Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Sita
"Pada ruang-ruang publik, banyak sekali terlihat contoh-contoh pemakaian ruang oleh orang yang tidak berhak. Aksi pemakaian tanpa hak yang legal ini merupakan suatu klaim terhadap ruang. Contoh paling nyata dari klaim ruang pada ruang publik adalah munculnya PKL. Keberadaan PKL selalu menjadi masalah kota karena sangat sulit untuk benar-benar ?membersihkan? suatu ruang publik dari PKL. PKL adalah pengguna ruang; ia memiliki keterikatan yang tinggi terhadap ruang yang diklaimnya; ia bergantung pada ruang itu. Karena itu, jikalaupun ia diusir, besar kemungkinan ia akan kembali lagi. Sulitnya pemberantasan klaim ruang oleh PKL menunjukkan pentingnya pembelajaran mengenai bagaimana mekanisme terjadinya klaim.
Pertanyaan yang harus dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana terjadinya mekanisme klaim ruang yang didasari oleh ketidak sesuaian hak dengan penggunaan. Karena itu, penelitian dilakukan terhadap ruang dengan kekerapan akses yang tinggi yang dapat mengakibatkan ambigu pemahaman hak, yaitu pada kawasan rumah tinggal. Dalam penelitian ini, ruang studi adalah rusun Sukaramai Medan.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yang meliputi tahapan participant observation, wawancara mendalam, dan analisis data. Observasi, wawancara, dan analisis dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai mekanisme klaim berdasarkan informasi langsung dari pelaku klaim sendiri. Hasil dari observasi dan wawancara akan dianalisis untuk memperoleh temuan. Temuan-temuan ini kemudian akan dianalisis lagi untuk mencari kesesuaian dengan teori yang dapat menjelaskan fenomenon klaim ruang tersebut.

In public spaces, there are examples of spatial use without any consideration of appropriate right. This illegal using of space is a claim on space. The most obvious example of claim on space is the emergence of street vendors in public spaces. Street vendors are always a problem in a city because it is very difficult to control them, let alone to fight them. Street vendors are space user; they have great attachment to the space they use; they depend on the space. Therefore, even if they are driven away, there is great possibility that they would come back. The difficulty in fighting street vendors confirms the importance of researching mechanism of claim.
The main question in this research is how a claim on space that is based on inappropriateness of spatial use happens. Therefore, this research examines space with high frequency of access that might cause ambiguity in understanding spatial rights. The kind of space that is most potential for that is residence area. In this research, the researched space is Rusun Sukaramai Medan.
Research is carried out by using qualitative research, including participant observation, in-depth interview and data analysis. Observation, interview, and analysis are carried out in order to get clear description about claim mechanism based on information that comes from the people who do claim. The result from observation and from interview would be analyzed to find findings. These findings would be analyzed further by comparing it with the appropriate theories to explain this phenomenon of claim."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T26624
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Halim Adiputro
"Jakarta yang semakin padat baik dikarenakan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan dengan keterbatasan lahan yang ada memaksa warga Jakarta untuk mencari daerah baru untuk dijadikan tempat tinggal. Warga Jakarta mulai keluar dari daerah-daerah yang sejak lama dianggap ideal sebagai kawasan hunian seperti Bintaro, Pondok Indah dan sebagainya. Namun petumbuhan penduduk Jakarta telah memicu pengembang untuk membangun di daerah-daerah yang semula dihindari. Seperti daerah yang sejak dulu dianggap sebagai daerah terbuang atau daerah dengan potensi terbatas sehingga dianggap daerah kelas bawah. Salah satu contohnya adalah Kelapa Gading sebuah kota baru yang berumur 30 tahun. Dalam 30 tahun, daerah Kelapa Gading berubah dari daerah rawa-rawa menjadi sebuah kota baru yang sangat padat. Bagaimanapun padatnya, kelapa gading tetap perlu menyediakan ruang publik sebgai sebuah tempat bersosialisasi antar warga. Apakah Kelapa Gading sudah menyediakan ruang publik yang cukup bagi warga yang tinggal disana. Terlebih lagi, warga kelapa gading terdiri dari berbagai macam kelas. Dari kelas menengah sampai kelas atas. Terdapat cluster-cluster tersendiri yang memperjelas kelas-kelas tersebut. Begitu juga dari segi usia, apakah tersedia tempat-tempat "e;hang out"e; yang ideal bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula. Bagaimana pengembang bisa membuat ruang publik yang bersifat menjual. Sehingga penghuni yang terdiri dari berbagai kelas tersebut dapat mengikuti rancangan dari pengembang. Dan apakah ruang-ruang tersebut dapat digunakan dengan baik atau hanya sebagai pemanis belaka.

Jakarta is getting crowded which means that there are more people needs home. It became the trigger for many developers to develop new area in Jakarta to be the new housing area. One of the most successful areas is Kelapa Gading Permai which located in north Jakarta. Former Kelapa Gading was swamp area but today Kelapa Gading is an urban neighborhood which lived by people from all around Indonesia. Kelapa Gading's development was started in 1976 by Summarecon Agung who has transformed Kelapa Gading into a luxurious housing area. Just like the others, it is necessary for Kelapa Gading to have a public space as an outdoor social activities area. But the matter is whether the area has been used properly or it just a symbol of wealthy people and decorative element. An ideal public space must have the sense of public ness for whole people who live nearby. Is the area provided in Kelapa Gading already enough for the inhabitants? Moreover, it comes from different class of citizens, from middle to upper (high) class, from children, teenager, adult and elderly. How the developer make that place commercially so that the inhabitants which came from different class can follow the design."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Champaign, Illinois, USA : Common Ground, 2014
307.76 CIT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Sesilia C. Monalisa F.
"Arsitektur hadir dalam realitas hidup sehari-hari sehingga tidak dapat dilepaskan dari pola perilaku manusia yang hidup dan mendiami ruang. Manusia sendiri terbagi menjadi dua, yakni pria dan wanita. Perbincangan mengenai keduanya akan berkaitan langsung dengan pembahasan mengenai gender dan seks. Perbedaan antara pria dan wanita tersebut menghantarkan kita pada suatu pertanyaan mengenai karakter keduanya dalam menempati suatu ruang sebagai produk arsitektural. Beberapa kritikan yang berasal dari kaum feminis menyatakan ketidakpuasan dan keresahan para wanita akan lingkungan sekitar yang membatasi aktivitas mereka. Lingkungan sekitar yang dimaksud disini yaitu ruang publik, dimana pria dan wanita bebas mengakses ruang tersebut. Apakah benar wanita menemui rintangan-rintangan untuk beraktifitas dalam ruang publik.
Penulis mencoba mengamati rintangan-rintangan yang terdapat pada ruang publik dengan memperhatikan hubungan karakteristik gender dan arsitektur. Hal-hal yang diamati antara lain gender dalam kaitannya dengan budaya dan kepercayaan, karakteristik gender, akses, keamanan, ruang personal, privasi, teritori dan power. Menurut hasil pengamatan, wanita memang menemui beberapa rintangan untuk beraktifitas ketika berada dalam ruang publik.

Architecture emerges in our daily life reality so that it can not be separated from the human's behavior. The human itself is divided into men and women. The discussion about them directly refers to the discussion about gender and sex. The differences between men and women bring us to a question about their characteristics in living a space as an architectural product. Some critics which come from feminist show that women are not satisfy and worry about the environment which limits their activities. The environment here means the public space where men and women can be free to access that space. Is it true that the women may face the obstacles to do their activities in a public space'.
The writer has tried to take a look at the obstacle that may be found in a public space by using the relationship between characteristic of gender and architecture. There are several things that must be paid for attention such as culture and belief, characteristic of gender, access, security, personal space, privacy, territory and power. Based on this discussion, indeed, the women face some obstacles to do their activities when they are in public space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51584
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deazaskia Prihutami
"Seiring dengan perkembangan kota dan manusia yang hidup di dalamnya, ruang publik selain menjadi gaya hidup juga menjadi suatu kebutuhan. Manusia secara alami membutuhkan ruang publik sebagai ruang berkegiatan yang memenuhi berbagai macam kualitas yang diinginkan oleh mereka, ruang berkegiatan yang dapat memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan banyak orang, ruang yang memberikan pengalaman berbeda dari biasanya, atau sekedar untuk menghirup udara segar, istirahat sejenak dari kesibukan pekerjaan.
Apapun bentuk ruang publiknya, sebuah ruang publik harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar dianggap berhasil dan sukses dalam mendukung keberlangsungan hidup masyarakatnya. Ruang publik baik terbuka maupun tertutup harus dapat memfasilitasi warganya untuk beraktivitas, beraspirasi, hingga memberikan rasa kepemilikan terhadap ruang publik tersebut sebagai identitas suatu kota tempat ruang publik itu berada.
Alun-alun, sebuah bentuk ruang publik yang sudah ada sejak zaman kerajaan Jawa, merupakan wujud nyata penghargaan masyarakat terhadap ruang public terbuka. Namun, alun-alun maupun ruang publik terbuka lainnya saat ini dinilai kurang menarik untuk dikunjungi jika dibandingkan dengan ruang publik tertutup yang lebih modern. Apakah hal tersebut disebabkan oleh kecenderungan masyarakat yang semakin ingin mengikuti kemajuan zaman dan perkembangan tren yang ada? Atau memang ruang publik terbuka seperti alun-alun tidak dapat menawarkan sesuatu yang diminati oleh warganya?

Together with the development of the city and humankind that live inside, the public space apart from becoming the lifestyle also to a requirement. Humankind naturally need the public space as space to do activities that filled various qualities that were wanted by them, space that could enable them to interact with many people, space that gives the different experience from normal, or only to take a walk in the fresh air, rested for a moment from the activity of the work.
Anything the form of the public space, a public space must fill certain conditions so that it was considered successful also success in supporting persistence to live of its community. The public space, whether it is an open space or an enclosed one, must be able to facilitate its resident to do their activities, to aspire, also giving the feeling of ownership so that the public space becomes the identity of a city.
The town square, a form of the public available since the Javanese royal time, was the real shape of the appreciation of the community to an open public space. However, the town square and other open public spaces at this time are thought uninteresting to be visited if compared with the enclosed public spaces that are more modern. Is this matter caused by the community that increasingly wants to follow the progress of the time and the development trends that available nowadays? Or indeed the open public space as the town square could not offer something that has an interest taken in it by its resident?
"
2008
S48436
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Fadhillah
"Artikel ini menganalisis lanskap linguistik pada rambu petunjuk di ruang publik Expo 2020 Dubai, Uni Emirat Arab, yang diikuti 192 negara di dunia sejak 1 Oktober 2021 sampai 31 Maret 2022. Posisi Dubai, UEA sebagai penyelenggara Expo 2020 Dubai memengaruhi kebijakan bahasa dalam menciptakan situasi lanskap linguistik di lokasi yang dipenuhi pengunjung dari berbagai latar belakang negara, bahasa, dan budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dan apa latar belakang LL ditinjau dari pemilihan bahasa pada rambu petunjuk di ruang publik di Expo 2020 Dubai dengan menggunakan metode kualitatif. Peneliti menggunakan teori Lanskap Linguistik Landry dan Bourhis (1997). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa LL di Expo 2020 Dubai diisi oleh bahasa Arab dan bahasa Inggris yang memiliki fungsi informasi dan simbolik. UEA mengedepankan penggunaan bahasa Arab untuk menunjukkan identitas nasionalnya terhadap ranah internasional di Expo 2020 Dubai yang berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Artikel ini dapat bermanfaat sebagai referensi atau pustaka baru bagi para pembaca untuk menambah pengetahuan mengenai kajian lanskap linguistik, terutama di negara Arab, khususnya Dubai, Uni Emirat Arab.

This paper analyzes the linguistic landscape on the guide signs in the public spaces of Expo 2020 Dubai, United Arab Emirates, which was attended by 192 countries in the world from October 1, 2021 to March 31, 2022. Dubai, UAE's position, as the organizer of Expo 2020 Dubai influences language policy in creating a linguistic landscape situation in a location filled with visitors from various national, linguistic and cultural backgrounds. This study aims to find out how and what is the background of LL in terms of language in the instructions in public spaces at Expo 2020 Dubai using qualitative methods. The researcher uses Landry and Bourhis's (1997) Linguistic Landscape theory. The results of this study indicate that the LL at Expo 2020 Dubai is filled by Arabic and English which have informational and symbolic functions. The UAE uses Arabic to show its national identity to the international sphere at Expo 2020 Dubai which communicates in English. This article can be useful as a new reference or library for readers to increase their knowledge of linguistic landscape studies in Arab countries, especially Dubai, United Arab Emirates."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Corbett, Nick
"Revival in the square demonstrates the way in which local leaders have devised strategies guiding investment decisions. The book is a practical guide to create safe, vibrant and attractive city spaces. A better quality public realm is a key part of delivering any urban renaissance."
London: [RIBA , ], 2004
e20440286
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Rahmadhani Hidayat
"[ABSTRAK
Dalam ruang publik terbuka di Indonesia masih banyak terdapat furnitur yang tidak mendukung pengguna untuk berinteraksi sosial dengan nyaman di dalamnya. Di sisi lain, interaksi sosial di dalam ruang publik terbuka merupakan kunci dari hidupnya ruang tersebut. Untuk dapat memahami bagaimana furnitur berperan terhadap terbentuknya interaksi sosial di dalam ruang publik, dilakukan pembahasan mencakup furnitur ruang publik terbuka, perilaku pengguna di dalamnya serta studi kasus pada Taman Film Bandung. Temuan pada skripsi ini memperlihatkan bahwa furnitur ruang publik terbuka melalui desain, penyusunan dan penempatannya berperan besar menciptakan keadaan sehingga interaksi sosial yang nyaman dapat berlangsung. Interaksi yang nyaman tersebut dapat disimpulkan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu ruang publik terbuka.

ABSTRACT
;In Indonesia‟s open public spaces, there are furnitures that lack in
supported users to have a pleasant social interaction in it. At the same time, social
interaction was the key to generate lively open public spaces. To comprehend how
furniture support social interaction in open public space, this study discussed
about open public space furnitures, users behaviour in it and case study at Taman
Film Bandung. This study showed that furniture in open public spaces through its
design, arrangement and layout had huge impact in providing suitable enviroment
that acomodate a comfort social interaction. A good social interaction then can
could be parameter to a successfull open public spaces., In Indonesia‟s open public spaces, there are furnitures that lack in
supported users to have a pleasant social interaction in it. At the same time, social
interaction was the key to generate lively open public spaces. To comprehend how
furniture support social interaction in open public space, this study discussed
about open public space furnitures, users behaviour in it and case study at Taman
Film Bandung. This study showed that furniture in open public spaces through its
design, arrangement and layout had huge impact in providing suitable enviroment
that acomodate a comfort social interaction. A good social interaction then can
could be parameter to a successfull open public spaces.]
"
2015
S60337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Nugraha Sudarto
"Sebagai upaya untuk menyediakan ruang publik terbuka bagi masyarakat sekaligus aman bagi anak-anak, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2015 mulai membangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efektivitas dampak pembangunan RPTRA di Provinsi DKI Jakarta terhadap output dan outcome dari layanan yang disediakan di tingkat kelurahan di Provinsi DKI Jakarta sekaligus menganalisis output dan outcome mana yang paling efektif terdampak. Efektivitas dampak pembangunan RPTRA dalam penelitian ini, selain dibandingkan dengan antar kelurahan di DKI Jakarta, juga dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan di kota-kota di sekitar DKI Jakarta yaitu Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Dengan menggunakan metode Difference-in-Difference (DiD), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diantara sebelas output dan outcome dari layanan RPTRA, pembangunan RPTRA signifikan berdampak dalam meningkatkan probabilitas keberadaan ruang publik terbuka dan taman bacaan masyarakat serta signifikan dalam menurunkan probabilitas terjadinya tindak penyalahgunaan narkoba di kelurahan-kelurahan yang dibangun RPTRA di DKI Jakarta dalam periode tahun 2015-2018. Diantara ketiga output tersebut, pengaruh terbesar pembangunan RPTRA adalah terhadap output berupa keberadaan ruang publik terbuka, baik jika dibandingkan dengan antar kelurahan di DKI Jakarta maupun jika dibandingkan dengan kelurahan-keluarahan di kota-kota sekitarnya.

To provide open public space for community and safety for children, DKI Jakarta Provincial Government since 2015 start to build a Child Friendly Integrated Public Spaces (RPTRA). The purpose of this study was to analyze effectiveness of the impact of RPTRA development in DKI Jakarta Province on the outputs and outcomes from the services provided at the kelurahan level in DKI Jakarta while analyzing which outputs and outcomes were most effective. The effectiveness of the RPTRA development in this study, not only being compared to between kelurahan in DKI Jakarta, but also compared to kelurahan in cities around DKI Jakarta, that is Bekasi City, Depok City, Tangerang City, and South Tangerang City. By using Difference-in-Difference (DiD) method, the results of this study indicate that among eleven outputs and outcomes of services, the development of RPTRA is significant in increasing the probability of the existence of open public spaces and public reading parks and significantly reducing the probability of abuse drugs in kelurahan where RPTRA was built in DKI Jakarta during 2015-2018. Among the three outputs, the biggest influence of the RPTRA development is on the output of the existence of open public spaces, compared to those between kelurahan in DKI Jakarta and compared to kelurahan in the surrounding cities.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T52570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sandra Dewi
"Skripsi ini membahas street furniture pada ruang pejalan kaki suatu kota. Akibat stagnansi pengalaman ruang yang dialami, ruang pejalan kaki hanyadipahami untuk mengakomodasi mobilitas warga kota. Padahal, saya melihat bahwa street furniture merupakan salah satu aspek pembentuk interioritas ruang pejalan kaki. Sehingga, street furniture dapat mendukung ruang pejalan kaki sebagai ruang publik yang hidup. Untuk itu, dilakukan studi kasus terhadap ruang pejalan kaki di kawasan Sudirman-MH Thamrin, sehingga didapat kesimpulan bahwa street furniture sebagai pembentuk interioritas dapat membuat pejalan kaki tinggal sementara di ruang publik dengan intim, aman, dan nyaman.

This undergraduate thesis analyzes street furniture in the pedestrian space of a city. Due to pedestrian space that is limited to space experience, this pedestrian space is usually perceived just to accommodate the mobility of the citizens of the city. Thus, street furniture approach could to evolve pedestrian spaces into a living public space. I analyze case study in Sudirman MH Thamrin pedestrian about street furniture along the path. So that it can be inferred, street furniture can be a factor to make people to do their activities temporary inhabitation in public space within intimate, safe, and convenient."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>