Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sekar Chiara Ayu
Abstrak :
Daerah penelitian terletak pada Formasi Klapanunggal, di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kisaran umur litologi, karakteristik fasies, dan paleoekologi Formasi Klapanunggal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data lapangan, pengukuran penampang stratigrafi, analisis petrografi, dan analisis mikropaleontologi. Berdasarkan analisis makroskopis melalui data lapangan dan analisis mikroskopis melalui analisis petrografi, didapatkan lima klasifikasi fasies pada daerah penelitian, yaitu Larger Foraminifera Floatstone, Larger Foraminifera Rudstone, Coral Bindstone, Skeletal Floatstone, dan Skeletal Rudstone. Berdasarkan distribusi dan kelimpahan foraminifera bentonik yang ada pada daerah penelitian yaitu Alveolinella quoyi, Amphistegina lessonii, Amphistegina radiata, Archaias angulatus, Asterorotalia yabei, Borelis melo, Elphidium craticulatum, Operculina ammonoides, Operculina complanata, Pyrgo depressa, Sphaerogypsina globulus, dan Triloculina oblonga, mencerminkan intensitas cahaya pada zona mesophotic sampai oligophotic menempel pada substrat berbutir kasar maupun halus dengan kedalaman air laut hingga 50 meter di bawah permukaan laut dan memiliki salinitas normal hingga hypersaline. Hidup pada zona tropis yang memiliki kandungan nutrisi yang rendah, sehingga foraminifera bersimbiosis dengan alga yang berperan sebagai sumber makanan bagi organisme. ......The research area is located in the Klapanunggal Formation, Klapanunggal District, Bogor Regency, West Java Province with an age of Middle Miocene to Late Miocene. The purpose of this study was to identify the age range of the lithology, facies characteristics, and paleoecological condition of the Klapanunggal Formation. The methods that used in this research were field data collection, stratigraphic cross-sectional measurement, petrographic analysis, and micropaleontological analysis. Based on macroscopic analysis trough field data and microscopic analysis through petrographical analysis, five facies classifications were obtained in the research area, namely Larger Foraminifera Floatstone, Larger Foraminifera Rudstone, Coral Bindstone, Skeletal Floatstone, and Skeletal Rudstone. Based on the distribution of benthic foraminifera in the area, namely Alveolinella quoyi, Amphistegina lessonii, Amphistegina radiata, Archaias angulatus, Asterorotalia yabei, Borelis melo, Elphidium craticulatum, Operculina ammonoides, Operculina complanata, Pyrgo depressa, Sphaerogypsina globulus, and Triloculina oblonga, reflecting light intensity in the mesophotic to oligophotic zone attached to coarse and fine grained substrates with sea water depths up to 50 meters under the sea level and having normal to hypersaline salinities. Living in tropical zone which have low nutrient content, so foraminifera are in symbiosis with algae which act as food sources for organisms.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Gusti Cahyaningrum
Abstrak :
Sungai Cipamingkis termasuk ke dalam Formasi Jatiluhur yang memiliki umur Miosen Tengah-Miosen Akhir, serta memiliki litologi batuan sedimen campuran silisiklastik dan karbonat dengan kandungan foraminifera besar. Pemahaman mengenai distribusi dan karakteristik foraminifera besar pada batuan sedimen campuran silisiklastik dan karbonat dapat membantu menginterpretasikan lingkungan pengendapan dan sedimentasi pada suatu daerah. Pada studi ini, dilakukan metode stratigrafi terukur dan analisis petrografi dari menghasilkan empat fasies batuan sedimen karbonat yaitu Foraminiferal Packestone, Foraminiferal Rudstone, Foraminiferal Bivalvia Rudstone, dan Coral Foraminiferal Bindstone dan fasies batuan sedimen campuran silisiklastik dan karbonat, yaitu Foraminiferal Algae Sandy Allochem Limestone, Quartz Muddy Sandstone, Foraminiferal Algae Allochem Sandstone, Foraminiferal Bivalvia Sandy Allochem Limestone. Berdasarkan kandungannya, terdapat lima genus foraminifera besar, yaitu Heterostegina (Ht), Operculina (Op), Lepidocyclina (Le), Amphistegina (Amp), dan Cycloclypeus (Cy) yang menunjukan lingkungan laut dangkal dengan salinitas normal. Pengendapan pada daerah penelitian dibagi menjadi empat fase yang berhubungan dengan naik dan turunnya muka air laut, sehingga terjadinya pencampuran berupa punctuated mixing dan facies mixing. Lingkungan pengendapan daerah penelitian masuk ke dalam lingkungan laut zona foreslope hingga open shelf. ......The Cipamingkis River is included in the Jatiluhur Formation which has a Middle Miocene-Late Miocene age, and has a sedimentary rock lithology of mixed of siliciclastic and carbonate with large foraminifera content. An understanding of the distribution and the characteristics of large foraminifera in a mixed siliciclastic and carbonate sedimentary rocks can help interpreting the depositional and sedimentary environment of an area. In this study, measured stratigraphic methods and petrographic analysis were carried out to produce four carbonate sedimentary rock facies, namely Packestone Foraminiferal, Rudstone Foraminiferal, Bivalvia Rudstone Foraminiferal, and Bindstone Coral Foraminiferal and a mixed siliciclastic and carbonate sedimentary rock facies, namely Algae Sandy Quartz Foraminiferal, Foraminiferal Muddy Sandstone, Foraminiferal Algae Allochem Sandstone, Foraminiferal Bivalvia Sandy Allochem Limestone. Based on the content, there are five larger foraminifera genera, namely Heterostegina (Ht), Operculina (Op), Lepidocyclina (Le), Amphistegina (Amp), and Cycloclypeus (Cy) which show a shallow marine environment with normal salinity. Sedimentation in the study area is divided into four phases associated with the rising and the falling of sea levels, resulting in a mixing in the form of punctuated mixing and facies mixing. The depositional environment of the study area falls into the marine environment, from the foreslope zone to the open shelf.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Cecilia
Abstrak :
Daerah penelitian berada pada Formasi Klapanunggal, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Formasi Klapanunggal berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat. Daerah penelitian memiliki jenis litologi berupa batugamping. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan melakukan rekonstruksi lingkungan purba daerah penelitian. Metode penelitian terdiri dari pengukuran penampang stratigrafi, analisis petrografi, dan analisis mikropaleontologi. Pada daerah penelitian, terdapat klasifikasi fasies yang terdiri dari fasies Coral Framestone, Skeletal Floatstone, Larger Foraminifera Floatstone, dan Skeletal Rudstone. Keempat fasies tersebut berasosiasi dengan Platform-margin Reef dengan lingkungan zona koral yang terdiri dari back reef, reef front, dan fore reef. Berdasarkan analisis yang dilakukan, daerah penelitian memiliki rentang umur dari N9 hingga N16 (Zonasi Blow) dan Tf 1 hingga Tf 3 (Letter Stage) berdasarkan biozona dari foraminifera Asterorotalia yabei. Hasil rekonstruksi daerah penelitian menunjukkan lingkungan purba dengan karakteristik energi tinggi, intensitas cahaya mesofotik hingga oligofotik, salinitas euhalin hingga sedikit mengarah ke hipersalin, temperatur 18°C hingga lebih dari 25°C yang mengindikasikan iklim subtropis hingga tropis, dan kedalaman laut sekitar 0 meter hingga 70 meter. ...... The research area is located in Klapanunggal Formation, Klapanunggal District, Bogor Regency, West Java Province. Klapanunggal Formation is formed in Middle Miocene to Late Miocene which is part of the West Java Basin. The research area has type of lithology in the form of limestone. The purpose of this study is to analyse and reconstruct the paleoenvironment of the research area. The research method consisted of measuring section, petrographic analysis, and micropaleontological analysis. In the study area, there are facies classification consisting of Coral Framestone, Skeletal Floatstone, Larger Foraminifera Floatstone, and Skeletal Rudstone facies. The four facies are associated with the Platform-margin Reef with a coral zone environment consisting of the back reef, reef front, and fore reef. Based on the analysis conducted, the research area has an age range from N9 to N16 (Blow Zone) and Tf 1 to Tf 3 (Letter Stage) based on the biozone of the foraminifera Asterorotalia yabei. The results of the reconstruction of the study area show a paleoenvironment with high energy characteristics, mesophotic to oligophotic light intensity, euhaline salinity to slightly hypersaline, temperatures from 18°C ​​to more than 25°C indicating a subtropical to tropical climate, and sea depths of 0 to 70 meters.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Muktafikah
Abstrak :
Daerah penelitian berada pada Formasi Klapanunggal tersusun atas batugamping berumur Miosen Tengah dan bagian dari Palung Bogor Utara. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik fasies yang dikelompokan dalam asosiasi fasies, serta pemodelan biofasies dengan metode analisis kuantitatif klaster dengan fosil foraminifera bentonik pada daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data lapangan, pengukuran penampang stratigrafi, analisis petrografi, dan analisis mikropaleontologi. Berdasarkan analisis makroskopis melalui data lapangan dan mikroskopis melalui analisis petrografi, didapatkan adanya F1 - Skeletal Packstone, F2 - Skeletal Wackestone,  F3 - Mudstone, F4 - Skeletal Floatstone, F5 – Skeletal Rudstone, F6 - Coral Bindstone. Fasies tersebut dikelompokan menjadi asosiasi fasies pada platform margin reef yang terbagi menjadi back reef dan reef front. Dari analisis mikroskopis didapatkan 12 spesies dan 4 genus foraminifera bentonik yang dilanjutkan adanya analisis biofasies menggunakan metode kuantitatif klaster sehingga mendapatkan Biofasies A – Amphistegina sp, Biofasies B – Asterorotalia sp, dan Biofasies C – Elphidium sp.  Dari kehadiran foraminifera tersebut dan asosiasi fasies dapat diketahui variasi lingkungan pengendapan daerah penelitian yang terbagi 2 yaitu fasies back reef memiliki hubungan dengan Asterorotalia sp  pada back reef inner dan Elphidium sp pada fasies back reef outer dengan batimetri 0 - 50 m, serta fasies dari reef front dengan hubungan pada biofasies Amphistegina sp dengan batimetri  50 - 100 m. ......The research area is in the Klapanunggal Formation composed of Middle Miocene limestone and part of the North Bogor Trench. The purpose of this study was to identify facies characteristics grouped in facies associations, as well as biofacies modeling using quantitative analysis methods clusters with benthic foraminifera fosils in the study area. The methods used in this study were field data collection, stratigraphic cross-sectional measurement, petrographic analysis, and micropaleontological analysis. Based on macroscopic analysis through field data and microscopic analysis through petrographic analysis, it was found that there were F1 - Skeletal Packstone, F2 - Skeletal Wackestone, F3 - Mudstone, F4 - Skeletal Floatstone, F5 - Skeletal Rudstone, F6 - Coral Bindstone. These facies are grouped into facies associations on the margin reef platform which is divided into back reef and reef front. From microscopic analysis, 12 species and 4 genera of benthic foraminifera were obtained, followed by biofacies analysis using cluster quantitative methods to obtain Biofacies A – Amphistegina sp, Biofacies B – Asterorotalia sp, and Biofacies C – Elphidium sp. From the presence of these foraminifera and facies associations, it can be seen that the variation of the depositional environment of the study area is divided into 2, namely the back reef facies having a relationship with Asterorotalia sp on the inner back reef and Elphidium sp on the outer back reef facies with a bathymetry of 0-50 m, and the reef front facies. with the relationship between the biofacies of Amphistegina sp with a bathymetry of 50 - 100 m.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Saut H.
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2006
338 STU
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ajeng Sarasputri
Abstrak :
ABSTRAK
Pencemaran minyak di wilayah pantai akibat tumpahan minyak di laut (oil spill) merupakan masalah lingkungan yang sangat penting. Tumpahan minyak di laut, terutama kecelakaan tumpahan minyak skala besar, telah memberikan ancaman besar dan menyebabkan kerusakan yang luas pada lingkungan pesisir. Kontaminan dapat terakumulasi di dalam tubuh organisme laut dan berbahaya bagi manusia yang memakannya. Untuk menanggulangi masalah pencemaran minyak di pantai atau coastal oil spill ini, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah bioremediasi yang merupakan proses pemulihan suatu wilayah seperti tanah, air, atau pantai yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai bakteri pemecah minyak. Terdapat dua pendekatan dalam bioremediasi. 1) bioaugmentation, di mana mikroorganisme pendegradasi minyak ditambahkan untuk menambahkan populasi mikroba yang telah ada, dan 2) biostimulation, di mana pertumbuhan pendegradasi minyak asli distimulasi dengan penambahan nutrisi atau cosubstrates pembataspertumbuhan lainnya dan/atau perubahan habitat. Penelitian yang dilakukan di Balai Teknologi Lingkungan BPPT ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan nutrisi dan mikroba terhadap proses degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme melalui perbandingan antara metode biostimulasi dan bioaugmentasi, serta pengaruh pasang surut air laut terhadap penurunan kandungan minyak di pantai. Eksperimen dilakukan dengan membuat simulasi pantai skala 5 kg yang dicampurkan minyak sebanyak 5% sebagai kandungan pencemar minyak awal dalam pasir pantai. Pada metode biostimulasi ditambahkan nutrisi dengan rasio C:N:P yaitu 100:10:1. Pada metode bioaugmentasi ditambahkan nutrisi dengan rasio yang sama dan mikroba yang berasal dari kultur biakan dan mikroba air laut. Simulasi air laut diberikan pada pantai yang terkena pengaruh pasang surut dengan periode tipe tunggal. Parameter yang diukur adalah temperatur, pH, kadar 6 air, dan TPH. Mikroba yang digunakan berjumlah antara (4,39 25,7) x 10CFU/ml. Secara umum, kadar TPH terendah dimiliki oleh metode bioaugmentasi pasang surut yaitu 2,189 % pada minggu ke 8 dan kadar TPH tertinggi yaitu 4,078 % yang dimiliki blanko tanpa pasang surut pada minggu ke 8. Perubahan kadar TPH dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pasang surut, faktor lingkungan, dan mikroba. Penurunan TPH pada pasir yang terkena pengaruh pasang surut dimungkinkan terjadi karena efek pencucian oleh arus pasang surut yang membawa kandungan minyak keluar. Pada bioremediasi tanpa pengaruh pasang surut, metode bioaugmentasi dapat menurunkan TPH lebih rendah dibandingkan dengan metode biostimulasi. pH umumnya mengalami penurunan sampai minggu keempat sebelum selanjutnya mengalami kenaikan. Temperatur pasir secara keseluruhan berkisar antara 27°C42°C. Pola perubahan temperatur pasir ini serupa dengan perubahan temperatur ambien sehingga diketahui bahwa temperatur pada pasir dipengaruhi oleh temperatur udara luar reaktor. Rasio C:N:P di awal penelitian adalah 100:10:1. Sedangkan rasio C:N:P di akhir penelitian mengalami penurunan. Hal ini yang menyebabkan degradasi TPH pada 4 minggu terakhir kurang siginifikan karena komposisi nutrisi pada pasir sudah kurang optimal.
ABSTRACT
Contaminated coastal as a result of oil spill accident are important environmental problem. Oil spills at sea, especially largescale oil spill accidents, has given a major threat and cause extensive damage to the coastal environment. Contaminants can accumulate in the body of marine organisms and harmful to humans who eat them. To overcome the problem of oil pollution on the beach or coastal oil spill, there are several ways we can do. One is bioremediation which is a process of recovery of an area such as soil, water, or beach that utilize microorganisms as oil degrading bacteria. There are two approaches in bioremediation. 1) bioaugmentation, in which oildegrading microorganisms are added to increase the number of an existing microbial population, and 2) biostimulation, in which the growth of indigenous oil degrading microbes stimulated by the addition of nutrients or other growthlimiting cosubstrates and/or habitat changes. This research which conducted at the Center of Environmental Technology BPPT aims to determine the effect of the addition of nutrients and microbes to the degradation of hydrocarbons by microorganisms through comparison between biostimulation and bioaugmentation methods, and the influence of the tides to the decrease of oil content on the beach. Experiments carried out by creating a 5 kg simulated beach scale mixed with oils as much as 5% as the initial oil content of contaminants in beach sand. In the biostimulation method, nutrients added in the ratio C:N:P is 100:10:1. In the bioaugmentation method, nutrients added with the same ratio and microbes from the freshwater and sea water culture. Simulation of sea water is given to beaches that are affected by tidal with a single type period. The parameters measured are temperature, pH, water content, and TPH. Number of microbes that used range from (4,39 25,7) x 106 CFU/ml. In general, the lowest levels of TPH are owned by the tidal bioaugmentation method which is 2.189% at 8 weeks and the highest TPH levels of 4.078% is owned by the blank with no tides at 8 weeks. Changes in levels of TPH is influenced by several factors, namely tidal, environmental factors, and microbes. TPH decrease in sand exposed to tidal influence is possible due to the effects of leaching by tidal currents that carry oil content out. In bioremediation without the influence of tides, TPH of bioaugmentation method is lower than the biostimulation method. pH generally decreased until the fourth week before the next increase. Overall temperature of the sand ranges between 27°C 42°C. The pattern of changes in sand temperature is similar to changes in ambient temperature so it is known that the temperature of the sand is affected by the temperature outside the reactor. While the ratio of C:N:P ratio at the end of the study was decrease from 100:10:1. This causes degradation of TPH in the last 4 weeks is less significant because of the nutritional composition of the sand is less than optimal.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S747
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Amirudin Anwar
Abstrak :
IPLT Depok adalah unit pelaksana teknis instalasi pengolahan lumpur tinja pada dinas kebersihan dan pertamanan Kota Depok. Volume tinja yang masuk ke IPLT Depok per hari berjumlah minimal 60 m3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biogas dari limbah tinja dari IPLT Depok dengan menggunakan reaktor anaerob skala laboratorium kapasitas 5 liter tipe batch dengan pengaduk tipe internal mechanical mixing. Nilai potensi biogas terbaik adalah 30,9 liter biogas per kg TS, dinilai kurang berpotensi karena jauh dibawah literatur yang diketahui nilainya 250-300 L biogas/ kg TS (Xu Yang,2012) atau 380 L biogas/ kg TS (Polprasert,1989). Komposisi biogas terbaik terjadi pada reaktor 2 yaitu 68,83 % metana.Efisiensi penyisihan nilai COD terbaik adalah 32,5%. ......IPLT Depok is an fecal waste treatment technical unit plant in Depok cleanliness and landscaping service. Total minimum volume of feces daily get in IPLT Depok is 60 m3. This study aims to determine the potential of biogas from sludge from IPLT Depok using 5 liter capacity laboratory-scale anaerobic batch reactor with internal type mechanical stirrer mixing. The best value of the biogas potency is 30.9 liters of biogas per kg TS, it is considered less potential because the value is below the known literature value is 250-300 L biogas / kg TS (Xu Yang, 2012) or 380 L biogas / kg TS (Polprasert, 1989) . The best composition of biogas is occurred in reactor 2, it has 68.83% metana. The best efficiency of COD removal value is 32.5%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42295
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library