Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erni Herawati
"Fenomena maraknya peredaran manga di Indonesia saat ini di awali dengan kemunculan film animasinya di televisi di Indonesia. Candy-Candy dan Doraemon. Merupakan film serial animasi yang cukup mendapat tanggapan penonton televisi di Indonesia. Setelah kemunculan animasi, maka peredaran manga mulai marak di Indonesia. Pericembangan manga yang cukup meluas dapat ditandai dari jumlah data penjualan yang semakin meningkat, dibarengi dengan jumlah ruang etalase manga yang semakin meluas di toko-toko buku. Pada satu judul manga dapat terjual sekitar 40.000 eksemplar untuk setiap hari. Jumlah itu sangat besar bila dibandingkan rata-rata penjualan industri perbukuan yang hanya mencapai 3.000 eksemplar setiap judul. Selain di toko-toko buku besar, manga saat ini juga dapat dijumpai di kios-kios penjual majalah dan koran. Selain itu, perkembangan manga juga ditunjang oleh terbitnya majalah atau tabloid yang khusus mengulas tentang perkembangan manga maupun anima yang merupakan produk visualisasi manga yang ditampilkan dalam televisi ataupun bioskop. Dari data yang ada menunjukkan bahwa dari keseluruhan manga yang ada saat ini, manga yang paling disukai adalah manga yang bergenre shonen (manga yang dikhususkan bagi remaja laki-laki). Mange ini ternyata tidak hanya disukai oleh remaja laki-laki tetapi juga remaja perempuan.
Kepopuleran manga di Indonesia ini telah membuatnya menarik untuk diteliti dari berbagai aspek yang mengiringi kemunculannya. Beberapa penelitian telah menunjukkan tentang kepedulian terhadap tema-tema yang tertuang dalam gambar dan cerita manga banyak menampilkan hal-hal yang sesungguhnya tidak sesuai dengan budaya dan nilai-nilai masyarakat Indonesia. Oleh karena itu penelitian di sini dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana sebenarnya khalayak pembaca manga memaknai manga yang beredar di Indonesia, khususnya manga yang bergenre shonen yang mempunyai jangkauan pembaca yang Iebih iuas dan dinikmati oleh pembaca baik laki-laki dan perempuan. Pemaknaan ini nanti akan terkait juga dengan pengalaman para remaja tersebut membaca manga dan bagaimana kemudian mereka merepresentasikan dan menampilkan apa yang mereka maknai dalam komunikasi sehari-hari diantara mereka. Dengan menggunakan kerangka kerja dari kajian budaya, terutama yang disampaikan oleh Stuart Hall tentang encoding dan decoding. Maka pemaknaan di sini berusaha untuk mengungkap tentang bagaimana makna-makna yang dihasilkan oleh para remaja baik kelompok laki-saki dan perempuan ketika berinteraksi dengan cerita, gambar dan tema pada manga shonen yang seringkali menampilkan adegan kekerasan dan vulgar. Dengan terungkapnya makna-makna tersebut, maka akan dapat diketahui tipe-tipe khalayak pembaca manga berdasarkan konteks gender.
Hasilnya adalah ternyata pemaknaan yang diberikan oleh kelompok laki-laki dan perempuan cenderung berbeda ketika dihadapkan pada tema-tema yang mengarah pada kekerasan dan vulgar. Pada tema-tema tentang kekerasan masih ditemui pemaknaan dominan pada kelompok remaja perempuan, tetapi pada tema-tema vulgar tidak ditemukan pemaknaan dominan pada kelompok perempuan. Beberapa alasan yang diberikan oleh kelompok remaja perempuan adalah karena dalam tema vulgar yang ada pada manga shonen, perempuan seringkali hanya menjadi obyek saja dari tokoh laki-laki yang ada. Pada tema kekerasan dan tema vulgar pada kelompok laki-laki masih ditemui pemaknaan dominan, seberapapun tingkat kekerasan dan vulgar yang ditampilkan dalam manga shonen. tidak ditemukan pemaknaan oposisional pada kelompok remaja laki-laki ketika mereka dihadapkan pada tema manga shonen yang cenderung menampilkan kekerasan dan vulgar. Hal ini menandakan bahwa kelompok laki-laki temyata lebih permisif terhadap budaya dan nilai-nilai yang ditampilkan dalam manga shonen. Hasil lain dari penelitian ini adalah terungkapnya gaya komunikasi yang berbeda, di mana temyata dalam komunitas para penggemar manga baik laki-laki dan perempuan terdapat persamaan identitas yang membedakannya dengan komunitas lain yang bukan penggemar manga. Pemaknaan terhadap cerita dan gambar dalam manga shonen ternyata oleh para remaja direpresentasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui komunikasi diantara mereka. Tanda-tanda visual yang ada pada manga shonen dipakai untuk menampilkan identitas berbeda, ekspresif dan juga menggambarkan komunikasi yang lebih tepat sasaran pada komunikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prila Kinantya Dianingtyas
"

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya pelaksanaan komunikasi interpersonal terkait pengelolaan konflik pada suatu organisasi. Dengan mengambil kasus komunikasi interpersonal pada kelompok terbang awak kabin di Garuda Indonesia, tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi proses komunikasi interpersonal antar pegawai terkait dengan konflik kelompok serta membahas komunikasi interpersonal antar pegawai pada kelompok terbang awak kabin Garuda Indonesia. Penelitian ini menggunakan teori teori Devito (2007) tentang lima kualitas umum efektivitas komunikasi interpersonal. Penelitian dengan jenis penelitian kualitatif ini dengan menggunakan metode Forum Group Discussion ini menghasilkan kesimpulan bahwa komunikasi interpersonal yang efektif menghasilkan lingkungan kerja yang suportif dan kondusif bagi individu dan berdampak pada iklim kerja kelompok yang berarti berdampak dalam pencapaian tujuan kelompok. 


This research is motivated by the importance of implementing interpersonal communication related to conflict management in an organization. By taking the case of interpersonal communication in the flight crew flight group at Garuda Indonesia, the aim of the study was to evaluate the interpersonal communication process among employees related to group conflict and discuss interpersonal communication between employees in the flight group of Garuda Indonesia cabin crew. This study uses the theory of Devito (2007) about five general qualities of the effectiveness of interpersonal communication. Research with this type of qualitative research using the Forum Group Discussion method resulted in the conclusion that effective interpersonal communication produces a supportive and conducive work environment for individuals and has an impact on the group work climate which means having an impact on achieving group goals.

"
2019
T53177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Poerwito Setijadi
"Goffman (1967) mendefinisikan face (muka) sebagai sebuah nilai sosial positif yang secara efektif diklaim oleh seseorang untuk dirinya sendiri sejalan dengan anggapan orang lain mengenai dirinya pada saat kontak tertentu. Muka seseorang adalah indikator langsung harga dirinya selama interaksi dan oleh karena itu merupakan bagian penting dari proses komunikasi. Facework (Ting-Toomey, 1988) adalah strategi komunikasi yang digunakan individu untuk mengemukakan muka dirinya (self-face) untuk mendukung atau menentang muka diri orang lain (other-face). Individu dari latar belakang dan budaya yang berbeda menegosiasikan strategi muka berbeda ketika konflik dan ketidakpastian terjadi.
Menggunakan pendekatan interpretif kualitatif etnometodologi, penelitian ini mengkaji strategi muka individu dalam dinamika komunikasi virtual kelompok antar budaya. Subyek yang diamati dalam penelitian ini adalah sebuah kelompok virtual, kolaborasi dari tiga universitas (satu dari Indonesia dan dua dari Amerika Serikat) yang secara teratur menggunakan Skype video conferencing untuk bertemu. Interaksi yang terjadi dalam kolaborasi pengambilan keputusan menjadi fokus untuk menganalisis muka. Analisis Percakapan dipakai untuk menganalisa bagaimana peserta mengkonstruksikan percakapan mereka, dan perspektif sosial budaya pada muka diperhitungkan dalam menganalisa data. Sebagai kerangka teori, Teori Face-Negotiation dari Ting-Toomey (1988; 2005) digunakan untuk menjelaskan konsekuensi dari proses komunikasi kelompok virtual, khususnya bagaimana strategi muka individu dilakonkan dalam proses kolaboratif.
Hasil penelitian ini adalah pemetaan strategi facework individu dari budaya-budaya individualistik (Amerika Serikat) dan kolektivistik (Indonesia). Studi ini menunjukkan hasil, yang bertentangan dengan asumsi umum, bahwa perbedaan dalam strategi facework individu dari budaya individualistik dan kolektivistik tidaklah sekontras seperti hitam dan putih. Ada wilayah 'abu-abu' di mana individu-individu dari kedua budaya melindungi atau mempertahankan muka dirinya (self-face defensive) sendiri namun pada saat yang sama juga saling menghormati muka satu sama lain (mutual-face) demi solidaritas kelompok. Sikap mindfulness individu mempengaruhi strategi facework yang dilakukan dalam proses kolaborasi. Pemetaan strategi negosiasi muka berbasis budaya yang dihasilkan dari penelitian ini dapat membantu ilmuwan memahami bagaimana individu menegosiasikan muka mereka dalam kolaborasi virtual antarbudaya. Karenanya, hasil dari penelitian ini merupakan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan Teori Negosiasi Muka.

Goffman (1967) defined face as 'the positive social value a person effectively claims for himself by the line others assume he has taken during a particular contact'. An individual's face is a direct indicator of hir/her self-esteem during interactions and it is therefore an important part of communication processes. Facework (Ting-Toomey, 1988) is a communication strategy used by a person to express his/her self-face to support or oppose other person's face. Individuals from different backgrounds and cultures negotiate face strategies differently when conflict and uncertainty occur.
Using the qualitative interpretive approach of ethnomethodology, this study examines face negotiation strategies in the dynamics of intercultural virtual group communication. The subjects observed in this study is a virtual group, a collaboration of three universities (one from Indonesia and two from the USA) that regularly use Skype video-conferencing for meetings. Interaction that occurs during decision making is the focus for analyzing face. Conversation Analysis is used to analyze how participants construct their conversation, and the sociocultural perspective of the face is considered in analyzing the data. As a theoretical framework, Ting-Toomey's Face Negotiation Theory (1988; 2005) is used to explain the consequences of the virtual group communication process, particularly the face strategy of individuals in collaborative processes.
The result of this study is a mapping of facework strategies from cultures identified as either 'individualistic' (such as the USA) or 'collectivistic' (such as Indonesia). This study shows how, contrary to common assumption, the differences in the facework strategy of individuals from individualistic and collectivistic cultures are not so 'black and white'. There are many 'gray areas' where individuals from both cultures protect or defend his/her own face (self-face defensive) while at the same time also still honoring each other's face (mutualface) for the sake of group solidarity. This means that an individual's mindfulness affects facework strategies undertaken in the process of collaboration. The mapping of culture-based face negotiation strategies produced from this study can help scholars understand how individuals negotiate their face in intercultural virtual collaboration. Results from this study is therefore a significant contribution to the expansion of Face Negotiation Theory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D2281
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library