Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riptono
"Merubah perilaku bukan perkara mudah terutama bila perilaku telah menjadi budaya. Untuk merubah perilaku yang telah membudaya dibutuhkan metode yang sesuai dan tepat sehingga tujuan perubahan bisa tercapai dengan efektif. Model-model perubahan perilaku dan model perubahan budaya yang ada dan telah dikembangkan oleh para ilmuwan barat seperti Anderson Consulting, Marty Smye, Burt and Litwin, Burger dan lain-lain (Burger. et al, 1994) ternyata tidak mudah untuk diterapkan karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya besar. Model-model perubahan tersebut juga disusun dari masyarakat yang memiliki latar belakang dan nilai-nilai yang berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya, sementara keberhasilan perubahan budaya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan sistem yang akan ditanamkan. Dibutuhkan suatu metode dan sistematika perubahan perilaku dan budaya yang lebih dekat dengan sistem nilai masyarakat Indonesia sehingga bisa dijadikan model perubahan yang memiliki karakteristik Indonesia dan lebih mudah dalam implementasinya serta lebih cepat dalam menilai hasilnya Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami proses perubahan yang terjadi pada PT. Jawamanis Rafinasi dalam program peningkatan produktivitas melalui implementasi sikap 5S dan pembudayaan kaizen.
Dari penelitian ini akan dideskripsikan proses perubahan yang lebih dekat dengan karakteristik budaya Indonesia dalam program peningkatan produktivitas. Untuk mencapai tujuanya, penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif agar peneliti bisa memperoleh gambaran yang natural, lengkap dan mendalam tentang proses perubahan yang terjadi. Tehnik yang digunakan adalah Deskriptif Analitik dengan analisa data dilakukan di ranah penelitian selama proses penelitian berlangsung dan menempatkan peneliti sebagai instrumen penelitian.
Penelitian ini mengambarkan suatu proses perubahan perilaku yang dimulai dari penanaman sikap 5S dan dilanjutkan dengan pembudayaan kaizen yang dititik beratkan pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Sikap 5S mendorong perilaku efisien dari aspek gerak dan waktu dan berdampak kepada produktivitas. Pembudayaan kaizen meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan penguasaan Plan Do Check and Action (PDCA). Setelah keduanya terimplementasi, perilaku produktif membudaya dan kinerja meningkat.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Pertama, tema umum yang melandasi program perubahan di JMR adalah peningkatan produktivitas melalui penanaman sikap 5S dan pembudayaan kaizen. Kedua, kemunculan fenomena utama disebabkan karena dorongan dari kondisi produktivitas yang rendah, persaingan yang meningkat, inovasi yang kurang dan rendahnya kemampuan pemecahan masalah. Ketiga, faktor kontekstual atas kemunculan fenomena utama berasal dari keinginan perusahaan untuk memiliki budaya produktif dan budaya pengembangan berkelanjutan. Faktor intervening yang mendorong keberhasilan proses perubahan di JMR disebabkan karena: Nilai-nilai yang ditanamkan sederhana (mudah dipahami, dapat dihubungkan langsung dengan perilaku), Adanya komitmen yang tinggi dari pimpinan, kondisi bisnis dan keuangan yang baik, fasilitas produksi yang mendukung, kemampuan leadership di level menengah, dan metode implementasi yang efektif. Keempat, outcome yang dihasilkan dari program ini adalah peningkatan produktivitas yang tinggi, efisiensi produksi meningkat, tertanamnya sikap 5S yang mendorong budaya produktif, meningkatnya kemampuan pemecahan masalah serta peningkatan kesejahteraan karyawan.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa dalam model perubahan perilaku pada industri manufaktur Indonesia khususnya di PT. JMR bahwa unsur komitmen pimpinan menjadi faktor yang sangat penting dalam keberhasilan perubahan perilaku, suatu kondisi yang berbeda dengan model-model perubahan budaya yang telah ada yang lebih menonjolkan pada adanya komitmen anggota organisasi sebagai faktor penting. Selain itu metode pembudayaan 5S dan Kaizen dengan 20% bimbingan dalam kelas dan 80% bimbingan lapangan telah mempercepat proses penerapan nilainilai dalam perubahan perilaku kerja karyawan.
Saran dan Rekomendasi yang diajukan adalah: Pertama, agar JMR melembagakan 5S dan kaizen serta melanjutkan program terkait agar 5S dan kaizen membudaya. Kedua, agar model perubahan di JMR ini diikuti oleh perusahaan manufaktur lainya karena telah menunjukkan hasil yang signifikan. Ketiga, agar dunia akademis melanjutkan penelitian seperti ini dengan mengembangkan model-model perubahan yang lebih sesuai dengan karakteristik Indonesia dengan menjadikan penelitian ini sebagai benchmarknya. Ke empat, agar pemerintah menjadikan program 5S dan kaizen sebagai kebijakan dalam peningkatan produktivitas dan daya saing industri nasional dan menghilangkan kebijakan-kebijakan yang menghambatnya serta menyarankan agar pemerintah menanamkan sikap 5S dan pembelajaran kemampuan pemecahan masalah ke dalam pendidikan dasar dan menengah agar masyarakat Indonesia memiliki keunggulan dalam produktivitas dan daya saing.

Changing behavior is not a simple things especially when behavior has becama culture. Changing Behaviored culture with the purpose of building a productive and continues improvement culture need to be managed with suitable models that fit with its goal..The existing Models of changing in culture and work behaviour that has been developed by Anderson Consulting, Marty Smye, Burt and Litwin, Burger and others (Burger. et al, 1994), are not easy to implement in fact are not easy to be implemented while also needed high cost in implementation. It is not easy to implement because those models are developed in countries with different cultures with Indonesia, while in other side also need to change in many element of the company such as system, work process and skill which is highly cost to change. We need models of change which is having near similar in most values and cultures with Indonesia so can minimize risks of curtural shocks when implemented and can be adopted smoothly and rather quick.
The purpose of this Research is to get understanding of changing cultures in JMR in improving productivity through implementation of work attitudes calls ? 5S concept? and culturation of ?kaizen? concepts. We hope this research will produce models of culture and work behaviour which have specific features and charecteristics of Indonesian?s values and cultures. To come to its goals the process of this research is using qualitative approach to data collections and analyses so can get the insight of the process and get the understanding of change in more natural, complete and deeply.The process of analyses is made in descriptive technique and some others like techniques that commonly used in grounded theory research such as open, axial and selective coding. The reseacher treat himself as the instrument of the research.
This research concluded that the process of changing behaviour in JMR started by implementing the attitudes so called ?5R? and continue by culturating the concept of ?kaizen? with stressing focus of developing the problem solving capability of the people in JMR. Implementation of ?5R? attitudes can pushing people to the efficiency of spending time and movement so impacted to productivity while culturation of ?kaizen? concept can improve the capablities of problem solving and practises of PDCA (Plan Do Check Action concept). After these two concepts (5R dan Kaizen) implemented the productive cultures arised and Performence improved.
The conclusions of this research are: (1) General themes that caused the need of change in JMR are the need of productivity improvement through impelemntation of 5S concept?s of attitudes and a culturation of ?Kaizen? concepts. (2). The emergence of the main fenomena are caused by conditions of low in productivity level, the increase of competition tempere, low quality in innovations and Low level Capablities in Problem Solving. (3). Contecstual factors that caused the emergence of central fenomena come from the willingness of the company to have productive and contimues improvement cultures. Intervening factors that effecting the sucess of changing process in JMR."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
D1295
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prillia Saraswati Putri Hadini
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku kerja proaktif terhadap perilaku kerja inovatif, serta menemukan intervensi yang tepat untuk meningkatkan perilaku kerja proaktif pada karyawan level staf di PT. XYZ. Berdasarkan hasil analisis organisasi, ditemukan masalah yang masih perlu ditingkatkan di PT. XYZ adalah rendahnya perilaku kerja inovatif karyawan level staf. Salah satu penyebab masalah perilaku kerja inovatif yang masih rendah adalah perilaku kerja proaktif karyawan. Untuk mengetahui pengaruh antar variabel tersebut, dilakukan uji regresi sederhana dan diperoleh hasil terdapat pengaruh yang signifikan dari perilaku kerja proaktif terhadap perilaku kerja inovatif (R2=.84, p=.00). Dari hasil tersebut, peneliti memberikan intervensi Pelatihan “Menjadi Proaktif” untuk meningkatkan perilaku kerja proaktif. Untuk mengetahui efektivitas intervensi pelatihan, dibandingkan skor pre-test dan post-test perilaku kerja proaktif dan perilaku kerja inovatif. Hasil perhitungan efektivitas intervensi menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan nilai rata-rata skor total perilaku kerja proaktif sebelum dan sesudah diberikan intervensi pelatihan (z=-1.68, p=.09). Untuk perilaku kerja inovatif juga ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan nilai rata-rata skor total perilaku kerja inovatif sebelum dan sesudah diberikan intervensi pelatihan (z=-1.19, p=.24). Dengan demikian, Pelatihan “Menjadi Proaktif” belum efektif meningkatkan perilaku kerja proaktif dan perilaku kerja inovatif pada karyawan level staf di PT. XYZ.

This study examines the extent which proactive work behavior impacts innovative work behavior, and determine appropriate interventions to increase proactive work behavior on PT. XYZ’s staff employees. Based on organizational analysis’s result, we have found that the main problem which should be improved at PT. XYZ is the low score of innovative work behavior. One of the potential causes for the low score on innovative work behavior is proactive work behavior. In order to identify the effects of proactive work behavior on innovative work behavior, we used simple regression and found that there is a positive impact of proactive work behavior on innovative work behavior (R2=.84, p=.00). Based on this result, we plan give an intervention called 'Become Proactive' training to improve proactive work behavior. In order to identify training effectiveness, we compare pre-test and post test proactive work behavior and innovative work behavior scores. The results show that there is no significantly scores in proactive work behavior after we conduct the training (z=-1.68, p=.09). There is also no significant improvement in innovative work behavior score after the intervention (z=-1.19, p=.24). These results mean that 'Become Innovatie Employees' Training has not been effective yet to increase proactive work behavior and innovative work behavior on PT. XYZ's staff.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandjiwati Kartini
"ABSTRAK
Penelitian yang dilakukan adalah mengkaji pengaruh peran (Role) di tempat kerja dan kepuasan kerja (Job Satisfaction) terhadap penyimpangan perilaku (Counterproductive Work Behavior). Penelitian ini juga mengkaji apakah kepuasan keija berfungsi sebagai mediator dalam pengaruh peran (Role) terhadap penyimpangan perilaku (Counterproductive Work Behavior).
Penelitian terhadap 133 responden dari mahasiswa MMUI kelas malam dilakukan dalam 3 tahap regresi berganda dengan SPSS, yaitu: (1) mengkaji pengaruh peran (Role Ambiguity, Role Conflict, Role Overload) terhadap kepuasan keija (Job Satisfaction); (2) mengkaji pengaruh kepuasan keija terhadap penyimpangan perilaku (Counterproductive Work Behavior) yang terdiri dari Property Deviance, Production Deviance, Personal Aggression, dan Political Deviance; (3) mengkaji pengaruh peran terhadap penyimpangan perilaku melalui kepuasan keija sebagai variabel mediasi.
Hasil analisis regresi tahap pertama yang menghubungkan peran terhadap kepuasan keija membuktikan hipotesis H-1-1 yaitu ketidakjelasan peran (Role Ambiguity) berpengaruh negatif terhadap kepuasan keija. Dengan kata lain, meningkatnya ketidakjelasan peran akan menurunkan kepuasan kerja. Hasil regresi pada tahap ini tidak membuktikan 2 hipotesis lainnya yaitu H -1-2 dan H-1- 3 yang tidak membuktikan adanya pengaruh konflik (Role Conf1ict) dan tugas yang berlebihan (Role Overload) terhadap kepuasan kerja.
Hasil analisis regresi tahap kedua yang mengkaji pengaruh kepuasan kerja terhadap penyimpangan perilaku membuktikan hipotesis H-2-1, H-2-2 dan H-2-3 yaitu kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap penyimpangan perilaku yang berhubungan dengan penyalah-gunaan harta perusahaan (Property Deviance), pelanggaran norma dalam pelaksanaan pekerjaan (Production Deviance) dan perilaku yang menggoda/mengganggu (Personal Aggression). Dengan kata lain, meningkatnya kepuasan kerja menurunkan ketiga jenis penyimpangan perilaku
(Property, Production, Personal Aggression). Hipotesis H-2-4 yang mendukung adanya pengaruh kepuasan kerja terhadap penyimpangan perilaku yang berhubungan dengan interpersonal (Political Deviance) tidak terbukti dalam analisis regresi dalam tahap kedua ini.
Hasil analisis regresi mediasi tahap ketiga yang mengkaji kepuasan kerja sebagai mediator antara peran dan penyimpangan perilaku membuktikan hipotesis H-3-1, H-3-4 dan H-3-7 yaitu kepuasan kerja sebagai mediator ketidakjelasan peran (Role Ambiguity) terhadap penyimpangan perilaku Property Deviance, Production Deviance, dan Personal Aggression. Role Conflict berpengaruh
langsung terhadap Production Deviance dan Personal Aggression, sehingga kepuasan kerja tidak menjadi mediator.
Dari hasil penelitian analisis regresi, Role Overload dan Political Deviance adalah variabel-variabel yang tidak mempengaruhi variabel lain dan tidak dipengaruhi oleh variabel lain. Oleh karenanya kedua variabel ini tidak muncul dalam gambar/model hasil penelitian. Peneliti pada bab 5 mendiskusikan hipotesis-hipotesis yang tidak terbukti.
Selain dengan analisis regresi, peneliti juga menganalisis nilai rata-rata (Mean Value) dan Cronbach Alpha dan Inter-item Correlation Mean. Nilai rata-rata yang dihasilkan pada setiap variabel mencerminkan status kecenderungan responden dari setiap variabel yang hasilnya menunjukkan responden cenderung jelas perannya, tidak konflik, tidak mengemban tugas yang berlebihan, puas, dan tidak berperilaku menyimpang. Sedangkan analisis Cronbach Alpha menunjukkan bahwa hampir semua pertanyaan handal (reliable) dan Inter-item Correlation
Mean menunjukkan semua pertanyaan valid.
Dalam bab terakhimya, peneliti memberi saran kepada manajemen perusahaan untuk menghindari penyimpangan perilaku dengan mempeijelas peran dan meminimalkan konflik antar pegawai. Selain itu, peneliti juga memberi saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu mengkaji penyimpangan perilaku dari sudut pandang lain seperti dari variabel kepribadian (personality), kepemimpinan (leadership) atau kineija (job performance).
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Amelia Sasmita
"Era revolusi industri 4.0 telah mengubah cara hidup dan kerja manusia, oleh karenanya organisasi perlu melakukan inovasi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara perilaku kerja inovatif dan modal psikologis yang dimoderasi oleh openness to experience, serta menyelidiki dampak dari program intervensi modal psikologis dalam meningkatkan perilaku kerja inovatif pegawai. Penelitian ini dilakukan kepada 424 partisipan dari organisasi pemerintahan untuk mengetahui hubungan perilaku kerja inovatif dengan modal psikologis; dan 14 orang sampel acak dari pegawai untuk mengikuti program intervensi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa modal psikologis berhubungan secara positif dengan perilaku kerja inovatif, sedangkan openness to experience tidak memoderasi hubungan antara modal psikologis dan perilaku kerja inovatif, dengan hasil regresi R2 = 013; F(2, 242) = 99; p = 32 >05. Untuk program intervensi I`m Superhero in the workplace, memperlihatkan perubahan rata-rata skor modal psikologis dan perilaku kerja inovatif sebelum dan setelah program intervensi. Hasil ini memberikan implikasi bahwa organisasi bisa melakukan intervensi modal psikologis untuk meningkatkan perilaku kerja inovatif.

In the era of industry 4.0 which is changing the way people live and work, organization need to do innovation. This study aims to look at the relationship between employees innovative work behavior (IWB) and psychological capital (PsyCap) that moderate by openness to experience, and also investigate the impact of the PsyCap intervention program in increasing employees IWB. The study used 424 participant from a government agency to investigate the relationship between PsyCap and IWB; and 14 random samples of employees for the intervention program. It was found that PsyCap was positively related to IWB, but openness to experience did not moderated they relationship R2 =013; F(2, 242) =99; p =32. The intervention program which is I`m Superhero in the workplace Program, showed changing in the mean of PsyCap and IWB variable before and after the program. These results implied that organizations can having PsyCap intervention to improve their employees IWB.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agita Novi Sulistiawati
"Perkembangan teknologi dalam konteks Revolusi Industri 4.0 semakin mengalami peningkatan dan berdampak pada kinerja organisasi yang semakin kompleks. Hal ini mendorong mahasiswa sebagai calon karyawan untuk mempersiapkan kemampuan yang dapat memberikannya keterampilan untuk mengaplikasikan gagasan baru dalam penyelesaian masalah dan bertahan di dalam lingkungan kerja yang penuh dengan tantangan, yaitu perilaku kerja inovatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara resiliensi dengan perilaku kerja inovatif. Data diperoleh dari populasi mahasiswa dengan sampel mahasiswa Universitas Indonesia program sarjana (S1). Teknik sampling yang digunakan adalah convenience sampling berdasarkan kedekatan dan kemudahan peneliti dengan populasi. Setiap variabel yang ada dalam penelitian ini diukur dengan skala Innovative Work Behavior (IWB) dari Janssen (2000) dan Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) dari Connor & Davidson (2003) yang telah diadaptasi terhadap konteks perkuliahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa resiliensi memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku kerja inovatif. Berdasarkan hasil tersebut, resiliensi terbukti berhubungan dengan perilaku kerja inovatif, saat mahasiswa memiliki tingkat resiliensi yang tinggi maka akan cenderung memperlihatkan perilaku kerja inovatif yang juga tinggi. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk merancang program pelatihan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa lebih awal, mempersiapkan mereka untuk sebelum masuk ke lingkungan kerja dalam organisasi.

The rapidly increasing technology in the context of Industrial Revolution 4.0 affects all the aspects of organizational performance as it gets more complex. This condition challenges college students as future employees to prepare the skill that can give them the ability to apply new strategies for problem solving and be resilient in the dynamic working environment of an organization, that is innovative work behavior. The intention of this research paper is to analyze the correlation between resilience and innovative work behavior in college students. The data is collected from the population of college students with the sample college students of Universitas Indonesia. Sampling technique that is applied is convenience sampling based on the proximity and convenience of the researcher. Both variables in this study are measured using Innovative Work Behavior (IWB) Scale from Janssen (2000) and Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) from Connor & Davidson (2003) that has been reviewed and adapted with college contexts. The result of this study shows that resilience has a significant correlation with innovative work behavior. Based on that result, resilience is proven to be correlated with innovative work behavior, when a college student has a high score on resilience that means they tend to show innovative work behavior that is also high. This result can be used as a reference for training programs to build the competence of college students early before they get into an organization working environment.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolla Chintya Pitaloka
"

Penelitian sebelumnya terhadap lulusan universitas di Indonesia menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara keahlian lulusan dengan yang dibutuhkan industri saat ini dan tertinggal dari negara lainnya, terutama negara ASEAN, dalam kemampuan berinovasi. Kemampuan berinovasi dapat dikembangkan sejak menjadi mahasiswa melalui penentuan variabel yang tepat, sehingga mahasiswa dapat fokus mengembangkan kemampuan diri. Penelitian kuantitatif korelasional dilakukan untuk melihat hubungan antara kemampuan belajar dari pengalaman dengan kemampuan berinovasi. Alat ukur yang digunakan yaitu Innovative Work Behavioral Scale yang dikembangkan oleh Janssen (2000) dan alat ukur Learning Agility Assessment Scale yang dipublikasikan dalam Gravett dan Caldwell (2016). Kedua alat ukur tersebut dimodifikasi untuk menyesuaikan pada kondisi mahasiswa. Partisipan dalam penelitian ini merupakan mahasiswa Perguruan Tinggi Universitas Indonesia yang berada di masa studi minimal semester 3 sebanyak 539 orang. Pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis statistik Pearson’s Correlation. Didapatkan hasil bahwa learning agility berhubungan positif secara signifikan dengan perilaku kerja inovatif, r(537) = 0,61, p < 0,001. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan oleh universitas dalam mengembangkan program yang dapat membantu mengasah kemampuan learning agility sehingga meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berinovasi.


Previous research has shown that university graduates in Indonesia face significant skill gap and behind from any country, spesifically among ASEAN countries, in term of innovation ability. Innovative ability can be developed for university students with the right variables. Thus, it might help student to focus on their self-development. Quantitative and correlational research conducted to know how learning agility might related to innovative work behavior. Innovative Work Behavioral Scale developed by Janssen (2000) and Learning Agility Assessment Scale, developed and published by Gravett and Caldwell (2016), were used in study. Both scales were adapted and translated so they would fit with the undergraduates’ context. In result, 539 of minimum Second year/3rd semester University Indonesia students were chosen. The statistics analysis technique used for hypothesis testing was Pearson’s Correlation. The result showed that learning agility is positively correlated with the innovative work behavior, r(537) = 0,61, p < 0,001. After this study, the result might be used as one of the references for university to develop program where student could develop their learning agility and become more innovative.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Tommy Yudha Sumatera Suyasa
"Some behaviors such as arriving late, taking excessive breaks, leaving early, performing tasks not relevant to the interests of the organization during work hours, and performing poor quality work, are all examples of counterproductive work behaviors (CWB). The most common types of CWB are wasted work time (idle time) and making work-relevant mistakes (work errors). Both are treated as indicators of the CWB in this study. Feedback on CWB is one of the main subjects evaluated in this dissertation. The theory used in previous studies has not consistently explained whether negative-feedback can decrease or increase the amount of CWB (Belschak & Den Hartog, 2009; Chang & Smithikrai 2010; Kwok, Au, & Ho, 2005; Smithikrai, 2008). Based on the emotion-centered models, negative-feedback can increase the amount of CWB, because it causes individuals to experience a negative affect. This in turn can cause individuals to intend to or even actually engage in CWB. According to learning theory, negative-feedback is necessary to decrease the amount of CWB. By receiving negative-feedback, individuals learn that their targets have not been reached, that performance should be improved, and that the quality of work should be raised.
In this study, researcher proposes a way of giving feedback (methods in giving feedback) as a concept that should be considered in explaining the CWB. Based on how the feedback is provided, negative-feedback can be either constructive or destructive. To understand the effects of methods in giving feedback on CWB, researcher performed two studies. Study 1 was carried out in a laboratory setting (experimental setting); 97 participants were involved and the study was performed at the Institute of Public Administration (IPDN). Study 2 was conducted in the field (field study), with the aim to better understand the results of Study 1. Participants in Study 2 included 185 civil servants from the local government.
Results showed that negative-feedback without consideration of the manner in which it is given, can increase or decrease the amount of CWB. But negativefeedback given constructively lowers the amount of CWB; while negativefeedback given destructively can increase it. Under controlled circumstances, giving destructive-feedback may reduce the amount of time wasted; but in natural situations, it can increase the tendency of employees to withdraw; a behavior that ultimately wastes even more time. In addition, although destructive feedback in controlled situations can reduce idle time, the amount of work errors can increase.

Penjelasan teoretis pada penelitian sebelumnya (Belschak & Den Hartog, 2009; Chang & Smithikrai, 2010; Kwok, Au, & Ho, 2005; Smithikrai, 2008) kurang menjelaskan secara konsisten apakah negative-feedback menurunkan atau meningkatkan CWB. Berdasarkan emotion-centered model, negative-feedback dapat meningkatkan CWB, karena akan membuat individu mengalami negativeaffect; yang selanjutnya akan membuat individu berniat ataupun melakukan CWB. Sedangkan, berdasarkan learning-theory, negative-feedback justru diperlukan untuk menurunkan CWB. Dengan mendapatkan negative-feedback, individu belajar mengetahui target yang belum tercapai, kinerja yang harus dilakukan, dan kualitas kerja mana yang harus diperbaiki.
Dalam studi ini, peneliti mengajukan konsep cara menegur (method of giving feedback) yang tampaknya perlu dipertimbangkan dalam menjelaskan CWB. Berdasarkan konsep cara menegur, negative-feedback dapat diberikan secara konstruktif (constructive feedback [CF]) maupun secara destruktif (destructive feedback [DF]). Konsep cara menegur diharapkan dapat memperjelas hasil-hasil penelitian sebelumnya, dan dapat melengkapi theoretical gap dari kelompok teori yang menjelaskan CWB. Untuk memahami pengaruh cara menegur terhadap CWB, peneliti mendekatinya melalui Studi 1 dan Studi 2. Studi 1 dilakukan dalam situasi laboratorium (experimental setting); dengan jumlah partisipan 97 praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Studi 2 dilakukan dalam situasi lapangan (field study), untuk lebih memahami hasil penelitian Studi 1 secara alami. Partisipan dalam Studi 2 adalah 185 orang pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teguran yang diberikan secara destruktif (pemberian negative-feedback yang dilakukan tanpa postive-feedback, tanpa pemilihan kata yang tepat, kurang disertai solusi, dan bahkan disertai ancaman) dapat meningkatkan atau menurunkan CWB. Sedangkan teguran yang diberikan secara constructive (pemberian negative feedback yang disertai positive feedback, dilakukan dengan pemilihan kata-kata yang tepat, didasarkan rasa percaya, dan disertai solusi yang memungkinkan) akan menurunkan CWB.
Pemberian teguran secara destruktif meningkatkan negative-affect dibandingkan secara konstruktif. Pemberian teguran secara destruktif, dalam situasi terkontrol (experimental setting) boleh jadi menurunkan kesantaian-kerja (idle time); namun belum tentu menurunkan kesalahan-kerja (work errors). Pemberian teguran dengan cara destruktif dalam situasi terkontrol, boleh jadi justru meningkatkan. Dalam situasi alami, pemberian teguran secara destruktif berpotensi meningkatkan kecenderungan menarik diri (withdrawal). Perilaku menarik diri yang dilakukan, pada akhirnya menambah kesantaian-kerja. Di samping itu, pegawai yang diberikan teguran secara destruktif, mempersepsi bahwa dirinya banyak melakukan kesalahan atau mempersepsi bahwa tidak ada hal benar yang telah dilakukannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2003
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Ariani Utami
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberdayaan psikologis dengan perilaku kerja inovatif pada karyawan divisi Produksi di PT X. Berdasarkan hasil identifikasi masalah organisasi, para karyawan menampilkan pemberdayaan psikologis yang rendah dan dianggap menjadi salah satu faktor yang menghambat munculnya perilaku kerja inovatif. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner pemberdayaan psikologis (Spreitzer, 1995) dan kuesioner perilaku kerja inovatif (Janssen, 2000) yang telah diadaptasi oleh Etikariena & Muluk (2014). Partisipan penelitian berjumlah 144 orang karyawan level staf di divisi Produksi PT X.
Hasil analisis korelasional menunjukkan koefisien korelasi r= .536 (p<0.05) yang berarti pemberdayaan psikologis memiliki hubungan positif yang signifikan dengan perilaku kerja inovatif. Peneliti merancang program pelatihan sebagai intervensi untuk meningkatkan pemberdayaan psikologis. Dengan meningkatnya pemberdayaan psikologis, maka diharapkan dapat meningkatkan perilaku kerja inovatif.
Uji perbedaan sebelum dan sesudah pelatihan menunjukkan peningkatan yang signifikan pada pengetahuan pemberdayaan psikologis, persepsi pemberdayaan psikologis, dan persepsi perilaku kerja inovatif. Dengan demikian, program pelatihan disarankan sebagai intervensi untuk meningkatkan pemberdayaan psikologis dan perilaku kerja inovatif pada karyawan divisi Produksi PT X.

This study aimed to determine the relationship between psychological empowerment and innovative work behavior in the Production division's employees at PT X. Based on identification of organizational problems, employees indicate lower level of psychological empowerment and it is considered to be the one of the factors that inhibit innovative work behavior. Data collection instrument used was a questionnaire of psychological empowerment (Spreitzer, 1995) and innovative work behavior (Janssen, 2000) which has been adapted by Etikariena & Muluk (2014). There were 144 staff level employees that had participated in the Production division of PT X.
orrelational analysis result showed the correlation coefficient of r = .536 (p<0.05) which means that psychological empowerment has a significant positive relationship with innovative work behavior. Researcher designed a training program as an intervention to improve the psychological empowerment. An improving psychological empowerment is expected to improve innovative work behavior.
The difference between pre-test and post-test result of training showed a significant increase in knowledge of psychological empowerment, perception of psychological empowerment, and perception of innovative work behavior. Hence, the training program is recommended as an intervention to improve the psychological empowerment and innovative work behavior in the Production division employees of PT X.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devika Nur Shabrina
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kepemimpinan pemberdayaan dan perilaku kerja inovatif pada karyawan di perusahaan digital Indonesia. Dengan semakin berkembangnya perusahaan digital di Indonesia, maka daya saing antar perusahaan digital semakin ketat. Salah satu cara penting yang dapat dilakukan oleh karyawan pada perusahaan digital di Indonesia untuk menghadapi persaingan tersebut adalah berinovasi. Pada penelitian ini terdapat 217 responden yang berasal dari beberapa perusahaan digital di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur perilaku kerja inovatif oleh Janssen 2000 yang telah diadaptasi oleh Etikariena dan Muluk 2014 dan kepemimpinan pemberdayaan dari Amundsen dan Martinsen 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan pemberdayaan dan perilaku kerja inovatif pada karyawan perusahaan digital di Indonesia r= 0.56, n = 217, p < 0.01. Selain itu, hasil juga membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi dukungan otonom r=0.57, n=217, p.

This research aims to examine the relation between empowering leadership and innovative work behavior on employees in Indonesia rsquo s digital enterprises. With the increasing development of digital enterprises, the competitiveness between each company becomes more rigorous. Therefore, one of the most important things that the employees in digital enterprises can do is to innovate. There are 217 respondents from several digital enterprises in Indonesia within this research.
The method used in this research is quantitative method in which the author uses Janssens 2000 innovative work behaviour instruments and Amundsen and Martinsens 2014 empowering leadership instruments to measure the data. The analysis technique used in this research is Pearsons Product Moment.
The result shows that there is a significant relation between empowering leadership and innovative work behavior on employees in Indonesias digital enterprises r 0.56, p 0.01, autonomy support and innovative work behavior r 0.57, n 217.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarsih
"

Inovasi yang dilakukan oleh karyawan berperan penting untuk performa dan kelangsungan organisasi, sehingga mahasiswa sebagai calon karyawan diharapkan dapat memupuk perilaku kerja inovatif sejak di perguruan tinggi. Namun, penelitian tentang perilaku kerja inovatif masih belum banyak ditemukan pada kalangan mahasiswa. Maka dari itu penelitian ini mencoba melihat salah satu faktor internal individu, yaitu kepribadian proaktif dan hubungannya dengan perilaku kerja inovatif di mahasiswa. Penelitian kuantitatif ini dilakukan pada 539 mahasiswa program sarjana di Universitas Indonesia dengan rentang usia 18-25 tahun, yang setidaknya sedang menjalani tahun kedua perkuliahan. Kepribadian proaktif diukur menggunakan skala yang dikembangkan oleh Bateman dan Crant (1993). Perilaku kerja inovatif diukur menggunakan skala yang dikembangkan oleh Janssen (2000) dan dimodifikasi agar sesuai dengan kehidupan mahasiswa. Teknik analisis Pearson Correlation digunakan untuk menguji hipotesis. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kedua variabel tersebut, r(539) = 0,64, p < 0,01, one tailed. Dengan demikian, mahasiswa dengan tingkat kepribadian proaktif yang relatif lebih tinggi akan lebih sering melakukan perilaku kerja inovatif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan dorongan bagi pihak perguruan tinggi untuk mengembangkan kepribadian proaktif mahasiswa agar dapat meningkatkan perilaku kerja inovatif.


Employee innovation plays an important role in organizational performance and survival, consequently today's students as future’s workers are expected to be able to cultivate innovative work behavior since in college. However, research on innovative work behavior still not widely found among college students. Therefore, this research aimed to investigate the correlation between one of the internal individual factors, namely proactive personality and its relationship with innovative work behavior among college students. This quantitative research conducted on 539 undergraduate students in Universitas Indonesia, with ages ranging from 18-25 years and the students should at least in their second year of university. Proactive personality was measured using a scale developed by Bateman and Crant (1993). Innovative work behavior was measured using a scale developed by Janssen (2000) with some modification to ensure that the scale was suitable for college students. The hypothesis was tested using Pearson Correlation. This study finds that there is a positive and significant relationship between proactive personality and innovative work behavior, r(539) = 0,64, p < 0,01, one-tailed. Thus, college students who have a relatively higher level of proactive personality will engage in innovative work behavior more often. This result can be used as an input and encouragement for the universities to develop the students’ proactive personality so they can engage in innovative work behavior more often.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>