Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thobib Al-Asyhar
Abstrak :
Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress, yaitu masa pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh. Bila aktivitas remaja tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja sering meluapkan kelebihan energinya ke arah yang negatif (kenakalan remaja), seperti tawuran antar pelajar, penyalahgunaan obat terlarang, pergaulan seks bebas, dan sebagainya. Data kasus kenakalan remaja yang tercatat di kepolisian dapat dijadikan bukti betapa ada masalah yang cukup serius terhadap efek dari rendahnya pengendalian emosionalitas dan lemahnya kontrol spiritualitas remaja. Meskipun berbagai upaya pengendalian kenakalan remaja dilakukan oleh berbagai pihak, namun trend kenakalan remaja juntru cenderung meningkat. Unit Kegiatan Rohani Islam (Rohis) di lingkungan sekolah formal, khususnya Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) merupakan salah satu model pembinaan remaja di sekolah. Unit Kegiatan Rohis mengusung konsep pembinaan mental pesertanya dengan memberikan penanaman nilai keagamaan siswa melalui Mentoring Tarbiyah. Masalah tersebut menarik diteliti untuk mengetahui seberapa besar kontribusi Mentoring Tarbiyah terhadap tingkat kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual siswa. Untuk menfokuskan pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada masalah¬masalah yang terkait dengan pengaruh Mentoring Tarbiyah terhadap tingkat kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) siswa (peserta). Kerangka teori dalam penelitian ini adalah mengungkap pengaruh Mentoring Tarbiyah (X) yang memiliki enam indikator: tujuan (XI), murabbi (X2), mutarabbi (X3), materi (X4), manhaj (X5), dan lingkungan (X6) terhadap Kecerdasan Emosional (Yl) dan Kecerdasan Spiritual (Y2). Kerangka teori dan basil analisisnya memunculkan hipotesis yang dapat diajukan sebagai berikut: (1) Mentoring Tarbiyah memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat kecerdasan emosional siswa (mutarabbi), dan (2) Mentoring Tarbiyah memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat kecerdasan spiritual siswa (mutarabbi). Metode penelitian menggunakan metode eksplanatif, yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan hubungan kausalitas atara dua variabel atau lebih. Penelitian ini akan menelusuri seberapa besar pengaruh Mentoring Tarbiyah terhadap tingkat kecerdasan emosional dan keceradasan spiritual siswa. Pola yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode survey, yaitu metode penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama untuk mengumpulkan data. Berdasarkan penelitian di lapangan terhadap Unit Kegiatan Rohani Islam (Rohis) SMAN di Jakarta, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Faktor Murabbi paling tinggi pengaruhnya terhadap tingkat Kecerdasan Emosional (EQ) siswa dibandingkan dengan faktor Manhaj, Tujuan Mentoring Tarbiyah, Mutarabbi dan Lingkungan. Sedangkan faktor Materi tidak berpangaruh secara positif terhadap Kecerdasan Emosional (EQ). 2. Faktor Mutarabbi paling tinggi pengaruhnya terhadap tingkat Kecerdasan Spiritual (SQ) siswa dibandingkan dengan faktor Tujuan Mentoring Tarbiyah. Sedangkan faktor Lingkungan, Manhaj, Materi dan Murabbi tidak berpangaruh secara positif terhadap Kecerdasan Spiritual (SQ). ......Adolescent period is also known as storm and stress period, is an emotional upheaval period which is followed by rapid physical growth and many kinds of psychic growth. The emotional upheaval that occurs to adolescent can't be released of any influences. If their activities can't help to fulfill their needs of fluctuation energy, they often overflow their energy tending to the negative ways, like engaging in a gang fight, drugs consuming, free sex, etc. Adolescent delinquency case data?s noted at the police department could be the evidence that there are some serious problems about the effect of low control of the adolescent emotional and also the low control of the adolescent spirituality. In spite of some people doing many efforts to control the adolescent delinquency, yet the adolescent delinquency trends tend to increase. Unit Kegiatan Rohani Islam (Rohis) in formal school spheres, especially High School / Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) is one of the adolescent construction models at school. Rohis Activity Unit brings the concepts about constructing the member spirituality by giving spiritual value plantation with Mentoring Tarbiyah. It's so interesting to do some further research about how far will the effect of Mentoring Tarbiyah go to the students' emotional and spiritual Quotient level. Focusing the study of the research, the research is limited by the problems that interrelated by the effects of MT to the students' EQ and SQ. The theory framework of the research is revealing the effect of MT which has six indicators: aims (X1), murabbi (X2), mutarabbi (X3), materials (X4), way of life/manhaj (X5), and circles (X6) to Emotional Quotient (Y 1) and Spiritual Quotient (Y2).The theory framework and the analysis results show the hypothesis as follows: I. MT has any important contributions to the students/ mutarabbi Emotional Quotient level. 2. MT has any important contributions to the students/ mutarabbi Spiritual Quotient level. The research's methodology is using Explanative method; the goal of the research is headed for explaining the causality relations between two variables or more. It will research how far the effects of MT go to the students EQ and SQ level. The research uses the pattern of survey method, which is using questionnaire as a major instrument for gaining data's. According to the field research to Unit Kegiatan Rohani Islam (Rohis) SMAN at Jakarta, there are some conclusions: a. Murabbi factor has most influence to the students' EQ level than manhaj, aims, mutarabbi and circles. But the materials factor hasn't influenced to the students' EQ level. b. Mutarabbi factor has most influence to the students SQ level than aims. But circles, manhaj, materials and murabbi factor hasn't influenced to the students' SQ level.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20736
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Lestari
Abstrak :
Berbicara mengenai lingkungan dalam perkembangan kepribadian seorang anak, tentunya yang pertama kali kita ingat adalah lingkungan keluarga di mana anak itu hidup dan tinggal sejak ia dilahirkan ke dunia ini. Terkait dengan pembentukan karakter anak, keteladanan dan kasih sayang orang tua merupakan dua unsur yang diperlukan dalam membimbing dan mengarahkan anak agar mereka dapat bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai moral yang dianut agama dan masyarakatnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan keteladanan dan kasih sayang orang tua dalam pembentukan karakter anak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada empat orang murid di SDIT Insan Mandiri Jakarta. Keteladanan merupakan metode efektif dalam mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak, karena sifat anak yang peniru. Teori social learning (belajar sosial) Bandura menyebutkan bahwa sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Menurut Bandura, usia mempengaruhi dalam proses belajar seorang anak. Apabila fisik dan mental sudah matang, panca indera sudah siap menerima stimulus-stimulus dari lingkungan. Oleh karena itu, dalam hal pemberian stimulus kepada anak berupa keteladanan, maka harus diperhatikan perkembangan ranah kognitif anak. Sebab ranah kognitif adalah ranah kejiwaan yang berkedudukan di otak, yang dalam perspektif psikologis merupakan sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Sedangkan kasih sayang orang tua, rnerupakan sumber bagi sehatnya lahir dan batin seorang anak, karena anak yang dididik dengan penuh kasih sayang akan tumbuh menjadi manusia dewasa yang sehat lahir dan batin. Fromm mengiklasifikasikan cinta dalam lima tipe, yaitu cinta persaudaraan, cinta keibuan, cinta erotis, cinta diri sendiri, dan cinta kepada Tuhan. Cinta keibuan, menurut Erich Fromm adalah penguatan cinta tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan anak-anaknya. Sedangkan Mubarok, memasukkan cinta orang tua kepada anak termasuk dalam cinta rahmah dan cinta kulah, di mana dalam kedua cinta ini terdapat kasih sayang yang tulus dan kesadaran untuk mendidik anaknya. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa orang tua yang dapat memberikan keteladanan dan kasih sayang yang tulus dengan disertai kesadaran untuk mendidik anaknya terbukti dapat membentuk 9 karakter anak.
Talking about environment in the personal development of children, the first thing comes up to our mind is family circumference where children have lived and stayed since they were born in the world. With respect to children's character development, parents' modeling and affection are the two elements needed to guide and direct children so they can behave in accordance with the moral values in their religion and community. The objective of this research is to find out the role of parents' modeling and affection in developing children's character. This research makes use of qualitative method using case study approach to four students of SDIT (Integrated Islamic Elementary School) Insan Mandiri Jakarta. Good modeling is an effective method for teaching moral values to children for their characteristic as imitators. Bandura's social learning theory states that most of the things human beings learn occur through imitating and modeling. According to Bandura, age affects a child's learning process. When physic and mental are already mature, the five senses are ready to receive stimulus from the environment. Therefore, in giving a child stimulus in the form of good modeling, we must pay attention on the development of child's cognitive domain. This is true since cognitive domain is a spiritual domain located in the brain, which is in the perspective of psychology constitutes a source and at the same time controller of the other spiritual domains, namely affective domain (feeling) and psychomotor domain (intention). Meanwhile, parents' affection is the source physical and spiritual health of a child. Therefore, a child educated with full affection will grow to become an adult human being that is healthy physically and spiritually. Fromm classifies Love into five types, namely brotherhood love, motherhood Love, erotic love, love to one self and love to God. Motherhood love, according to Erich Fromm, is reinforcement to love without condition to the lives and needs of her children. While Mubarok includes love of parents to their children in rahmah love and kulfah love, in which there exist a sincere affection and consciousness to educate their children. The outcome of this research shows that parents that are able to provide good model and sincere affection accompanied with consciousness to educate their children prove to be able to form 9 characters of children.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Susanty
Abstrak :
Kecurangan akademik telah menjadi masalah utama dalam pendidikan hingga saat ini. Penelitian ini mencoba untuk meneliti kecurangan akademik pada mahasiswa pascasarjana. Terdapat dua macam faktor yang mendorong mahasiswa pascasarjana untuk menyontek. Pertama, faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh siswa, seperti kurangnya persiapan sebelum ujian, kelelahan, atau kurangnya waktu untuk belajar. Kedua, faktor-faktor yang berada di luar kendali siswa, seperti masalah kesehatan, tugas atau ujian yang terlalu sulit, atau kecurangan akademik yang dilakukan teman sesama mahasiswa. Peneliti menduga bahwa self-regulated learning dan muraqabah dapat menjadi solusi untuk menghadapi faktor-faktor ini. Dalam self-regulated learning, siswa dapat mengatur pembelajaran mereka secara efektif sehingga terhindar dari masalah kurangnya persiapan sebelum ujian, kelelahan, atau kurangnya waktu belajar. Jadi, dengan self-regulated learning, mahasiswa semestinya dapat mengatasi faktor kecurangan akademik yang dapat dikendalikan tersebut. Sementara itu, muraqabah, yang didefinisikan sebagai kesadaran akan pengawasan Tuhan, diduga dapat mengatasi faktor kecurangan akademik yang di luar kendali mahasiswa. Meskipun mengalami kesulitan selama ujian atau melihat temannya menyontek, mahasiswa yang percaya bahwa mereka sedang diawasi oleh Tuhan semestinya menahan diri untuk tidak melakukan kecurangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Responden yang terlibat adalah mahasiswa pascasarjana Muslim yang dipilih melalui teknik convenience sampling. Empat instrumen digunakan dalam penelitian ini: Kuesioner Self-Regulated Learning, Kuesioner Muraqabah, Kuesioner Kecurangan Akademik, dan adaptasi Social Desirability Scale. Data dianalisis dengan teknik analisis statistik deskriptif dan korelasi parsial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara self-regulated learning dengan kecurangan akademik pada mahasiswa pascasarjana. Sementara itu, tidak ada korelasi yang signifikan antara muraqabah dengan kecurangan akademik mahasiswa pascasarjana. ......Academic dishonesty has become a major problem in education to date. This recent study tries to examine the academic dishonesty on graduate students. The factors encouraging graduate students to cheat can be classified into two types. The first one is the factors that can be controlled by students, such as lack of preparation, fatigue, or lack of study time. The second type is the factors that are beyond the students control, such as health problems, complicated tasks or exams, or seeing other students cheat. Researcher predicts that self-regulated learning and muraqabah can be solutions to deal with these factors. In self-regulated learning, students can manage their learning effectively so as to avoid problems of lack of preparation, fatigue, or lack of study time. Thus, by improving their self-regulated learning, students should overcome the controllable factors of academic dishonesty. Meanwhile, muraqabah, defined as awareness of God's supervision, should be able to overcome the uncontrollable factors of academic dishonesty. Despite having difficulties during the exam or seeing other students cheat, the students who believe that they are being watched by God should refrain from cheating. This study used quantitative approach. The participants were Muslim graduate students who were selected through convenience sampling technique. Four instruments were used in this study: self-regulated learning questionnaire, muraqabah questionnaire, academic dishonesty questionnaire, and social desirability scale. The data was analyzed using descriptive statistics and partial correlation analysis technique. This study found that there is a significant negative correlation between self- regulated learning and academic dishonesty in graduate students. Meanwhile, there is no significant correlation between muraqabah and academic dishonesty in graduate students.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52120
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fatimah
Abstrak :
Stres akademik merupakan jenis stres yang dipicu oleh stressor berupa beban akademik. Jenis stres ini memberikan pengaruh negatif dalam proses belajar dan prestasi mahasiswa. Salah satu upaya untuk mengurangi stres akademik adalah dengan pengembangan self-regulated learning, sebuah perilaku dimana seseorang mampu mengelola proses belajar mereka sendiri. Di sisi lain, dalam ajaran Islam dikenal sebuah sikap yang dianjurkan bagi muslim yaitu tawakal. Tawakal adalah sikap berusaha dan berserah diri kepada Allah, sikap ini dapat diterapkan dalam berbagai kegiatan termasuk dalam belajar yang digambarkan dengan kesungguhan dalam belajar dan berserah diri kepada Allah setelah berusaha. Pengertian tawakal bagi muslim saat ini hanya fokus terhadap berserah diri kepada Allah dan kurang fokus terhadap usaha sebelum berserah diri. Tawakal dalam penelitian ini akan fokus terhadap usaha dan penyerahan diri kepada Allah dalam kegiatan belajar mahasiswa. Penulis dalam penelitian ini ingin mengetahui apakah self-regulated learning memiliki pengaruh signifikan terhadap stres akademik. Kemudian penulis juga ingin mengetahui apakah tawakal dalam belajar juga memiliki pengaruh signifikan terhadap stres akademik di kalangan mahasiswa. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-regulated learning dan sikap tawakal dalam belajar secara bersamaan terhadap stres akademik pada mahasiswa. Dengan menggunakan metode kuantitatif, penelitian ini melibatkan 150 mahasiswa aktif muslim pada jenjang S1 dan setara S1 (D4 dan S1 ekstensi) di universitas-universitas baik Negeri maupun swasta di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa self-regulated learning memiliki pengaruh signifikan terhadap stres akademik Tawakal dalam belajar juga terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap stres akademik. Kemudian self-regulated learning dan tawakal dalam belajar secara bersamaan terbukti memberikan pengaruh terhadap stres akademik pada mahasiswa. ......Academic stress is a type of stress triggered by a stressor in the form of academic burden. This type of stress has negative influence on the learning process and student's achievement. One of the efforts to reduce academic stress is by developing self-regulated learning, a behavior in which a person is able to manage their own learning process. On the other hand, there is an Islamic teaching known as tawakal or the attitude of trying and surrendering to Allah. This attitude of allegiance can be applied in variety of activities including learning, which is conceived with sincerity in learning and surrendering to God after trying. Understanding tawakal for most Muslims today only focuses on surrendering to Allah and focusing less on the effort before surrendering. Tawakal in this study will focus on the effort of learning and surrendering to God in student learning activities. The author in this study wanted to find out whether self-regulated learning has a significant influence on academic stress. Also, the author wants to find out whether tawakal in learning also has a significant influence on academic stress among students. This study aims to determine the effect of self-regulated learning and tawakal in learning simultaneously, against the academic stress in students. By using quantitative methods, this study has involved 150 active Muslim students at S1 level and equivalent to S1 (D4 and S1 extensions) in both public and private universities in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi. The results of this study indicate that self-regulated learning has a significant influence on academic stress, Tawakal in learning also has a significant effect on academic stress. Then self-regulated learning and tawakal in learning simultaneously proved to have an effect on academic stress on students.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Firmansyah
Abstrak :
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan program SDGs (Sustainable Development Goals)menjadikan tidak ada kemiskinan sebagai program prioritas utama yang akan berakhir di tahun 2030. Selaras dengan PBB program pemerintah Indonesia dalam upaya pengentasan kemiskinan telah berhasil mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Umumnya strategi yang diberikan oleh pemerintah masih bersifat simplistik dan materialistik yaitu : pemberian bantuan langsung tunai, penyediaan pelayanan sosial, dan memberikan keterampilan kerja. Di sisi lain pendekatan ini menimbulkan ketergantungan kepada bantuan pemerintah. Oleh karenannya program pemerintah perlu dilengkapi dengan pendekatan lain yaitu pendekatan non income berupa pendampingan psikologi agar warga miskin dapat melepaskan diri dari mentalitas kemiskinannya menuju pada kesejahteraan psikologis. Hal ini terjadi pada AS seorang kepala keluarga berusia 37 tahun berprofesi sebagai pemulung yang hidup dibawah garis kemiskinan dan tinggal di permukiman kumuh. Berdasarkan itulah penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis warga miskin dengan mengaplikasikan model human excellence (keutamaan manusia) Al-Ghazali melalui pendekatan coaching psychology. Penelitian ini adalah penelitian single case subject dengan desain A-B-A, dimana perubahan perilaku diukur dan dilakukan kepada satu subjek, desain kasus tunggal ditandai oleh kasus individu yang berfungsi sebagai kontrolnya sendiri dengan pengukuran berulang di seluruh fase penelitian. Subjek mengikuti enam sesi intervensi dengan satu sesi berdurasi 60 menit di setiap minggunya. Instrumen penelitian yang digunakan adalah wawancara material value untuk mengetahui keadaan ekonomi partisipan, skala human excellence untuk melihat kekuatan dan kelemahan karakter partisipan dan skala kesejahteraan psikologis Ryff untuk menilai tingkat kesejahteraan partisipan. Berdasarkan intervensi dan hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa coaching psychology dengan model human excellence Al-Ghazali dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis partisipan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya skor tujuan hidup, otonomi dan pertumbuhan pribadi partisipan, serta partisipan dapat mencapai seluruh target yang ditetapkan di awal program. ......The United Nations (UN) with the SDG (Sustainable Development Goals) program does not make poverty a top priority program that will end in 2030. In line with the United Nations program, the Indonesian government in its efforts to reduce poverty has succeeded in reducing poverty levels in Indonesia. In general the strategies provided by the government are still simple and materialistic, namely: providing direct cash assistance, providing social services, and providing work skills. On the other hand this approach creates dependence on government assistance. Therefore, government programs need to be complemented by other approaches, namely non-income approaches in the form of psychological assistance so that the poor can escape from their mental poverty towards psychological well-being. This happened to the AS, a 37-year-old family head who works as a scavenger who lives below the poverty line and lives in slums. Based on that, this research was conducted to improve the psychological wellbeing of the poor by applying the Al-Ghazali human excellence model through the psychology of coaching approach. This study is a single case subject study with A-B-A design, where behavior change is measured and carried out on one subject, single case design is characterized by individual cases that function as their own control with repeated measurements throughout the research phase. Subjects attended six intervention sessions with one session lasting 60 minutes each week. The research instrument used was the value of the interview material to determine the economic conditions of the participants, the scale of human excellence to see the strengths and weaknesses of the participants' character and Ryff's psychological well-being scale to assess the level of welfare of the participants. Based on the results of interventions and measurements it can be concluded that psychological training with the Al-Ghazali human excellence model can improve the psychological well-being of participants. This can be seen from the increasing score of life goals, autonomy and personal growth of participants, and participants can achieve all the targets set at the beginning of the program.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahmudin
Abstrak :
Membentuk dan mengembangkan perilaku peserta didik dapat dilakukan dengan menerapkan perilaku disiplin dan membangkitkan Self-Regulated Learning. Religiusitas menjadi salah satu faktor pengendali tingkah laku serta merupakan sebuah motifasi hidup dan merupakan alat pengembangan, pengendalian diri, dan juga merupakan suatu alat pembentuk moral. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh religiusitas terhadap disiplin dan regulasi diri dalam belajar siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Bekasi. Hipotesis; 1) Terdapat pengaruh yang signifikan dari religiusitas terhadap disiplin siswa SMP; 2) Terdapat pengaruh yang signifikan dari religiusitas terhadap regulasi diri dalam belajar siswa SMP; 3) Terdapat pengaruh yang signifikan dari disiplin terhadap dan Self-Regulated Learning siswa SMP. Skala yang digunakan adalah skala religiusitas (Glock & Stark), skala disiplin (Sears) dan skala MSLQ (Pintrich dan Groot). Responden penelitian ini adalah 164 siswa SMP Negeri di Kota Bekasi. Pemilihan subyek dilakukan dengan random sampling. Langkah analisis data menggunakan Analisis CFA dan Analisis SEM dengan alat bantu SPSS 15 dan LISREL 8.8 Kesimpulan; Ada pengaruh yang signifikan antara religiusitas terhadap disiplin dan Self-Regulated Learning dan antara disiplin terhadap Self-Regulated Learning. ......The formation and development of students' behavior may be carried out by imposing discipline and encourage self-regulated learning. Religousness is one of the factors which controls the behavior and a motivation to live and is a development tool, self control as well as a tool to form the moral. The objectives of the study is to find out the impact of religiousness on the disciple and self regulation in the learning prosess of students of State Junior High School in Bekasi City. The hyphotheses are : (1) There is a signification impact of religiouness on the discipline of Junior High School students; 2) There is a significant impact of religousness on the self-regulated learning Junior High School students; 3) There is a significant impeet of religiousness on the discipline and self regulated learning of Junior High School students. The scale is used is the scale of religiousness (Glock & Stark), the scale of discipline (Sears) and MSLQ scale (Pintrich and Groot). The respondents of this study are 164 students of State Junior High School in Bekasi City. The subject is selented by random sampling. The data analysis step uses CF A Analysis and SEM Analysis with the help of tools namely SPSS 12 and LISREL 8.8. Conclusion: There is a signifant impact of reHgiousness on discipline and self-regulated learning and of discipline on self-regulated learning.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26944
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Sajidah
Abstrak :
Hal yang paling mendasar yang menjadikan sebuah bangsa maju atau tertinggal adalah besar atau tidaknya etos kerja yang dimiliki masyarakatnya. Di beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, etos kerja yang lemah seringkali menjadi permasalahan yang cukup serius dan memerlukan penyelesaian yang komprehensif dan gradual. Tentang peranan agama sehubungan dengan perkembangan kehidupan manusia, Soejatmoko (1985) tidak ragu-ragu menyatakan bahwa agama merupakan faktor utama yang berperan dalam mewujudkan pola-pola persepsi dunia bagi manusia. Dan persepsi ada relevansinya dengan aktivitas keduniaan yang dimotivasi oleh sistem keyakinan agama. Dalam agama Islam begitu banyak nilai-nilai yang menganjurkan umatnya untuk beretos kerja tinggi. Karakteristik etos kerja Islami digali dan dirumuskan berdasarkan konsep iman sebagai fondasi dan amal shaleh. Karena etos kerja tidak menjadi Islami bila tidak dilandasi konsep iman dan amal shaleh, sebab sekalipun kerja itu bermanfaat dan bersifat keduniaan bagi banyak orang, tanpa dasar iman tidak akan membuahkan pahala di akherat kelak. Di antara nilai-nilai yang diyakini dan mempengaruhi etos kerja yang tinggi atau Islami adalah sikap tawakal pada seseorang dan yakin atau percaya akan kemampuan diri sendiri. Oleh karena itu, variabel-variabel dalam penelitian ini adalah tawakal, percaya diri dan etos kerja. Adapun rumusan masalahnya adalah apakah ada hubungan antara tawakal dan percaya diri dengan etos kerja? Etos kerja perspektif Islam adalah etos kerja yang merupakan pancaran keyakinan seorang muslim bahwa kerja berkaitan dengan tujuan mencari ridha Allah. Dalam hal ini indikatornya adalah niat ikhlas karena Allah untuk mencari rida-Nya, bekerja keras dan memiliki cita-cita yang tinggi. Tawakal memiliki pengertian sebagaimana yang peneliti lansir dari Al-Tabari adalah sikap seorang muslim yang menggantungkan kendali urusan mereka hanya Allah, menerima ketentuannya dan yakin akan pertolongannya. Dengan demikian indikator dari variabel ini adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha semaksimal mungkin, menerima akan takdir-Nya dan yakin akan pertolongan-Nya. Adapun percaya diri memiliki pengertian sbb, yaitu kemampuan seseorang dalam menyatukan dan menggerakkan motivasi sehingga menghasilkan tindakan yang sesuai harapan. Dalam hal ini percaya diri memiliki 5 indikator, yaitu: optimis, memiliki motivasi berprestasi lebih tinggi, mandiri, berani mencoba dan selalu introspeksi. Penelitian ini dilakukan di PT. Pandu Siwi Sentosa dengan populasi 506 orang. Adapun sampel yang diambil oleh peneliti adalah 100 orang. Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisa korelasi ganda dan partial, untuk mengetahui hubungan antara tawakal, percaya diri dan etos kerja, Selain itu Juga menggunakan analisa regresi linier berganda untuk menggambarkan sumbangsih kedua variabel, yakni tawakal dan percaya diri secara bersamaan dalam menjelaskan varian variabel etos kerja. Dari uji anova variabel tawakal bersama percaya diri, memiliki nilai probabilitas ρ < 0,05 dan pada model ini menunjukkan .000 􀀀 , maka ini berarti hipotesa alternatif yaitu variabel tawakal dan percaya diri mempunyai hubungan terhadap etos kerja dapat dipertahankan. Dalam hal ini variabel tawakal bersama percaya diri memberikan kontribusi terhadap etos kerja sebesar 22,3%. Adapun kontribusi tawakal saja terhadap etos kerja bernilai 19,5%. Sedangkan percaya diri sangat kecil, yaitu 1,21%. Berdasarkan hasil kesimpulan dan hasil analisa yang ada, peneliti memberi saran kepada berbagai pihak terkait akan pentingnya digalakkan program yang bertujuan untuk meningkatkan ketawakalan bagi para karyawan. Dengan pemahaman tawakal yang baik, maka diharapkan karyawan pun dengan sendirinya memiliki etos kerja yang lebih baik. Selain itu perlu ditingkatkan sikap percaya diri agar para karyawan memiliki semangat yang tinggi untuk menuju kepada etos kerja yang lebih baik pula. Hendaknya ada simulasi dalam pelaksanaannya hingga sikap itu mampu dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan bukan karena paksaan.
The most fundamental thing that makes a nation is behind or ahead of, or not job ethos of the community. In some countries the majority of the populations are Muslim, work ethos that are often weak enough to be a serious problem and requires a comprehensive and gradual. About role of religion referring to the development of human life, Soejatmoko ( 1985) doesn't hesitate expressing that religion is primary factor standing in realizing perception patterns of world for man. And perceptions there are the relevancy with mundane activity motivated by religion confidence system. In Islam so much values suggesting the believer for having ethos high job. Job ethos characteristic Islam dug and formulated based on believe concept as foundation and pious charitable. Because job ethos doesn't become Islam when is not based on believe concept and pious charitable, because even if the useful job and haves the character of mundane for many people, groundless of believe will not produce fruit reward in eternity/the beyond later. Among values believed and influences high job ethos or Islam is position tawakal at someone and is sure or believes in oneself ability. Therefore, a variable in this research is tawakal, self confidence and job ethos. As for the problem formula are there relation between tawakal and self confidence with job ethos? The Job Ethos in perspective of Islam is job ethos which is radiation of confidence a moslem that job relates to purpose of looking for ridha God. In this case the indicator is candid intention because God to look for His rida, strives and has high aspiration. Tawakal has understanding as which researcher publishes from Al-Tabari was position a moslem draping business control they God only, receives the rule and is sure the help would. Thereby indicator from this variable is deliver all business to God after trying maximum, receives His destiny to and is sure His help would. As for self confidence has understanding as follows, that is ability of someone in uniting and moves motivation causing yields action appropriate hope. In this case self confidence has 5 indicator, that is: optimism, has motivation of higher achievement, self-supporting, dare to try and introspecting. This research done in PT. Pandu Siwi Sentosa with population 506. As for sample taken by researcher is 100. Examination of this research hypothesis applies double correlation analysis and partial, to know relation between tawakal, self confidence and job ethos, Besides Also applies doubled linear regression analysis to depict second contribution of variable, namely tawakal and self confidence concurrently in explaining job ethos variable variant. From test anova variable tawakal with self confidence, has probability value? < 0,05 and at this model shows . 000 ? , hence this means hypothesizing alternative of that is variable tawakal and self confidence has relationship to defensible job ethos. In this case variable tawakal with self confidence gives contribution to job ethos equal to 22,3%. As for contribution of just tawakal to valuable job ethos of 19,5%. While very small self confidence, that is 1,21%. Based on result of the conclusion and analysis result, researcher gives suggestion to various related partieses for the importance of emboldened program with aim to increase ketawakalan to all employees. With understanding of tawakal which is good, hence expected employee also by itself has better job ethos. Besides need to be improved position of self confidence that the employees have spirit of high for towards to better job ethos also. Shall there are simulation in the execution is finite is the position can be executed with eyes open and not because of constraint.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T32874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan Riyadi
Abstrak :
Di era digital ini identik dengan kemajuan tekhnologi, salah satunya adalah kemudahan dalam komunikasi melalui media sosial yang menyebabkan banyaknya informasi yang tidak semua benar atau disebut informasi palsu atau hoax. Ini memunculkan permasalahan intensitas dalam menyebarkan informasi hoax. Karena banyak masyarakat yang tidak berhati-hati dalam menyebarkan informasi, hingga banyak yang menyebarkan informasi palsu secara tidak sengaja tanpa mengecek informasinya terlebih dahulu. Peneliti melihat adanya self control dan religiusitas dapat mengatasi permasalahan banyaknya penyebaran informasi hoax ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari tahu apakah ada hubungan antara self control dan religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax serta mencari tahu seberapa besar kontribusinya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Respoden dalam penelitian ini adalah komunitas remaja Islam di Jakarta yaitu Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) di Menteng, Jakarta Pusat dengan rentang usia antara 18 sampai 30 tahun. Hasil dari data yang didapat dari kuesioner diolah dengan statistik tekhnik regresi dengan SPSS. Hasil penelitian ini untuk mencari arah hubungan antara variabel self control dan religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax dan melihat apakah ada hubungan antara ketiga variabel tersebut atau tidak serta kontribusinya. Hasil dari penelitian menunjukan ada hubungan antara self control, religiusitas, dan intensitas penyebaran informasi hoax, hubungan tersebut bersifat negatif, artinya jika self control atau religiusitas seseorang naik, maka intensitas penyebaran informasi hoax orang tersebut akan menurun, begitu juga sebaliknya. Kontribusi dari self control terhadap intensitas penyebaran informasi hoax bernilai sedang, yaitu dengan nilai pearson correlation sebesar 0.485. Sedangkan kontribusi dari religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax bernilai rendah dengan nilai pearson correlation sebesar 0.211. Hal ini menunjukan jika self control memiliki kontribusi lebih besar terhadap intensitas penyebaran informasi hoax dibandingkan religiusitas. ......This digital era is identical with technological advances; one of which is ease of communication through social media. It facilitates the spread of a lot of information that is not all true or what so-called false information or hoax. This raises problems in the intensity of hoax spread because there are many people who are not careful in spreading information. Therefore, many people spread false information accidentally because they do not check the truth of the information first. The researcher argues that self-control or religiosity can overcome problems related to the hoax spread. The objective of this study is to find out whether or not there is a relationship between self-control or religiosity and the intensity of the hoax spread and to find out how much they contribute. This study applies quantitative method. The respondents of this study were the Muslim youth community in Jakarta; i.e. Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) in Menteng of Central Jakarta with an age range between 18 and 30 years. The results, from the data obtained from the questionnaire, were processed using statistical regression technique with the help of SPSS. The results of the study are intended to find the direction of the relationship between the variables of self-control or religiosity and the intensity of the hoax spread and to see whether or not there is a relationship between the three variables and their contribution. The results of the study showed that there is a relationship between self-control or religiosity and the intensity of the spread of hoaxes where the relationship is negative. It means that if a person`s self-control or religiosity increases, the intensity of the hoax spread on that person will decrease and vice versa. The contribution of self-control to the intensity of the hoax spread is in moderate value; i.e. the Pearson correlation value is 0.485. In addition, the contribution of religiosity to the intensity of the hoax spread is low; i.e. the Pearson correlation value is 0.211. This shows that self-control has a greater contribution to the intensity of hoax spread than religiosity.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khoirul Huda
Abstrak :
Banyak temuan riset para ahli yang kerap dilansir media menyatakan bahwa tingkat stress dan problem sosial masyarakat perkotaan semakin meningkat dan tambah kompleks. Gejala ini ditengarahi karena semakin merebaknya budaya hedonis¬konsumeristik pada kehidupan masyarakat, terutama kehidupan di kota-kota besar seperti Jakarta. Di sisi lain, berkembang egoisme individu yang kian liar mengejar kebutuhan demi pemuasan nafsu duniawi yang tak pernah ada habisnya. Konsekuensinya adalah telah terjadi perubahan perilaku dan kepribadian masyarakatan perkotaan yang mengalami disorientasi sosialnya, sehingga ia tak hanya mengalami alienasi dan keterasingan diri, tetapi juga berakibat pada tindakan-tindakan individu yang menyimpang dari norma hukum dan agama bahkan destruktif, baik terhadap diri sendiri, keluarga maupun orang lain. Berbagai upaya untuk mengeliminir serta merubah kepribadian tidak sehat tersebut sudah gencar dilakukan, termasuk salah satunya adalah dengan memperbaiki kondisi lingkungan sosial individu yang bermasalah, yaitu aspek pendidikannya. Pendekatan yang diusung dari teori Barat ini mengasumsikan bahwa lingkungan sosial seseorang, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar merupakan pengaruh paling dominan membentuk kepribadian individu. Menurut Islam pembentukan kepribadian tidak hanya ditentukan oleh faktor fiisik-lingkungan di mana individu tumbuh kembang dan beraktivitas. Lebih dari itu, Islam memandang bahwa kepribadian individu selain dibentuk oleh faktor pendidikan (lingkungan) juga diperlukan injeksinasi spiritual-religius. Dalam konteks ini dakwah Islam, yaitu amar ma'ruf nahi munkar semestinya dilakukan dengan metode dan pendekatan ramah, dialogis, penuh kearifan dan kontekstual. Dengan begitu nilai-nilai dan ajaran dakwah yang disampaikan benar-¬benar menampakan wajah Islam yang rahmafan lil'alamin. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dakwah majelis taklim Tarbiyatul Mu'awanah terhadap kepribadian muslim di kawasan Ciganjur Jakarta Selatan, dengan menggunakan metode analisa kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan para jama'ah pengajian (subyek), pengamatan langsung dan dokumentasi.Untuk mendapatkan gambaran umum tentang pola dan hubungan antar kategori digunakan analisis kasus perkasus dan kemudian dilakukan analisis antar kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan dakwah di majelis taklim Tarbiyatul Mu'awanah memiliki peranan signifikan terhadap pembentukan kepribadian muslim. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek dinamika kepribadian subyek (muslim) sebelum dan sesudah mengikuti pengajian, dalam mana sebelumnya kebanyakan dari mereka belurn memiliki kepribadian muslim, tapi setelah aktif mengikuti pengajian telah memiliki kepribadian muslim seperti yang diharapkan. Misalnya berpenampilan saleh dan lebih religius, sudah mau menutup aurat, berkepribadian pelopor, disiplin, sabar, menjaga kebersihan dan kesucian, suka menolong orang lain dan gemar beraktivitas sosial serta bertanggung jawab.
A lot of research works, as often written in newspapers, show that the stress level and social problems of urban community are getting higher and more complicated. On the one hand the phenomenon is partly due to the hedonism and consumerism which grow among the urban society, especially in big cities like Jakarta. On the other hand, individual egoism develops strappingly to pursue materials for satisfying never fulfilled individual greed. These social phenomenon results in the behavioral changing and personality of the urban community as indicated by their social disorientation which in turn lead them to alienation and destructive actions which against law. And in the end of the day, the individual, his family and others will suffer from his/her own acts. Many kinds of efforts conducted by government or NGOs are brought into being to rehabilitate and even eliminate unhealthy personality of the community members, among others, through the betterment of social environment of the unhealthy individuals, especially by means of education. And the social environment such as society, family, and schools are supposed to be the crucial factors in shaping individual personalities. Personality building, according to Islamic teaching, is not only determined by physical environment factors where an individual lives but also by education and particularly by religious-spiritual injections. In line with the attempt to create the betterment of the unhealthy personality of the community members, Islamic preaching methods, amar ma'ruf nahi munkar, should be conducted through sociable, peaceful, and contextual approaches. These will promote Islamic values which emphasize Islam as rahmataIiI'alamin to all community members. The research is aimed at the investigation on the preaching influence to Muslim personalities in the area of Ciganjur, Southern Jakarta with qualitative analysis methods. Data collection is carried out through intensive interviews with the Islamic gathering members (subjects), direct observation, and study of document on preaching activities. The general depiction of the pattern and categorical relation is obtained by the use of case by case analysis which is followed by inter case study. The research findings show that preaching activities have significant influence on the changing of the personalities of Islamic gathering members. It is identified through the changing sides felt by the members before and after joining the preaching activities. Most of the respondents didn't know and have Islamic personalities but after active participation in the preaching programs, they obtain the Islamic personalities as expected such as wearing Islamic clothes (covering aurat), having pioneer spirits, being punctual, maintaining cleanliness, being helpful and socially active, etc.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Nadiah
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia adalah negara muslim tersebesar di dunia dengan jumlah penduduk muslim mencapai 201 juta jiwa. Setiap muslim wajib membaca dan memahami Alquran yang menjadi pedoman hidup. Namun, jumlah penduduk muslim Indonesia yang masih buta huruf aksara Alquran terbilang tinggi yakni mencapai 65% atau sekitar 135 juta jiwa. Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk dapat menguragi tingginya jumlah buta huruf aksara Alquran. Salah satu cara dengan memasukkan pelajaran baca tulis Alquran dalam kurikulum muatan lokal. Namun, program tersebut dirasa belum cukup efektif karena kurangnya waktu yang disediakan dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru bidang studi agama Islam di sekolah, rendahnya literasi Alquran pada siswa disebabkan oleh faktor internal yakni, kurangnya motivasi belajar dan manajemen waktu yang buruk dan faktor eksternal yakni, kurangnya bimbingan dari orangtua untuk mempelajari Alquran. Dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi Alquran pada remaja muslim, peneliti memfokuskan penelitian pada faktor eksternal yang diwakili oleh pola asuh orangtua dan faktor internal yaitu self reguated learning. Penelitian ini bertujuan memperjelas hubungan antara pola asuh orangtua dengan kemampuan literasi Alquran dan pengaruh self-regulated learning dalam peningkatan kemampuan literasi Alquran pada remaja muslim. Pengambilan dan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitaif dengan uji korelasi dan uji regresi berganda. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh orangtua tidak berkorelasi dengan kemampuan literasi Alquran pada remaja muslim. Sedangkan,self-regulated learning memiliki korelasi dengan kemampuan literasi Alquran pada remaja muslim.
ABSTRACT
Indonesia is the largest Muslim country in the world with a Muslim population of 201 million. Every Muslim is obliged to read and understand the Koran as a way of life. However, the population of Indonesian Muslims who are still illiterate in the Koran script is relatively high, reaching 65% or around 135 million people. Various ways are carried out by the government to reduce the high number of illiterate characters in the Koran. One way to include Qur'anic literacy lessons in the local content curriculum. However, the program was deemed not effective enough due to lack of time provided in learning. Based on the results of interviews with several teachers of Islamic studies in schools, the low level of Qur'anic literacy in students is caused by internal factors, namely lack of motivation to learn and poor time management and external factors, namely lack of guidance from parents to learn the Koran. In an effort to improve the literacy skills of the Koran in Muslim adolescents, researchers focused their research on external factors represented by parenting and internal factors, namely self reguated learning. This study aims to clarify the relationship between parenting parents with literacy literacy skills and the effect of self-regulated learning in improving Qur'an literacy skills in Muslim adolescents. Retrieval and processing of data in this study using a quantitative method with a correlation test and multiple regression tests. The results in this study indicate that parenting style do not correlate significantly with the literacy skills of Alquran in Muslim adolescents. Meanwhile, self-regulated learning has a significant correlation with the literacy skills of Alquran in Muslim adolescents.
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T51668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>