Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 222 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fika Candra
"Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih memiliki keterbatasan kewenangan. Penelitian ini akan membahas terkait peningkatan kewenangan DJP berdasarkan standar OECD. Peningkatan kewenangan yang dimaksud antara lain pembuatan peraturan pelaksanaan perpajakan, penetapan sanksi administrasi, penetapan standar pelayanan, manajemen anggaran, perencanaan struktur organisasi, dan manajemen SDM dalam proses rekrutmen pegawai. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data kualitatif diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa kewenangan DJP saat ini masih terbatas dan perlu adanya peningkatan kewenangan DJP dengan mempertimbangkan kesiapan dari DJP.

The Directorate General of Taxes has limited authority. This research will discuss the measures on how to increase the authority of the Directorate General of Taxes based on the OECD standard. Improvement of the authority covers tax law interpretation designing, penalties and interest, performance standard setting, budget expenditure management, organization and planning, and human resource management in recruitment process. This research uses descriptive qualitative with research design. We uses the study of literature and deep interviews to obtain the data. Based on the research, the author conclude that the Directorate General of Taxes’s authority is still limited, and it needs to be increased by considering the readiness of the Directorate General of Taxes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S55685
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alodia Nathania
"Skripsi ini membahas mengenai dua pokok permasalahan seperti pengaturan terkait kewenangan di bidang mineral dan batubara khususnya dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan serta pengaruh sentralisasi kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan setelah berlakunya UU No. 3/2020. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penarikan kembali kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan dari Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat menyebabkan tata laksana pengelolaan dan pengawasan pertambangan mineral dan batubara di Pemerintah Pusat kurang terkendali. Oleh karena itu, diperlukan adanya pembagian kewenangan dalam tata laksana pengelolaan dan pengawasan pertambangan mineral dan batubara antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta pengaturan dalam peraturan pelaksana UU No. 3/2020 agar permasalahan dalam pelaksanaan pengelolaan dan pengawasan terhadap pertambangan mineral dan batubara dapat teratasi.

This thesis discusses two main issues such as the regulations related to mineral and coal mining, especially in the issuance of mining business permit, and the impact of the centralization of mining business permit issuance authority after the Law No. 3/2020. The research method used is juridical-normative method. The result of this research indicates that the withdrawal of the authority to issue mining business permit from the regional government to the central government causes a disorder to the management of mineral and coal mining. Therefore, the authority to control and supervise the management of mineral and coal mining needs to be divided between central government and regional government and to be regulated in the regulation regarding the implementation of the Law No. 3/2020 in order to overcome the mineral and coal mining management problems."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairani Mahendar
"Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi, sosial, politik serta pertahanan keamanan yang tinggi serta sebagai perekat kesatuan bangsa. Nilai-nilai yang demikian menyebabkan bidang pertanahan menjadi hal yang sudah sepatutnya untuk berada dibawah penguasaan negara, Hak menguasai negara sebagai kekuasaan tertinggi yang bisa dilekatkan atas tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, tetap dianut dan dijadikan dasar legitimasi bagi berbagai unjuk kekuasaan dalam pengadaan tanah untuk proyek-proyek pembangunan. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah penelitian untuk mendapatkan gambaran atau data teliti tentang Kewenangan Pemerintah DKI Jakarta dalam menyelesaikan masalah ganti rugi dan santunan tanah untuk pembangunan kepentingan umum. Dari pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sub kewenangan pemrintahan daerah kota/kabupaten, diantaranya: (i) Bidang Izin Lokasi, (ii) Sub Bidang Pengadaan tanah untuk kepentingan umum, (iii) Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan, (iv) Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan, (v) Penetapan Subyek dan obyek Redistribusi Tanah serta ganti Kerugian Tanah, (vi) Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee, (vii) Penetapan tanah Ulayat, Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong, (viii) Izin Membuka Tanah, (ix) Perencanaan Penggunaan Tanah wilayah Kabupaten/ Kota. Dari 9 (Sembilan) sub bidang tersebut, 8 (delapan) sub bidang merupakan urusan otonomi daerah dan 1 sub bidang tugas pembantuan.

Land is the one of natural resources that has high economic value, social value, politic value, and defense value as the part of unity of the nation symbols. Those values of land made land were under of state of the country. State country has a right to controlled land, water and any other resources that contained in the states must be adopted and become the basic of legitimate for institutional power in order to do procurement at infrastructure projects developments. According on problems statement and research objectives, this research are attributed to served descriptive analysis, which mean to get detail description and data about the authority of government of special capital distric of Jakarta in order to finishing the compensation problem and grant program in order to development of public service facilities. This research used normative juridical approach methods. Local government has sub authorities, consist of: (i) sub-field of location permit; (ii) sub-field of land procurement for public facilities development; (iii) conflict management in arable land; (iv) compensation program and grant program for development; (v) justification of subject and object land retribution and losses; (vi) maximum excess and absentee land; (vii) decree of communal land, utilization and completion conflict in idle land; (viii) land clearing permit; (ix) land utilization on regencies and district area planning. About 8 sub-fields is concern from local government authority and 1 of sub-field are development task."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T39082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Syarifuddin
"Notaris merupakan Pejabat Negara yang memiliki kewenangan membuat akta otentik sebagaimana di tentukan oleh Undang-Undang. Dalam kewenangan Notaris untuk membuat akta otentik tersebut, Notaris memiliki kewajiban untuk kemudian menyimpan akta yang dibuatnya kedalam protokol Notaris karena dalam hal kemudian Notaris tersebut pensiun atau meninggal dunia, maka Notaris yang menggantikan dan menerima protokolnya dapat mengetahui apa saja akta yang telah dibuat oleh Notaris tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan mengkaji Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor : 293/Pdt/2010/PT.BDG. Pencatatan dalam protokol merupakan suatu kewajiban bagi Notaris, namun kewajiban tersebut t idak memiliki implikasi hukum terhadap produk yang dibuat oleh Notaris yaitu akta.

Notary are state officials who have the authority to make an authentic deed as specified by Law. In Notary's authority to make such an authentic deed, notary has a duty to save the deed that his or her made into a protocol as in the case of Notary retired or die, the Notary which replaces and receive protocol can figure out what the deed has been made by the Notary. The method used in this research is normative juridical research method is to examine the Bandung High Court Decision No. 293 / Pdt / 2010 / PT.BDG. Recording of the protocol is an obligation for the Notary, but this obligation does not have the legal implications of the products made by the Notary which is the deed."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restuningsih Mahanani
"Notaris dalam menjalankan jabatannya harus menjunjung hukum yang berlaku dan etika. Hal ini sebagai pedoman agar notaris menjalankan jabatannya serta menjaga kehormatan profesi notaris. Peraturan hukum mengenai notaris senantiasa selalu berubah mengikuti perkembangan jaman yang sejalan lurus dengan kebutuhan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan merumuskan pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai notaris yang pernah berlaku di Indonesia. Hal yang akan dianalisi pada penelitian tesis ini meliputi: kewenangan, kewajiban, dan larangan.
Hasil penelitian ini menemukan perbedaan mengenai kewenangan, kewajiban, dan larangan yang diatur dalam Staatsblad 1860 Nomor 3 Peraturan Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Setiap perubahan undang-undang yang dilakukan untuk mengisi kebutuhan masyarakat dalam pembuatan akta dan meningkatkan profesionalisme notaris.

Notary shall perform his (her) official jobs honoring laws and ethics as the guidance to carry the jobs and maintain honorable profession. Regulations govern the notary are dynamic to response current developments to suffice public demands. This research aims to provide analysis and elaboration to implement notary`s regulations in Indonesia. The subjects analyzed herein shall cover authority, obligation and restriction.
This research resulting the differences of authority, obligation and restriction governed by Staatsblad 1860, Number 3, Law Number 30 Year 2004 and Law Number 2 Year 2014 regarding Amendment Law 30 Year 2004 - Notary Offices. All amendments made to meet expectation of public demands for formation of deeds and enhance notary profession."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T42864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuswardi Ardi Putra
"Grasi sangat dibutuhkan dalam pemerintahan suatu negara karena dapat meminimalisasi beberapa resiko yang dikhawatirkan sebagai akibat dari vonis yang dijatuhkan oleh hakim, khususnya untuk pidana maksimal seperti pidana mati, yaitu adanya kemungkinan terjadi eksekusi terhadap innocent people. Permasalahan timbul ketika seorang Terpidana mati mengajukan grasi dan kemudian permohonan grasi tersebut ditolak oleh Presiden, namun ketika akan dilakukan eksekusi mati, Presiden mengeluarkan perintah untuk menunda eksekusi mati tersebut, sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum atas penolakan grasi tersebut, yang berakibat pula penegakan hukum atas tindak pidana narkotika menjadi hilang marwahnya. Hal tersebut terjadi dalam kasus penundaan eksekusi mati Mary Jane Veloso. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terkait dengan kewenangan Presiden dalam menunda pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan kebijakan Presiden dalam menunda eksekusi hukuman mati terpidana Mary Jane Veloso ditinjau dari asas legalitas.
Berdasarkan penelitian, penundaan pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap melalui grasi bukanlah upaya hukum, namun merupakan hak Kepala Negara untuk memberikan pengampunan kepada warganya yang dijatuhi putusan oleh pengadilan. Selain daripada itu, kebijakan presiden dalam menunda eksekusi hukuman mati terpidana Mary Jane Veloso ditinjau dari asas legalitas telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Perjanjian tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana). Pengaturan ketentuan undang-undang tersebut merupakan upaya mewujudkan prinsip checks and balances, sehingga penggunaan kewenangan ini telah dibatasi, yaitu sebelum Presiden menentukan akan memberikan penundaan eksekusi hukuman mati, maka Presiden terlebih dahulu diharuskan mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung.

Grasi is indispensable in the government of a country because it can minimize some of the risk that is feared as a result of judgment imposed by the judge, especially for maximum punishment such as capital punishment, namely the possibility of execution of innocent people. The problem arises when a prisoner dies to pardon and then the request for pardon is rejected by the President, but when the execution will be executed, the President issued an order to delay the execution of death, thus causing legal uncertainty over the rejection of the pardon, resulting in law enforcement of crime narcotics become lost marwahnya. This happened in the case of the postponement of the execution of Mary Jane Veloso. Therefore, it is necessary to conduct research related to the authority of the President in delaying the execution of verdicts which have permanent legal force, and the President's policy in postponing execution of death sentence of convict Mary Jane Veloso viewed from the principle of legality.
Based on the research, the delay in the execution of verdicts that have been legally enforced through pardon is not a legal effort, but it is the right of the Head of State to grant pardons to his citizens who are judged by the court. In addition, the president's policy in postponing the execution of the death penalty of convicted woman Mary Jane Veloso in terms of legality principles has been regulated in Article 1 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the State of the Republic of Indonesia and Law Number 1 Year 2006 on Mutual Assistance In Criminal Matters and Law Number 15 Year 2008 on Ratification of the Treaty On Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Agreement on Mutual Assistance in Criminal Matters). The provision of the provisions of the law is an effort to realize the principle of checks and balances, so that the use of this authority has been restricted, ie before the President determines will give a delay execution of death penalty, the President must first be considered by the Supreme Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desela Sahra Annisa Rangkuti
"Notaris adalah pejabat umum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Pasal 1 angka 1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,  perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang  berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan dengan undang-undang. Akta Notaris tersebut dibuat sesuai/memenuhi persyaratan kumulatif sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata maka dianggap sebagai alat bukti otentik

Notary is a public official in accordance with Law Number 2 of 2014 concerning amendments to Law Number 30 of 2014 concerning Notary Position Article 1 number 1. Notaries are authorized to make authentic deeds regarding all actions, agreements and provisions required by laws and regulations and/or what is desired by the interested party to be stated in an authentic deed, guaranteeing the certainty of the date of making the deed, keeping the deed, providing grosse, copies and excerpts of the deed, all of this as long as the making of the deeds is not assigned or excluded to other officials or other people. determined by law. The Notary Deed is made in accordance with/fulfills the cumulative requirements as required in Article 1868 of the Civil Code, it is considered as authentic evidence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halimah Humayrah Tuanaya
"Proses kriminalisasi merupakan hal yang esensial dalam hukum pidana. Pada dasarnya proses kriminalisasi terhadap perbuatan ?penyalahgunaan kewenangan" bukan hal baru, sejak tahun 1957 terminologi ?penyalahgunaan kewenangan" telah digunakan pada beberapa perundang-undangan pidana, namun hingga saat ini unsur "penyalahgunaan kewenangan" belum memiliki pengertian yang jelas. Kemerdekaan hakim dalam menafsirkan unsur ?penyalahgunaan wewenang" melahirkan disparitas putusan yang layak untuk terus dikaji, baik dari sudut pandang Hukum Pidana maupun dari dimensi lain termasuk Hukum Administrasi. Mengingat pegawai negeri merupakan personifikasi dari wewenang publik, sehingga Hukum Administrasi sangat relevan untuk membantu memahami konsep penyalahgunaan kewenangan.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan parameter tertentu sebagai acuan dalam menentukan ada tidaknya perbuatan penyalahgunaan kewenangan; meneliti bentuk perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK); serta menganalisis beberapa putusan tindak pidana korupsi yang terkait dengan penyalahgunaan kewenangan.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan analitis (analytical approach) yang bertujuan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam istilah yang digunakan dalam perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam putusan pengadilan. Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer maupun data sekunder yang akan dianalisis dengan menghubungkannya pada putusan-putusan pengadilan yang sebelumnya telah lebih dulu melakukan penafsiran terhadap unsur penyalahgunaan wewenang.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak seluruh perbuatan yang dianggap sebagai penyalahgunaan kewenangan menurut Hukum Administrasi merupakan perbuatan yang melawan hukum pidana. Terkait dengan kewenangan yang sifatnya terikat, maka parameter penyalahgunaan kewenangan adalah peraturan perundang-undangan tertulis, sedangkan terhadap kewenangan bebas parameternya didasarkan pada asas umum pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur). Berdasarkan hasil kajian terhadap beberapa putusan pengadilan, parameter yang digunakan hakim untuk menilai adanya perbuatan penyalahgunaan kewenangan sangat beragam.
Penelitian ini merekomendasikan agar Mahkamah Agung menentukan satu Yurisprudensi Tetap yang dapat dijadikan acuan hakim ketika menafsirkan unsur menyalahgunakan kewenangan pada Pasal 3 UU PTPK untuk menghindari disparitas putusan pengadilan yang berlebihan guna mengembalikan eksistensi hukum pidana yang identik dengan prinsip legalitas.

Criminalization process of a do that is assumed reprehensible by people to be a rule of criminal legislation is essential in the criminal law. Basically criminalization process of abuse of authority abuse is not a new thing in the history of enforceability of criminal legislation rule in Indonesia. Since 1957 terminology of authority abuse has been used on some criminal legislation, but thus far matter of ?authority abuse" has not clear definition on criminal legislation. The independency of judge to define the elements of authority abuse has born disparity of judgment that is reasonable to be reviewed. It's not only to review it by point of view of criminal legislation but also by other dimensions, such as administration law. Because civil servant and public official are personification of public authority, so administration law is relevant object of study to comprehend further the concept of authority abuse.
This resource aims to discover the certain parameter that can be used as the reference of determining whether there"s the authority abuse or not. Then this resource is delving further about the doings of authority abuse that are unlawful things based on Article 3 of Law No. 31 Year 1999 on the Eradication of Corruption. As the application review of unlawful things based on Article 3 of Law No. 31 Year 1999 on the Eradication of Corruption, this recourse is also analyzing some court decisions related to corruption actions of authority abuse.
This resource is normative resource with analytical approach that aims to know the meaning of names that are used in the legislation conceptually, and to know its applications in the practice and law judgments. The dates used in this resource are included primer and secondary date that are analyzed by linking the court judgments that previously interpreted the authority abuse on the corruption criminal action eradication.
The result of this resource showing that not all action assumed as authority abuse on administration law is action which is unlawful on criminal law as being regulated on Article 3 of Law No. 31 Year 1999 on the Eradication of Corruption. Related to the bound authority, authority abuse parameter is written rules, whereas on the authority which parameter is free based on general pinciple of good government (algemene beginselen van behoorlijk bestuur). However, from the review result of some court judgments is founded that the parameters used by judge to assess whether there"s the authority abuse are so diverse.
This resource recommends that the Supreme Court determine a constant case law to be a judges benchmark when interpreting the elements of authority abuse based on Article 3 of Law No. 31 Year 1999 on the Eradication of Corruption to prevent disparity of excessive court judgment to return the existence of criminal law as guidance of the way to behave in the society which is identical to the legality."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30591
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Sanjaya
"Penelitian ini menganalis sengketa yang teijadi pada tahun 2004, antara H. F.ffendi bin Rajab (debitur) dengan Bank Bukopin Cabang Syariab Bukittinggi (kreditur). Hubungan hukum kcduanya berawal dari take over yang kemudian diikat dengan aknd pernbiayaan Murabahah. Sengketa muncul ketika teijadi kredit maeet. Pihak Bank Bukopin Syariab tidak menempuh penyelesaian melalui BAMUJ (sesuai dengan aknd), aknn tetapi langsung melalui penetapan Sita Eksekusi melalui Pengadilan Negeri. Kemudian H. Effendi bin Rajab melakukan Perlawanan ke Pengadilan Negeri Bukittinggi. Akan tetapi perlawanannya ditolak. Tahun 2006, saat Undang·undang No. 3 Tabun 2006 Tentang Peradilan Agama berlakn,H. Effendi menggugat Bank Bukopin Cabang Syariab Bukittinggi ke Pengadilan Agama Bukittinggi. Pengadilan Agama pun menerima dan mengabulkan gugatan H. EffendL Akan tetapi di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Agama Padang membatalkan putusan Pengadilan Agama Bukittinggi, dan menyatakan Pengadilan Agama Bukittinggi tidak berwenang mengadili perknra dimaksud. Pada tingkat Kasasi, Mabkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi.
Oleh karena terjadi perbedaan pendapat antar tingkat lembaga peradilan agama, maka. pedu diteliti sengketa apa sesungguhnya yang terjadi dan lembaga penyelesaian manakah yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini. Metode yang digunaknn untuk penelitian ini adalah pendekatan studi kasus, yaitu menitikberatkan penelitian terhadap putusan Mabkamah Agung No. 292 KIAG/2008, yang ditunjang dengan data kepustakaan, Kesimpulannya sengketa yang terjadi dalam kasus lni sebenarnya adalah sengketa kredit macet, yang objek jarninannya diletakkan Sita Eksekusi dan Lelang Eksekusi oleh Pengadtlan Negeri, dan bukan perkara Perbuatan Melawan Hukum. Sedangkan lembaga yang berwenang menyelesaikan permasalaban ini adalah sesuai dengan pilihan penyelesaian sengketa yang tercantum dalam akad Ar/urabahah yaitu BAMUI.

This research analyzes a dispute occurring in 2004, between H. Effendi bin Rajah (debtor) and Bank Bukopin Syariab Branch of Bukittinggi (creditor). Their legal relation was started from a take over which was subsequently bound by a Murabahah financing agreement. The dispute arose when bad debt occurred. Bank Bukopin Syariab did not procure settlement through BAMUI (pursuant to the agreement), but directly through a foreclosure decision through the District Court. Thereafter H. Effendi bin Rajah filed an objection to the District Court ofBukittinggi, but his objection was rejected In 2006, when Law No. 3 of 2006 regarding Religious Court took effect, H. Effendi sued Bank Bukopin of Syariab Bmnch of Bukittinggi to Religious Court of Bukittinggi. The Religious Court accepted and granted the suit of H. Effendi. However, at the appeal !evethe Religious High Court of Padang cancelled the ruling of the Religious Court of Bukittinggi, and declared that the Religious Court ofBukittinggi had no jurisdiction to try the concerned court case, At Cassation level, the Supreme Court confirmed the High Court's ruling.
Since there was different opinion among religious courts. it is necessary to examine what the real case is and which dispute settlement institution has the jurisdiction to examine and try this court case. Method used in this research is case study approach, which gives emphasis to examining the rrding of the Supreme Court No. 292 K/AGI2008, supported by bibHographical data. The conclusion is that the dispute in this court case is actually a dispute of bed debt, the collateral of which was put in Foreclosure and Foreclosure Sale by District Court but not as illegal action. While the institution that has the jurisdiction to settle this matter is in accordance with the choice of
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33543
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>