Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budiharso
"Tesis ini tentang hubungan petugas Bimmas dengan warga masyarakat di wilayah Polsek Pamulang. Masalah penelitian saya adalah interaksi petugas Bimmas dengan warga masyarakat dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah Polsek Pamulang. Penelitian ini mencakup kebijaksanaan Kapolsek berkenaan dengan kegiatan Bimmas, hubungan formal dan hubungan sosial petugas Bimmas dengan warga masyarakat dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Untuk mendukung kajian ini saya melihat interaksi interpersonal sebagai rangkaian kegiatan petugas Bimmas dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Selama penelitian saya menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode pengamatan terlibat dan wawancara berpedoman. Selanjutnya saya melihat hubungan antara petugas Bimmas dengan warga dan perspektif keduanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas Bimmas Polsek menggunakan interaksi/komunikasi interpersonal menyampaikan pesan-pesan Polri berkenaan dengan masalah keteraturan dan ketertiban sosial sehingga mewujudkan rasa aman warga masyarakat.
Dengan interaksi/komunikasi interpersonal, petugas Bimmas Polsek dapat secara langsung menyampaikan pesan-pesan kepada warga, dan warga dapat segera memberikan reaksi terhadap pesan-pesan tersebut. Pesan-pesan tersebut memungkinkan mudah diterima oleh warga, karena dalam hubungan interpersonal terjalin hubungan perasaan dan emosi yang dapat dirasakan oleh kedua belah pihak, sehingga apa yang dikatakan petugas seolah-olah seperti apa yang para warga pikirkan.
Implikasi dari tesis ini adalah perlunya petugas Bimmas Polsek membangun jaringan sosial dengan mengembangkan pendekatan-pendekatan langsung secara interpersonal kepada warga. Karena dengan melalui jaringan-jaringan sosial di desa-desa tersebut suatu sistem komunikasi sosial akan terbangun, sehingga memudahkan bagi petugas untuk menyampaikan pesan-pesan kepolisian secara cepat kepada seluruh warga. Penerapan pendekatan interpersonal perlu juga diikuti kontrol yang mewadahi sehingga dampak negatif dari suatu interaksi dapat dikurangi. Sedangkan kegiatan-kegiatan nyata yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan kualitas hubungan inter-personal kepada anggota Polri antara lain sebagai berikut di bawah ini.
Meningkatkan ketrampilan interpersonal (interpersonal skill) kepada para petugas Bimmas Polsek, terutarna kemampuan-kemampuan dasar perorangan yang terdiri dari ketrampilan mengamati, ketrampilan mendengarkan, ketrampilan untuk bertanya, ketrampilan mendiskripsikan, ketrampilan meringkas pesan yang diterimanya, dan ketrampilan memberikan umpan balik (feed back). Ketrampilan-ketrampilan tersebut merupakan ketrampilan dasar bagi setiap manusia untuk dapat berkomunikasi/berinteraksi dengan lingkungannya. Tanpa ketrampilan dasar tersebut atau salah satu diantaranya terganggu, maka manusia tidak akan dapat berkomunikasi dengan sempurna.
Mengadakan pelatihan-pelatihan berkomunikasi yang efektif guna menumbuhkan rasa percaya diri bagi petugas Bimmas Polsek, sehingga mereka tidak canggung menghadapi warga.
Dibuat suatu panduan tentang sistem komunikasi interpersonal yang memungkinkan dapat membantu petugas Bimmas Polsek dalam interaksinya dengan warga.
Meningkatkan ketrampilan manajerial/kepemimpinan di tingkat Polsek, sehingga Kapolsek dan Kanit mampu bekerja sama dengan para anggotanya merencanakan hingga mengontrol kegiatan-kegiatannya secara konsisten, sehingga tugas-tugas dapat diselesaikan dengan efisien dan efektif.
Hubungan interpersonal antara petugas dengan warga sangat sulit dikontrol oleh Kapolsek, oleh karena itu diperlukan adanya partisipasi aktif dari warga untuk dapat mengontrol kinerja petugas Polri di tengah-tengah masyarakat, sehingga penyimpangan-penyimpangan dapat dikurangi. Partisipasi warga dalam bentuk materi yang disampaikan kepada/melalui petugas hendaknya dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi pemeliharaan kamtibmas."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saefullah
"Fenomena jaringan sosial sebagai alat pencapaian tujuan pemenuhan atau peningkatan kebutuhan hidup petugas pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Bekasi diteliti untuk mendapatkan fakta dan makna jaringan. Hasil penelitian yang dituangkan dalam bentuk tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemecahan masalah praktis terutama bagi petugas pemasyarakatan Lapas Bekasi.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan sasaran penelitian petugas pemasyarakatan sebagai subyek dan informasi jaringan sebagai obyeknya. Informasi digali melalui 5 orang petugas pemasyarakatan yang dipilih secara purposif berdasarkan pengalaman dan masa kerja kurang lebih 5, 10, dan 15 tahun. Sedangkan informasi pendukung digali melalui petugas pemasyarakatan lainnya dan warga binaan pemasyarakatan yang dipilih berdasarkan teknik snow-ball.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan pengamatan terkait informasi tentang jaringan yang berupa ungkapan-ungkapan, dokumen, dan perilaku petugas pemasyarakatan. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi yang menggambarkan fakta jaringan beserta analisisnya.
Secara faktual jaringan sosial dalam penelitian ini merupakan alat yang biasa digunakan untuk mendapatkan sumber alternatif pendapatan bagi petugas pemasyarakatan. Petugas pemasyarakatan secara egosentrik terlibat hubungan intensif dengan dua atau lebih warga binaan untuk mencapai sumber daya yang dibutuhkan atau diinginkan. Jaringan sosial tidak hanya digunakan untuk mengatasi krisis ekonorni (keluarga) sebagaimana beberapa hasil dan analisis penelitian tetapi juga digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kondisi kesejahteraan mereka.
Tindakan petugas pemasyarakatan menggunakan jaringan sebagai alat mengikuti pola-po]a tindakan rasional instrumental (Weber). Suatu tindakan rasional yang berdasarkan pertimbangan untung dan rugi (Homans, Foa & Foa, 1973). Petugas pemasyarakatan mempertukarkan jasa atau tenaganya dengan sejumlah uang dengan warga binaan. Secara berulang, pertukaran ini telah menguntungkan pelaku jaringan, terutama petugas pemasyarakatan_ Kebiasaan penggunaan jaringan bagi petugas pemasyarakatan adalah pengulangan konsekwensi dari keuntungan yang dicapai (Ritter). Kebiasaan penggunaan jaringan ini juga sesuai dengan tindakan tradisional (Weber) tetapi rasional yang spekulatif. Terbukti bahwa meskipun jaringan penting terutama untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek, dalam jangka panjang jaringan justru telah memelihara ketergantungan petugas pemasyarakatan terhadap jaringan. Adanya peluang sumber daya dalam jaringan menyebabkan tindakan-tindakan spekulatif hingga mempengaruhi kondisi kesejahteraannya.

Phenomena of social network as the means in achieving the objective of fulfilling the life necessity of Penitentiary Employee of Bekasi Penitentiary is studied with intention of obtaining some facts and meaning of the network. The results obtained from the survey and written down in this thesis is expected to contribute the knowledge and practical problem solving methods, especially for the employees of Bekasi Penitentiary.
This research is based on the qualitative approach. The targets of this research are the employees as the subject and the network information as the object. Information collected from five (5) penitentiary's employees selected purposively based on their experience and tenure of more or less 5, 10, and 15 years. The supporting information is collected from the other penitentiary's employees and members of penitentiary who are selected on the snow-ball technique.
Data collection is performed through interview and observation on the information relating to the network in the form of statements, documents, and attitudes showed by the employees of penitentiary. Information on these results of research is presented in the form of narration in order to describe the facts relating to the network and its analysis.
Factually, the social network in this research is a means which is usually used in obtaining the source of alternative income for the penitentiary' employees. Egocentrically, the penitentiary' employees in involved in the intensive relationship with two or more educated member in order to obtain the expected human resources. The social network is applied not only in dealing with the economic crises, as it can be found at some other research results and analysis, but also in improving the welfare of the employees.
Application of network by the penitentiary's employees constitutes a way which follows the pattern of rational instrumental action (Weber). This is a rational action which is based on the profit-loss consideration (Homans, Foa & Foa, 1973). The penitentiary's employees exchange their service and effort with an amount of money. Repeatedly, this exchange has benefited the network personnel, especially the penitentiary's employees. The application of network by the penitentiary's employees is the repetition of consequence of the achieved benefit (Ritter). The application of network is also in accordance with the traditional action (Weber), however, this is speculatively rational. Despite the network is important, particularly in fulfilling the short-term necessity, it is also very beneficial for long-term, since it can control the dependence in the network has resulted in some speculative actions. Therefore, this will much affect their welfare.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunu Widi Purwoko
Jakarta: Media Luhur, 2019
332.1 SUN j
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sukardi
"Tesis ini tentang Pengamanan di Perkampungan Industri Kecil (PIK), Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Perhatian utama dari tesis ini adalah kegiatan Satpam dalam melakukan pengamanan aktifitas di Perkampungan Industri Kecil (PIK).
Tujuan tesis ini adalah untuk menunjukkan kegiatan pengamanan yang dilakukan oleh Satpam dalam mengamankan Perkampungan industri Kecil (PIK). Kegiatan pengamanan tersebut dapat dijadikan contoh dan pedoman oleh Satpam dalam melakukan pengamanan tempat-tempat industri di wilayah lain.
Masalah penelitian dalam tesis ini adalah pengamanan di Perkampungan Industri Kecil (PIK), Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Dalam mengkaji pengamanan yang dilakukan oleh Satpam di Perkampungan Industri Kecil (PIK) digunakan pendekatan kualitatif dengan metodologi etnografi yang dilakukan dengan cara pengamatan, pengamatan terlibat, wawancara dengan pedoman dan dokumentasi untuk mengungkapkan kegiatan Satpam dalam melakukan pengamanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perkampungan Industri Kecil dibangun berdasarkan Surat keputusan Gubernur DKI Jakarta nomer 532 tahun 1981, merupakan upaya pemerintah DKI Jakarta dalam rangka pembinaan dan pengembangan pengusaha kecil. Untuk mengelola Perkampungan Industri Kecil dibentuk badan yang dinamakan Badan Pengelolaan Lingkungan Industri dan Pemukiman (BPLIP) yang bertanggung jawab kepada Gubernur DKI Jakarta. Didalam mengelola Perkampungan industri Kecil Kepala BPLIP mengeluarkan Surat Keputusan nomer : 078.I/III/2000. tanggal 27 Maret 2000. tentang Penyempurnaan Seksi-seksi dan Petunjuk Pelaksanaan Tugas dan Tanggung jawab pada Struktur Organisasi dan tata kerja BPLIP dan didalam Surat keputusan tersebut mengatur tugas, kedudukan maupun kewenangan Satpam.
Didalam menjalankan tugas pengamanan, Satpam PIK melakukan hubungan, koordinasi dan kerjasama yang dilakukan baik secara vertikal, horizontal dan diagonal dengan Satpam perusahaan, Satpam SLTPN 236, Hansip RW X, Satgas Linmas, pihak Kepolisian dan Koramil Cakung. Kegiatan pengamanan dapat bejalan dengan baik, didukung adanya imbalan dari para pengusaha di wilayah Perkampungan Industri Kecil. Untuk menjaga kekompakan, memudahkan koordinasi dan kerjasama di bentuk suatu wadah dengan nama Persatuan Sosial Satuan Pengamanan (PSSP).
Didalam melakukan pembinaan terhadap Satpam PIK, Kepala BPLIP mengeluarkan Surat Keputusan nomer 120.1/111/2002, tanggal 14 maret 2002, untuk menunjuk anggota Polri dari Polsek Cakung sebagai Tim Asistensi Permasalahan keamanan dan ketertiban masyarakat di areal Perkampungan industri Kecil. Didalam melaksanakan tugas Tim Asistensi tersebut mengadakan koordinasi, pengawasan dan pembinaan terhadap Satpam di Perkampungan Industri Kecil.
Implikasi dari tesis ini adalah pemberdayaan potensi masyarakat didalam melakukan kegiatan Kamtibmas Swakarsa, melalui pembinaan Satuan pengamanan. Keberhasilan melakukan pembinaan terhadap Satuan Pengamanan, dapat membantu tugas Polri dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat, khususnya di lingkungan dimana Satuan Pengamanan tersebut bertugas.
Tindakan yang dilakukan dalam pemberdayaan potensi masyarakat adalah dikembangkan kegiatan Pemolisian Masyarakat (Community Policing) dalam program pembinaan Kamtibmas, sehingga masyarakat dapat memahami dan merencanakan kebutuhannya dalam mengamankan diri sendiri, barang-barang maupun usahanya. Perlu disempurnakan dan dikembangkan suatu wadah yang dibentuk oleh pihak-pihak terkait dalam pengamanan Perkampungan Indutri kecil, berupa Persatuan Sosial Satuan Pengamanan (PSSP), untuk menjaga kekompakan, koordinasi dan kerjasama sehingga tugas pengamanan dapat berhasil. PSSP dapat dijadikan contoh dan pedoman bagi Satpam dalam melakukan pengamanan tempat-tempat industri diwilayah lain."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasinta Hasri Kartikasiwi
"Di dalam organisasi pemadam kebakaran, slogan adalah manifestasi dari nilai-nilai dan budaya organisasi yang menjadi kerangka berjalannya organisasi tersebut. Apabila terjadi perbedaan pemaknaan di antara pegawainya, maka terdapat hal-hal yang memiliki perbedaan terjadi diantara pegawai di organisasi tersebut. Integrasi antara para pegawai diperlukan dalam organisasi pemadam kebakaran, sebab mereka berhadapan langsung dengan bahaya api yang berpotensi menelan korban jiwa. Studi sebelumnya telah banyak yang membahas mengenai berbagai aspek struktur dan kultur di dalam organisasi pemadam kebakaran. Akan tetapi, belum ada yang membahas bagaimana pemaknaan slogan 'pantang pulang sebelum api padam, walaupun nyawa taruhannya' antara pegawai administratif dan pegawai operasional di dalam budaya organisasi tersebut.Oleh karena itu, studi ini menemukan bahwa terdapat perbedaan pemaknaan slogan antara pegawai administratif dan pegawai operasional dalam organisasi Pemadam Kebakaran Wilayah Jakarta Selatan yang dipengaruhi oleh nilai budaya yang tidak bersifat universal serta perbedaan situasi lingkungan kerja. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif karena mengedepankan proses pemaknaan slogan dari pegawai administratif dan pegawai operasional dari Dinas Pemadam Kebakaran Wilayah Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan kasus dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan observasi, serta studi literatur dan dokumen.

In the firefighting organization, the slogan is a manifestation of organizational values ??and culture that becomes the framework of the organization 39;s running. If there are differences of meaning among employees, then there are things that have differences occur among employees in the organization. Integration between employees is required in firefighting organizations, because they are facing a potentially life-threatening fire hazard. Previous studies have discussed many aspects of structure and culture within firefighting organizations. However, no one has yet discussed how the meaning of the slogan pantang pulang sebelum api padam, walaupun nyawa taruhannya' between the administrative and operational employees within the organizational culture. Therefore, this study found that there is a difference on how the slogan is being interpreted by the administrative personnel and the operational personnel in the South Jakarta Fire Fighter organization that is influenced by the work atmosphere. This study uses a qualitative approach because it emphasizes the meaning process of the slogan of the administrative and operational personnel of the South Jakarta Fire Department. This study uses cases and uses data collection techniques in-depth interviews and observations, as well as literature studies and documents.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfinur
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan turnover, studi kasus di PT. OTO, Jakarta. Populasi pada penelitian ini adalah karyawan PT. OTO yang telah melakukan turnover mulai dari posisi manajer sampai dengan posisi junior officer berjumlah 45 orang. Dari 45 orang tersebut, jumlah populasi penelitian hanya berjumlah 41 orang mengingat empat orang di antaranya tidak dapat dihubungi baik dengan telepon, faxcimile, e-mail atau alat komunikasi lainnya.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup yang terdiri dari 5 bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan yang berkaitan dengan sosio-demografi sebanyak 11 butir pertanyaan. Bagian kedua, pertanyaan yang berkaitan dengan budaya organisasi berjumlah 10 butir pertanyaan. Bagian ketiga, pertanyaan yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan berjumlah 15 butir pertanyaan. Bagian keempat adalah pertanyaan yang berkaitan dengan kepuasaan kerja berjumlah 15 butir pertanyaan. Bagian kelima adalah pertanyaan yang berkaitan dengan kompensasi ektrinsik berjumlah 9 butir pertanyaan. Bagian keenam adalah pertanyaan yang berkaitan dengan kompensasi intrinsik berjumlah 6 butir pertanyaan Akhirnya, bagian ketujuh adalah pertanyaan tentang turnover yang terdiri dari 10 butir pertanyaan.
Pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Untuk sejauh mana hubungan setiap variabel turnover dilakuan analisis deskriptif dan korelasional dengan mengunakan metode Spearman.
Hasil penelitian korelasi untuk budaya organisasi ini menunjukkan bahwa hubungan antara Budaya Organisasi dengan turnover diperoleh nilai r = - 0.496 dengan tingkat signifikansi 0.005. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan turnover diperoleh nilai r = - 0.253 dengan tingkat signifikansi 0.170. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Turnover diperoleh nilai r = - 0.207 dengan tingkat signifikansi 0.265.
Hubungan antara Kompensasi Intrinsik dengan Turnover diperoleh nilai r = - 0.332 dengan tingkat signifikansi 0.068. Hubungan Kompensasi Ekstrinsik dengan Turnover diperoleh nilai r = - 0.376 dengan tingkat signifikansi 0.037. Hubungan antara Karir dengan Turnover diperoleh nilai r = - 0.737 dengan tingkat signifikansi 0.000."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Ginanjar
"Di Indonesia, program imunisasi merupakan salah satu program prioritas oleh karena 30% dari. Angka Kematian Bayi (AKB) disebabkan oleh PD3I atau Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi.
Angka Insiden campak di Kabupaten Lebak dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 terus meningkat dimana pada tahun 2003 sebesar 6,38/10.000, tahun 2004 sebanyak 6,41110,000 dan tahun 2005 mencapai 17,96110.000 dan disamping itu frekuensi kejadian luar biasa (KLB) campak dalam 3 (tiga) tahun terakhir juga meningkat yaitu tahun 2003 sebanyak 3 (tiga) kali, tahun 2004 sebanyak 8 (delapan) kali dan pada tahun 2005 sebanyak 9 (sembilan) kafi.
Dari hasil pemantauan dan bimbingan teknis pads tahun 2004 yang dilakukan terhadap seluruh puskesmas mengenai checklist rantai vaksin diperoleh bahwa 23 puskesmas dari 35 puskesmas (66%) yang telah memenuhi standar dalam menangani vaksin di puskesmas, hal ini menunjukkan bahwa penanganan vaksin di puskesmas masih menjadi masalah yang dapat memberikan dampak menurunnya potensi vaksin.
Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan petugas imunisasi terhadap prosedur tetap (protap) penanganan vaksin campak. Metode penelitian dengan desain studi cross sectional. Populasi meliputi seluruh petugas imunisasi puskesmas se Kabupaten Lebak yang berjumlah 443 orarg. Sampling dalam penelitian ini adalah sebanyak 105 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara melalui kuesioner untuk variabeI independen dan untuk variabel dependen berupa observasi dengan menggunakan checklist. Variabel dependen adalah kepatuhan petugas imunisasi dalam penanganan vaksin campak di puskesmas. Sedangkan variabel independen adalah variabel-variabel individu (umur, pendidikan, pelatihan, lama kerja dan pengetahuan), variabel-variabel psikologis (motivasi dan sikap) dan variabel-variabel organisasi (kepemimpinan, imbalan, supervisi dan sarana).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian kecil responden yaitu sebanyak 38 prang (36,2%) yang patuh terhadap protap penanganan vaksin campak. Dari I 1 variabel yang dianalisis secara bivariat, hanya ada 4 (empat) variabel yang terbukti bermakna secara statistik yaitu variabel sikap, imbalan, pengetahuan, dan motivasi. Sedangkan pada analisis multivariat didapatkan 7 (tujuh) variabel independen yang diduga berhubungan dengan kepatuhan responden terhadap protap penanganan vaksin campak sedangkan variabel yang signifikan berhubungan dengan kepatuhan sebanyak 3 (tiga) variabel yaitu variabel sikap, pengetahuan, dan lama kerja. Adapun variabel yang paling dominan berhubungan adalah variabel pengetahuan.
Dengan basil penelitian ini diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak dapat menyusun langkah yang akan diambil untuk meningkatkan kepatuhan petugas imunisasi dalam menerapkan protap penanganan vaksin campak melalui pembinaan teknis yang berkesinambungan dan berjenjang, memberikan penghargaan pada puskesmas dan petugas yang patuh. Pimpinan puskesmas diharapkan memperhatikan hal-hal yang dapat meningkatkan kepatuhan petugas imunisasi misalnya dengan melakukan penyeliaan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas melalui pelatihan baik di tingkat kabupaten maupun propinsi.

Immunization program is one of the priority programs in Indonesia because 30% of baby mortality rate is caused by illness which can be prevented by an immunization.
Measles incident rate increased at sub-province of Lebak from 2003 to 2005 wherc it reached 6,38/10000 in 2003, 6,41110000 in 2004 and 17,96110000 in 2005 and extraordinary occurrence frequency of measles in the last three years increased too. It increased three times in 2003, eight times in 2004 and nine times in 2005,
From monitoring result and technical guide which wee conducted to all of primary health cares concerning a vaccine enchain checklist found that 23 from 35 primary health cares (66%) which have fulfilled standard in handling a vaccine in primary health care, this case indicated that handling a vaccine in primary health care was still become a problem which able to give a degradation impact of vaccine potency,
This research purpose is to find information concerning factors related to compliance of immunization officer toward standard operating procedure of measles vaccine immunization. It used a Cross Sectional Design, 443 population including all immunization officer (primary health care) sub-province of Lebak and 105 samples.
Data collected with interview through questionnaire for independent and dependent variable in the form of observation by using checklist. Dependent variable is compliance of immunization officer in handling of measles vaccine at primary health care. While independent variable is individual variable (age, education, training, job period and knowledge), psychological variable (motivation and attitude) and organizational variable (leadership, reward, supervision and facility).
Research result indicated that some of immunization officers that were 38 people (36,2%) who were compliance toward standard operating procedure of measles vaccine immunization. From 11 analyzed variables with bivariate analysis, there were only 4 significant variables statistically that were attitude, reward, knowledge and motivation variable, While multivariate analysis got that from 7 independent variables which anticipated relate to respondent compliance toward standard operating procedure of measles vaccine immunization, in fact they were only 3 variables which related significantly to compliance that were attitude, knowledge and job period. The most dominant correlated variable was knowledge variable.
From this research result is expected to Public Health Service, Sub-Province of Lebak can plan a step which will be taken to improve compliance of immunization officer in applying a standard operating procedure of measles vaccine immunization by a continual technique construction and ladder, giving appreciation to primary health care and compliance officer. It is also expected to primary health care to pay attention things able to improve a compliance of officer immunization, for example improvement of officer knowledge and skill by training at sub-province and province level.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T18997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djaelani
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Kepemimpinan dan Pelatihan dengan Motivasi kerja pegawai didalam melaksanakan tugas-tugas pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bogor. Didasarkan pada pengalaman empiris dapat diindikasikan bahwa pegawai yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Bogor mempunyai motivasi kerja yang rendah. Hal ini disebabkan 1). sebagian pegawai mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sarjana dengan jurusan dan keterampilan yang berbeda, .sedangkan pemasyarakatan mempunyai jalur pendidikan khusus untuk mempersiapkan sumber daya manusianya yaitu AKIP ( Akademi Ilmu Pemasyarakatan ), sehingga kemampuan dan keterampilan dalam bidang pembinaan pemasyarakatan yang dimiliki pegawai sangat terbatas, 2). Pegawai yang ada sebagian berasal dari Departemen Penerangan dan Depertemen Sosial dengan Budaya kerja yang berbeda 3). kurang meratanya Pendidikan dan Pelatihan Teknis Pemasyarakatan. 4) kurangnya tingkat kesejahteraan pegawai .
Kenyataan lain yang dapat dilihat yaitu masih adanya gangguan keamanan dan ketertiban seperti terjadinya perkelahian antara sesama tahanan / narapidana yang bahkan dapat menyebabkan kematian, adanya tahanan 1 narapidana yang melarikan diri dari lembaga pada siang hari tanpa melakukan bobol genteng atau peralatan lain, adanya bekas narapidana yang berulang kali masuk lembaga, sedangkan rendahnya motivasi pegawai dapat dilihat dari tingkat kehadiran yaitu : tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas, datang terlambat / tidak ikut apel pagi, datang absen pagi keluar kantor tanpa alasan yang jelas dan datang kembali waktu absen pulang serta datang pagi akan tetapi tidak menggunakan waktu sebagaimana mestinya.
Dengan dasar latar belakang tersebut diatas dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah dalam penelitian seperti :
1. Adakah hubungan antara Kepemimpinan dengan motivasi pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Bogor.
2. Adakah hubungan antara Pelatihan dengan Motivasi Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bogor.
3. Adakah hubungan antara Kepemimpinan dan Pelatihan Secara bersama-sama dengan Motivasi Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Bogor.
Sebagai faktor motivasional seorang pimpinan mutlak perlu menyusun program yang sistematik untuk mengembangkan bawahan baik jalur formal maupun informal, karena pentingnya pengembangan sebagai bagian integral dari usaha memberikan motivasi, maka jalur formal harus ditempuh melalui program pendidikan dan pelatihan bagi pegawai. Dalam penelitian ini digunakan konsep atau teori kepemimpinan yang efektif dengan lima landasan manajerial yang kokoh dari Chapman yang dikutip Dale Timpe dalam Hasibuan, konsep Pelatihan menggunakan teori Arep dan Mangunegara, den konsep motivasi menggunakan teori dua faktor dari Herzberg.
Untuk mencari jawab atas pertanyaan penelitian diatas, maka pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Survey yaitu dengan teknik menyebarkan kuesioner. Teknik pengambilan sample dengan menggunakan Teknik insidental sampling, sedangkan penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan Rumus Al-Rasyid. Dari 61 sampel yang ditetapkan untuk mewakili populasi sejumlah 155 orang, telah disebarkan sebanyak 66 eksemplar angket dan semuanya kembali.
Dari data yang telah diuji validitas dan reiiabilitasnya maka dilakukan analisis korelasi Spearman Rank, Analisis korelasi Banda dan uji Signifikansi F hitung. dengan hasil :
1. Adanya hubungan yang positif, positif dan signifikan antara Kepemimpinan dengan motivasi kerja pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bogor.
2. Adanya hubungan yang positif, kuat dan signifikan antara Pelatihan dengan Motivasi kerja pegawai Lembaga pemasyarakatan Klas II A Bogor.
3. Adanya hubungan yang positif, kuat dan signifikan antara Kepemimpinan dan Pelatihan secara bersama-sama dengan motivasi kerja pegawai Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Bogor.
Dari hasil penelitian, disarankan untuk dapat meningkatkan dan memperbaiki motivasi pegawai dengan cara memperbaiki kualitas kepemimpinan, Pelatihan dan motivasi terutama indikator-indikator yang masih menjadi masalah dengan Cara bersama-sama atau parsial.

This research is done with an objective of exploring the relation between leadership and training with work motivation of officers in doing their rehabilitation duties for the inmates at the Class 2A Correctional Institution of Bogor. According to empiric experience, it indicates that almost all of the officers have minimum work motivation. This caused by: 1) some of the officers have different education background, from the elementary school until university with different kind of specialization, and also there is a special education program, that is AKIP (Akademi Ilmu Pemasyarakatan/Academy of Sociology Science), so the ability on rehabilitation program for the officers is limited; 2) Some of the officers transferred from the Department of Information and Social Works, which have different job description; 3) The training and education about Socialization system is not spread enough; 4) Incomplete salary for officers.
Another reality shows that there still have security obstruction, for example fight between inmates that can cause death, inmates run away from prison without open the ceiling in the afternoon, recidivist that come back again to the jail. Minimum work motivation can be shown from the level of absence officer not come to the office without any permission, officers come too late, go home before the time, and also come to the office but not using the work time properly.
Base on these realities, it can be formulated some problems in the research, such as
1. Is there any relationship between leadership with work motivation of officers at Class 2A Correctional Institutions of Bogor?
2. Is there any relationship between training with work motivation of officers at Class 2A Correctional Institutions of Bogor?
3. Is there any relationship between leadership and training together with work motivation of officers at Class 2A Correctional Institutions of Bogor?
As the motivational factor, a leader should draw a systematical program to develop the employee from formal or informal lines. But it's better if a leader takes the formal line by education and training. In this analysis, we use Chapman's Effective Leadership Concept with 5 managerial bases, taken from Dale Timpe by Hasibuan, Training Concept using Mangunegara and Arep's theory, and Motivation Concept using two factor theory of Herzberg.
To have the answers from the questions, we collect the data using survey method that is by spread questioners. The technique to collect the data is using Incidental Technique sampling, and to decide the number of samples, we using Al-Rasyid's formula. From 61 samples which represent the population of 155 employees, it has been distributed 66 sheets of questioners, and all of them are back.
From the data that the validity and the reliability already tested, we make analysis Spearman Rank correlation, double correlation analysis, and F Significant test. And the results are:
1. There is a positive and significant relationship between leadership with work motivation of officers at Class 2A Correctional Institutions of Bogor.
2. There is positive, strong, and significant relationship between training with work motivation of officers at Class 2A Correctional Institutions of Bogor.
3. There is positive, strong, and significant relationship between leadership and training together with work motivation of officers at Class 2A Correctional Institutions of Bogor.
From this analysis, we suggest to improve and correct the officers' motivation by improving the quality leadership, training and motivation, especially on the indicators that still become dilemma, done together or partial.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Towansiba
"Sektor pertanian merupakan salah satu sector yang perlu ditumbuhkembangkan dalam pelaksanaan pembangunan nasional, peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Atas pertimbangan hal tersebut pengembangan sector ini juga dilaksanakan di masyarakat yang mana pada gilirannya akan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Distrik Prafi. Pelaksanaan program pembangunan pengembangan komodity perkebunan banyak pola yang dikembangkan, dimana salah satunya adalah pengembangan masyarakat melalui Perusahan Inti Rakyat Perkebunan ( Pola PIR-BUN). Dimana dalam pelaksanaan program ini diharapkan terjadinya transfer teknotogi perkebunan dan perusahan inti/perusahan pengelolaan kepada masyarakat yang berada di sekeliling lokasi dilaksanakan proyek.
Dalam pelaksanaan program pembangunan perkebunan kelapa sawit pola PR tersebut peran petugas penyuluh lapangan ( PPL), sangat panting, karena mengingat kondisi masyarakat local yang mendiami dataran Prafi yang dinilai masih sangat terbelakang, tertinggai dan masih merniliki pola pendidikan yang sangat rendah. Karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang peran petugas penyuluh lapangan dalam program pembangunan perkebunan kelapa sawit pola PIR-Bun (Perusahan Inti Rakyat Perkebunan) serta faktor - faktor pendukung dan faktor - faktor penghambat peran petugas penyuluh lapangan (PPL) dalam program pembangunan perkebunan kelapa sawit pola PIR-Bun.
Melalui pendekatan kualitatif digambarkan secara akurat dari pengamatan yang dilakukan secara lengkap tentang gejala atau situasi sosial diantaranya melalui pengamatan dan wawancara dengan mengunakan teknik purposive sampling dimana informan dipilih oleh peneliti sendiri guna memperoleh data dari informan tersebut secara akurat sesuai dengan permasalahan penelitian. Beberapa informan yang dipilih adalah Bupati Manokwari, Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Manokwari, Kepala Distrik Prafi, dan Petani Plasma. Analisis dilakukan dengan menelah data - data yang diperoleh dari berbagai sumber dan informan.
Hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini menunjukan bahwa selama pelaksanaan program pembanganan perkebunan kelapa sawit pola PIR-Bun tahap III tahun 2001/2008, telah berjalan melalui beberapa tahapan yang meliputi; tahapan persiapan lahan, tahapan pembibitan dan pengamman dan tahapan pemeliharaan serta perawatan lahan.
Dalam tiga tahapan tersebut, Peran petugas penyuluhi lapangan (PPL) lebih berperan sebagai tenaga pendidik (educator) karena kondisi sosial masyarakat yang diniIai masih membutuhkan pembinaan, pelatihan, dan pemberian contoh contoh kongkritnyata bagi masyarakat lokal. Hal tersebut dilakukan oleh petugas penyuluh lapangan (PPL) mengingat rata rata masyarakat di Distrik Prafi adalah masyarakat yang baru rnengalami proses perpindahan penduduk dui wilayah - wilayah pegunungan Arfak, masyarakat yang masih memiliki pola hidup sederhana, masyarakat yang masih hidup terasing, terbelakang maupun kebodohan. Sehingga pola pendekatan yang dilakukan oleh tenaga penyuluh lapangan adalah pola pendekatan educator ( mendidik, membina, melatih) dalam ketiga tahapan tersebut diatas.
Dalain pelaksanaan program pembangunan perkebunan kelapa sawit pola PIR- Bun di Distrik Prafi tersebut ada beberapa faktor yang memberikan dukungan dalam menunjang keberlangsungan program seperti halnva dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari, peran serta masyarakat dan dukungan kepala - kepala suku. Dari ketiga dukungan tersebut, tentunya sangat memberikan respons yang sangat positif terhadap keberhasilan program. Namun disisi faktor pendukung tersebut, tentunya juga ada beberapa faktor yang sangat menghambat proses pelaksanaan program dilapangan. Faktor - faktor penghambat tersebut adalah factor sumber daya manusia (SDM), faktor tradisi adat komunitas masyarakat lokal dan faktor iklim/cuaca."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Usman
"Pesatnya perkembangan zaman diikuti adanya perubahan, dengan adanya tersebut setiap individu dituntut beraaptasi tidak terkecuali individu yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara yang selanjutnya di sebut Petugas Pemasya rakatan (UU No.1211995)
Adanya perubahan yang demikian cepat tersebut menimbulkan konsekuensi; salah satu konsekuensi yang timbul akibat perubahan tersebut adalah meningkatnya tindak kriminal. Dengan tingginya tindak kejahatan mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah penghuni di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara untuk selanjutnya disebut LAPAS dan RUTAN. Data terakhir pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Banten, bahwa isi LAPAS dan RUTAN telah over kapasitas 10 - 15%. Keadaan ini menimbulkan konsekuensi kerja yaitu semakin tinggi tuntutan terhadap tuntutan pekerjaan petugas seperti dikatakan Maslach, 1994 , bahwa salah satu bidang pekerjaan yang cenderung memiliki konsekuensi tinggi adalah pada Sector Human Sevice Selling. Pekerjaan yang dilakukan petugas LAPAS dan RUTAN merupakan bentuk pekerjaan pada sector tersebut yaitu suatu bentuk pekerjaan dengan resiko yang tinggi.
Dengan tingginya tuntutan pekerjaan tersebut mengharuskan petugas untuk mampu menyesuaikan diri. Penyesuaian diri ini dapat dimulai dari sikap petugas dalam merubah nilai-nilai kerja yang negatif menjadi positif dan memperthankan hal-hal positif serta meningkatkannya agar lebih optimal. Bila hal ini tidak disikapi dengan baik, maka akan menimbulkan konsekuensi kerja yang negatif. Salah satu diantaranya adalah stress. Pada dasarnya stress dibutuhkan seseorang dalam batas-batas yang wajar, bila seseorang mampu menganggap stress sebagai motovasi diri untuk meningkatkan prestasi kerja, maka hal itu bersifat fungsional, akan tetapi dapat juga berdampak negatif bila seseorang tidak mampu mengatasinya.
Oleh karena itu perlu adanya pengkajian yang mendalam tentang bagaimana upaya yang harus dilakukan terhadap petugas LAPAS dan RUTAN agar mereka dapat menyikapi nilai-nilai kerja yang ada serta mengubah perilakunya secara positif dan menghindarkan diri dari stress yang berakibat negatif yang dapat menurunkan kinerja petugas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Nilai-nilai Kerja terhadap Stress petugas RUTAN Rangkasbitung serta memberikan gambaran tentang jenis-jenis stress yang dialaminya. Populasi penelitian adalah pegawai RUTAN Rangkasbitung yang berjumlah 40 responden. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup yang terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama berisi tentang pertanyaan umum yang berkaitan dengan karakteristik responden. Bagian ke2 berkaitan dengan variabel Nilai-nilai Kerja (X) dan Stress Petugas (Y) pada RUTAN Rangkasbitung. Pengolahan analisis data menggunakan komputer dengan program SPSS 11.5 for Window dengan metode korelasi Pearsen. Sedangkan intuk menguji hubungan antara nilai-nilai kerja dan stress petugas digunakan korelasi.
Hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan model regresi linier sederhana menunjukkan bahwa variabel Nilai-nilai Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan sebesar 0,202 terhadap stress petugas dengan koefisien beta sebesar 0,357. Nilai koefisien beta sebesar 0.357 menunjukkan bahwa besarnya variabel nilai-nilai kerja dalam menerangkan variabel stress sebesar 35,7%, sisanya diiterangkan oleh factor lain (64,3%).
Dengan demikian dari penelitian in dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh antara nilai-nilai kerja terhadap stress petugas. Saran-saran yang dapat dilakukan dari 3 factor utama nilai-nilai kerja yang berpengaruh, terdiri dari factor kesadaran kerja, suasana kerja, dan manajemen kerja terhadap tingkat stress petugas adalah:karena tingkat kesadaran kerja petugas berpengaruh negatif terhadap stress kerja maka untuk meningkatkan kesadaran kerja petugas perlu dilakukan langkah-langkah secara optimal melalui kebijakan-kebijakan pimpinan secara terus menerus. Karena factor suasana kerja berpengaruh positif terhadap stress kerja maka suasana kerja yang telah baik perlu terus dipertahankan dan jika mungkin terus ditingkatkan. Karena factor manajemen kerja berpengaruh negatif terhadap stress kerja maka perlu terus diupayakan peningkatan efektifitas manajemen kerja yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat stress pegawai.

Problems emerged in the individual officers at State Prison in responding to conditions outside the working environment or work unit called 'off the job' is financial problems, problems with children, physical, marriage and domestic problems, changes at the house environment and other personal problems, and the 'on the job' problems such as overloaded responsibility, lack of authority, ambiguous role, interpersonal conflicts, etc. These can influence emotion, thinking process and condition which if not manage properly will lead to distress and decreasing level of daily working performance.
Basically distress is natural to anyone at the reasonable level, when someone can regard distress as a self motivation in improving work performance and hence, distress plays a functional role. Distress can also be negative even destructive to someone's work performance when it failed to be controlled. Without distress, work challenge is non existence and work performance tends to be low. When distress progressing, work performance tend to be enhanced because distress can help someone to enforce every available resources to fulfill various needs and work as well as served to be in someone's maturity process. However, when distress reaches the peak, this level will tend to be lowering the work performance. The officer will lose the ability to control and incapable to make decisions and his/her attitude become erratic. The extreme result will be the nonexistences of someone's performance, because he/she is ill, despair, quitting or ran away from work and possibly being !et out. Therefore, it is necessary to make an in-depth study on what efforts need to be taken by officers of State Prison (RUTAN) in order to make use of distress positively and overcome high level of distress which will lead to the decrease of performance.
This research aimed to give description of work distress on officers at RUTAN Rangkasbitung and to explain the forms of work distress. Furthermore this research aimed to determine the influence of distress to officers' performance. The research will be used to give additional information or description on work distress related to the work of RUTAN's officers and it can be used by Indonesian government, in particular the Department of Law and Human Rights, to serve as a model to make further decision concerning individual officers at RUTAN.
The research resulted in most of officers at RUTAN Rangkasbitung have high level of work distress. This distress has three indicators: physical, attitude and emotional changes. It assumed that everyone has distress, with different individual level and ways of responding to it.
Distress happened in everyone with various ways, provoking different responds although in the same level of distress, hence this can caused different level of distress even though has the same work condition.
Based on the relation between supervisor and subordinates and vice versa; the symptoms of lack of concentration and over anxiousness take place. This relation shows a very significant and positive relation. Hence, low up to intermediate level of distress will stimulate the body and improving the ability to react. At that time someone often can work better, intensively or swiftly. However to much distress put unreachable demands on someone, causing lower performance. Intermediate distress can also have negative influence on long term performance, because the on going intensity of distress can weaken the energy resources which caused lowering of performance as well.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>