Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Richie Juneo
"Indonesia telah memperbolehkan perubahan jenis kelamin sebagaimana tertuang di dalam Penjelasan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan yang mengkategorikan perubahan jenis kelamin sebagai peristiwa penting lainnya. Akan tetapi, pengaturan tersebut hanya sebatas panduan administratif, tanpa adanya pengaturan mengenai persyaratan seseorang untuk melakukan perubahan jenis kelamin. Berbeda dengan Indonesia, Inggris Raya dan Iran memiliki ketentuan yang spesifik mengatur mengenai perubahan jenis kelamin seseorang. Inggris Raya mengatur perihal perubahan jenis kelamin di dalam Gender Recognition Act 2004 yang memiliki standar-standar tertentu yang seseorang perlu tempuh untuk melakukan perubahan jenis kelamin, begitupula dengan Iran yang memiliki peraturan yang tercantum di dalam Fatwa Ayatollah Khomeini yang mengizinkan perubahan jenis kelamin, selama seseorang mengalami gender identity disorder. Inggris Raya dan Iran juga mengatur mengenai dampak jika seseorang telah melakukan perubahan jenis kelamin, sedangkan Indonesia belum mengaturnya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan maupun persamaan antara hukum mengenai perubahan jenis kelamin seseorang antara Indonesia dengan Inggris Raya dan Iran. Adapun persamaan tersebut terletak pada status jenis kelamin setelah melakukan perubahan, kutipan pada akta lahir, pengajuan permohonan permohonan perubahan jenis kelamin tidak dapat ditolak sebelum diperiksa, alat bukti maupun barang bukti yang memadai, serta khusus dengan Inggris Raya dan Indonesia, dapat dilakukan
upaya banding. Di lain sisi, perbedaan antara Indonesia dengan Inggris Raya dan Iran terletak
pada keberadaan dasar hukum, pihak yang mengevaluasi permohonan, persyaratan seseorang untuk melakukan perubahan, status perkawinan, sertifikat yang membuktikan telah dilakukannya perubahan jenis kelamin, serta antara Indonesia dengan Iran, terdapat perbedaan khusus, yakni Iran tidak dapat mengajukan upaya banding apabila permohonan pertama
ditolak.

Indonesia has allowed sex change as stated in the Explanation of Article 56 paragraph (1) of
the Population Administration Law which categorizes sex change as another important event. However, these arrangements are only limited to administrative guidelines, without any regulation regarding the requirements for someone to change sex. In contrast to Indonesia, the United Kingdom and Iran have specific provisions governing changing one's sex. The United Kingdom regulates the matter of changing sex in the Gender Recognition Act 2004 which has certain standards that a person needs to go through to change sex, as well as Iran which has
regulations listed in the Fatwa of Ayatollah Khomeini which allow changing sex, as long as a
person experiencing gender identity disorder. United Kingdom and Iran also regulate the impact if someone has changed sex, while Indonesia has not regulated it. The results of this study found that there were differences or similarities between the laws regarding changing a person's sex between Indonesia and the United Kingdom and Iran. The similarity lies in the status of gender after making changes, citations on birth certificates, submissions of requests for gender changes cannot be rejected before being examined, sufficient evidence and evidence, and specifically with United Kingdom and Indonesia, appeals can be made. On the other hand, the difference between Indonesia and the United Kingdom and Iran lies in the existence of a legal basis, the party evaluating the application, the requirements for a person to make a change, marital status, a certificate proving that a sex change has been made, and between Indonesia and Iran, there is a special differences, where Iran cannot appeal if the first application is rejected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andira Putri
"Disforia gender merupakan sebuah gangguan mental yang dipicu oleh ketidaksesuaian identitas gendernya dalam lingkungan yang heteronormatif. Artikel ini bertujuan untuk memperlihatkan kaitan dan pengaruh konstruksi identitas gender dalam lingkungan heteronormatif dengan disforia gender pada film Girl. Metode yang digunakan adalah metode kajian film oleh Boggs dan Petrie dan teori performativitas gender oleh Judith Butler. Teori disforia gender remaja oleh Riittakerttu Kaltiana-Heino dan Heidi Claahsen-van der Grinten juga digunakan untuk memperdalam analisis kajian film ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa internalisasi heteronormativitas yang dimiliki oleh lingkungan sosial dapat menimbulkan disforia gender yang menyebabkan hadirnya perilaku-perilaku ekstrem.

Gender dysphoria is a mental disorder that is triggered by an incongruence between gender identity and sex. In general, this disorder can cause distress and difficulty functioning in a social environment. In the narrative and cinematographic aspects of Girl's film, gender dysphoria is shown to be present due to Lara's efforts to construct her gender identity in a heteronormative environment. This article aims to show the relationship and influence of gender identity construction in a heteronormative environment with gender dysphoria in the film Girl. The method used is the film study method by Boggs and Petrie and the gender performativity theory by Judith Butler. The theory of adolescent gender dysphoria by Riittakerttu Kaltiana-Heino and Heidi Claahsen-van der Grinten is also used to deepen the analysis of this film study. The results of the analysis show that the internalization of heteronormativity possessed by the social environment can cause gender dysphoria which causes the presence of extreme behaviors."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library