa isu perubahan iklim, ekonomi, keterbatasan sumber daya, wabah penyakit, atau keamanan pangan. Keamanan pangan dapat dicapai ketika akses pangan dapat dijangkau dengan mudah oleh segala elemen masyarakat dan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kendati demikian, ketika akses pangan tidak dapat di akses masyarakat hal ini menimbulkan potensi krisis pangan. Hal ini mengingat pangan merupakan kebutuhan primer setiap individu yang harus dipenuhi setiap saat sehingga merupakan isu keamanan nasional. Melalui permasalahan tersebut, keamanan pangan nasional harus dijamin ketersediaannya oleh pemerintah. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang tinggi dan wabah pandemi, keamanan dan stabilitas pangan nasional berada diambang keterbatasan. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pembangunan food estate sebagai strategi Indonesia dalam menghadapi ancaman krisis pangan dalam beberapa tahun mendatang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk memahami urgensi pembangunan food estate sebagai cara Indonesia dalam menghadapi ancaman krisis pangan dengan menggunakan teori ancaman, ketahanan pangan, dan food estate. Dalam hal ini, ancaman krisis pangan direspons oleh Jokowi dengan pembangunan lumbung pangan nasional di Kalimantan Tengah. Pembangunan lumbung pangan nasional dinilai dapat memenuhi cadangan pangan Indonesia dalam beberapa tahun ke depan, terutama setelah masa pandemi. Hasil penelitian dalam artikel ini menunjukkan bahwa pemerintah melihat potensi krisis pangan sebagai ancaman nasional sehingga diperlukan langkah-langkah terukur yang mampu mengatasi permasalahan tersebut serta memperhatikan adanya aspek keberlanjutan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, pembangunan food estate merupakan langkah yang tepat untuk menjawab tantangan tersebut.
Bogor: Universitas Pertahanan, 2020
355 JDSD 10:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lula Lasminingrat
Abstrak :
Indonesia responds to the urgency of the threat of food crisis by developing national food estate. According to reports released by FAO and United Nations, the Covid-19 pandemic has the potential to threaten more than 50 million people towards extreme poverty. This has an impact on the global food crisis that threatens other countries if they do not take the right steps immediately. Food crisis is one of the non-traditional threats because it has significant impact on lives of many people in a country. Non-traditional threats are defined as security threats that hit a country non-militarily, it can be in the form of issues of climate change, economy, limited resources, disease outbreaks, or food security. Food security can be achieved when access to food can be easily achieved by all elements of society and meets the domestic needs. However, when access to food cannot be easily accessed by public, it creates a potential for a food crisis. This is because food is the primary need of every individual which must be fulfilled at any time so it is a national security issue. Through these problems, the availability of national food security must be guaranteed by the government. Along with high population growth and a pandemic outbreak, national food security and stability is on the verge of limitations. This article aims to explain the development of food estate as Indonesia’s strategy in facing the threat of food crisis in the next few years. This research used qualitative analysis method to understand the urgency of the development of food estate as a way for Indonesia to face the threat of food crisis by using the theory of threats, food security, and food estate. In this case, Jokowi responded to the threat of the food crisis by building national food estate in Central Kalimantan. The development of national food estate is considered to be able to meet Indonesia’s food reserves in the next few years, especially after the pandemic period. The results of the research in this article show that the government sees the potential for the food crisis as a national threat, so it needs measurable steps that can overcome these problems and pay attention to the sustainability aspect in its implementation. Therefore, building a food estate is the right step to answer this challenge.
Bogor: University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2020
355 JDSD 10:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Septa Wiratama
Abstrak :
Peningkatan pertumbuhan ekonomi merupakan cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu negara. Pemerintah Indonesia terus melakukan berbagai upaya dan kebijakan untuk dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi baik secara nasional maupun daerah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi tentunya perlu dibarengi dengan peningkatan investasi pada berbagai sektor di perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris yang bertumpu pada sektor pertanian perlu meningkatkan pengembangan sektor pertanian agar sektor pertanian dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakat serta dapat menjadi pendorong peningkatan perekonomian di Indonesia baik secara nasional maupun daerah. Dengan hal tersebut, pemerintah berencana melakukan pembangunan investasi Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP) atau Food Estate diberbagai wilayah di Indonesia. Salah satu pembangunan investasi pemerintah pada Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP) atau Food Estate berada di Provinsi Kalimantan Tengah yang digunakan sebagai proyek percontohan bagi investasi Food Estate lainnya di Indonesia. Penelitian ini akan menganalisis dampak yang diberikan oleh investasi Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP) atau Food Estate terhadap perekonomian makro dan industri halal yaitu sektor makanan dan minuman halal di Kalimantan Tengah. Penelitian ini menggunakan analisis tabel Input-Output Kalimantan Tengah 2016 untuk dapat memberikan gambaran dampak yang dihasilkan oleh investasi Food Estate tersebut. Dalam penelitian ini menemukan bahwa investasi Food Estate di Kalimantan Tengah secara positif berpengaruh terhadap peningkatan Output, Nilai Tambah Bruto dan Pendapatan rumah tangga diperekonomian makro serta peningkatan pada sektor makanan dan minuman halal di Kalimantan Tengah. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi meningkatkan literature ekonomi regional di Indonesia, pengembangan industri halal secara regional dan rekomendias kebijakan praktis di Kalimantan Tengah. ......Increasing economic growth is the ideals and goals to be achieved by a country. The Indonesian government continues to make various efforts and policies to increase the level of economic growth both nationally and regionally. Increasing economic growth certainly needs to be accompanied by increased investment in various sectors of the economy. Indonesia is an agricultural country that relies on the agricultural sector. With this, the government plans to invest in Food Production Center Areas (KSPP) or Food Estates in various regions in Indonesia. One of the government investment developments in the Food Production Center Area (KSPP) or Food Estate is in Central Kalimantan Province which is used as a pilot project for other Food Estate investments in Indonesia. This study will analyze the impact given by the investment in the Food Production Center (KSPP) or Food Estate on the macro economy and the halal industry, namely the halal food and beverage sector in Central Kalimantan. This study uses an analysis of the 2016 Central Kalimantan Input-Output table to be able to provide an overview of the impact generated by the Food Estate investment. In this study, it was found that Food Estate investment in Central Kalimantan had a positive effect on increasing output, gross added value and household income in the macro economy as well as increasing the halal food and beverage sector in Central Kalimantan. This research is expected to contribute to improving regional economic literature in Indonesia, regional development of the halal industry and practical policy recommendations in Central Kalimantan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library