Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Junaidi
Abstrak :
Penelitian ini akan menganalisis historisisme dalam cerpen “Lasmini: Ronggeng Lebakbarang” (LRL) karya Gati Andoko dengan menerapkan teori historisisme yang dipaparkan oleh Slavoj Žižek. Cerpen tersebut menceritakan seorang ronggeng bernama Lasmini yang menjadi anggota pasukan dokter Moestopo dengan menghadirkan tokoh-tokoh dan peristiwa historis berlatar kolonialisme Belanda. Metode yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dan interpretatif. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa kehadiran para tokoh dan peristiwa historis dalam cerpen LRL tidak berperan sebagai alat legitimasi kebenaran sejarah umum (common sense). Sebaliknya, cerpen tersebut menghadirkan delegitimasi dan intervensi terhadap logos sejarah (historisisme) itu sendiri. Kehadiran karya sastra sebagai subjek dalam hal ini seolah-olah bertendensi pada narasi-narasi subversif. Sehingga, historisitas dalam cerpen tersebut hadir sebagai bentuk liberalitas dan resistensi terhadap historisisme.
Serang: Kantor Bahasa Banten, 2023
400 BEBASAN 10:2 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Dian Hikmawan
Abstrak :
Ideologi sebelumnya dikenali sebagai sebuah sistem kepercayaan, dalam ideologi Althusser, Interpelasi dimaknai sebagai ideologi yang berbeda dengan ideologi hegemoni. Interpelasi mensyaratkan sesuatu yang lain dalam cara kerjanya. Syarat tersebut terdapat dalam fenomenologi Husserl yang menuntut refleksi diri untuk memahami dunia yang dihayati (lebenswelt). Oleh sebab itu, penelitian cara kerja ideologi dalam skripsi ini memuat syarat-syarat yang memungkinkan dalam cara kerja interpellation. ...... Ideology recognized as a believe system before. In Althusser’s ideological, interpellation interpreted as a different ideology with ideological hegemony. Interpellation requires something else in the way it works. The requires term contained in the Husserl’s phenomenology that demands self-reflection to understand the life-world (lebenswelt). Therefore, the working study of ideology in this thesis contains the require terms which allow the workings of interpellation.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52629
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Tulisan ini mmembahas tentang pengertian objektif dari sebuah karya baik menyangkut teks atau karya seni seseorang. Beberapa karya intelektual atau seniman terutama gagasan pemikiran adan karya seni dapat memberikan makna yang berbeda, tergantung pengalaman, pengetahuan dan dari sudut mana orang melihatnya. Karena itu bagaimana makna sesuatu itu bisa dinilai objektif? Dan bagaimana caranya mendapatkan makna objektif memerlukan langkah-langkah yang sesuai dengan bangunan dan struktur dari sebuah karya.Untuk memotret masalah ini,penulis memaparkan strategi penafsiran dari Hirsh dan gadamer
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Johanis Putratama Kamuri
Abstrak :
Agen moral otonom ndash;yang bebas dari pengaruh ekstenal dan secara a priori merumuskan prinsip-prinsip oyektif-universal yang menjadi kewajibannya ndash;dikonstruksi Kant dalam pengaruh Pencerahan, yang cenderung bersandar pada rasio dan menolak tradisi atau otoritas eksternal. Di sisi lain agen moral historis ndash;yang berakar dalam komunitas dan dideterminasi historisitasnya ndash;dirumuskan MacIntyre di bawah pengaruh Postmodernisme yang asumsi-asumsi Pencerahan seperti otonomi. Dengan menggunakan hermeneutika Gadamer sebagai conceptual framework dan didukung oleh konsep refleksi kritis Habermas, ditemukan bahwa operasi akal dan hati nurani untuk menginternalisasi dan mengkritisi norma-norma komunitas memungkinkan agen moral historis tetap memiliki otonomi karena tidak dideterminasi oleh historisitasnya. ...... Autonomy moral agent ndash free of external influence and in a priori formulates objective and universal principles that become his obligation ndash constucted by Kant in the effects of enlightenment, which inclined towards rationality and rejected traditional or external authority. On the other hand, historical moral agent ndash grounded in community and determined by his historicity ndash defined by MacIntyre in light of Postmodernism with its anti enlightenment assumtions like authonomy. Using Gadamer rsquo s hermeneutics as conceptual framework, supported by a critical theory of Habermas, it was found that operation of reason and conscience to internalized and critized the norms of community enable autonomy of historical moral agent because he is not determined by his historicity.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riandi Habonaran
Abstrak :
Dalam tulisan ini, saya tertarik untuk mengetahui bagaimana kehidupan sosial di wilayah Penjaringan dibentuk dalam satu proses panjang interaksi antar manusia. Interaksi manusia sebagai obyek dari penelitian kemudian ditelusuri kompleksitasnya, dan dicoba dilihat prosesnya di dalam ruang dan waktu agar dapat dimengerti bagaimana hubungan masa lalu dalam pemaknaannya di kehidupan masa kini. Saya kemudian memperlakukan negosiasi kultural yang dikembangkan masyarakat Penjaringan dalam menanggapi kekuasaan dari luar sebagai bentuk kompleksitas kehidupan masyarakat Penjaringan itu. Logika kebudayaan masyarakat tersebut kemudian menjadi sangat historis sifatnya, karena dikembangkan masyarakat dengan berpedoman pada masa lalu mereka. Temuan penelitian lapangan saya memperlihatkan bahwa kesadaran sejarah (historisitas) masyarakat Penjaringan mempengaruhi bagaimana interaksi mereka dengan kekuasaan yang datang dari luar menjadi sangat pragmatis sifatnya. Hal ini merupakan sebuah pilihan yang ditempuh masyarakat Penjaringan agar tetap dapat melangsungkan kehidupan mereka yang terkepung dalam kemiskinan. ......For this research project, I am interested in knowing how social life began to form in a single elongated interaction process amongst the people in Penjaringan. Human interaction as the object of this research attempts to be further researched as a form of complexity in life and to be seen as a process on how the past relationships can be used to apprehend current ones. I have placed cultural negotiation that has been developed by Penjaringan's society in facing power from the outside as a complexity in Penjaringan's social life. The cultural logic of the society then becomes quite historical because of the people who are developing it tend to base it on the past. My fieldwork findings show that in reality, Penjaringan's sense of historicity affects how the people interact with power that comes from outside the society and becomes very pragmatic. This way of life has been chosen purely by the people of Penjaringan so that they may continue on living their lives trapped in poverty.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S1224
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Prasetyo
Abstrak :
Seni Gamelan Jawa ada secara historisitasnya, yang dimulai dari zaman Pra-historis, zaman Hindhu - Buddha, zaman Islam, sampai zaman Kolonial. Gamelan Jawa secara instrumental juga memiliki unsur - unsur akan kesadaran manusia Jawa itu sendiri, yang terdiri dari: 1. 'rasa' (sebagai ekspresi dari kesadaran manusia Jawa di dalam permainan Gamelan Jawa), 2. pengalaman estetis dari permainan dan kesatuan harmonisasi Gamelan Jawa, dan 3. pengalaman religius (sebagai wujud kesatuan aku dengan yang Transenden). Seni Gamelan Jawa juga selalu mengikuti perkembangan zamannya secara kreatif untuk dapat eksis, yang menjadi sebuah, 4. seni hiburan maupun bersifat kontemporer (seperti pandangan Collingwood bahwa seni yang salah satunya memiliki sifat yang menghibur, dan juga sebagai, 5. mediasi untuk mengekspresikan diri), walaupun unsur tradisinya tidak akan pernah lepas secara instrumentalnya sendiri. ......The art of Gamelan Javanese is any certainly in historisity, that to begin from before history age, Hindu - Buddha age, Islam age, until colonial age. The Gamelan of Javanese have also instrumentally every element about consciousness from Javanese Human, that to consist of: 1. 'Feel' (to an expression from consciousness of Javanese Human in an performance from Gamelan Javanese), 2. aesthetic of experience from an performance and unity of harmonization from Gamelan Javanese, and 3. religious of experience (as shape to unity about I with something transcendently). The art of Gamelan Javanese also always to follow about trend of periodly the creativity to exist, that become 4. the art as amusement and contemporerly (as viewing from Collingwood, that the art is one of other, have quality amusemently, and 5. as meditation to expression of itself), even though element of tradition from it will not ever instrumentally to loos.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1336
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library