Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Charto Susanto
Abstrak :
Latar Belakang: Pesawat terbang sekarang sudah canggih, dengan dilengkapi perangkat oksigen dan kabin bertekanan. Ketinggian jelajah pesawat terbang komersial berkisar antara 18.000-30.000 kaki, bahkan pesawat terbang militer bisa lebih tinggi, sehingga apabila terjadi kegagalan perangkat tersebut akan menyebabkan hipoksia. Manusia sangat peka terhadap kekurangan oksigen, terutama sel otak dan retina, maka bila terjadi kekurangan oksigen sedikit saja akan terjadi penyempitan penglihatan perifer yang merupakan gejala dini pada tubuh manusia. Hendarseto menyebutkan 84% subyek mengalami penyempitan penglihatan perifer 5° akibat pengaruh hipobarik dalam ruang udara bertekanan rendah (RUBR) setara ketinggian 18.000 kaki. Fungsi mata sangat penting dalam penerbangan, maka pengetahuan mengenai rentang waktu hipoksia awal yang ditandai dengan penyempitan penglihatan perifer sebesar 5° perlu diketahui dan diteliti. Metodologi: Disain penelitian ini adalah studi eksperimental, dengan memajankan sebanyak 94 talon penerbang PSDP TNI AU sebagai subyek dalam ruang udara bertekanan rendah (RIJBR) setara ketinggian 18.000 kaki, guna mengetahui hubungan kadar hemoglobin, kapasitas vital paksa, frekuensi denyut nadi ground level serta faktor faali tubuh lainnya dengan rentang waktu penyempitan penglihatan perifer sebesar 5°, sedang untuk analisis data digunakan analisis korelasi dan regresi linear. Hasil dan kesimpulan: Rata-rata rentang waktu penyempitan penglihatan perifer sebesar 5° (RWP5) ialah 201,85 detik dengan simpang baku 33,16 detik, 95% Cl: 195,15-208,55. Dari hasil analisis antara RWP5 dengan hemoglobin mempunyai korelasi positif dan bermakna (r= 0,62; p = 0,0000), 95% CI: 15,46-15,82, berarti makin tinggi kadar Hb akan semakin panjang RWP5. Antara RWP5 dengan KVP mempunyai korelasi positif dan bermakna (r= 0,16; p = 0,0164), 95% CI: 90,7-94,6, berarti makin tinggi KVP akan semakin panjang RWP5. Antara RWP5 dengan frekuensi denyut nadi ground level(GLNadi) mempunyai korelasi negatif dan bermakna ( r= - 0,28; p = 0,0000), 95% CI: 75,53-78,55, berarti makin tinggi GLNadi akan semakin pendek RWP5. Regresi metode stepwise yang sesuai untuk prediksi RWP5 terdin dan faktor hemoglobin, denyut nadi `ground level' dan kapasitas vital paksa, sedangkan variabel lain tidak berkorelasi dan tidak bermakna dengan RWP5.
Background : The recent aircraft's technology is growing sophisticatedly, equipped with pressurized cabin and oxygen equipment. The cruising altitude of the commercial air line is in between 18.000 feet to 30.000 feet, although the military aircraft even higher. The human being are very sensitive to lack of oxygen, especially the brain cells and the retina, malfunction of cabin-pressure or oxygen equipment will cause a hypoxia and narrowing of peripheral vision is an early symptom. The eye have a very important role in flying, the research done by Hendarseto stated that 84% subjects experience narrowing the peripheral vision 5° or more due to hypoxia in hypobaric chamber. The elapsed time of an early hypoxia recognized by 5° narrowing of the peripheral vision should be explored. Methodology : The research was designed as an experimental study, 94 PSDP Indonesian Air Force's pilot candidates (PSDP TNI AU), they were exposed in hypobaric chamber equal to 18.000 feet, measuring the elapsed time of 5° narrowing peripheral vision correlated with hemoglobin, forced vital capacity, pulse rate etc. Correlation analysis and linear analysis were used to analyze the data. Results and Conclusion : The average elapsed time 5° narrowing of the peripheral vision (RWP5) is 201,85 seconds with standard deviation 33,16 second, 95% Cl : 195,15 - 208, 55. The analysis of the results of the relationship between RWP5 and hemoglobin had a positive correlation and statistically significance ( r = 0,62; p = 0,0000 ), 95% Cl: 15,46-15,82. It means that the higher the Hb concentration, the longer elapsed time 5° narrowing of the peripheral vision (RWP5). RWP5 and forced vital capacity (KVP) have positive correlation and statistically significant ( r = 0,16; p =0,0164 ), 95% Cl: 90,7-94,6 which means that the higher the forced vital capacity (KVP), the longer elapsed time 5° narrowing of the peripheral vision (RWP5). RWP5 and the frequency of ground level pulse rate (GLNadi) have negative correlation and statistically significance ( r = - 0,28; p = 0,0000 ), 95% CI: 75,53- 78,55 which means that the higher the frequency of ground level pulse rate (GLNadi), the shorter the elapsed time 5° narrowing of the peripheral vision (RWP5). Stepwise method of regression appropriate for RWP5 prediction consists of factors of hemoglobin, ground level pulse rate and forced vital capacity, other variables are not correlated and not significant related to RWP5.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Mohammad Rahman
Abstrak :
Teknologi cryopreservasi dimaksudkan untuk mengawetkan sampel untuk analisa sehingga sampel tahan lama. Pengawetan ini menggunakan agen nitrogen cair, karena karakteristik.nya yang mempunyai suhu minus tinggi dibawah nol-derajat yaitu pada suhu — 196 °C dan disimpan didalam cryogenic container. Meskipun demikian nitrogen cair mempunyai sifat mudah menguap yang tinggi menjadi gas nitrogen. Permasalahannya adalah cryogenic container tersebut disimpan didalam ruang tertutup (ruang cryo) dimana ventilasi tidak beroperasi. Potensi risiko gas nitrogen didaIam ruang tertutup adalah terjadinya bahaya defisiensi oksigen yang dapat menyebabkan kondisi asphyxia didalam ruang cryo. Penelitian ini dilakukan di laboratorium ABC yang merupakan laboratorium biomedik yang bertempat di Jakarta. Penelitian ini betujuan untuk membuat analisis risiko dengan melihat penyebab terjadinya bahaya defisiensi oksigen di ruang ayo karena instalasi cryogenic container. Variabel penyebab defisensi oksigen di ruang cryo adalah pekerjaan cryopreservasi, sistem cryogenic container, sistem ventilasi dan jumlah pesonel. Metode penilitian adalah kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif adalah dengan observasi lapangan, kajian dokumen pendukung diperusahan, interview tingkat pengetahuan terhadap staff laboratorium. Metode semi kuantitaif adalah dengan menentukan skoring terhadap variabel penyebab bahaya defisiensi oksigen sehingga menghasilkan tingkat risiko untuk masing-masing variabel penyebab. Metode kuantitatif adalah dengan melakukan perhitungan konsentrasi oksigen di ruang cryo dari data-data yang diambil dari hasil observasi lapangan dan dokumen pendukung. Konsentrasi oksigen didalam ruang cryo dibawah standar OSHA 29 CFR 1910.146 (19.5 %) yaitu 17.38 %. Tingkat risiko tinggi yang menyebabkan defisiensi oksigen diruang cryo adalah pekerjaan cryopreservasi (membuka tutup cryogenic container, kegiatan filling/ pengisian cryogenic container dengan nitrogen cair, dan sistem ventilasi yang tidak mendukung. Tingkat pengetahuan staff laboratorium terhadap bahaya defisiensi oksigen yang dapat menyebabkan asphyxia adalah rata-rata. ......The purposes of cryopreservation technology is to preserve the sample for analysis used until longterm. Preservation is using liquid nitrogen agent because its characteristic which have high cold temperature for — 196 °C and stored inside cryogenic container. Although liquid nitrogen have high evaporation to be gas nitrogen, the problem is that cryogenic container stored in confined space (cryo room) which not ventilated. Potential risk of gas nitrogen in confined space is oxygen deficiency hazard consequences to condition of asphyxia in cryo room. This research conducted in laboratory ABC which is biomedical laboratory in Jakarta. The purposes of this research is to conduct risk analysis the causes of oxygen deficiency in cryo room because of cryogenic container installation. Causes variable of oxygen deficiency in cryo room is cryopreservation job, cryogenic container system, ventilation system and amount of personnel. Method of research is qualitative, semi- qualitative and quantitative. Qualitative method by field observation, support document review of company, interview of knowledge level to laboratory staff. Semi-quantitative method by determining score causes variable of oxygen deficiency hazard to result risk level for each variable. Quantitative method by quantifying oxygen concentration in cryo room from data field observation and support document. Oxygen concentration in cryo room below standard of OSHA 29 CFR 1910.146 (19.5%) is 17.38%. High risk level causing oxygen deficiency in cryo room is cryopreservation job (open-closed lid cryogenic container, filling job of gas nitrogen to cryogenic container and ventilation system which is not supported. Knowledge level of laboratory staff to oxygen deficiency hazard which causing asphyxia is average.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T33906
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Membran berpori rapat selulosa triasetat dapat digunakan untuk memisahican oksigen dari udara. Pada penelitian ini membran diuji kemampuannya seperti Iaju permeasi (yang nantinya berhubungan dengan kapasitas pemisahan) dan selektivitas (yang berhubungan dengan kemampuan separasi). Metode pengujian yang digunakan adalah metode variabel volum.

Pada konchsi ideal, di mana tidak ada faktor persaingan antar gas, membran memperlihatkan unjuk kerja yang cukup baik dan dapat menghasilkan udara yang kaya akan oksigen, yang cukup kualilasnya untuk proses pembakaran. Pada kondisi nyata terjadi persaingan antara gas-gas di dalarn udara sehingga seleldivilas menurun dan tiqlak dapat menghasiltcan udara yang cukup kaya dengan oksigen. '

Dari hasil penelitian didapat komposisi oksigen tertinggi adalah 20.73% pada sisi gas pem1eat pada kondisi tekanan operas! 13 bar dan stage cut 0.059 dengan umpan yang mengandung 17% oksigen. Untuk dapat menghasilkan unjuk kerja yang baik (dalam hal ini kuantitas dan kualitas) membran ini harus dipasang pada modul lain dengan packing density yang cukup besar.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48901
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Widodo Wahyu Purwanto
Abstrak :
Penelitian ini diawali dengan preparasi oksida logam CeO2 dengan metode presipitasi menggunakan bahan baku Ce (SO4) H2O. Untuk mengetahui adanya jenis iktatan CeO2 dilakukan karakterisasi FTIR dan luas permukaan diukur dengan metode BET. Oksida logam yang dihasilkan kemudian diuji aktivitasnya dengan cara mereduksinya terlebih dahulu dengan gas H2 (tempereatur 700 C laju alir 100 ml/menit) dan kemudian merekasikannya dengan reaktan CO2 di dalam rektor unggun tetap dengan beberapa variasi kondisi operasi. Variasi temperatur yang dilakukan pada penelitian ini berkisar 650 C sampai 800 C dengan interval kenaikan 50 C. Hasil pengujian menunjukkkan bahwa laju pembentukan CO yang tertinggi terjadi pada temperatur reaksi 800 C dan laju alir 80 ml/menit sebesar 0,000135 mol/menit. Pengujian tersebut juga menunjukkan kenaikan kapasitas adsorpsi seiring dengan kenaikan temperatur sampai temperatur 750 C dan kemudian menurun. Setelah dianalisis fenomena yang terjadi adalah tidak semua CO2 teradorpsi oleh reduktor menjadi produk gas CO sebagaian terperangkan di dalam reduktor.
1998
JUTE-XII-4-Des1998-369
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cokroningrum Dewi Windarsih
Abstrak :
Latar Belakang : Kelelahan merupakan suatu permasalahan umum di segala bidang pekerjaan. Didalam proses kelelahan ini tidak lepas dari adanya peran suatu sistem dalam eliminasi Reactive Oxygen Species (ROS) yang juga melibatkan peran antioksidan endogen baik antioksidan enzimatik maupun antioksidan non enzimatik seperti Glutathione (GSH). Dalam proses patofisiologinya terdapat titik dimana pemberian oksigen hiperbarik dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kelelahan tersebut; sehingga menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui efek pemberian oksigen hiperbarik terhadap kadar glutathione pada perawat dengan kelelahan.  Metode : Penelitian ini merupakan bagian dari suatu penelitian payung dengan desain randomized control trial. Penelitian ini dilaksanakan pada 30 orang perawat yang sebelumnya telah terdiagnosis dengan kelelahan secara subjektif dan terbagi dalam kelompok intervensi dan kontrol, dengan pada masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan kadar glutathione (GSH) sebelum dan setelah perlakuan.  Hasil : Terdapat kenaikan tidak bermakna kadar GSH sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dengan p=0,074, dan terdapat penurunan kadar GSH sebelum dan sesudah perlakuan yang bermakna pada kelompok intervensi dengan p=0,012. Selisih GSH sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi secara berurutan adalah sebesar 0,68±1,353 µg/ml dan -1,46±1,526 µg/ml dengan nilai uji perbandingan rerata keduanya meunjukkan hasil signifikan (P<0,05) yaitu dengan nilai sebesar p=0,001.  Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna pada selisih kadar GSH Kelompok Intervensi setelah perlakuan pemberian oksigen hiperbarik dibandingkan dengan kelompok Kontrol. ......Background: Fatigue is a common problem in all fields of work. In fatigue process, it is inseparable from the role of a series elimination process of Reactive Oxygen Species (ROS) which also involves the endogenous antioxidants both enzymatic and non-enzymatic antioxidants such as Glutathione (GSH). In the pathophysiological process there is a point where hyperbaric oxygen administration can be utilized to overcome fatigue; thus, making researchers interested in knowing the effect of hyperbaric oxygen administration on glutathione levels in nurses with fatigue. Methods: This study is part of joint research with double blinded-randomized control trial design. This study was conducted on 30 nurses having fatigue condition defined by the Japan Industrial Fatigue Research Committee (JIFRC) and Maslach Burnout inventory (MBI) then divided them into intervention and control groups, with plasma glutathione (GSH) levels retrieved before and after treatment. Results: There was no significant increase in GSH levels before and after treatment in the control group with p=0.074, and there was a significant decrease in GSH levels before and after treatment in the intervention group with p=0.012. The difference in GSH before and after treatment in the control group and intervention group respectively was 0.68±1.353 µg/ml and -1.46±1.526 µg/ml with the value of the comparison test of the two means showing significant results (P <0.05), namely with a value of p=0.001. Conclusion: There is a significant difference of Plasma GSH levels in the Intervention Group after hyperbaric oxygen treatment compared to the Control group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Herman
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T59000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Natanael Nelwan
Abstrak :
Introduksi: Pemakaian Oksigen Hiperbarik (OHB) sebagai terapi tambahan makin banyak digunakan. Pengaruh OHB terhadap penyembuhan tendon pasca repair dan terhadap komplikasi perlekatan merupakan tujuan penelitian ini. Penilaian makroskopis dan mikroskopis akan dibandingkan antara kelompok yang menggunakan OHB dengan kelompok yang tidak menggunakan OHB. Metode: Penelitian eksperimen ini menggunakan binatang coba kelinci jantan jenis New zealand white sebanyak 16, dengan rancangan penelitian Post Test Only Control Group Design. Kelompok perlakuan berjumlah 8 ekor, diberikan terapi oksigen hiperbarik tekanan 2,4 AT A (Atmosphere Absolute), 3x30 menit per hari selama 7 hari. Setelah 7 hari pasca operasi, kedua kelompok di nilai secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil: Perlekatan secara makroskopis terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p< 0,05). Perlekatan secara mikroskopis, terdapat perbedaan tidak bermakna (p > 0,05) tetapi penggunaan OHB memiliki kecenderungan lebih baik sebesar 62,5%. Demikian pula dengan penyembuhan tendon, secara makroskopis terdapat perbedaan yang tidak bermakna (p >0,05), namun penggunaan terapi OHB cenderung menghasilkan penyembuhan tendon sebanyak 62,5%. Penyembuhan tendon secara mikroskopis terlihat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p < 0,05). Simpulan: Oksigen hiperbarik dapat meningkatkan produksi kolagen parta tendon pasca repair sehingga kualitas penyembuhan tendon menjadi lebih baik. Oksigen hiperbarik dapat pula menurunkan perlekatan pada tendon pasca repair.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T59027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doniaji Riandito
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan air sebagai senyawa untuk menyerap Terlarut melalui Super Hidrofobik membran kontaktor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan Super Hyfrophobic membran dalam menyerap Terlarut menggunakan AIR melalui evaluasi perpindahan massa dan hidronamik. Pada penelitian ini, aliran Terlarut mengalir di tube dan air dengan laju alir yang bervariasi mengalir secara berlawanan di shell. Jumlah serat yang digunakan dalam percobaan ini adalah 3000. Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa kenaikan koefisien perpindahan massa, flux dan absorpsi terjadi seiring kenaikan laju alir pelarut air.
This study is using water as a compound to absorb the dissolved through Super Hydrophobic membrane contactor. The purpose of this study was to determine the ability of Super Hydrophobic membrane to absorb the dissolved using water through the evaluation of mass transfer and hydrodynamic study. In this study, the flow of dissolved flowing in the tube and water with varying flow rate flowing in the opposite shell. The number of fiber used in this experiment was 3000. The results of this study indicate that the increase in the mass transfer coefficient, flux and absorption occurs as the increase in the flow rate of the solvent water.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Don Fonseka Reza Abdul Latif
Abstrak :
Danau Mahoni adalah salah satu danau yang berada di kawasan Universitas Indonesia dengan fungsinya sebagai daerah resapan air dan sebagai penampung limbah-limbah yang berasal dari fakultas yang berada disekitarnya. Pencemar yang masuk ke badan air ini dapat menurunkan kualitas air danau dan membahayakan ekosistemnya. Salah satu proses pengelolaan air yang dapat meningkatkan kualitas air adalah proses aerasi. Tipe aerator yang umum digunakan adalah aerator berjenis kincir air (paddle wheel). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan parameter DO, amonia, dan nitrat pada lingkup area yang ditinjau dengan variasi jarak horizontal, menganalisis jarak optimum dari pengaruh pengoperasian aerator kincir air pada saat aerasi selama 4 jam, Menganalisis pengaruh durasi pengoperasian aerator yang lebih lama terhadap perubahan parameter air danau yang ditinjau, dan menganalisis pengaruh pengoperasian aerator terhadap perubahan parameter pada air di belakang aerator. Data yang diperoleh nantinya akan dianalisis menggunakan metode uji T, uji korelasi, dan presentase perubahan nilai. Berdasarkan analisis hasil penelitian, diperoleh bahwa aerator tipe kincir air dapat meningkatkan DO dari 3,58 mg/L menjadi 7,86 mg/L atau sebesar 54,44% pada waktu pengoperasian selama 5 jam. Pengoperasian aerator ini juga dapat menurunkan konsentrasi amonia dari 2,3 mg/L menjadi 0,82 mg/L atau sebesar 179,64% pada pengoperasian selama 5 jam. Pada parameter lainnya yaitu nitrat, terjadi peningkatan dari 1,7 mg/L menjadi 2,1 mg/L pada pengoperasian selama 5 jam. Pengoperasian aerator kincir air juga memberikan pengaruh yang signifikan ke arah belakang dari peletakan aerator kincir air. Secara keseluruhan waktu optimum aerator kincir air yang diperoleh dari penelitian ini adalah 5 jam dengan jangkauan maksimal hingga 5,5 meter, pengoperasian pada waktu optimum tersebut dapat meningkatkan konsentrasi parameter DO dan nitrat hingga memenuhi baku mutu kelas I dan untuk parameter amonia memenuhi baku mutu kelas III. ...... Lake Mahoni is one of the lakes located in the University of Indonesia area with its function as a water catchment area and as a reservoir for waste originating from the faculties around it. Pollutants that enter these water bodies can reduce the quality of lake water and endanger the ecosystem. Substances that have the potential to pollute Mahogany Lake are organic pollutants such as ammonia, nitrate, nitrite, phosphorus, and other elements. One of the water management processes that can improve water quality is the aeration process. This process will add oxygen to the water and then reduce the pollutant content in the water. One type of aerator commonly used is the paddle wheel type aerator. This study aims to analyze changes in DO, ammonia, and nitrate parameters in the scope of the area reviewed by varying horizontal distances, analyzing the optimum distance from the effect of operating a waterwheel type aerator when aeration is carried out for 4 hours, analyzing the effect of operating duration of a waterwheel type aerator that is longer time on changes in lake water parameters under review, and analyze the effect of operating a waterwheel type aerator on changes in parameters in the water behind the aerator. The data obtained will later be analyzed using the T test method, correlation test, and the percentage change in value. Based on the analysis of the research results, it was found that the waterwheel type aerator could increase DO from 3.58 mg/L to 7.86 mg/L or by 54.44% during 5 hours of operation. Operation of this aerator can also reduce the concentration of ammonia from 2.3 mg/L to 0.82 mg/L or 179.64% in operation for 5 hours. In other parameters, namely nitrate, there was an increase from 1.7 mg/L to 2.1 mg/L in operation for 5 hours. The operation of the waterwheel aerator also has a significant influence towards the rear of the placement of the waterwheel aerator. Overall, the optimum time for the waterwheel aerator obtained from this study is 5 hours with a maximum range of up to 5.5 meters, operation at this optimum time can increase the concentration of DO and nitrate parameters to meet class I quality standards and for ammonia parameters to meet class I quality standards. III.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>