Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Aliyah Pradono
Abstrak :
Stomatitis aftosa rekuren (SAR), disebabkan oleh multifaktor. Salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya SAR adalah defisiensi zat besi. Keadaan defisiensi zat besi dapat diketahui dengan melihat kadar serum iron (SI) penderita. Hasil dari berbagai penelitian dari berbagai negara tentang hal tersebut masih terdapat banyak perbedaan. Sehubungan dengan itu perlu kita ketahui keadaan kadar SI pada penderita SAR yang datang ke klinik penyakit mulut RSCM. Dari tiga puluh satu pasien SAR yang datang pada periode Juni 1992 - Juni 1993, dilakukan pemeriksaan SI, total iron binding capacity (TIBC), hemoglobin (Hb). Hasilnya terdapat 6 (19.35%) pasien SAR dengan nilai SI di bawah normal dan tidak satupun dari grup kontrol. Secara statistik nilai rata-rata kadar SI tidak berbeda bermakna dibanding dengan kontrol. Dari 6 pasien dengan SI di bawah normal, 1 pasien dengan TIBC tinggi, 1 pasien dengan TIBC rendah, 4 pasien dengan TIBC normal dan 3 pasien dengan Hb rendah. Jadi pada penderita SAR perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, SI dan TIBC.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Boedi
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai volume saliva dan jumlah koloni Candida spesies di dalam mulut pasien perokok dan bukan perokok. Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan penelitian dengan memeriksa saliva pada 62 pasien Perokok dan bukan Perokok di Laboratorium Diagnostik & Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta. 1 mililiter saliva dibiak dalam medium Agar Dextrosa Sabouraud yang mengandung antibiotika dan diperam pada suhu 37° Celcius selama 48 jam serta diidentifikasi jenis j amur yang tumbuh. Hasil Pengamatan : Dari 32 pasien Perokok yang diperiksa volume salivanya ternyata terdapat perbedaan bermakna dibandingkan dengan 30 pasien bukan Perokok. Sedangkan dari hasil biakan jamur Candida terdapat perbedaan bermakna antara jumlah kasus Perokok (21%) dan bukan perokok (3,2%) yang mempunyai koloni Candida spesies diatas 400 per mililiter saliva. Terlihat pula hu-bungan yang erat antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan jumlah koloni Candida spesies di dalam mulut.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah
Abstrak :
Latar Belakang: Belum diketahui gambaran morfologi permukaan sel kanker mulut yang dipapar KBMR dibandingkan cisplatin. Tujuan: Mengetahui morfologi permukaan ultrastruktur Ca9-22 setelah paparan KBMR dibandingkan cisplatin. Metode: Sel Ca9-22 dan HaCaT, dipapar KBMR (800mg/ml) atau cisplatin (8mg/ml) selama 24 jam, kemudian morfologi permukaannya dianalisis menggunakan SEM. Hasil: Morfologi permukaan Ca9- 22 dan HaCaT setelah paparan KBMR atau cisplatin berbeda. Gambaran apoptosis lebih jelas terlihat pada Ca9-22 yang dipapar cisplatin daripada KBMR. Kesimpulan: Morfologi ultrastruktur sel Ca9-22 setelah paparan KBMR menunjukkan fase apoptosis yang lebih dini, dibanding setelah paparan cisplatin. ......Background: Information on surface morphology of oral cancer cell exposed with LMWC is needed. Objective: Determining the ultrastructure-surface morphology of Ca9-22 cells after LMWC and cisplatin exposure. Method: Ca9-22 and HaCaT cells, exposed with LMWC (800mg/ml) or cisplatin (8mg/ml), cultured for 24 hours, then analyzed with SEM. Results: Differences on the surface morphology of Ca9-22 and HaCaT after LMWC and cisplatin exposure were shown. Apoptosis features were more visible on cisplatin-exposed Ca9-22 cells compared to LMWC. Conclusion: The surface ultrastructure morphology of the LMWC-exposed Ca9-22 cells showed earlier apoptosis-phase compared to that of cisplatin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carlo Febianto
Abstrak :
Latar Belakang: Penyalahgunaan narkotika di Indonesia yang semakin meningkat tiap tahunnya menyebabkan berbagai masalah baik masalah sosial maupun kesehatan. Masalah kesehatan gigi dan mulut terkait kebiasaan buruk pada rongga mulut (parafungsi) juga dapat dipengaruhi oleh efek penggunaan narkotika jangka panjang terhadap sistem saraf. Tujuan: Mengetahui prevalensi bruxism dan clenching serta kelainan gigi geligi akibat kebiasaan tersebut pada residen di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido, Jawa Barat. Metode: Penelitian deskriptif potong lintang ini dilakukan dengan pengisian kuesioner untuk memperoleh data kebiasaan bruxism dan clenching, pengambilan data dari rekam medik yang tersedia, dan pemeriksaan klinis rongga mulut. Hasil: Penelitian pada 203 subjek dengan rentang usia 17-49 tahun menunjukkan bahwa 32 subjek (15,8%) memiliki kebiasaan bruxism, 27 subjek (13,3%) memiliki kebiasaan clenching, dan 21 subjek (10,3%) kombinasi bruxism dan clenching. Atrisi pada permukaan gigi ditemukan pada 123 subjek (61%), di antaranya 58 subjek (47%) memiliki kebiasaan bruxism dan/atau clenching. Kesimpulan: Prevalensi kebiasaan bruxism dan clenching yang dijumpai pada subjek cukup tinggi, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Subjek yang mengalami atrisi lebih banyak dibandingkan yang memiliki kebiasaan bruxism dan clenching, menunjukkan bahwa atrisi dapat juga disebabkan oleh kebiasaan buruk lain. ...... Background: An increasing number of drug abuse in Indonesia has lead to many problems including social and health problems. Oral health problems due to oral bad habits (oral parafunctions) can also be influenced by the effects of long term drug use on nervous system. Aim: To determine prevalence of bruxism and clenching as well as teeth disorders due to the habit of the residents at “Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido”, West Java. Methods: This cross-sectional descriptive research was conducted with questionnaires to obtain data of bruxism and clenching habits, data retrieval from medical records, and oral clinical examination. Results: The study on 203 subjects, aged 17-49 years showed that 53 subjects (26.1%) have bruxism habit, 48 subjects (23.6%) have clenching habit, and 21 subjects have both bruxism and clenching habit. Attrition of the surface of the teeth was found in 123 subjects (61%), and 58 subjects (47%) among them have bruxism and/or clenching habit. Conclusion: A quite high prevalence of bruxism and clenching habits were found on the subject of this study, this finding is similar to the studies conducted by previous researches. Prevalence of attrition which was found higher than bruxism and clenching showed that attrition may also be caused by other oral bad habits.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Nelis
Abstrak :
Latar belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai masalah dan kelainan berbagai organ tubuh, termasuk pada rongga mulut. Tujuan: memperoleh gambaran mengenai kelainan yang terjadi pada rongga mulut pasien thalassemia mayor di Pusat Thalassemia RSCM. Metode: Penelitian cross-sectional terhadap 76 pasien thalassemia mayor yang berusia diatas 12 tahun. Data didapat dengan melakukan pemeriksaan klinis dan wawancara terstruktur menggunakan panduan kuesioner. Hasil: Keluhan subyektif dalam rongga mulut yang sering dialami adalah: serostomia, diikuti dengan sariawan berulang, bibir mengelupas dan pecah-pecah, serta gusi berdarah. Prevalensi kelainan klinis yang ditemukan meliputi: inkompetensi bibir (25,0%); malokusi: klas I (40,79%), klas II (51,32%) dan klas III (3,95%); higiene oral buruk (67,11%), dan gingivitis (82,89%). Nilai rata-rata DMF-T adalah 4,97. Kondisi dan lesi patologik mukosa mulut yang paling banyak ditemukan adalah pigmentasi mukosa (69,74%), diikuti dengan depapilasi lidah (56,58%), mukosa ikterik (52,63%), cheilosis/cheilitis (50,0%), mukosa pucat (44,74%), erosi/deskuamasi mukosa (44,74%), stomatitis aftosa rekuren (15,79%), glositis defisiensi (14,47%) dan perdarahan gingiva (11,84%). Kesimpulan: Maloklusi, higiene oral buruk, gingivitis, serostomia, pigmentasi mukosa, depapilasi lidah, mukosa ikterik, dan cheilosis/cheilitis, merupakan masalah yang paling umum ditemukan pada pasien thalassemia mayor dalam penelitian ini, namun indeks karies gigi terlihat rendah. ......Background: Thalassemia is the most common genetic disorders worldwide. The disease can cause various problems and disorders of various organs of the body, including in the oral cavity. Objective: to describe the oral cavity disorders in patients with major thalassemia in Thalassemia Centre at Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods: cross-sectional study involved 76 patients with major thalassemia over 12 years of age. Data obtained by clinical examination and structured interviews using guidance from quistionnare. Results: Oral subjective symptom which is often experienced is xerostomia, followed by recurrent aphthous stomatitis, cheilosis/cheilitis, and gingival bleeding. Prevalence of clinical findings consist of: incompetence of lips (25%); malocclusion: class I (40,79%), class II (51,32%) and class III (3,94%); poor oral hygiene (67,11), gingivitis (82,89%). DMF-T score was 4,97. Conditions and pathologic lesions more frequently seen are pigmentation of mucosa (69,74%), followed by depapillation of tongue (56,58%), icterus of mucosa (52,63%), cheilosis/cheilitis (50%), pallor of mucosa (44,74%), erosion/desquamation of mucosa (44,74%), recurrent aphthous stomatitis (15,79%), glossitis deficiency (14,47%), and gingival bleeding (11,84%). Conclusion: Malocclusion, poor oral hygiene, gingivitis, xerostomia, pigmentation of mucosa, depapillation of tongue, icterus of mucosa, and cheilosis/cheilitis, were most prevalent problems in patients with major thalassemia in this study; nevertheless, dental caries show low index.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T35045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Anissa Noviana
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan: Mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan tenaga pendukung praktik kedokteran gigi terhadap prosedur kontrol infeksi di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (RSKGM FKG UI). Metode: Penelitian deskriptif potong lintang dilakukan kepada 30 responden; petugas administrasi, perawat gigi, dan petugas kebersihan di RSKGM FKG UI dengan cara mengisi kuesioner. Hasil: Terkait pengetahuan, rata-rata responden memberikan 43% jawaban benar, terkait sikap rata-rata responden memberikan 97% jawaban setuju dan terkait tindakan rata rata responden memberikan 55% jawaban melakukan tindakan kontrol infeksi. Kesimpulan: Pengetahuan kontrol infeksi responden tergolong buruk, sikapnya tergolong positif, namun tindakannya tergolong buruk.
ABSTRACT
Objective: To determine the level of knowledge, attitude, and practice of dental practice supporting personnel towards the infection control procedures in Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (RSKGM FKG UI) Methods: A cross-sectional descriptive study using a questionnaire conducted on 30 respondents; administrative staff, dental nurses, and cleaning service staff in RSKGM FKG UI Results: Related to knowledge an average respondents giving 43% correct answers, related to attitude an average respondents giving 97% agree statements and related to practice an average respondents provide 55% answers about performing infection control procedures. Conclusion: The knowledge of dental practice supporting personnel is poor, the attitude are positive, but the practice are classified as poor.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Laili Nurhidayat
Abstrak :
ABSTRACT
Latar Belakang: Jumlah penduduk lansia di kota Depok terus mengalami peningkatan. Lansia memiliki kerentanan terhadap penyakit sistemik maupun gigi dan mulut yang saling berhubungan, salah satunya perubahan kualitas dan kuantitas saliva. Namun, belum ada penelitian dengan subjek lansia mengenai profil saliva yang dilakukan di kota Depok. Tujuan: Mengetahui profil saliva antar jenis kelamin, kelompok usia, jenis penyakit sistemik, medikasi dan persepsi serostomia pada lansia di kota Depok. Metode: Studi analitik observasional dengan desain penelitian potong lintang. Pengambilan sampel dengan teknik consecutive sampling pada subjek berusia ge; 60 tahun yang berdomisili di Depok. Subjek diperiksa volume saliva tanpa stimulasi, terstimulasi, derajat keasaman dan kapasitas dapar. Subjek menjawab kuesioner Fox mengenai serostomia dan kuesioner tentang penyakit sistemik dan medikasi. Penelitian ini dianalisis dengan uji Mann Whitney-U, Kruskal Wallis dan korelasi Spearman ?=5 . Hasil: Jenis kelamin memiliki hubungan dengan laju alir saliva, tetapi derajat keasaman dan kapasitas dapar tidak. Tidak terdapat perbedaan profil saliva antar kelompok usia, jenis penyakit sistemik dan medikasi. Koefisien korelasi antara serostomia dengan laju alir terstimulasi lebik kuat 0,426 dibanding tanpa stimulasi 0,303 . Kesimpulan: Laju alir saliva memiliki perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan, tetapi tidak berbeda bermakna antar kelompok usia, jenis penyakit sistemik dan medikasi. Derajat keasaman dan kapasitas dapar tidak berbeda bermakna antar jenis kelamin, kelompok usia, jenis penyakit sistemik dan medikasi. Persepsi serostomia berhubungan dengan laju alir saliva.
ABSTRACT
Latar Belakang Jumlah penduduk lansia di kota Depok terus mengalami peningkatan. Lansia memiliki kerentanan terhadap penyakit sistemik maupun gigi dan mulut yang saling berhubungan, salah satunya perubahan kualitas dan kuantitas saliva. Namun, belum ada penelitian dengan subjek lansia mengenai profil saliva yang dilakukan di kota Depok. Tujuan Mengetahui profil saliva antar jenis kelamin, kelompok usia, jenis penyakit sistemik, medikasi dan persepsi serostomia pada lansia di kota Depok. Metode Studi analitik observasional dengan desain penelitian potong lintang. Pengambilan sampel dengan teknik consecutive sampling pada subjek berusia ge 60 tahun yang berdomisili di Depok. Subjek diperiksa volume saliva tanpa stimulasi, terstimulasi, derajat keasaman dan kapasitas dapar. Subjek menjawab kuesioner Fox mengenai serostomia dan kuesioner tentang penyakit sistemik dan medikasi. Penelitian ini dianalisis dengan uji Mann Whitney U, Kruskal Wallis dan korelasi Spearman 5 . Hasil Jenis kelamin memiliki hubungan dengan laju alir saliva, tetapi tidak pada pada derajat keasaman dan kapasitas dapar. Tidak terdapat perbedaan profil saliva antar jenis penyakit sistemik dan medikasi yang dikonsumsi subjek. Koefisien korelasi antara serostomia dengan laju alir terstimulasi lebik kuat 0,426 dibanding laju alir tanpa stimulasi 0,303 . Kesimpulan Laju alir tanpa stimulasi dan terstimulasi, memiliki perbedaan yang bermakna antara laki laki dan perempuan, tetapi tidak berbeda bermakna antar kelompok usia, jenis penyakit sistemik dan medikasi. Derajat keasaman dan kapasitas dapar tidak berbeda bermakna antar jenis kelamin, kelompok usia, jenis penyakit sistemik dan medikasi. Persepsi serostomia berhubungan dengan laju alir saliva.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Astuti
Abstrak :
Latar Belakang: Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun kronik, menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri, sehingga menyebabkan inflamasi serta kerusakan jaringan atau organ. SLE dapat menyerang multiorgan dengan gejala sistemik dan mulut yang sangat bervariasi. Keluhan pasien SLE di dalam rongga mulut dapat berupa mulut terasa terbakar, xerostomia, sore mouth, dan masalah lainnya. Terapi Kortikosteroid merupakan terapi utama yang hampir semua pasien SLE mengkonsumsinya, untuk mengurangi inflamasi dan kerusakan jaringan yang terkait dengan reaksi autoimun. Sehingga keluhan di mulut yang dirasakan penderita SLE dapat saja akibat dari penyakitnya, namun dapat juga sebagai akibat dari efek obat yang harus terus dikonsumsi dalam jangka panjang bahkan seumur hidup. Tujuan: Untuk mengetahui gejala, jenis edikasi, keluhan di mulut, serta kemungkinan efek penggunaan obat jangka panjang pada Odapus yang bergabung di Yayasan Lupus Indonesia (YLI) periode 13 November- 4 Desember 2008. Metode: Penelitian deskriptif, dengan pengambilan data secara potong lintang, menggunakan kuesioner dan pemeriksaan klinis ekstra dan intra oral. Selain itu untuk mengetahui adanya xerostomia dilakukan pengukuran kuantitas saliva tanpa stimulasi. Hasil: Diperoleh 30 subyek penderita SLE, terdiri 4 orang laki-laki dan 26 perempuan. Usia berkisar antara 17 tahun sampai 49 tahun atau rata-rata usia adalah 33 tahun. Sebagian besar subyek berpendidikan tinggi yaitu mencapai tingkat perguruan tinggi sebesar 66%. Distribusi gejala berdasarkan kriteria ACR sesuai 5 urutan tertinggi meliputi: Anti ds-DNA dan LE positif, Titer ANA positif, Artritis, Bercak discoid dan ulserasi di mulut. Kortikosteroid dikonsumsi secara rutin oleh 27 orang (90%) subyek dengan dosis yang bervariasi (0,5-32 mg). Obat lain adalah golongan imunosupresan, asam salisilat, dan antasida. Dari pemeriksaan kelenjar limfe submandibula, submental dan servikal lebih banyak yang teraba tetapi tidak sakit dibandingkan yang tidak teraba. Penurunan kuantitas saliva dialami oleh 90 % subyek dengan tingkat sedang sampai buruk. Lesi oral tidak banyak dijumpai yang terkait manifestasi SLE, karena telah dikendalikan oleh obat kortikosteroid dan imunosupresan dengan dosis tertentu sebagai pemeliharaan dalam jangka panjang. Beberapa subyek mengalami lesi putih dan beberapa lainnya kehilangan integritas mukosa yang kemungkinan berkaitan dengan efek obat jangka panjang. Simpulan: Dari penelitian menunjukkan bahwa secara umum pasien SLE adalah perempuan. Ulser oral merupakan salah satu gejala dari kriteria ACR yang paling banyak dikeluhkan saat penelitian. Pembesaran kelenjar yang ada pada pasien bisa diakibatkan SLE yang menyerang getang bening. Lesi dapat terjadi pada saat penggunaan obat karena efek obat yang dapat menekan imun tubuh Odapus, hingga tubuh maupun bagian oral Odapus secara umum mudah terserang infeksi.
Background: Systemic Lupus Erythematosus (SLE) is a chronic autoimmune disease that the immune system attacks cells and tissues or organs of their own body. It can cause inflammation and organ or tissue damages. SLE can attack multiorgan with varieties in systemic and oral condition. Oral complains of SLE patients in mouth cavity include burning sensation, xerostomia, sore mouth, etc. orticosteroid therapy is the first therapy for most SLE patients to reduce inflammation and tissue damages related to autoimmune disease. So, oral signs and symptoms of SLE patients can be caused by the disease, but it can be also side effects of long-term or even life-time consumed corticosteroids. Objective: to know symptoms, remedy, oral complains and the possibility of long term medication effect of patients with Systemic Lupus Erythematosus at Indonesian Lupus Foundation from November 13th until December 4th 2008. Method: descriptive research using questioner and clinical examinations including extra- and intraoral examinations. To diagnose xerostomia, saliva quantity measurement without stimulation is done. Results: There are 30 respondents which are SLE patients consist of 4 men and 26 women. Their ages are between 17 and 49 years or it can be said that the average age is 33 years. Most of them are well educated (66% of them is bachelor). Symptom distribution based on ACR criteria arranged from the top five including Anti ds-DNA and LE positive, ANA positive, Arthritis, discoid spot and ulceration in the mouth. Corticosteroid is consumed routinely by 27 subjects (90%) with variety in doses (0.5-32 mg). Another drugs used are mmunosuppressan, salicylate acid, and antacid. From submandible, submental, and cervical limp gland examination, it is found that the limp glands are more frequently touched but unhurt. The decreasing of saliva quantity from moderate until severe level is encountered in 90% subjects. Few oral lesions are related to SLE manifestation because it is controlled by corticosteroid and immunosuppressan in particular dose and long tem consumption. Several subjects have white lesions and other subjects loose their mucosa integrity that related to long term drug consumption. Conclusion: From this research, it is found that in general SLE patients are women. Oral ulceration is one of the symptoms based on ACR criteria and is most frequently found in the examinations. Limp enlargement on SLE patients can be caused by the SLE that attacks the limp gland. On the other side, the lesions can be caused by drugs consumptions since the drugs can suppress the immune system of SLE patients that the body and oral cavity of SLE patients in general are easily infected.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Kusuma Astuti
Abstrak :
Latar Belakang: Human papillomavirus (HPV) tipe risiko tinggi diketahui dapat berperan dalam karsinogenesis kanker rongga mulut. Faktor risiko nonseksual maupun seksual dapat meningkatkan prevalensi HPV risiko tinggi di rongga mulut. Masih menjadi pertanyaan apakah merokok merupakan salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan prevalensi HPV risiko tinggi, karena beberapa studi memperlihatkan hasil yang belum konklusif. Tujuan: Mengevaluasi prevalensi dan faktor risiko HPV16 dan 18 pada saliva laki-laki dengan kebiasaan merokok di RSGM FKG UI. Metode: Pencatatan kebiasaan merokok dan faktor risiko lainnya dilakukan pada 200 subjek. DNA tipe 16 dan 18 dari saliva dideteksi menggunakan polymerase chain reaction. Hasil: Prevalensi DNA HPV18 pada subjek perokok adalah 1,08% dan tidak ada DNA HPV yang ditemukan pada subjek bukan perokok. Riwayat pembedahan mulut, seks di usia dini dan memiliki banyak pasangan seksual merupakan beberapa faktor risiko yang ditemukan dan berhubungan dengan kebiasaan merokok. Simpulan: Penelitian menemukan prevalensi HPV risiko tinggi yang rendah pada laki-laki perokok di RSGM FKGUI dan belum dapat mengklarifikasi peran rokok dengan meningkatnya prevalensi HPV rongga mulut. ......Backround: High risk Human Papillomavirus (HPV) has a role in carcinogenesis of oral cancer. Some sexual and nonsexual habits are shown to increase the prevalence of high risk HPV in the oral cavity. The role of smoking as one of the risk factors is still inconclusive. Objective: To evaluate the prevalence and risk factors of HPV 16 and 18 in oral cavity of male smokers in the Dental Hospital of the Faculty of Dentistry Universitas Indonesia (FoDUI). Method: The smoking habit and other risk factors were recorded from 200 subjects. The DNA was extracted from the collected stimulated saliva samples. The DNA was subjected to the conventional polymerase chain reaction to detect HPV16 and 18. Result: The prevalence of HPV18 DNA was 1.08% in smoker subjects, while no HPV DNA were found in nonsmokers. The history of previous oral surgery, early sexual debut and multiple sexual partners were some of risk factors revealed and related to the smoking habit. Conclusion: This study found low prevalence of high risk HPV in the oral cavity of male smokers and the role of smoking in increasing the prevalence of high risk HPV in the oral cavity could not been clarified.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library