Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulfiatry Yubhar
Abstrak :
Telah dilakukan pengukuran Dose area Product dan Dose Area Product Rate menggunakan Dose Area Product Meter (DAP meter), Entrance Surface Dose menggunakan Thermoluminiscense (TLD) pada pemeriksaan fluoroskopi dengan obyek phantom akrilik 10 cm, 15 cm, 20 cm dan 25 cm serta phantom rando dengan fokus pada paru-paru. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan variasi waktu paparan 20 detik, 40 detik, 60 detik, 80 detik, 100 detik dan 120 detik. Untuk phantom akrilik 20 cm dan 25 cm ditambahkan variasi waktu 240 detik. Nilai DAP/mAs yang didapat adalah 0.70, 1.0, 1.4, 1.9 dan 0.83 µGym2/mAs masing-masing untuk phantom akrilik 10, 15 ,20, 25 cm dan phantom rando. Nilai ESD/mAs adalah (32.4±2.2), (35.7±1.5), (85.7±2.3), dan (143.5±10.6) dan (67.4±6.6) µGy /mAs untuk phantom akrilik 10, 15, 20, 25 dan phantom rando. Rasio antara ESD/mAs dengan DAP/mAs adalah (46.2 ± 3.1), (35.2 ± 1.3), (61.0 ± 2.9), 75.6(±5.4), dan (81.0 ± 8.0) untuk phantom akrilik 10, 15 ,20, 25 cm dan phantom rando .Nilai entrance surface dose dan nilai dose area product cenderung mempunyai hubungan yang kuat karena adanya linearitas pada relasi keduanya di setiap variasi ketebalan phantom akrilik dan phantom rando. Nilai entrance surface dose akan meningkat seiring dengan pertambahan nilai dose area product, tapi dari hubungan diantara keduanya tidak dapat dicari nilai yang pasti, sehingga nilai dose area product hanya dapat dipakai untuk memperkirakan dosis entrance surface dan untuk memonitor eksposure terhadap pasien.
Dose area Product and Dose Area Product Rate have been determined by Dose Area Product Meter (DAP meter), Entrance Surface Dose by Thermoluminiscent dosimeter (TLD) in the fluoroscopy examination of an acrylic phantom 10cm, 15 cm, 20 cm dan 25 cm and rando phantom at lung. Measurement is done by using exposure time variation within 20 ,40, 60 , 80 , 100 and 120 seconds .For acrylic phantom 20 cm and 25 cm in added time variation 240 seconds. The average values of DAP/mAs were 0.70, 1.0, 1.4 and 1.9 µGy-m2/mAs for phantom thickness of 10, 15, 20, and 25 cm, and about 0.83 - 0.84 µGy-m2/mAs for rando phantom. The average values of ESD/mAs were (32.4±2.2), (35.7±1.5), (85.7±2.3), and (143.5±10.6) and (67.4±6.6) µGy /mAs for phantom thickness 10, 15, 20, 25 and rando phantom. The ratio of ESD/mAs to DAP/mAs varied with phantom thickness were (46.2 ± 3.1)/ m2, (35.2 ± 1.3)/ m2, (61.0 ± 2.9)/ m2, 75.6(±5.4) for phantom thickness of 10 , 15, 20 and 25 cm respectively, and (81.0 ± 8.0)/ m2 for rando phantom. The values of entrance surface dose and dose area product have good correlation cause the DAP values correlate linearly with ESD for every phantom thickness and for rando phantom as well. The increase of entrance surface dose values based on the increase of dose area product values, but the relation from both of it can not find the absolute values, so that dose area product is used to estimate entrance surface dose and to monitor the patient exposure.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29005
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suryo Adi Ari Santosa, supervisor
Abstrak :
Indonesia telah mengadopsi tingkat panduan dosis yang direkomendasikan oleh IAEA BSS 115 untuk beberapa jenis pemeriksaan sejak 2003. Pengukuran dosis masuk permukaan (entrance surface dose /ESD) untuk kepala dan cervical spine dengan menggunakan TLD dilakukan atas 4 pesawat sinar-X pada 3 rumah sakit di Jakarta yang diberi kode 1D, 1F, 1H dan 3H dengan reseptor sistem Kodak CR (computed radiography). Pengukuran ESD juga dilakukan berdasarkan parameter eksposinya menggunakan metode kalkulasi. Juga dilakukan pengukuran ESD pada fantom kepala ANSI dengan tujuan untuk mendapatkan faktor konversi fantom-pasien yang akan berguna dalam pengumpulan data ESD tanpa pasien. Pelaksanaan penelitian dimulai dari penentuan ukuran standar orang dewasa Indonesia, uji fungsi pesawat sinar-X, preparasi TLD, pengambilan data ESD pasien dan diakhiri dengan pembuatan dan verifikasi fantom kepala ANSI. Sebanyak 20 orang pasien dewasa menjalani pemeriksaan kepala dengan 2 atau 3 proyeksi (AP/PA, lateral dan waters), dan 17 pasien dewasa menjalani pemeriksaan cervical spine dengan 2 proyeksi (AP dan lateral). Pengukuran ESD dengan TLD dengan cara menempatkan TLD pada kulit pasien pada pusat lapangan radiasi. Dari pengukuran ESD menggunakan TLD pada pasien didapatkan nilai ESD pada kuartil ke-3 sebesar 1.4 mGy mGy, 1.4 mGy, dan 2.1 mGy untuk pemeriksaan kepala AP/PA, lateral, dan waters, serta 1.3 mGy dan 1.4 mGy untuk pemeriksaan cervical spine AP dan lateral. Sedangkan dari metode kalkulasi didapatkan nilai yang lebih tinggi, yaitu 2.7 mGy, 1.8 mGy dan 5.2 mGy untuk pemeriksaan kepala AP/PA, lateral, dan waters, serta 1.5 mGy for AP and 2.3 mGy untuk pemeriksaan cervical spine AP dan lateral. Rasio antara ESD pasien dengan fantom yang disebut faktor konversi fantom didapatkan sebesar 0.64 dan 0.77 untuk skull AP/PA dan lateral. Dalam penelitian ini, nilai ESD lebih dipengaruhi oleh kebiasaan radiografer dalam penentuan faktor eksposi yang akan digunakan. Meski demikian, nilai ESD yang didapatkan cenderung lebih kecil daripada nilai referensi yang ada. Selain itu penggunaan fantom kepala ANSI akan sangat bermanfaat dalam pengumpulan data ESD mengingat jumlah pemeriksaan kepala cukup jarang. ......Indonesia has adopted radiation dose guidance levels recommended by IAEA BSS 115 for several diagnostic examinations since 2003. Measurements of entrance surface dose (ESD) for head and cervical spine using TLD (thermo luminescence dosimeter) were carried out with 4 X-ray machines at 3 hospitals in Jakarta which were coded by 1D, 1F, 1H and 3H with Kodak CR (computed radiography) receptor system. Based on exposure, ESD for these examinations were also determined. ESD measurements were also conducted on ANSI skull phantom aiming to get conversion factors of phantom to patient that will be useful in collecting ESD data without patients. This study began with determining Indonesian adult standard size, following by X-ray machine performance test, TLDs preparation, patient ESD measurement and ended with making ANSI skull phantom and ESD verification. There 20 adult patients for head examination with 2 or 3 radiography projections (AP/PA, lateral and waters), and 17 adult patients for cervical examination. The ESD was measured by TLD (thermo lunminiscence dosimeter), placed on the patient's skin, at the center of radiation field. From the patient's ESD measurement using TLDs, the 3rd quartile ESD values were 1.4 mGy mGy, 1.4 mGy, and 2.1 mGy for head examination of AP/PA, lateral, and waters, while for AP and lateral cervical spine were 1.3 mGy and 1.4 mGy. Whereas ESD values from the calculation method based on exposure were higher, i.e. AP/PA, lateral and waters head examinations were 2.7 mGy, 1.8 mGy, and 5.2 mGy respectively, and for AP and lateral cervical spine examination were 1.5 mGy for AP and 2.3 mGy. The ratio between patient ESD and phantom ESD, namely conversion factors, were 0.641 and 0.765 for AP/PA and lateral skull examination. In this study, ESD values found were more affected by technical habit of the radiographer in setting the exposure condition. In spite of that fact, it was found that these ESD values were still lower than references. Besides that, the usage of inhouse ANSI skull phantom will be beneficial for collecting ESD data considering the low frequency of head examinations.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29007
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Kartika
Abstrak :
Suatu penelitian telah dilakukan untuk menemukan hubungan antara presentasi hamburan dengan variasi sudut hambur dalam ruang fluoroskopi dan bagaimana hal tersebut berpengaruh terhadap hamburan yang diterima oleh organ personil fluoroskopi. Penelitian dilakukan dengan mengukur dosis hambur menggunakan keping TLD (Thermoluminescent Dosimeter) LiF yang ditempelkan pada pusat phantom yang diletakkan di tengah meja pemeriksaan fluoroskopi. TLD juga ditempatkan pada 7 (tujuh) lokasi di depan meja dengan sudut yang berbeda dengan menggunakan tali yang terpasang 50 cm dari phantom. Pengukuran ini dibandingkan dengan pengukuran hamburan yang diterima oleh organ personil fluoroskopi dengan menempelkan TLD pada dahi, leher, dada, pinggang, dan kaki personil saat mereka melakukan tindakan fluoroskopi terhadap pasien. Hasil menunjukkan bahwa jumlah hamburan tergantung pada sudut hambur dan presentasi dosis hambur ke arah atas lebih besar dari pada yang ke arah bawah. Hal ini memberikan informasi bagi personil fluoroskopi bahwa dalam prosedur fluoroskopi dengan tabung di atas, bagian atas tubuh personil akan lebih banyak menerima dosis hambur sehingga mereka harus peduli terhadap pemakaian perisai radiasi pada organ vital bagian atas seperti mata dan tiroid. Personil juga harus mempertimbangkan posisi mereka sehingga paparan organ personil fluoroskopi dapat dijaga pada tingkat yang diharapkan. ......A Study was conducted to investigate the relation of percentages scatter with variation scatter angle in fluoroscopy room and how it affect to the scatter received by fluoroscopist's organ. The scatter dose was measured by using LiF TLD (Thermoluminescent Dosimeter) chips located on the center of a phantom, which was placed on the center of a fluoroscopy table. TLDs were also put on 7 (seven) different locations in front of the table with different angles by using strings at a distance of 50 cm from the phantom. This measurement have been compared with measurement of the scatter received by attaching TLD to fluoroscopist's forehead, neck, thorax, waist, and foot while operating fluoroscopy equipment on patients. The results showed that the amount of scatter depend on the angle scatter, and the percentages of scatter dose in the backward direction are higher than percentages of scatter dose in the forward direction. The results give information to fluoroscopists that the upside of their body will receive more scatter dose, so they must care about using shielding on their vital organ like eyes and tyroid. Fluoroscopists also must consider their position so that the fluoroscopist's organ exposure can be maintained at an acceptable level.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T29084
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Dradjat Noerwasana
Abstrak :
Perhitungan besarnya hamburan dari pasein dalam pesawat fluoroskopi dengan tabung di atas merupakan sesuatu yang penting dalam proteksi radiasi. Sebuah user kode Monte Carlo yaitu DOSXYZnrc digunakan untuk menghitung rasio hamburan terhadap entrance surface dose (ESD). Hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan pengukuran untuk menunjukkan adanya hamburan dalam fluoroskopi tersebut. Pemodelan dalam DOSXYZnrc dan pengukuran dilakukan dengan menggunakan sebuah pesawat fluoroskopi, phantom, dan lithium fluoride thermoluminescent dosimeter (TLD). TLD ditempatkan pada jarak 50 cm dengan sumbu berkas sinar-x dalam beberapa sudut dari pusat phantom dan juga pada tubuh staf yaitu di dekat mata, leher, dada, pinggang dan kaki pada saat melakukan tindakan. Radiasi hambur pada jarak 50 cm dari sumbu berkas diperkirakan menyebar tertinggi pada sudut 1400 dari tubuh pasien atau jika staf yang memiliki tinggi 160 cm akan pada bagian matanya. Selanjutnya dosis akan berkurang untuk sudut yang lebih kecil atau bagian yang lebih ke bawah yaitu leher, dan dada. Pada pengukuran TLD dosis pada kaki meningkat karena pengaruh dari hamburan balik dari permukaan lantai. Bagian mata untuk staf dengan tinggi 160cm dan arah sudut 1400 menerima dosis paling tinggi karena radiasi hambur dan kaki menerima dosis yang lebih karena adanya tambahan hamburan balik dari permukaan lantai. ......Calculation of scattering from a patient in fluoroscopy with upper tube is an important part on determining the radiation protection requirements. A software based on Monte Carlo Method named DOSXYZnrc was used to calculate the percentage of scatter radiation from entrance surface dose (ESD). Calculations have been compared with measurements to show that simulation result are representative of scatter found in fluoroscopy. Modeling in DOXYZnrc and measurement were performed using a X-ray fluoroscopy, some phantom, and some lithium fluoride thermoluminescent dosimeter (TLD). TLD's were placed at 50 cm from x-ray beam axis in some angle of phantom center and also on the staff's body near to eyes, neck, chest, waist and legs. The radiation scattered at the distance of 50 cm from the beam axis with the highest predicted spread angle 140° of the patient's body or if the 160 cm staff tall will be in the eye. Furthermore, the dose will be reduced in a smaller angle or decreased on neck, and chest. In the TLD dose measurement in legs was increased because of the back-scattering influence from the surface of the floor behind. The eye in the 160cm staff tall and direction on the angle of 140° receiving the highest dose due to the scattering from a patient, and then feet receive higher doses because of the additional back-scattering from the surface of the floor behind.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T28838
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library